PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERORIENTASI PISA BERPENDEKATAN PMRI BERMEDIA LKPD MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIKA PESERTA DIDIK SMP

(1)

i

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

BERORIENTASI PISA BERPENDEKATAN PMRI

BERMEDIA LKPD MENINGKATKAN LITERASI

MATEMATIKA PESERTA DIDIK SMP

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pendidikan Matematika

Oleh

Chandra Septian Budiono 4101410030

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014


(2)

ii

Nama : Chandra Septian Budiono

NIM : 4101410030

Jurusan : Pendidikan Guru Matematika

Judul Skripsi : Pembelajaran Berbasis Masalah Berorientasi PISA Berpendekatan PMRI Bermedia LKPD Meningkatkan Literasi Matematika Peserta Didik SMP

menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain baik sebagian atau keseluruhan. Pendapat atau tulisan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Juni 2014 Peneliti,

Chandra Septian Budiono NIM. 4101410030


(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi atas nama Chandra Septian Budiono NIM 4101410030, yang

berjudul “Pembelajaran Berbasis Masalah Berorientasi PISA Berpendekatan

PMRI Bermedia LKPD Meningkatkan Literasi Matematika Peserta Didik SMP”, telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang pada:

hari : 30 Juni 2014 tanggal : Senin

Semarang, 25 Juni 2014 Diketahui oleh,

Ketua Jurusan Matematika, Dosen Pembimbing,

Drs. Arief Agoestanto, M. Si. Dr. Wardono, M.Si.


(4)

iv

berjudul “Pembelajaran Berbasis Masalah Berorientasi PISA Berpendekatan PMRI Bermedia LKPD Meningkatkan Literasi Matematika Peserta Didik SMP”, telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang pada:

hari : Senin tanggal : 30 Juni 2014


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“You have everything you need, if you just belive”

(Lagu Belive – Ost. Polar Express)

“The fear of the LORD is beginning of knowledge: but fools despire wisdom and

instruction”

(Proverbs 1:7 – KJV)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada: Kedua orangtuaku yang selalu mendukung dan memotivasiku Adikku yang menjadi inspirasiku


(6)

vi

kasih dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan

Skripsi dengan judul “Pembelajaran Berbasis Masalah Berorientasi PISA

Berpendekatan PMRI Bermedia LKPD Meningkatkan Literasi Matematika Peserta Didik SMP”, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana.

Keberhasilan penulisan skripsi ini karena peneliti mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathurrahman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti melaksanakan penelitian;

2. Prof. Dr. Wiyanto, M.S.i., Dekan Fakultas Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah memberi ijin melaksanakan penelitian; 3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika yang telah

memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini;

4. Dr. Wardono, M.Si., Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini;

5. Dr. Masrukan, M.Si, Dosen Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama ujian sampai skripsi ini dapat terselesaikan; 6. Dra. Sunarmi, M.Si, Dosen Penguji yang telah memberikan bimbingan dan

arahan selama ujian sampai skripsi ini dapat terselesaikan;

7. Drs. Sukardi, Kepala SMPN 1 Ungaran dan Guru Matematika Kelas VIII G dan VIII H yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian;

8. Teman-teman seperjuangan Jurusan Matematika angkatan 2010; dan 9. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam penyusunan skripsi ini.


(7)

vii

Demikian yang dapat peneliti sampaikan, semoga skripsi ini dapat mem-berikan manfaat bagi peneliti, pembaca, maupun dunia pendidikan.

Semarang, 20 Juni 2014 Peneliti


(8)

viii

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Dr. Wardono, M.Si.

Kata Kunci : PISA, PBM, PMRI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan literasi matematika PISA peserta didik setelah diterapkan pembelajaran berbasis masalah berorientasi PISA dengan pendekatan PMRI dan berbantu media LKPD. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 1 Ungaran tahun ajaran 2013/2014. Dan dipilih kelas VIII G dan H untuk dijadikan kelas kontrol dan eksperimen. Dari hasil analisa data nilai post-test terlihat terjadi peningkatan untuk kedua keduanya yaitu, kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan PMRI berbantu media LKPD mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari kelas kontrol dan juga terjadi peningkatan dari nilai pre-test ke post-test. Peningkatan yang paling besar terjadi ada pada kelas eksperimen dimana terjadi peningkatan dari rata-rata 46.04 menjadi 62.96, sedangkan kenaikan yang terjadi pada kelas kontrol adalah dari rata-rata 49.72 menjadi 55.40. Rata-rata kelas eksperimen memlampai ketuntasan individu sebesar 58 dan memenuhi ketuntasan klasikal sebesar 65%. Hasil observasi menunjukan pembelajaran yang terjadi berkualitas baik sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Jadi, dari hasil yang didapatkan, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran berbasis masalah berorientasi PISA dengan pendekatan PMRI dan bermedia LKPD berhasil meningkatkan literasi matematika peserta didik.


(9)

ix

ABSTRACT

Budiono, Chandra Septian 2014. Through PISA Orriented PBL With RME Approach Using Student Worksheet Improve Mathematics Literacy Junior High School Student. Undergraduated Thesis. Mathematics Departement, Mathematics and Natural Sciences Faculty, Semarang State University. Adviser: Dr. Wardono, M.Si.

Keywords : PISA, PBL, RME

Purpose of this research is to determine the increase in the students PISA literacy as applied PISA problem based learning with PMRI and LKPD as media. The population in this research is the second semester of eighth grade students of SMP Negeri 1 Ungaran in school year 2013/2014. And the chosen classes are VIII G and H to be the controland experimental classes. From the data analysis of post-test values seen an increase in both classes, the experimental class and the control class. There is a difference between the experimental class and the control class, the class experiment with PISA problem based learning with PMRI and LKPD as media get a better value than the control class and also anincrease of the value of pre-test to post-test . Greatest increase occurred in the experimental class where there is an increase ofthe average 46.04 into 62.96, while the rise in the control class is an average of 49.72 into 55.40. Increase of experimental class is higher than the control class. Experimental class goes beyond mastery of individual experiments by 58 and 65% of classical pass.The results of observations show a good quality of learning that occurs in accor dance with the criteria.Thus, from the results obtained, it can be concluded that the PISA problem based learning with PMRI and LKPD as media can increase student mathematics literacy significantly.


(10)

x

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Penegasan Istilah ... 6

1.5.1 Literasi Matematika ... 6

1.5.2 Pembelajaran Berbasis Masalah ... 6

1.5.3 PMRI ... 7


(11)

xi

1.5.5 Media LKPD ... 7

1.5.6 Peningkatan Literasi Matematika PISA ... 8

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 9

1.6.1 Bagian Awal ... 9

1.6.2 Bagian Isi Skripsi ... 9

1.6.3 Bagian Akhir ... 9

2. Tinjauan Pustaka ... 10

2.1 Landasan Teori ... 10

2.1.1 Teori Belajar ... 10

2.1.2 PISA ... 11

2.1.3 Pembelajaran Berbasis Masalah ... 20

2.1.4 Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ... 22

2.1.5 Media Pembelajaran Berupa LKPD ... 26

2.1.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ... 29

2.2 Kerangka Berpikir ... 29

2.3 Hipotesis ... 32

3. Metode Penelitian ... 33

3.1 Penentuan Subyek Penelitian ... 33

3.1.1 Populasi Penelitian ... 33

3.1.2 Sampel Penelitian ... 33

3.1.3 Waktu Penelitian ... 34

3.1.4 Variabel Penelitian ... 34

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.2.1 Metode Observasi ... 34

3.2.2 Metode Tes ... 34


(12)

xii

3.4 Desain Penelitian ... 38

3.5 Alur Penelitian ... 40

3.6 Kriteria Peningkatan ... 41

3.7 Analisis Instrumen Penelitian ... 41

3.7.1 Uji Homogenitas ... 42

3.7.2 Analisis Butir Tes ... 42

3.7.3 Analisis Kualitas Pembelajaran Guru ... 47

3.7.4 Analisis Data ... 48

4. Hasil dan Pembahasan ... 55

4.1 Hasil Penelitian ... 55

4.1.1 Uji Data Awal ... 55

4.1.2 Uji Data Akhir ... 58

4.2 Pembahasan ... 62

4.2.1 Kemampuan Literasi Matematika dengan Soal Serupa PISA ... 62

4.2.2 Pembelajaran Berbasis Masalah Berpendekatan PMRI Bermedia LKPD ... 65

4.2.3 Literasi Metematika ... 68

4.2.4 Kendala Dalam Melaksanakan Penelitian ... 70

5. Penutup ... 71

5.1 Simpulan ... 71

5.2 Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Aspek-aspek Penilaian dalam PISA ... 22

