Dalam Tabel 5.11 ditunjukkan bahwa output total perekonomian Indonesia sebesar Rp 10.530 triliun. Output di sektor industri pengolahan menempati urutan
pertama yaitu sebesar Rp 3.799 triliun atau sebesar 36,07 persen dari total output sektor perekonomian secara keseluruhan.
Tabel 5.12 Distribusi Output Sektoral Subsektor Industri Pengolahan Indonesia Tahun 2008
Sektor Nilai Output Sektoral
Rp Juta Persentase
Makanan,Minuman,Tembakau 1.004.671.451 26,44
Tekstil,Pakaian Jadi,kulit dan alas kaki 296.093.038
7,79 Bambu,Kayu dan Rotan
174.780.660 4,60
Kertas,barang dari kertas dan karton 146.788.457
3,86 Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak
972.845.585 25,61
Semen dan Barang bukan Logam 88.525.040
2,33 Logam dasar
352.074.922 9,27
Industri Lainnya 763.379.309
20,09 Total 3.799.158.462
100,00 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor diolah.
Pada Tabel 5.12 menunjukkan output sektoral dari subsektor industri pengolahan yang terbesar dimiliki oleh sektor makanan, minuman, dan tembakau
yaitu sebesar Rp 1.004 triliun atau 26,44 persen dari total nilai output sektoral. Pada urutan kedua ditempati oleh sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan
minyak dengan nilai sebesar Rp 972 triliun atau 25,61 persen.
5.2. Analisis Keterkaitan
5.2.1. Keterkaitan Ke Depan
Keterkaitan ke depan forward linkage dibagi menjadi dua, yaitu keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Nilai
keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan
secara langsung ke sektor lain termasuk sektor itu sendiri akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan baik langsung
maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri.
Berdasarkan Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan output langsung ke depan tertinggi yaitu sebesar 0,199 dan
keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan tertinggi juga sebesar 4,108. Nilai keterkaitan langsung ke depan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi
peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor industri pengolahan yang dialokasikan langsung ke sektor lainnya atau sektor itu sendiri
akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0,199 juta. Tabel 5.13 Keterkaitan Langsung maupun Langsung dan Tak Langsung ke Depan
dan ke Belakang Klasifikasi 10 sektor
Sektor Keterkaitan ke Depan
Keterkaitan ke Belakang Langsung Langsung
dan Tak Langsung
Langsung Lansgsung dan
Tak Langsung Pertanian 0,063
1,976 0,289
1,491 Pertambangan dan
Penggalian 0,045 1,765 0,166 1,248
Industri Pengolahan 0,199
4,108 0,495
1,826
Listrik,Gas dan Air Bersih 0,007
1,229 0,630
2,071 Bangunan 0,008
1,198 0,636
2,112 Perdagangan 0,036
1,623 0,465
1,822 Hotel dan Restoran
0,006 1,110
0,573 1,964
Pengangkutan dan Komunikasi
0,030 1,569 0,477 1,868 Keuangan,Persewaan dan
Jasa Perusahaan 0,038 1,803 0,297 1,514
Jasa-jasa 0,016 1,368
0,462 1,834
Rata-rata 0,045
1,775 0,449
1,775
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor diolah.
Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tak langsung dari sektor industri pengolahan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir
sebesar Rp 1 juta, maka output sektor industri pengolahan yang dialokasikan baik secara langsung maupun tak langsung terhadap sektor lain maupun sektor itu
sendiri akan meningkat sebesar Rp 4,108 juta. Nilai-nilai tersebut menunjukkan seberapa besar sektor tersebut mampu untuk meningkatkkan output sektor lainnya
melalui penyediaan output yang digunakan sebagai bahan baku untuk
meningkatkan produksi sektor-sektor lain maupun sektor itu sendiri sebesar nilai keterkaitannya.
Pada Gambar 5.1 menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi tersebut dibagi menjadi 4 kuadran yang garis vertikal tersebut menunjukkan keterkaitan ke
depan dan garis horizontal menunjukkan keterkaitan ke belakang. Sektor industri pengolahan berada pada kuadran I yang berarti bahwa sektor tersebut memiliki
keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi.
Gambar 5.1. Kuadran Keterkaitan Sektor Perekonomian Indonesia
Keterkaitan ke depan
Pertanian
Industri Listrik,gas air
bersih Bangunan
Perdagangan Hotel dan Restoran
Jasa-jasa
RKD
Pengangkutan dan komunikasi
dan jasa perusahaan Keuangan,persewaan
Pertambangan dan Penggalian
I II
III I
Keterkaitan k
e b
elakang
RKB
0,04 0,44
0,20 0,40
0,60 0,75
0,0 0,10
0,15 0,20
0,0 0,25
Keterangan: RKB = Garis rata-rata Keterkaitan ke Belakang RKD = Garis rata-rata Keterkaitan ke Depan
Berdasarkan klasifikasi 17 sektor sesuai dengan Tabel 5.14 dapat ditunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan
ke depan langsung terbesar adalah subsektor industri makanan,minuman dan tembakau dengan nilai keterkaitan sebesar 0,62. Namun diantara subsektor
industri pengolahan tersebut yang memiliki nilai keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan terbesar adalah subsektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit
dan alas kaki dengan nilai 2,06.
