PATI RESISTEN PANGAN FUNGSIONAL

6 kalsium, mencegah kanker usu, memberikan pengaruh terhadap sistem imun immunological effect dan dapat menurunkan kolesterol. Peraturan mengenai standar jumlah prebiotik yang dikonsumsi belum ada karena umumnya asupan prebiotik tergantung kepada kebiasaan penduduk suatu negara FAO 2007. Reid et al. 2001 dalam Surono 2004 menyarankan jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per hari untuk anak-anak dan 5-15 gram per hari untuk orang dewasa. Konsumsi prebiotik yang berlebih lebih dari 20 gram per hari dikhawatirkan memberi efek laksatif yaitu mempercepat pengeluaran pada sistem pencernaan atau melunakkan sisa pencernaan Bouhnik et al. 1999. Asupan prebiotik dari konsumsi harian tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan prebiotik yang berkhasiat menekan infeksi penyakit, sehingga konsumsi tambahan prebiotik menjadi penting untuk dilakukan Daud, 2005. Penambahan prebiotik ke dalam bahan pangan telah banyak dilakukan untuk klaim produk prebiotik. Menurut Karyadi 2003, prebiotik dimanfaatkan secara luas untuk menambah kadar serat pangan dalam produk susu, sereal, kue kering, yoghurt, serta salad. Pada tanggal 27 Januari 2005 dikeluarkan peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.52.0685 Tabel 3 tentang ketentuan pokok pengawasan pangan fungsional. Klaim- klaim prebiotik yang diizinkan adalah klaim kandungan gizi, seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Persyaratan lain, klaim harus disertai dengan keterangan tentang sumber dari prebiotik. Tabel 3. Klaim kandungan gizi prebiotik yang diizinkan di Indonesia BPOM 2005

2. PATI RESISTEN

Pati dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis berdasarkan tingkat daya cerna dari pati, yaitu pati cerna Digestible Starch dan pati resisten Resistant Starch Sajilata 2006. Digestible Starch adalah pati yang dapat dicerna, mencangkup Rapidly Digestible Starch RDS dan Slowly Digestible Starch SDS. Rapidly Digestible Starch RDS adalah jenis pati yang dihidrolisis secara sempurna oleh enzim amilase. Slowly Digestible Starch SDS dihidrolisis secara lambat. Pati resisten RS didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak terabsobsi dalam usus halus individu yang sehat karena masih diperoleh setelah melewati degradasi enzim secara sempurna Shin et al. 2004. Istilah pati resisten awalnya dikemukakan Klaim Persyaratan “diperkaya”, “fortifikasi”, “ekstra”, “plus”, “lebih”, “ditambahkan” Sedikitnya mengandung 10 dari yang dianjurkan 10gramhari lebih banyak dari pangan sejenisnya “mengandung”, “memberikan”, “merupakan sumber yang baik” Sedikitnya mengandung 10-19 dari yang dianjurkan 10gramhari per sajian “tinggi”, “kaya akan”, “merupakan sumber yang sangat baik” Sedikitnya mengandung 20 dari yang dianjurkan 10gramhari per sajian 7 oleh Englyst et al. 1982 di dalam Sajilata et al. 2006 untuk menjelaskan sejumlah kecil fraksi yang bersifat resisten terhadap perlakuan hidrolisis oleh enzim α-amilase lengkap dan pullulanase secara in vitro. Seperti halnya serat pangan, pati resisten juga mengalami fermentasi oleh mikroflora pada dinding kolon, menghasilkan asam lemak rantai pendek short chain fatty acid atau SCFA. Sebagian besar SCFA merupakan hasil fermentasi karbohidrat komplek yang mengacu pada bentuk molekuler besar pati resisten dan serat pangan. Koloni bakteri dalam intestinal manusia memfermentasi “resistant starch” atau pati resisten dan polisakarida non-pati sebagian besar berupa serat pangan menjadi SCFA terutama asetat, propionat dan butirat. Profil SCFA yang diperoleh dari RS lebih banyak mengandung butirat dan lebih sedikit mengandung asetat dibandingkan serat pangan konvensional. Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, pati resisten dikategorikan sebagai bagian dari serat pangan. Fermentasi dalam usus besar berlangsung pada kondisi anaerob. Polimer susbstrat akan dihidrolisa menjadi monomer unit glukosa, galaktosa, xilosa, arabinosa, yang kemudian akan difermentasi melalui glikolisis menjadi asam piruvat. Setelah dalam bentuk piruvat, akhirnya diubah menjadi asam lemak rantai pendek dan sebagian gas. Persamaan fermentasi karbohidrat heksosa menjadi SCFA dalam kolon adalah sebagai berikut Chemistar 2009 : 59 C 6 H 12 O 6 + 38 H 2 60 CH 3 COOH + 22 CH 3 CH 2 COOH + 18 CH 3 CH 2 CH 2 COOH + 96 CO 2 + 268 H + + panas + bakteri. SCFA dengan cepat diabsorbsi dari lumen kolon masuk ke mukosa di sekitarnya dimana sebagian besar butirat dioksidasi menghasilkan energi. Sisa butirat dan sebagian sisa SCFA yang lain masuk ke dalam pembuluh darah porta dan diangkut ke liver. Setelah diabsorbsi masing-masing SCFA primer dimetabolisme oleh tubuh dengan cara yang berbeda- beda. SCFA yang diserap digunakan untuk pemeliharaan, pertumbuhan, dan aktivitas lipogenesis. Aktivasi SCFA secara enzimatis adalah dengan pembentukan acyl-CoA antara lain asetil-CoA, propionil-CoA dan butiril-CoA yang merupakan faktor penting yang mengatur penyerapan SCFA oleh jaringan tubuh Chemistar 2009. Pati resisten memiliki efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik menurunkan kadar gula darah setelah makan, berperan sebagai prebiotik, mengurangi resiko pembentukan empedu, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak dan meningkatkan absorbsi mineral Sajilata et al. 2006. Pati resisten RS dibagi menjadi empat golongan yaitu RS I, RS II, RS III, dan RS IV. RS tipe I terdiri atas pati yang secara fisik terperangkap dalam sel-sel tanaman dan matriks bahan pangan, contohnya padi yang digiling kasar. RS tipe II terdiri atas granula pati yang secara alami sangat resisten terhadap enzim pencernaan, yaitu α-amilase, misalnya pada pisang mentah. RS tipe III terdiri atas pati teretrogradasi yang terbentuk saat bahan pangan yang mengandung pati dipanaskan dan didinginkan. RS tipe IV terdiri atas pati yang dimodifikasi secara kimia, dimana modifikasi tersebut mempengaruhi aktivitas amilolitik dari enzim-enzim pencernaan Leu et al. 2003. Menurut Lehmann 2002, dari semua jenis RS, RS tipe III adalah yang paling menarik karena RS tipe ini dapat mempertahankan karakteristik organoleptik suatu makanan ketika makanan tersebut ditambahkan RS tipe III. RS tipe III merupakan jenis pati resisten yang 8 paling banyak digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional berbasis RS. Kandungan RS tipe III dalam makanan alami umumnya rendah. Jumlah RS dapat meningkat saat makanan dipanggang atau dalam bentuk pasta dan produk sereal Shamai et al. 2003.

3. SERAT PANGAN