2.2 Kemampuan Literasi PISA ... 26

3.1 Rencana Penelitian ... 46

4.1 Hasil Pre-test ... 63

4.2 Uji Normalitas Data Pre-test ... 63

4.3 Uji Homogenitas Data Pre-test ... 64

4.4 Hasil Uji Kesamaan Pre-test ... 65

4.5 Hasil Uji Ketuntasan Individual ... 66

4.6 Hasil Uji Ketuntasan Klasikal ... 66

4.7 Hasil Uji Hipotesis Hasil Literasi Matematika PISA ... 67


(14)

xiv


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Kelas Kontrol ... 79

2. Daftar Nama Kelas Eksperimen ... 80

3. Silabus ... 81

4. RPP ... 84

5. Buku Ajar dan LKPD ... 108

6. Kisi-kisi Soal SMP Serupa PISA ... 146

7. Soal Serupa PISA ... 150

8. Rubrik Penskoran Soal Serupa PISA ... 159

9. Perhitungan Uji Instrumen ... 182

10.Rangkuman Hasil Pengujian Instrumen dan Revisi ... 184

11.Hasil Nilai Pre-test dan Post-test ... 193

12.Hasil Pengujian Normalitas ... 200

13.Hasil Uji Kesamaan Kemampuan ... 201

14.Hasil Uji Homogenitas ... 202

15.Hasil Uji Peningkatan Nilai Test ... 199

16.Hasil Uji Ketuntasan ... 201

17.Hasil Uji Rata-Rata ... 203

18.Lembar Pengamatan Kualitas Pembelajaran Guru ... 205

19.Rekapitulasi Data Pengamatan ... 209

20.Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 214

21.Surat Izin Penelitian ... 215


(16)

1

1.1

Latar Belakang Masalah

Minimnya kemampuan literasi matematika pada siswa SMP akan berdampak pada jenjang pendidikan berikutnya. Hal tersebut diperkuat melalui hasil kajian kurikulum mata pelajaran Matematika oleh Pusat Kurikulum dan hasil survei internasional PISA (Programme for International Student Assesment) yang diunggah oleh Tim PISA Indonesia, kemampuan siswa usia 15 tahun pada jenjang pendidikan menengah dalam bidang matematika khususnya literasi matematika masih lemah.Pertama, tahun 2000 diikuti oleh 41 negara, Indonesia berada pada urutan ke-39 pada kemampuan literasi matematika. Kedua, tahun 2003 diikuti oleh 40 negara, Indonesia berada pada urutan ke-38 pada kemampuan literasi matematika. Ketiga, tahun 2006 diikuti oleh 57 negara, Indonesia berada pada urutan ke-50 pada kemampuan literasi matematika. Keempat, tahun 2009 diikuti oleh 65 negara, Indonesia berada pada urutan ke-61 pada kemampuan literasi matematika.

Selain itu, survei dari lembaga internasional, TIMSS pada tahun 2003 Indonesia menempati peringkat 34 dari 45 negara. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ninda (2013) tentang soal ujian berorientasi PISA, rata-rata kemampuan yang diperoleh sebesar 58 dan berdasarkan hasil dari KLM yang dilakukan tahun 2012, Indonesia mendapatkan skor 375 dari 1000, jika dikonversikan menjadi


(17)

2

skala 0-100 maka Indonesia hanya mendapat skor 37.5. Hal ini menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal yang menuntut kemampuan menelaah, memberikan alasan, dan mengkomunikasikan secara efektif, serta memecahkan dan menginterpretasikan permasalahan dalam berbagai situasi masih sangat kurang (Stacey, 2010). Hal tersebut dikarenakan, siswa belum terbiasa mengerjakan soal berbasis masalah kehidupan sehari-hari yang lebih kompleks. Didukung hasil penelitian Putera Sampoerna Foundation (Yunengsih,W & Candrasari, 2008), soal ujian nasional masih berada pada level aspek kognitif memorize, perform procedure, dan demonstrate understanding. Padahal, dua aspek lainnya yang tidak terjangkau yaitu conjecture/ generalize/prove serta solve non-routine problems menempati tingkatan tertinggi dalam aspek kognitif. Strategi problems solving diperlukan untuk menjawab ketika ada pertanyaan bagaimana menerapkan matematika dalam berbagai konteks. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran matematika di sekolah-sekolah, khususnya sekolah menengah perlu mendapatkan perhatian yang lebih dan perlu adanya perbaikan dalam praktik pendidikan. Selain itu, pembelajaran matematika harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar dan menengah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,


(18)

kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Selain itu, untuk meng-embangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lainnya. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam setiap pembelajaran matematika harus dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi dan mengajukan masalah kontekstual kepada peserta didik.

Hal tersebut sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, pembelajaran yang diterapkan di sekolah harus menggunakan pendekatan ilmiah, berbasis pada pemecahan masalah dan kontekstual, menggunakan berbagai sumber, serta mencakup keterampilan fisik dan mental. Didukung Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.81A tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran, pendekatan Scientific terdiri atas lima pengalaman belajar pokok, yakni mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar, dan mengkomunikasikan, sehingga pem-belajaran lebih bermakna. Oleh karena itu, proses pempem-belajaran matematika harus mengaitkan kompetensi dengan kehidupan sehari-hari dan berbasis problem solving, menggunakan media pembelajaran yang mendukung, dan menerapkan pendekatan ilmiah. Apabila kurikulum 2013 benar-benar terwujud dalam pembelajaran, dapat dipastikan siswa-siswa Indonesia tidak akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal serupa PISA atau TIMSS.


(19)

4

Untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa, maka perlu menerapkan pembelajaran berbasis masalah dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Di Indonesia sudah dikembangkan pembelajaran Matematika berbasis masalah dengan menerapkan prinsip-prinsip, antara lain: 1) materi dimulai dari konkret ke konsep/abstrak, dari apa yang telah diketahui siswa dan berkaitan dengan kehidupan nyata, 2) pembelajaran menyenangkan dan efektif, 3) siswa aktif, kritis, dan kreatif, serta terjadi perubahan perilaku positif, dan 4) pembelajaran bermakna dalam kehidupan serta terjadi perubahan perilaku yang positif.

Belanda telah mengembangkan pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan ini dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa yang dilakukan dengan menyajikan materi sesuai kehidupan sehari-hari. Di Indonesia RME sering disebut sebagai Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI telah diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajaran matematika akan bermakna bagi siswa, apabilaada suatu perencanaan yang sistematis dari guru dalam melakukan pembelajaran, sehingga siswa dapat memahami tentang konsep yang ada, dan bukan hanya menghafal materi yang diberikan. Ausebel (dalam Dahar, 1996) menyatakan belajar hafalan dapat bermakna dengan cara menjelaskan hubungan antar konsep. Dalam hal ini, guru berperan sebagai orang yang membantu dan memberi


(20)

kesempatan bagi siswa untuk memahami materi yang diajarkan dan siswa dapat mengembangkan proses berpikirnya secara kontekstual.

Dari uraian tersebut, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian mengenai “PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERORIENTASI PISA BERPENDEKATAN PMRI BERMEDIA LKPD MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIKA PESERTA DIDIK SMP”.

1.2

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah model pembelajaran berbasis masalah berorientasi PISA berpendekatan PMRI dan berbantu media LKPD dapat meningkatkan kemampuan literasi matematika peserta didik SMP?

1.3

Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, maka tujunan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan literasi PISA peserta didik setelah diterapkan pembelajaran berbasis masalah berorientasi PISA berpendekatan PMRI dan berbantu media LKPD.

1.4

Manfaat Penelitian

Penelitain yang akan dilaksanakan diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.


(21)

6

1. Bagi guru dan pembaca, munculnya suatu strategi pembelajaran baru yang akan membuat siswa lebih aktif dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar.

2. Memberikan tambahan pengetahuan bagi guru dalam mennggunakan dan mengembangkan perangkat Pembelajaran Matematika Kontekstual yang berorinteasi PISA.

3. Menambah perbendaharaan soal matematika serupa PISA yang mungkin belum dimiliki.

4. Menambah khasanah karya ilmiah dalam bidang pendidikan matematika.

1.5

Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah penafsiran istilah yang digunakan, maka perlu didefinisikan secara operasional beberapa istilah berikut.

1.5.1 Literasi Matematika

Literasi matematika adalah keterlibatan dengan matematika, meng-gunakan, dan mengerjakan matematika dalam berbagai situasi. Metode dan representasi matematika yang akan digunakan sangat tergantung pada situasi masalah yang disajikan. Situasi yang digunakan adalah situasi yang terdekat dengan kehidupan siswa (Jones, 2005)

1.5.2 Pembelajaran Berbasis Masalah

Problem based learning (PBL) adalag suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada suatu masalah sebagai stimulus yang mendorong siswa menggunakan pengetahuannya untuk merumuskan sebuah hipotesis, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student-centered


(22)

(berpusat pada siswa) melalui diskusi dalam sebuah kelompok kecil untuk mendapatkan solusi masalah yang diberikan. Dengan demikian masalah utama tersebut dapat menggali segenap potensi siswa untuk dapat mengarahkan kemampuannya dengan memanfaatkan sumber daya belajar yang ada guna menyelesaikan masalah. Rancangan masalah harus berasal dari permasalahan dilematis dan kompleks yang lazim dialami mereka di dunia nyata. Sehingga akan memotivasi para siswa untuk meneliti dan menemukan solusi.

