Peranan Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Kota Bontang : Analisis Input- Output

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Hal ini menjadi salah satu bagian terpenting dari pembangunan nasional. Dengan demikian diperlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang salah satunya dapat dilakukan melalui proses industrialisasi. Industrialisasi merupakan suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Proses tersebut meliputi interaksi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.

Industrialisasi di Indonesia dimulai dengan pengembangan industri-industri substitusi impor yang berlangsung sejak tahun 1970an hingga pertengahan dasawarsa 1980an, atau selama Pelita pertama hingga pertengahan Pelita ketiga. Produk-produk yang dihasilkan terutama adalah barang konsumtif yang sebelumnya dibeli dari luar negeri. Selama masa substitusi impor itu, kebijaksanaan industri dan perdagangan sangat protektif. Struktur proteksi yang demikian menyebabkan para pengusaha dan para industriawan Indonesia cenderung bersikap “enggan ekspor”. Akibatnya, para pengusaha lebih suka menanamkan modalnya dalam industri yang bersaing dengan impor dari pada


(2)

dalam industri yang berorientasi ekspor. Baru pertengahan tahun 1980an, ketika penerimaan devisa dari ekspor migas kian goyah, industrialisasi di Indonesia berubah orientasi ke promosi ekspor.

Mulai tahun 1987 penerimaan devisa dari ekspor nonmigas telah melampaui penerimaan dari hasil ekspor migas, lebih kurang 47 persen devisa yang diperoleh pada tahun 1987 disumbang oleh sektor industri. Peranan sektor industri pengolahan dalam perolehan devisa terus meningkat. Pada tahun 1991, nilai ekspor terus meningkat sekitar 51 persen dari devisa total. Terbukti dalam perkembangannya industrialisasi di Indonesia hingga tahun 1993, sektor industri mampu menyerap lebih dari 8,5 juta orang tenaga kerja.

Di Indonesia proses industrialisasi menurun sejak terjadi krisis ekonomi tahun 1998. Kemunduran ini disebabkan oleh tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap impor barang modal dan bahan baku. Sementara itu, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang besar terhadap dolar AS dan banyak perusahaan manufaktur di dalam negeri terpaksa mengurangi volume produksinya. Maka dari itu, Indonesia harus mampu menghadapi dan mengantisipasi datangnya kembali krisis ekonomi dengan penguatan industri dalam negeri.

Pola pertumbuhan ekonomi secara sektoral di Indonesia sejalan dengan kecenderungan proses transformasi struktural yang terjadi di berbagai negara di dunia. Perubahan sektor industri yang pesat beberapa tahun terakhir telah menggeser peranan sektor pertanian dalam struktur perekonomian nasional maupun regional. Kontribusi sektor ini memberikan nilai tambah terbesar di antara sembilan sektor ekonomi lainnya, perkembangan tersebut sejalan dengan meningkatnya permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik


(3)

domestik maupun internasional. Walaupun secara absolut sektor pertanian juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, namun secara relatif sektor pertanian mengalami penurunan sejalan dengan pertumbuhan sektor industri. Hal ini menunjukkan semakin mengecilnya kontribusi sektor pertanian dalam struktur ekonomi nasional.

Kegiatan pembangunan regional pada dasarnya akan melibatkan berbagai kegiatan yang saling berkaitan di dalamnya. Namun, kegiatan ekonomi merupakan faktor yang sifatnya langsung berhubungan dengan masyarakat. Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Hal ini dapat digambarkan dari besarnya sumbangan suatu sektor ekonomi terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Besarnya sumbangan terhadap PDRB dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang memiliki peranan yang sangat penting di daerah tersebut sehingga dapat terus dikembangkan dan dapat menjadi pendorong roda perekonomian agar semakin berkembang.