5.2.2. Keterkaitan Ke Belakang
Keterkaitan ke belakang backward linkage dibagi menjadi dua, yaitu keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang.
Nilai keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu
sendiri apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Dari Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa sektor industri pengolahan
memiliki keterkaitan output langsung ke belakang yaitu sebesar 0,495 dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sebesar 1,826. Nilai
keterkaitan langsung ke belakang tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor industri
pengolahan akan secara langsung meningkatkan permintaan terhadap inputnya terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri sebesar Rp 0,495 juta.
Tabel 5.14 Keterkaitan Langsung maupun Langsung dan Tak Langsung ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 17 sektor
Sektor Keterkaitan Kedepan
Keterkaitan Kebelakang Langsung
Langsung dan Tak Langsung Langsung
Langsung dan Tak Langsung
Pertanian 0,28 1,48
0,06 2,64
Pertambangan 0,16 1,24
0,04 2,71
Industri makanan,minuman dan tembakau
0,62 2,03
0,02 1,64
Industri tekstil,pakaian jadi,kulit dan alas kaki
0,57 2,06
0,01 1,4
Industri bambu kayu dan rotan 0,56 1,99
0,01 1,31 Industri kertas,barang dari
kertas dan karton
0,54 1,99
0,07 1,5
Industri kimia,karet,plastik dan pengilangan minyak
0,42 1,62
0,01 3,43
Industri semen dan barang bukan logam
0,49 1,76
0,02 1,1
Industri logam dasar 0,41 1,65
0,04 1,54 Industri lainnya
0,44 1,78 0,01
1,9
Listrik, Gas dan Air Bersih 0,63
2,01 0,01
1,36 Bangunan 0,63
2,06 0,03
1,25 Perdagangan 0,46
1,81 0,01
2,1 Hotel dan restoran
0,57 1,99
0,03 1,16
Pengangkutan dan Komunikasi 0,47
1,83 0,03
1,94 Keuangan, Persewaan dan Jasa
0,29 1,5
0,03 2,13
Jasa-Jasa 0,46 1,82
0,01 1,51
Rata-rata 0,47 1,80
0,03 1,80
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor diolah.
Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang dari sektor industri pengolahan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan
permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor industri pengolahan akan meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya baik secara langsung
maupun tak langsung sebesar Rp 1,826 juta. Nilai-nilai tersebut menunjukkan seberapa besar sektor tersebut mampu untuk meningkatkkan perkembangan sektor
lainnya maupun sektor itu sendiri yang menjadi penyedia input produksi sebesar nilai keterkaitannya.
Berdasarkan klasifikasi 17 sektor sesuai dengan Tabel 5.14 dapat ditunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan
ke belakang langsung terbesar adalah subsektor industri kertas, barang dari kertas dan karton dengan nilai keterkaitan sebesar 0,07. Namun diantara subsektor
industri pengolahan tersebut yang memiliki nilai keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang terbesar adalah subsektor industri kimia, karet, plastik dan
pengilangan minyak dengan nilai keterkaitan sebesar 3,43.
Gambar 5.2. Kuadran Keterkaitan subsektor Industri Pengolahan dalam
Perekonomian Indonesia.
Keterkaitan ke Depan
I II
III IV
Keterk aitan
k e Belak
ang
0,0 0,80
0,10
0,20 0,47
0,60 0,0
0,02 0,03
0,08
1,08
1. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
2.Industri Tekstil, Pakaian jadi, Kulit dan Alas kaki
3.Industri Bambu, Kayu dan Rotan
4.Industri Kertas, Barang dari kertas dan Karton
5.Industri Kimia, Karet, Plastik dan Pengilangan
Minyak 6.Industri Semen dan Barang
bukan Logam 7.Industri Logam Dasar
8.Industri Lainnya 4
0,06
7 1
6 2
58 3
Pada Gambar 5.2 menunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan tersebut dibagi menjadi 4 kuadran yang garis vertikal tersebut menunjukkan
keterkaitan ke depan dan garis horizontal menunjukkan keterkaitan ke belakang. Subsektor industri pengolahan yang berada pada kuadran I yang berarti bahwa
sektor tersebut memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi dalah sektor industri kertas, barang dari kertas dan karton.
5.3. Analisis Dampak Penyebaran