1.5.3 PMRI

PMRI merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika dengan mengadopsi pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang berkembang di Belanda. RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan oleh Institute Freudhental sejak tahun 1971.

1.5.4 PISA

PISA pada penelitian ini adalah suatu penilaian dengan soal yang diujikan menggunakan soal serupa PISA. PISA merupakan studi literasi internasional dalam membaca (reading litercy), matematika (mathematics literacy), problem solving (Problem solving literacy), dan sains (science literacy) (Jones, 2005) dan yang terbaru adalah literasi keuangan (financial literacy). PISA memberikan suara untuk mewujudkan misi pendidikan untuk menyiapkan masa depan penduduk untuk lebih produktif dan hidup yang lebih memuaskan (Stacey, 2010b).

1.5.5 Media LKPD

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran (Hidayah dan Sugiarto, 2006). Secara umum LKPD merupakan


(23)

8

perangkat pembelajaran sebagai pelengkap/ sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pembelajaran (RP).

1.5.6 Peningkatan Literasi Matematika PISA

Dalam penelitian ini ditetapkan kriteria yang akan menunjukan bahwa pembelajaran yang dilakukan membuat literasi matematika PISA peserta didik mengalami peningkatan dari nilai pre-test ke nilai post-test. Kriteria yang ditetapkan oleh peneliti adalah

(1) Nilai peserta didik mengalami peningkatan dari nilai pre-test ke post-test setelah melaksanakan pembelajaran berbasis masalah serupa PISA dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD pada kelas eksperimen.

(2) Hasil literasi matematika pada kelas yang menerapkan model pembelajaran berbasis masalah serupa PISA dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD memiliki rata-rata yang lebih besar dari 58 dan memiliki ketuntasan klasikal sebesar 75%.

(3) Hasil pembelajaran yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah serupa PISA dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD lebih baik dari kelas yang menggunakan metode klasikal.


(24)

1.6

Sistematika Penulisan Skripsi

1.6.1 Bagian Awal

Bagian awal skripsi ini berisi judul, halaman pengesahan, moto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

1.6.2 Bagian Isi Skripsi

Bagian isi skripsi terdiri dari: bab 1, bab 2, bab 3, bab 4, dan bab 5.Bab 1 adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi. Bab 2 adalah kajian pustaka yang berisi teori yang mendasari permasalahan, kerangka berpikir dan hipotesis. Bab 3 adalah metode penelitian yang berisi metode penentuan objek penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metode analisis data. Bab 4 adalah hasil penelitian dan pembahasan yang berisi hasil penelitian dan pembahasannya. Bab 5 adalah penutup yang berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran dari peneliti.

1.6.3 Bagian Akhir


(25)

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

Dalam landasan teori ini akan memaparkan dasar-dasar yang menjadi acuan dalam penelitian ini, antara lain teori belajar, penjelasan tentang PISA, penjelasan mengenai PBL, PMRI dan LKPD

2.1.1 Teori Belajar

2.1.1.1Teori Belajar Jerome Bruner

Bruner mengemukakan bahwa anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental yakni: (a) enactive, pada tahap ini anak dalam belajar menggunakan atau memanipulasi objek-objek secara lansung; (b) iconic, menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek, anak sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek; dan (c) symbolic, anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek (Suherman, 2004).

2.1.1.2Teori Belajar Dienes

Dienes berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada siswa dalam bentuk konkret (Hudojo, 1988). Dengan kata lain, abstraksi didasarkan kepada intuisi dan pengalaman-pengalaman konkret. Dienes menekankan betapa


(26)

pentingnya memanipulasi objek-objek dalam bentuk permaianan yang dilaksanakan di dalam laboratorium matematika. Terdapat enam tahap yang berurutan dalam belajar matematika, yaitu: (a) permainan bebas; (b) permainan yang menggunakan aturan; (c) permainan mencari kesamaan sifat; (d) permainan dengan representasi; (e) permainan dengan simbolisasi; dan (f) formalisasi.

2.1.2 PISA

Penilaian (Arikunto, 2007) adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk, di mana kegiatan penilaian ini diawali dengan kegiatan mengukur. Dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan, penilaian mempunyai makna ditinjau dari berbagai segi (Arikunto, 2007). Makna bagi siswa, dengan diadakannya penilaian, maka siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Penilaian bagi guru adalah dengan adanya penilaian guru dapat mengetahui siswa-siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannnya karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui siswa-siswa yang belum meng-uasai bahan. Selain itu, guru juga akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa sehingga untuk memberikan pengajaran diwaktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan, dan juga guru dapat mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum.

Menurut Zulkardi (2005), ada lima prinsip penilaian dalam Kontekstual yaitu: Tujuan utama tes adalah meningkatkan proses belajar mengajar atau pembelajaran yang sedang berlangsung.


(27)

12

mereka mampu daripada apa yang mereka tidak tahu (tes positif). Tugas atau soal-soal harus mengoperasionalkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sebanyak mungkin.

(2) Tidak semata-mata hanya hasil atau produk berupa jawaban akhir

(3) Harus praktis, mudah didapat, tidak mahal, dan sesuai dengan situasi lingkungan sekolah. Penilaian serupa PISA pada penelitian ini adalah suatu penilaian dengan soal yang diteskan menggunakan soal serupa PISA. PISA merupakan studi literasi internasional dalam membaca (reading litercy), matematika (mathematics literacy), problem solving (Problem solving literacy), dan sains (science literacy) (Jones, 2005) dan yang terbaru adalah literasi keuangan (financial literacy). PISA memberikan suara untuk mewujudkan misi pendidikan untuk menyiapkan masa depan penduduk untuk lebih produktif dan hidup yang lebih memuaskan (Stacey, 2010b). Indonesia sendiri telah bergabung dengan PISA sejak tahun 2000. Di dalam soal-soal PISA terdapat delapan ciri kemampuan kognitif matematika, yaitu mathematical thinking and reasoning, mathematical argumentation, modelling, problem posing and solving, representation, symbols and formalism, communication, dan penggunaan aids and tools (OECD, 2003). Menurut Hayat dan Yusuf (2010) penilaian PISA dapat dibedakan dari penilaian lainnya dalam hal sebagaimana disebutkan berikut ini.

(1) PISA berorientasi pada kebijakan desain dan metode penilaian dan pelaporan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara peserta PISA agar dengan mudah ditarik pelajaran tentang kebijakan yang telah


(28)

dibuat oleh negara peserta melalui perbandingan data yang disediakan. (2) PISA menggunakan pendekatan literasi yang inovatif, suatu konsep belajar

yang berkaitan dengan kapasitas para siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam mata pelajaran kunci disertai dengan kemampuan untuk menelaah, memberi alasan dan mengkomunikasikannya secara efektif, serta memecahkan dan menginterpretasikan permasalahan dalam berbagai situasi.

(3) Konsep belajar dalam PISA berhubungan dengan konsep belajar sepanjang hayat, yaitu konsep belajar yang tidak membatasi pada penilaian kompetensi siswa sesuai dengan kurikulum dan konsep lintas kurikulum, melainkan juga motivasi belajar, konsep diri mereka sendiri, dan strategi belajar yang diterapkan.

(4) Pelaksanaan penilaian dalam PISA teratur dalam rentangan waktu tertentu yang memungkinkan negara-negara peserta untuk memonitor kemajuan mereka sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan.

Aspek yang diukur dalam PISA itu terdiri atas tiga aspek utama, yaitu dimensi isi, dimensi proses, dan dimensi situasi (OECD, 2009c). Tabel berikut menunjukkan secara lebih rinci mengenai aspek-aspek berikut.

Tabel 2.1

Aspek-aspek penilaian dalam PISA No

Aspek

Penilaian Matematika

1 Definisi Kemampuan untuk mengenal dan memahami peran matematika di dunia, untuk dijadikan sebagai landasan dalam menggunakan


(29)

14

dan melibatkan diri dengan matematika sesuai dengan kebutuhan siswa sebagai warga negara yang konstruktif, peduli, dan reflektif. Penggunaan matematika yang lebih fungsional memerlukan kemampuan untuk mengenali dan merumuskan permasalahan matematika dalam berbagai situasi.

2 Dimensi Isi

Bidang dan konsep matematika: Bilangan (Quantity).

Ruang dan bentuk (Space dan shape).

Perubahan dan hubungan (Change and Relationship). Probabilitas/ketidakpastian (Uncertainty).

3 Dimensi Proses

Kemampuan yang menggambarkan keterampilan proses matematika:

Reproduksi (Operasi matematika sederhana).

Koneksi (menggabungkan gagasan untuk memecahkan masalah secara langsung).

Refleksi (berpikir matematika lebih luas).

Pada setiap kelompok soal tingkat kesulitannya bervariasi dan Bertingkat

4 Dimensi Situasi

Situasi beragam sesuai dengan hubungan yang ada dalam lingkungan.

Pribadi.

Pendidikan dan pekerjaan. Masyarakat luas, dan Ilmiah.