Kota Bontang sebagai Kota Administratif yang terletak di wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang kaya akan potensi alam dan telah mengalami pertumbuhan pada berbagai sektor ekonomi. Kota Bontang merupakan salah satu kota industri nasional dengan dua perusahaan penggerak perekonomian yaitu PT Badak NGL dan PT Pupuk Kaltim Tbk. PT Badak NGL di Kota Bontang merupakan perusahaan penghasil gas alam cair terbesar di Indonesia dan sebagai penghasil devisa terpenting di Kota Bontang. PT Pupuk Kaltim Tbk yang terletak di Kota Bontang merupakan perusahaan penghasil Produk Urea, Amoniak, dam NPK yang disalurkan ke berbagai daerah di dalam negeri. Kontribusi ekonomi


(4)

dari kedua perusahaan tersebut sangat mendominasi perkembangan ekonomi di Kota Bontang. Dalam lima tahun terakhir dominasi sumbangannya rata-rata pertahun mencapai 88,01 persen dari total PDRB Kota Bontang.

Struktur ekonomi Kota Bontang selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir masih didominasi oleh sektor industri pengolahan khususnya sektor industri gas alam cair dan industri pupuk, kimia, dan barang karet. Jika dengan migas kontribusi sektor ini mecapai 94,96 persen dari total PDRB sedangkan tanpa migas kontribusi sektor ini tetap mendominasi yaitu sebesar 67,62 persen dari total PDRB.

Pertumbuhan ekonomi Kota Bontang tahun 2010 secara makro dapat digambarkan melalui PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dengan nilai mencapai 22,96 triliun rupiah, nilai ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 23,78 triliun rupiah. Dengan kata lain bahwa pada tahun 2010, perekonomian Kota Bontang mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar -3,44 persen. Kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai -1,54 persen per tahun.

Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh produksi gas alam cair di Kota Bontang yang terus mengalami penurunan sejak tahun 2002 dan terus berlanjut hingga saat ini. Dengan turunnya total produksi tersebut berdampak pada perekonomian Kota Bontang yang masih sangat bertumpu pada sektor migas khususnya hasil industri pengolahan gas alam cair. Namun disisi lain, perkembangan ekonomi Kota Bontang tanpa migas pada tahun 2010 mencapai 8,26 triliun rupiah. Perkembangan PDRB tanpa unsur migas sangat dipengaruhi oleh produksi subsektor industri pengolahan pupuk, amonia, dan industri kimia


(5)

lainnya. Perkembangan perekonomian tanpa migas mengalami pertumbuhan yang terus positif meskipun melambat namun diharapkan mampu menggerakkan perekonomian Kota Bontang secara berkelanjutan.

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bontang dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 - 2010 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010

Pertanian 27.750,85 28.266,84 27.896,41 28.028,63

Pertambangan dan

Penggalian 55.233,91 55.429,48 53.791,13 53.103,78

Industri Pengolahan 22.751.337,67 22.808.665,43 21.990.997,84 21.094.471,95 Listrik, Gas dan Air

Minum 11.703,60 12.062,77 13.249,15 14.809,83

Bangunan

/Konstruksi 862.467,79 901.556,56 943.918,01 987.484,09

Perdagangan,

Hotel,dan Restoran 397.083,43 417.100,42 434.001,62 451.648,15 Pengangkutan dan

Komunikasi 95.584,82 99.490,42 104.594,53 109.434,17

Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan

104.731,63 110.023,01 116.494,34 123.014,72

Jasa-jasa 84.506,04 86.797,30 91.086,41 95.713,87

TOTAL PDRB 24.315.447,82 24.519.392,22 23.776.029,45 22.957.709,19

Sumber : BPS Kota Bontang, 2011

Secara umum dapat dikatakan bahwa sektor industri pengolahan khususnya aktivitas yang dilakukan oleh PT. Badak LNG dan PT Pupuk Kaltim memegang peranan yang penting dalam perekonomian Kota Bontang. Sehubungan dengan hal tersebut, pembangunan subsektor pembentuk industri pengolahan dan sektor-sektor perkonomian lainnya di Kota Bontang juga perlu


(6)

dikembangkan secara berencana melalui peningkatan keterkaitan antarsektor dan lintas sektoral.