(30)

Tujuan dari PISA adalah untuk menilai kemampuan siswa dalam memecahkan masalah nyata, maka strategi yang digunakan untuk menentukan kisaran konten yang akan dinilai, yaitu menggunakan pendekatan fenomenologis untuk menggambarkan konsep, struktur, atau ide matematika. Hal ini berarti konten matematika dalam PISA adalah yang berkaitan dengan fenomena dan jenis masalah yang terjadi di sekitar kita. Pendekatan ini memastikan fokus penilaian yang konsisten dengan definisi literasi matematika, namun mencakup berbagai konten yang biasa ditemukan dalam penilaian matematika lainnya dan matematika dalam kurikulum nasional. Berikut ini adalah konten matematika yang digunakan dalam PISA matematika yang sesuai dengan kurikulum sekolah (OECD, 2009c):

(1) Ruang dan Bentuk (Space and Shape) berkaitan dengan pokok pelajaran geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali ciri-ciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi benda tersebut.

(2) Perubahan dan Hubungan (Change and relationship) berkaitan dengan pokok pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan dengan persamaan atau hubungan yang bersifat umum, seperti penambahan, pengurangan, dan pembagian. Hubungan itu juga dinyatakan dalam berbagai simbol aljabar, grafik, bentuk geometris, dan tabel. Oleh karena setiap representasi simbol itu memiliki tujuan dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang harus dikerjakan.

(3) Bilangan (Quantity) berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan, antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk ke dalam konten bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif, mempresentasikan sesuatu dalam angka, memahami langkahlangkah matematika, berhitung di luar kepala, dan melakukan penaksiran.


(31)

16

(4) Probabilitas/Ketidakpastian (Uncertainty) berhubungan dengan statistic dan peluang yang sering digunakan dalam masyarakat. Konsep dan aktivitas matematika yang penting pada bagian ini adalah mengumpulkan data, analisis data dan menyajikan data, peluang, dan inferensi.

2.1.2.2Konteks Matematika

Sebuah aspek penting dari kemampuan literasi matematika adalah keterlibatan dengan matematika, menggunakan, dan mengerjakan matematika dalam berbagai situasi. Metode dan representasi matematika yang akan digunakan sangat tergantung pada situasi masalah yang disajikan. Situasi yang digunakan adalah situasi yang terdekat dengan kehidupan siswa. Pendidikan matematika sekolah modern menyadari bahwa matematika sekolah sangat berkaitan dengan budaya atau kebiasaan masyarakat di sekitarnya. PISA, konteks matematika membagi ke dalam empat hal yang dijabarkan sebagai berikut ini (OECD, 2009c).

(1) Konteks pribadi yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan pribadi siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tentu para siswa menghadapi berbagai persoalan pribadi yang memerlukan pemecahan secepatnya. Matematika diharapkan dapat berperan dalam menginter-pretasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya.

(2) Konteks pendidikan dan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau di lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskan, melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah pendidikan dan pekerjaan pada umumnya.

(3) Konteks umum yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat menyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya itu untuk meng-evaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.


(32)

(4) Konteks ilmiah yang secara khusus berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan masalah matematika.

2.1.2.3Kelompok Kompetensi

PISA mengelompokkan kompetensi proses ini ke dalam tiga kelompok (OECD, 2009c), yaitu.

(1) Kompetensi Proses Reproduksi (reproduction cluster)

Pada kelompok ini, siswa diminta untuk mengulang atau menyalin informasi yang diperoleh sebelumnya. Misalnya, siswa diharapkan dapat mengulang kembali definisi suatu hal dalam matematika. Dari segi keterampilan, siswa dapat mengerjakan perhitungan sederhana yang mungkin membutuhkan penyelesaian tidak terlalu rumit dan umum dilakukan.

(2) Kompetensi Proses Koneksi (Connections cluster)

Koneksi dibangun atas kelompok reproduksi dengan menerapkan pemecahan masalah pada situasi yang non-rutin. Dalam koneksi ini, siswa diminta untuk dapat membuat keterkaitan antara beberapa gagasan dalam matematika, membuat hubungan antara materi ajar yang dipelajari dengan kehidupan nyata di sekolah dan masyarakat. Siswa juga dapat memecahkan permasalahan yang sederhana. Khususnya, siswa dapat memecahkan soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah dalam kehidupan tetapi masih sederhana.

(3) Kompetensi Proses Refleksi (Reflection Cluster)

Proses matematika, pengetahuan, dan keterampilan pada kelompok ini mencakup unsur gambaran siswa tentang proses yang diperlukan atau digunakan dalam memecahkan masalah. Proses ini berkaitan dengan kemampuan siswa untuk merencanakan strategi penyelesaian dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kompetensi refleksi ini adalah kompetensi yang paling tinggi yang diukur kemampuannya dalam PISA, yaitu kemampuan bernalar dengan menggunakan konsep matematika. Melalui uji kompetensi ini, diharapkan setiap siswa berhadapan dengan suatu keadaan tertentu. Mereka dapat menggunakan pemikiran matematikanya secara mendalam dan menggunakannya untuk memecahkan masalah. Dalam melakukan refleksi ini, siswa melakukan analisis


(33)

18

terhadap situasi yang dihadapinya, mengidentifikasi dan

menemukan ’matematika’ di balik situasi tersebut.

2.1.2.4Level Kemampuan Matematika dalam PISA

Kemampuan matematika siswa dalam PISA dibagi menjadi enam tingkatan, dengan tingkatan 6 sebagai tingkat pencapaian yang paling tinggi dan 1 paling rendah. Secara lebih rinci tergambar pada Tabel berikut (OECD, 2009c):

Tabel 2.2

Level Kemampuan Literasi PISA Level Kempetensi Matematika

6 Para siswa dapat melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan menggunakan informasi berdasarkan modeling dan penelaahan dalam suatu situasi yang kompleks. Mereka dapat menghubungkan sumber informasi berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya.

Para siswa pada tingkatan ini telah mampu berpikir dan bernalar secara matematika. Mereka dapat menerapkan pengetahuan dan pemahamannya secara mendalam disertai dengan penguasaan teknis operasi matematika, meng-embangkan strategi, dan pendekatan baru untuk menghadapi situasi baru. Mereka dapat merumuskan dan mengkomunikasikan apa yang mereka temukan. Mereka melakukan penafsiran dan berargumentasi dalam situasi yang tepat.

5 Para siswa dapat bekerja dengan model untuk situasi yang kompleks, mengetahui kendala yang dihadapi, dan melakukan dugaan-dugaan. Mereka dapat memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi untuk memecahkan masalah yang rumit yang berhubungan dengan model ini.

Para siswa pada tingkatan ini dapat bekerja dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan pengetahuan dan keterampilan


(34)

Level Kempetensi Matematika

matematikanya dengan situasi yang dihadapi. Mereka dapat melakukan refleksi dari apa yang mereka kerjakan dan mengkomunikasikannya.

4 Para siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dalam situasi yang konkret tetapi kompleks. Mereka dapat memilih dan mengintegrasikan representasi yang berbeda dan menghubungkannya dengan situasi nyata.

Para siswa pada tingkatan ini dapat menggunakan keterampilannya dengan baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan konteks. Mereka dapat memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai argumentasi berdasar pada interpretasi dan tindakan mereka.

3 Para siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk prosedur yang memerlukan keputusan secara berurutan. Mereka dapat memilih dan menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana

Para siswa pada tingkatan ini dapat menginterpretasikan dan menggunakan representasi berdasar sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya. Mereka dapat mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alas an mereka. 2 Para siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi

dalam konteks yang memerlukan inferensi langsung. Mereka dapat memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal dan menggunakan cara representasi tunggal.

Para siswa pada tingkatan ini dapat mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus, melaksanakan prosedur atau konvensi sederhana. Mereka mampu memberikan alasaan secara langsung dan melakukan penafsiran harafiah.

1 Para siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dan dikenal serta semua informasi yang relevan tersedia dengan pertanyaan yang jelas. Mereka bisa mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan prosedur rutin menurut instruksi yang eksplisit. Mereka dapat melakukan tindakan sesuai dengan stimuli yang diberikan.


(35)

20

2.1.3 Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004). Menurut Ann Lambros dalam bukunya Problem based learning in middle ang high school classrooms , “PBL is a teaching method based on the principle of using problems as the starting point for the acquistion of new knowledge”.

Ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah sebagaimana diungkapkan Nurhadi (2004) adalah:

(1) Pengajuan pertanyaan atau masalah (2) Terintegrasi dengan disiplin ilmu lain (3) Penyelidikan otentik

(4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya

Langkah – Langkah pendekatan problem based learning (Amir, M. T 2009), yaitu :

(1) Mengklasifikasi istilah dan konsep yang belum jelas (2) Merumuskan masalah

(3) Menganalisis masalah

(4) Menata Gagasan anda dan secara sistematis menganalisisnya (5) Memformulasikan tujuan pembelajaran

(6) Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain ( di luar diskusikelompok).


(36)

laporan.

Adapun sintaks pembelajaran berbasis masalah menurut Tegeh (2009), yaitu:

(1) Konsep dasar

Guru menyampaikan langkah pembelajaran secara umum, kompetensi yang harus dikuasai siswa, petunjuk pembelajaran yang dibutuhkan. Siswa membentuk kelompok kecil beranggotakan 4-5 orang mahasiswa.

(2) Pendefinisian masalah

Guru memberikan masalah berkenaan dengan materi mata pelajaran yang dibahas kepada setiap kelompok dalam bentuk Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Siswa melakukan brainstorming dalam kelompok masing-masing, mencermati masalah yang diberikan, mengatur strategi pemecahan masalah, dan guru adalah sebagai fasilitator dalam pembelajaran.

(3) Membimbing penyelidikan dalam kelompok dan pengerjaan tugas

Guru memantau dan mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, dan mencari penjelasan dan solusi dari permasalahan yang ingin dipecahkan. Siswa melakukan aktivitas dalam kelompok sesuai dengan strategi pemecahan masalah yang telah ditetapkan.

(4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membimbing siswa dalam mengembangkan karya yang sesuai seperti: laporan hasil kerja kelompok atau bentuk karya lainya.Siswa menyajikan hasil karya kelompok dalam suatu forum diskusi kelas.


(37)

22

Guru membimbing siswa untuk merefleksi dan mengadakan evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses belajar yang mereka pergunakan. Siswa merefleksi dan mengevaluasi kegiatan yang telah mereka lakukan dalam proses pembelajaran.

(6) Penilaian

Siswa menyerahkan laporan hasil pemecahan masalah yang telah dikerjakan secara berkelompok atau tugas-tugas individu lainnya. Guru melakukan penilaian otentik berupa hasil karya siswa secara individu dan kelompok yang diwujudkan dalam bentuk portofolio.

Kelebihan pembelajaran berdasarkan masalah sebagai suatu model pembelajaran adalah: 1) realistik dengan kehidupan siswa, 2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, 3) memupuk sifat inquiry siswa, 4) retensi konsep menjadi kuat, dan 5) memupuk kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, kekurangannya adalah: 1) persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks, 2) sulitnya mencari problem yang relevan, 3) sering terjadi miss-konsepsi, dan 4) memerlukan waktu yang cukup panjang.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi siswa untuk mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.

2.1.4 Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tidak dapat dipisahkan dari institude Freudhental. PMRI merupakan salah satu pendekatan


(38)

dalam pembelajaran matematika dengan mengadopsi pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang berkembang di Belanda. RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan oleh Institute Freudhental sejak tahun 1971. Materi kurikulum RME merupakan komponen pendukung perkembangan dan kesuksesan PMRI, secara khusus mendukung guru dan siswa pada suatu aktivitas dasar pembelajaran matematika (Sembiring, dkk, 2008).

PMRI menggabungkan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. PMRI dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudhental yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas (Wijaya, 2012). Berdasarkan pemikiran tersebut, menurut Gravemeijer (1994) pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan penemuan kembali (reinvention) idea dan konsep matematis tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan

“dunia riil”.

Jika ditinjau dari sudut pandang filosofi dan prinsip yang dikembangkan, PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika yang mengadaptasi RME. Proses adaptasi PMRI dari RME terjadi pada peng-embangan masalah-masalah kontekstual yang sesuai dengan konteks Indonesia dan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru disesuaikan dengan nilai dan budaya Indonesia. Menurut Marpaung (2009), ada 10 karakteristik PMRI, yaitu:


(39)

24

(1) siswa dan guru aktif dalam pembelajaran; (2) pembelajaran dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual/realistik; (3) guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru dengan caranya sendiri; (4) guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi; (5) guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan (menggunakan pendekatan SANI: santun, terbuka dan komunikatif); (6) ada keterkaitan antar materi yang diajarkan; (7) pembelajaran berpusat pada siswa (menggunakan pendekatan tut wuri handayani); (8) guru bertindak sebagai fasilitator (proses pembelajaran bervariasi); (9) jika siswa melakukan kesalahan di dalam menyelesaikan masalah, siswa jangan dimarahi, tetapi disadarkan melalui pertanyaan-pertanyaan

terbimbing ( mempraktekkan budaya “ngewongké wong”); (10) guru perlu

menghargai keberanian siswa ketika mengutarakan idenya.

PMRI merupakan adaptasi dari RME maka prinsip PMRI sama dengan prinsip RME tetapi dalam beberapa hal berbeda dengan RME, yaitu konteks, budaya, sistem sosial, dan alamnya berbeda. Tim PMRI menyadari untuk mendukung kesuksesan dalam implementasi PMRI, guru dan siswa mmebutuhkan kurikulum yang sesuai dan berkonteks Indonesia (Sembiring, dkk, 2008). Gravemeijer (1994) merumuskan tiga prinsip RME yaitu: (a) Reinvensi terbimbing dan matematisasi berkelanutan (guided reinvention and progressive mathematization), (b) fenomenologi didaktis (didactical phenomenology), dan (c) dari informal ke formal (from informal to formal mathematics; model plays in bridging the gap between informal knowledge and formal mathematics) (Gravemeijer, 1994). Sedangkan Van den Heuvel-Panhuizen (1996)


(40)

merumus-kannya sebagai berikut. Prinsip aktivitas yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Peserta didik harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika. Peserta didik bukan instan yang pasif menerima apa yang disampaikan oleh guru, tetapi aktif baik secara fisik, teristimewa secara mental mengolah dan menganalisis informasi, mengkonstruksi pengetahuan matematika.

Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogianya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan oleh siswa. Masalah yang realistik lebih menarik bagi siswa dari masalah-masalah matematis formal tanpa makna. Jika pembelajaran dimulai dengan masalah yang bermakna bagi mereka, siswa akan tertarik untuk belajar. Secara bertahap siswa kemudian dibimbing ke masalah-masalah matematis formal.

Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah konstekstual atau realistic secara informal, melalui skematisasi memperoleh insight tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. Model yang semula merupakan model suatu situasi berubah melalui abstraksi dan generalisasi menjadi model untuk semua masalah lain yang ekuivalen.

Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik. Konsep matematika adalah relasi-relasi. Secara psikologis, hal-hal


(41)

26

yang berkaitan akan lebih mudah dipahami dan dipanggil kembali ingatan jangka panjang daripada hal-hal yang terpisah tanpa kaitannya satu sama lain.

Agar lebih mudah diimplementasikan dikelas, keempat prinsip diatas dijabarkan menjadi lima karakteristik PMR (Streefland, 1990 dalam Hadi, 2000) yang meliputi: (1) penggunaan konteks sebagai starting point pembelajaran; (2) pengembangan alat matematik untuk menuju matematika formal; (3) kontribusi siswa melalui free production dan refleksi; (4) interaktivitas belajar dalam aktivitas sosial; dan (5) penjalinan (interwining).

2.1.5 Media Pembelajaran Berupa LKPD

Peserta didik baik secara individual mupun secara kelompok dapat membangun sendiri pengetahuan mereka dengan berbagai sumber belajar (Muhsetyo, 2007). Guru lebih berperan sebagai fasilitator, dan salah satu tugas guru adalah menyediakan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Hal ini sesuai dengan Teori Bruner (Hawa, 2007), bahwa dalam proses pembelajaran matematika sebaiknya peserta didik diberi kesempatan memanipulasi benda-benda konkret atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak-atik oleh peserta didik dalam memahami suatu konsep/prinsip matematika. Selain itu Bruner (Hawa, 2007) menegaskan bahwa proses internalisasi dalam belajar matematika akan terjadi dengan sungguh-sungguh (artinya proses belajar terjadi secara optimal), apabila pengetahuan yang sedang dipelajari oleh peserta didik tersebut difasilitasi melalui 3 (tiga) tahap yaitu Enaktif, Ikonik, dan Simbolik. Tahap enaktif yaitu tahap belajar dengan


(42)

memanipulasi benda atau obyek konkret, tahap ekonik yaitu tahap belajar dengan menggunakan gambar, dan tahap simbolik yaitu tahap belajar matematika melalui manipulasi lambang atau simbol.

Untuk mendukung pembelajaran matematika yang mampu menumbuhkan kemampuan peserta didik dalam membangun pengetahuan sendiri diperlukan guru yang memiliki kompetensi tidak saja dalam mengembangkan dan meng-implementasikan materi pelajaran (bahan ajar), tetapi juga dalam penguasaan teori pembelajaran, media pembalajaran, evaluasi pembelajaran serta memahami pula bagaimana peserta didik belajar. Guru perlu terus meningkatkan kompetensi dalam mengembangkan perangkat pembelajaran dan mengimplementasinya dalam pembelajaran sehingga pempelajaran menjadi lebih berkualitas. Hal ini sesuai Depdiknas (2006), NCTM (2000) pembelajaran yang berkualitas merupakan jantung dari perubahan. Peningkatan kemampuan guru tersebut merupakan pondasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika dan pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar peserta didik.

2.1.5.1Pengertian Lembar Kerja Peserta Didik

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran (Hidayah dan Sugiarto, 2006). Secara umum LKPD merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap/sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pembelajaran.

LKPD sebaiknya dirancang oleh guru sendiri sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajarannya (Lestari, 2006). LKPD dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep


(43)

(menyampai-28

kan konsep baru) atau pada tahap pemahaman konsep (tahapan lanjutan dari penanaman konsep), karena LKPD dirancang untuk membimbing.

2.1.5.2Manfaat dan Tujuan Lembar Kerja Peserta Didik

Menurut tim instruktur PKG dalam Sudiati (2003), manfaat Lembar Kerja Siswa (LKS), antara lain sebagai alternatif guru untuk mengarahkan atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu, dapat mempercepat proses belajar mengajar sehingga menghemat waktu nmengajar, serta dapat mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas karena siswa dapat menggunakan alat bantu secara bergantian.

Pengajaran kompetensi dasar mengolah kue Indonesia pada waktu teori yang menekankan pada metode ceramah sehingga menempatkan siswa pada posisi yang pasif. Maka sebagai guru yang mengajar kompetensi dasar mengolah kue Indonesia bukan hanya membimbing siswa sebagai penceramah melainkan sebagai tutor. Artinya guru hanya membimbing siswa untuk mencari data, mendiskusikan, mendemonstrasikan/mempraktikkan dan tugas mandiri, maka dapat ditempuh dengan jalan menggunakan LKS.

LKS bertujuan untuk melatih siswa berpikir lebih mantab dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat memperbaiki minat siswa untuk belajar (Sudiati, 2003). Dengan media LKS dapat melatih siswa untuk belajar sendiri baik dalam upaya pengayaan ataupun pendalaman materi, dalam hal ini guru lebih banyak berperan sebagai pembimbing belajar atau tutor. Dengan demikian diharapkan, bakat kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki siswa akan dapat berkembang. Disamping itu dalam kegiatan belajar, segala potensi yang ada dimanfaatkan.


(44)

2.1.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan yang dikaji dalam penelitian ini adalah Novita (2012). Novita (2012) memandang bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam matematika, sehingga diperlukan soalsoal yang memiliki potensi dalam meningkatkan perkembangan dan pemahaman matematika. Novita mengembangkan soal PISA untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hasil penelitian menunjukkan soal yang dikembangkan setara PISA mampu memberi efek potensial dengan memunculkan indikator pemecahan masalah pada siswa dengan kategori baik.

2.2

Kerangka Berpikir

Pembelajaran matematika peserta didik kelas VIII SMPN 1 Ungaran belum optimal, terbukti dengan ditemukannya beberapa penyebab masalah tersebut, antara lain: dari sudut pandang guru, kurang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, kurang melatih siswa menerapkan ilmu matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berpendapat. Dari sudut pandang siswa, kurang antusias karena materi matematika cenderung membosankan bagi peserta didik; peserta didik belum maksimal dalam kerja kelompok; cenderung menghafal rumus; dan peserta didik tidak bisa mengaitkan materi yang ada dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, belum adanya media ajar yang memadai dan dapat digunakan secara optimal dalam kegiatan pembelajaran.


(45)

30

Melihat kondisi tersebut, peneliti melakukan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa terutama literasi matematika melalui pembelajaran berbasis masalah berorientasi PISA berpendekatan PMRI dan bermedia LKPD. Melalui pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan akan membantu peserta didik mendapatkan pengetahuan dan kemampuan di bidang matematika, pada awal pembelajaran peserta didik diberikan masalah yang akan memudahkan guru dalam memberikan pengetahuan karena permasalahan yang diberikan pada awal pembelajaran akan memancing keingintahuan peserta didik untuk memecahkan masalah yang diberikan sehingga akan memudahkan guru dalam memberikan materi yang terkait dengan permasalahan yang ada. PMRI mengaitkan pembelajaran yang ada dengan keadaan realita di kehidupan sehari-hari, ini akan membantu peserta didik dalam memahami instrument soal PISA karena instrument soal PISA selalu mengaitkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari. LKPD membantu guru dalam memberikan materi ajar dan memberikan permasalahan yang relevan dan bersesuain dengan PISA, disini guru akan berperan sebagai tutor dan bukan sebagai penceramah.

Model yang digunakan oleh peneliti pada pembelajaran matematika peserta didik adalah pembelajaran berbasis masalah berorientasi PISA berpendekatan PMRI dan menggunakan media LKPD akan meningkatkan literasi matematika peserta didik, sesuai dengan kriteria peningkatan yang diharapkan adalah: 1) terjadi peningkatan nilai; 2) literasi matematika yang lebih baik dari yang tidak mengunakan pembelajaran ini; 3) Pembelajaran yang dilakukan berkualitas baik.


(46)

Secara skematis alur pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Literasi Matematika masih rendah ditandai dengan:

1. masih menggunakan pembelajaran yang konvensional;

2. hasil nilai menunjukan bahwa rata-rata literasi matematika peserta didik masih rendah.

Pembelajaran Berbasis Masalah

PMRI PISA

LKPD

Hasil yang diharapkan: 1. terjadi peningkatan nilai; 2. literasi matematika yang lebih

baik dari yang tidak mengunakan pembelajaran ini; 3. pembelajaran yang dilakukan


(47)

32

2.3

Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Pembelajaran berbasis masalah berorientasi PISA berpendekatan PMRI bermedia LKPD meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik dari nilai pre-test ke post-test.

(2) Model pembelajaran berbasis masalah berorientasi PISA berpendekatan PMRI bermedia LKPD yang diterapkan pada peserta didik kelas VIII SMPN 1 Ungaran membuat literasi matematika peserta didik tuntas secara individu dan klasikal.

(3) Rata-rata nilai peserta didik yang melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi PISA berpendekatan PMRI bermedia LKPD lebih baik daripada peserta didik yang menggunakan pembelajaran konvensional.


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Penentuan Subyek Penelitian

3.1.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 1 Ungaran tahun ajaran 2013/2014. Jumlah peserta didik di kelas VIII adalah 240 murid, yang terbagi kedalam delapan kelas yaitu kelas VIII-A, VIII-B, VIII-C, VIII-D, VIII-E, VIII-F, VIII-G dan VIII-H. Pemilihan siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ungaran sebagai populasi dikarenakan telah memenuhi persyaratan sebagai populasi yang bersifat homogen. Hal ini dilakukan setelah memperhatikan ciri-ciri antara lain: usia siswa pada saat diterima di SMP relatif sama, siswa mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, dan siswa yang menjadi obyek penelitian duduk pada tingkat kelas yang sama dan pembagian kelas tidak berdasarkan rangking.

3.1.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik random cluster sampling. Dalam hal ini mengambil dua kelas yang memiliki karakteristik sama berdasarkan uji homogen dan juga kesamaan guru pengampu. Sampel diperoleh dua kelas yaitu VIII H sebagai kelas eksperimen dan VIII G sebagai kelas kontrol.


(49)

34

3.1.3 Waktu Penelitian

Waktu penelitan yang dilaksanakn oleh peneliti di SMPN 1 Ungaran pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 di kelas VIII G dan VIII H adalah pada tanggal 26 Maret 2014 – 30 April 2014.

3.1.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian, atau apa saja yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006) Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

(1) Variabel bebas, yaitu model pembelajaran (2) Variabel terikat, yaitu literasi matematika

3.2

Metode Pengumpulan Data

3.2.1 Metode Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data ini adalah dengan memberikan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran kepada guru mitra untuk diisi pada saat mengamati proses pembelajaran yang berlangsung.

3.2.2 Metode Tes

Tes dalam penelitian ini dibuatserupa soal PISA dan digunakan untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan pembelajaran matematika Kontekstual.


(50)

3.3

Instrumen

Instrumen penelitian adalah fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006).

Instrumen yang dibuat dalam penelitian ini adalah:

(1) Silabus Matematika yang disesuaikan dengan konten PISA,

(2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang disesuaikan dengan konten PISA,

(3) Lembar Kerja Peserta Didik,

(4) Soal ujicoba, pre-test dan post-test, (5) Lembar pengamatan aktifitas siswa

(6) Lembar pengamatan kualitas guru pembelajaran guru 3.3.1 Materi

Materi pokok dalam penelitian ini adalah materi pelajaran Matematika kelas VII dan VIII yang disesuaikan dengan konten PISA. Materi yang termasuk dalm konten PISA yaitu, Bilangan, Ruang dan Bentuk, Perubahan dan Keterkaitan, dan Ketidakpastian Data. Paparan materi pokok dalam penelitian dapat dilihat dalam silabus pembelajaran.

3.3.2 Metode Penyusunan Instrumen

Langkah-langkah penyusunan instrumen penelitian adalah sebagai berikut: (1) mengadakan pembatasan dan penyesuaian bahan-bahan instrumen dengan kurikulum. Dalam hal ini adalah materi bidang studi Matematika dengan


(51)

36

materi yang disesuaikan dengan konten PISA; (2) menyusun silabus;

Silabus disusun disusun dengan menyesuaikan materi yang terdapat pada konten PISA yaitu, Bilangan, Ruang dan Bentuk, Perubahan dan Keterkaitan, dan Ketidakpastian Data. Tiap materi yang ada disesuaikan dengan standar kompetensi yang telah sesuia dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk bidang studi matematika.

(3) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran;

Penyusunan RPP dilaksanakan atas kerjasama antara peneliti, dosen dan guru matematika dengan mempertimbangkan hal-hal yang penting untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar fisika. Penyusunan RPP dimaksudkan agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan kompetensi dapat tercapai.

(4) lembar kerja peserta didik;

LKPD disusun untuk melengkapi RPP yang disesuaikan dengan konten PISA. Adanya LKPD ini digunakan untuk kegiatan eksperimen siswa dan diharapkan mendorong munculnya keaktifan siswa serta memunculkan kerjasama antar siswa.

(5) menentukan tipe atau bentuk tes. Dalam penelitian ini tipe tes yang digunakan berbentuk pilihan ganda, isian singkat dan uraian. Dengan komposisinya yaitu 5 butir soal isian, 10 butir soal isian singkat dan 5 butir soal uraian;


(52)

Menentukan jumlah butir soal dan alokasi waktu yang disediakan. Jumlah butir soal yang diuji cobakan adalah 20 butir soal dengan alokasi waktu untuk mengerjakan 80 menit (dua jam pelajaran).

(7) menentukan komposisi level soal PISA;

Perangkat tes meliputi soal pre-test dan pos-test yang memiliki dua jenjang kemampuan generik sains yaitu aspek komunkasi tertulis, dan aspek pemecahan masalah.

(8) menentukan table spesifikasi atau kisi-kisi soal;

Kisi-kisi tes disusun berdasarkan produk kemampuan generik sains yang terdiri dari aspek komunikasi tertulis dan kemampuan memecahkan masalah. Dengan mengacu pada Level, Konteks dan Konten.

(9) menyusun butir-butir soal dan mengujicobakan soal;

Sebanyak 20 butir soal dibuat dengan bentuk soal yang disesuaikan dengan kisi-kisi soal yang berorientasi PISA;

(10) menganalisis hasil uji coba, dalam hal validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda perangkat tes yang digunakan;

(11) menyusun soal pre-test dan post-test.

Soal pre-test dan post-test disusun setelah dilakukan analisis terhadap soal uji coba, butir-butir soal digunakan berdasarkan hasil analisis butir soal yang valid dan reliabel.

3.3.3 Uji Coba Instrumen

Setelah instrumen tersusun rapi, langkah selanjutnya adalah melakukan validitas untuk instrumen-instrumen kepada ahli yang dalam hal ini adalah dosen


(53)

38

pembimbing dan guru mitra. Instrumen yang divalidasi adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan Lembar Kegiatan Siswa. Sedangkan soal-soal tes diuji cobakan pada siswa kelas VIII selain kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3.4

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan jenis desain control group pre-test post-test. Adapun rancangan penelitiannya sebagai berikut:

Kelas Eksperimen O1 X1 O2

Kelas Kontrol O3 X2 O3

Keterangan : O1 dan O3 adalah pre-test O2 dan O4 adalah post-test

X1 adalah penggunaan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD

X2 adalah pembelajaran konvensional.

Sehingga rancangan penelitiannya ditunjukkan pada tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitain

Kelompok Awal Perlakuan Akhir

Eksperimen (E)

Pre-test Pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD

Post-test


(54)

(K) Keterangan :

(1) pre-test digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi matematika yang serupa PISA;

(2) masing-masing kelas memperoleh pembelajaran sesuai dengan model yang sudah ditentukan. Selama proses pembelajaran, pada kelas eksperimen dilakukan observasi untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah peserta didik;

(3) pada akhir pembelajaran, dilakukan post-test untuk mengetahui peningkatan literasi matematika antara sebelum dan sesudah diberi perlakuan dan membandingkan nilai kedua kelas.


(55)

40

3.5

Alur Penelitian

Bagan 3.1 Alur Penelitian Populasi

Dipilih satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol

Kelas VIII H Kelas Eksperimen

Kelas VIII G Kelas kontrol

Post-Test

Analisi hasil post-test Pre-Test

Pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD

Pembelajaran dengan metode konvensional

Uji Normalitas Uji perbedaan hasil post-test

Uji peningkatan hasil pre-test dan post-test dari kelas eksperimen.

Kelas Uji Coba

Uji Instrumen

Analisis data uji coba

Uji ketuntasan klasikal

Pembelajaran Berkualitas Baik


(56)

3.6

Kriteria Peningkatan

Peningkatan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berbasis masalah berpendekatan PMRI dapat meningkatkan kemampuan literasi matematika peserta didik. Untuk menyatakan bahwa terjadi peningkatan maka diperlukan kriteria, kriteria yang dimaksud yaitu:

(1) Nilai peserta didik mengalami peningkatan dari nilai pre-test ke post-test setelah melaksanakan pembelajaran berbasis masalah serupa PISA dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD pada kelas eksperimen.

(2) Hasil literasi matematika pada kelas yang menerapkan model pembelajaran berbasis masalah serupa PISA dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD memiliki rata-rata yang lebih besar dari 58 dan memiliki ketuntasan klasikal sebesar 75%.

(3) Hasil pembelajaran yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah serupa PISA dengan pendekatan PMRI bermedia LKPD lebih baik dari kelas yang menggunakan metode klasikal.

(4) Kualitas pembelajaran yang diberikan guru dikategorikan baik.

3.7

Analisis Instrumen Penelitian

Data yang diperoleh dianalisis dan diarahkan untuk menjawab pertanyaan apakah perangkat pembelajaran yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria valid, reliabel, daya beda yang baik, tingkat kesukaran yang baik agar sesuai dengan PISA.


(57)

42

3.7.1 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesamaan dua varian dari dua kelompok. Tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol memiliki kemampuan awal yang sama. Data yang digunakan untuk mengetahui tentang kemampuan awal peserta didik diambil dari nilai ulangan harian materi sebelumnya pada mata pelajaran matematika. Rumusan hipotesis uji homogenitas adalah sebagai berikut.

(varian kelas eksperimen = varian kelas kontrol)

(varian kelas eksperimen varian kelas kontrol)

Rumus yang digunakan adalah , keterangan: = varians terbesar, = Varians terkecil. Kriteria pengujian adalah tolak Ho jika

(Sudjana , 2002: 250). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan taraf kesalahan sebesar 5%.

3.7.2 Analisis Butir Tes

Butir tes serupa PISA sebelum digunakan perlu dianálisis dahulu. Analisis butir tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel maka diharapkan hasil penelitian akan valid dan reliabel (Sugiyono, 2010). Butir test yang sudah dibuat serupa PISA selanjutnya diuji validitas isinya oleh ahli dan praktisi, setelah dinyatakan valid maka instrumen diuji cobakan kepada responden. Hasil dari uji coba digunakan untuk mencari reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda soal.


(58)

3.7.2.1Uji Validitas Butir Tes

Menurut Sugiyono (2010) valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson. (Arikunto, 2007)

Rumus koefisien korelasi product moment Pearson yaitu sebagai berikut: ∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan : XY

r

= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N = Banyaknya peserta tes

Koefisien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai + 1,00. Namun dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka-angka, sangat mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Penafsiran harga koefisien korelasi dengan berkosultasi ke table harga kritik product moment, sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut. Jika harga hitung lebih kecil dari harga kritik dalam tabel , maka korelasi tersebut tidak signifikan. Jika harga hitung lebih besar dari harga kritik dalam table , maka korelasi tersebut signifikan.


(59)

44

3.7.2.2Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2010) instrument yang reliable adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama,aka menghasilkan data yang sama. Menurut Winarti (2011) reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely yang artinya percaya dan reiabel yang artinya dapat dipercaya. Keterpercayaan berhubungan dengan ketepatan dan konsistensi. Reliabelitas berhubungan dengan kemampuan alat ukur untuk melakukan pengukuran secara cermat.

Secara empirik tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas (Winarti, 2011). Ada beberapa metode dalam pengujian reliabilitas, namun dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha Crombath, karena soal yang diberikan berupa soal uraian. Rumus reliabilitas alpha crombath adalah sebagai berikut:

∑ Keterangan:

: reliabilitas yang dicari

: jumlah varians skor tiap-tiap item :varians total

: banyaknya butir soal (Arikunto, 2007 ) Rumus untuk mencari varians adalah:


(60)

Kriteria reliabilitas menurut Nurgana (1985) sebagaimana dikutip oleh Rusefendi (2001):

tak berkorelasi

rendah sekali

rendah

sedang

tinggi

tinggi sekali

sempurna

3.7.2.3Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran butir soal diperlukan untuk mengetahui apakah taraf kesukaran butir soal sesuai dengan yang telah direncanakan dalam spesifikasi instrumen. Langkah-langkah menentukan taraf kesukaran bentuk tes uraian menurut Arifin (2009) adalah sebagai berikut

Menghitung rata-rata skor untuk tiap soal dengan rumus

Menghitung tingkat kesukaran dengan rumus

Membandingkan taraf kesukaran dengan kriteria berikut:

berarti sukar

berarti sedang


(61)

46

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Dengan mengetahui taraf kesukaran soal dapat diperoleh informasi tentang kesukaran soal dan digunakan sebagai petunjuk untuk mengadakan perbaikan. 3.7.2.4Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut dengan indeks diskriminasi. Untuk menentukan daya beda soal untuk tes yang berbentuk uraian langkah-langkah dibawah ini (Arifin, 2009).

(1) Menghitung jumlah skor total untuk tiap peserta didik.

(2) Mengurutkan skor total dari mulai dari skor terbesar ke skor terkecil. (3) Menetapkan kelompok atas dan kelompok bawah. Jika jumlah peserta didik kurang dari 30 dapat ditetapkan 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.

(4) Menghitung rata-rata skor masing-masing kelompok (kelompok atas dan kelompok bawah).

(5) Menghitung daya pembeda soal dengan rumus.

Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan peserta didik yang kurang pandai (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2007).

Teknik yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal bentuk uraian adalah menghitung perbedaan dua rata-rata (mean), yaitu antara rata-rata


(62)

dari kelompok atas dengan rata-rata dari kelompok bawah untuk tiap-tiap soal (Arifin, 2009).

̅ ̅

Keterangan:

: Daya Pembeda

̅ : Rata-rata kelompok atas

̅ : Rata-rata kelompok bawah

: skor maksimum

Membandingkan daya pembeda dengan kriteria seperti berikut. Kriteria Daya Pembeda Keterangan

Diterima

Diperbaiki

Ditolak

Soal yang baik atau diterima bila memiliki daya pembeda soal di atas 0,25 karena soal tersebut dapat membedakan kelompok peserta didik yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah.

3.7.3 Analisis Kualitas Pembelajaran Guru

Untuk mengetahui tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran maka harus ada pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran di kelas.


(63)

48

Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran oleh 2 orang pengamat yang berasal dari teman sejawat. Penskoran kemampuan guru mengelola pembelajaran diterapkan skala 4yang telah disediakan oleh peneliti. Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis dan dicari rata-ratanya dengan menggunakan rumus.

Dengan K adalah kualitas guru dalam melaksanakan pembelajaran, maka kriteria yang ditetapkan adalah sebagai berikut.

Rata-rata skor berarti amat buruk Rata-rata skor berarti buruk Rata-rata skor berarti cukup Rata-rata skor berarti baik Rata-rata skor 3.5 berarti amat baik

Rata-rata kemampuan guru mengelola pembelajaran dikatakan baik jika termasuk dalam kategori tinggi atau sangat tinggi. Kriteria perangkat pem-belajaran dikatakan praktis jika setelah diujicobakan pada kelas eksperimen memperoleh hasil: (1) respons peserta didik positif, (2) guru memberikan respons minimal baik, dan (3) kemampuan guru mengelola pembelajaran minimal dalam kategori tinggi.

3.7.4 Analisis Data


(64)

3.7.4.1Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

H0: data berdistribusi normal. Ha: data tidak berdistribusi normal.

Uji statistika yang digunakan untuk menguji normalitas adalah dengan uji Chi-Kuadrat (Sugiyono, 2010). Rumusnya adalah sebagai berikut.

Keterangan:

: koefisien Chi-Kuadrat hitung

: frekuensi atau jumlah data hasil observasi

: frekuensi atau jumlah yang diharapkan (presentasi luas tiap bidang dikalikan dengan n)

Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung dengan Chi Kuadrat tabel dengan bila maka diterima. Jadi data berdistribusi normal.

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sebaran data berasal dari data yang berdistribusi normal dan hanya dilakukan pada variabel dependen (Sukestiyarno, 2010) Pengujian kenormalan data menggunakan diagram Q-Q plot diperlukan Uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS.


(65)

50

Berdasarkan diagram Q-Q plot dengan cara melihat titik-titik plot apakah berdekatan dengan garis peluang. Jika titik-titik plot cenderung berdekatan dengan garis peluang, maka data diasumsikan berditribusi normal. Sedangkan dengan Uji kolmogorov-Smirnov, menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Sampel berdistribusi normal H1 : Sampel berdistribusi tidak normal.

Penerimaan H0 dengan menggunakan nilai signifikan yang diperoleh dari table Kolmogorov-smirnov output program SPSS, yaitu jika nilai sig> 5% maka H0 diterima.

3.7.4.2Uji Homogenitas

Uji homogenitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kelompok sampel memiliki varians yang sama ataukah tidak. Pada pengujian kesamaan varians untuk dua sampel, Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

(kedua varians sama atau homogen)

(kedua varians berbeda atau tidak homogen) Untuk menguji kesamaan varians tersebut digunakan rumus :

Dengan kriteria pengujian Ho diterima apabila dengan taraf signifikansi 5%.

3.7.4.3Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Untuk menguji kesamaan rata-rata kedua kelas 1 dan kelas 2 sebelum perlakuan tidak berbeda signifikan dapat menggunakan uji t dua pihak.


(66)

(rata-rata nilai kelas 1 dan kelas 2 tidak berbeda secara signifikan)

(rata-rata nilai kelas 1 dan kelas 2 berbeda secara signifikan)

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut. ̅ ̅

dengan

Keterangan:

t : uji t

̅ : rata-rata nilai awal kelaseksperimen 1

̅ : rata-rata nilai awal kelas eksperimen 2

: simpangan baku gabungan dari nilai awal kedua kelas : simpangan baku nilai awal kelas eksperimen 1

: simpangan baku nilai awal kelas eksperimen 2 : banyaknya sampel kelas eksperimen 1

: banyaknya sampel kelas eksperimen 2

Kriteria pengujian: Ho diterima jika dengan didapat dari daftar distribusi t dengan dan peluang

. Untuk harga-harga t lainnya ditolak. (Sudjana, 2005). Dalam penelitian ini nilai .


(1)

2 v

3 v

4 v

5 v

6 v

7 v

8 v

9 v

10 v

11 v

12 v

13 v

14 v

15 v

16 v

17 v

18 v

19 v

20 v

21 v

22 v

23 v

24 v

25 v

26 v

27 v

28 v

29 v

30 v

31 32 v v 33 v

34 v

35 v

36 v

37 v

38 v


(2)

227

total skor =

118

Kualitas guru = 3.105263

maka dapat disimpulkan bahwa kualitas guru dalam pembelajaran termasuk kriteria

baik


(3)

2 v

3 v

4 v

5 v

6 v

7 v

8 v

9 v

10 v

11 v

12 v

13 v

14 v

15 v

16 v

17 v

18 v

19 v

20 v

21 v

22 v

23 v

24 v

25 v

26 v

27 v

28 v

29 v

30 v

31 32 v v 33 v

34 v

35 v

36 v

37 v

38 v


(4)

229

total skor =

120

Kualitas guru =

3.157

maka dapat disimpulkan bahwa kualitas guru dalam pembelajaran termasuk kriteria

baik


(5)

2 v

3 v

4 v

5 v

6 v

7 v

8 v

9 v

10 v

11 v

12 v

13 v

14 v

15 v

16 v

17 v

18 v

19 v

20 v

21 v

22 v

23 v

24 v

25 v

26 v

27 v

28 v

29 v

30 v

31 32 v v 33 v

34 v

35 v

36 v

37 v

38 v


(6)

231

total skor =

124

Kualitas guru =

3.26

maka dapat disimpulkan bahwa kualitas guru dalam pembelajaran termasuk kriteria

baik

Kualitas Akhir

Kualitas


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL CPS BERPENDEKATAN REALISTIK BERBANTUAN EDMODO BERORIENTASI PISA TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DAN KEMANDIRIAN

96 284 511

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN TPS BERORIENTASI PISA TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA SISWA SMP MATERI POKOK KUBUS DAN BALOK

10 56 314

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP.

3 18 98

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) PADA TEMA “PENCEMARAN AIR” BERPENDEKATAN AUTENTIC INQUIRY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEINGINTAHUAN DAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH PESERTA DIDIK SMP KELAS VII.

0 0 69

Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Industri Kecil Kimia Berorientasi Kewirausahaan untuk Meningkatkan Life Skills dan Minat Wirausaha Peserta Didik SMK.

0 0 2

Kemampuan Literasi Matematika dan PISA

0 0 12

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK LKPD BERBASIS (1)

0 2 10

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA KELAS VIII SMP - Raden Intan Repository

1 29 86

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LKPD TERINTEGRASI NILAI ISLAMI PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK - Raden Intan Repository

0 0 124

BAB II KAJIAN TEORI A. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) 1. Pengertian Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) - PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) BERORIENTASI PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MAT ERI FUNGSI UNTUK SISWA SMP/ MTS - repository perpustaka

0 0 12