1.2 Perumusan Masalah

Semakin besarnya peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Indonesia khususnya Kota Bontang akan membawa dampak yang besar terhadap struktur perekonomian secara keseluruhan. Dampak dari pertumbuhan yang melambat di sektor industri pengolahan migas alam cair tahun 2010 sebesar -4,74 persen secara nyata sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Kota Bontang dengan migas sebesar -3,44 persen. Hal ini merupakan tantangan tersendiri yang dihadapi Kota Bontang dimasa yang akan datang, karena hingga saat ini perekonomian Kota Bontang masih sangat bergantung pada sektor migas terutama hasil industri gas alam cair yang sumbernya tidak dapat diperbahurui.

Sehubungan dengan hal itu maka diperlukan strategi agar dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan ekspor. Berdasarkan perkembangan perekonomian Kota Bontang tanpa migas hingga tahun 2010 yang semakin meningkat dan diprediksi untuk tahun mendatang akan semakin membaik, maka strategi dalam meningkatkan ekspor nonmigas sangat tepat untuk dilakukan mengingat produksi dari hasil migas Kota Bontang yang terus mengalami penurunan. Selain itu, Pemerintah Kota Bontang harus proaktif dalam mengelola dan memanfaatkan seluruh kekuatan ekonomi yang memiliki potensi di wilayahnya baik yang berupa potensi dari sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya lainnya untuk dijadikan sebagai kekuatan ekonomi yang dapat


(7)

tumbuh dan berkembang lebih cepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat..

Pentingnya pertumbuhan sektor industri pengolahan di Kota Bontang ditujukan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah di samping itu juga untuk kepentingan nasional. Besarnya peranan sektor industri pengolahan dalam penciptaan PDRB Kota Bontang belum cukup dijadikan sebagai acuan dalam penentuan bahwa sektor industri pengolahan tersebut merupakan sektor kunci di Kota Bontang. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana sektor tersebut mampu menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah. Dengan kata lain bagaimana peranan pembangunan sektor tersebut dapat memberikan efek lebih lanjut pada aktivitas pembangunan sektor-sektor lain. Sehingga terjadinya hubungan timbal balik yang mengarah pada peningkatan pertumbuhan sektor-sektor dalam perekonomian secara keseluruhan.

Peran industri pengolahan dalam hubungannya dengan sektor-sektor perekonomian tersebut dapat dilihat dari bagaimana struktur perekonomiannya bila dibandingkan dengan sektor lainnya dan keterkaitannya dengan sektor-sektor lainnya tersebut serta bagaimana kemampuan industri pengolahan dalam mendorong sektor hulu dan hilirnya.

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Kota Bontang ?

2. Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Kota Bontang ?


(8)

3. Bagaimana dampak penyebaran sektor industri pengolahan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya dalam perekonomian Kota Bontang ? 4. Bagaimana efek pengganda yang ditimbulkan sektor industri pengolahan

terhadap output dan pendapatan dalam perekonomian Kota Bontang ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :

1. Menganalisis peranan sektor industri pengolahan dalam struktur permintaan, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi, net ekspor dan pembentukan nilai tambah bruto Kota Bontang.

2. Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bontang.

3. Menganalisis dampak penyebaran sektor industri pengolahan dan bagaimana pengaruhnya terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bontang.

4. Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan dalam pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dilihat berdasarkan efek pengganda terhadap output dan pendapatan rumah tangga.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang diuraikan di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam rangka perencanaan, pengembangan dan penentuan kebijakan


(9)

pembangunan Kota Bontang. Selain itu juga bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada analisis input-output dengan menggunakan Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 yang merupakan tabel terbaru yang dikeluarkan oleh BPS Kota Bontang. Data yang dianalisis dari tabel input-output tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen Kota Bontang tahun 2010 dengan klasifikasi 46 sektor yang kemudian diagregasi menjadi delapan belas sektor dan sembilan sektor. Agregasi menjadi delapan belas sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan subsektor industri pengolahan satu sama lain. Sementara itu agregasi menjadi sembilan sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan sektor industri pengolahan secara keseluruhan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Dalam penelitian ini tidak melihat efek pengganda tenaga kerja dari masing-masing sektor, hal ini disebabkan karena keterbatasan data tenaga kerja yang sesuai dengan klasifikasi sektor-sektor yang terdapat pada Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010.

Sektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari sepuluh subsektor yaitu mencakup subsektor industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Dalam


(10)

penelitian ini, metode analisis input-output yang digunakan adalah metode analisis input-output terbuka. Artinya, salah satu komponen permintaan akhir yaitu konsumsi rumah tangga dianggap sebagai faktor eksogen.


(11)

II. TINJAUAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Teoretis

2.1.1 Definisi Industri Pengolahan dan Industrialisasi

Industri mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif. Sedangkan pengertian secara sempit, industri atau industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (BPS, 2011). Kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan industri, perusahaan pertanian, pertambangan atau perusahaan lainnya. Termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling).

Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain. Pada kegiatan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain sedangkan pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapat imbalan sejumlah uang atau barang sebagai balas jasa (upah makloon), misalnya perusahaan penggilingan padi yang melakukan kegiatan menggiling padi atau gabah petani dengan balas jasa tertentu. Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya


(12)

serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut (BPS, 2011).

Ketika suatu daerah telah mencapai tahapan di mana sektor industri pengolahan sudah menjadi sektor andalan, maka dapat dikatakan daerah tersebut sudah mengalami industrialisasi. Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Artinya industrialisasi bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah seluruh sektor ekonomi dengan sektor industri pengolahan sebagai sektor andalan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Indonesia No.19/M/I/1996, industri di Indonesia berdasarkan hubungan arus produknya dibedakan menjadi :

1. Industri kimia dasar : misalnya industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dan lain-lain.

2. Industri mesin dan logam dasar : misalnya industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dan lain-lain.

3. Industri kecil : misalnya, industri roti, kompor minyak, makanan ringan, minyak goreng, dan sebagainya.

4. Aneka industri : industri pakaian industri makanan dan minuman, dan lain-lain.

Penggolongan industri dengan pendekatan besar kecilnya skala usaha berdasarkan Badan Pusat Statistik, dapat dibedakan menjadi :

1. Industri besar, dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih.

2. Industri sedang, dengan jumlah pekerja antara 20 sampai 99 orang. 3. Industri kecil, dengan jumlah pekerja antara 5 sampai 19 orang.


(13)

4. Industri/kerajinan rumah tangga, dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang Dalam rangka menunjang pembangunan disektor industri, pemerintah tidak hanya memperhatikan pertumbuhan industri besar dan sedang saja, melainkan juga membantu berkembangnya industri kecil dan rumah tangga. Industri kecil dan rumah tangga memegang peranan penting dalam pembangunan, karena industri ini dapat membuka lapangan kerja yang luas, membuka kesempatan usaha dan memperluas basis pembangunan. Dalam berbagai bidang, industri kecil dan rumah tangga juga dapat meningkatkan ekspor. Dalam pembentukan PDRB, peranan industri kecil dan rumah tangga sebenarnya tidaklah terlalu besar, bahkan dapat dikatakan sangat kecil. Akan tetapi peranan sektor ini dalam penyerapan tenaga kerja cukup besar.

2.1.2 Peranan Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian

Sektor industri pengolahan diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industri selalu memiliki “dasar tukar” (terms of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marginal yang tinggi kepada pemakainya (Dumairy, 1996).

Berdasarkan beberapa kelebihan dari sektor industri pengolahan tersebut, terbukti bahwa peranan sektor industri pengolahan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor industri pengolahan telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional sejak tahun 1991, di samping untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, industri pengolahan non migas juga memiliki


(14)

pangsa pasar luar negeri yang baik. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 sektor ini masih memberikan nilai tambah terbesar di antara sembilan sektor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu mencapai 25,34 persen. Angka ini lebih kecil apabila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2007 kontribusi sektor industri manufaktur tanpa migas terhadap perekonomian sebesar 26,91 persen, tahun 2008 sebesar 26,30 persen, dan tahun 2009 sebesar 25,70 persen. Meskipun demikian sektor industri pengolahan tetap menjadi sektor andalan dalam perekonomian Indonesia.

Seperti halnya di Kota Bontang peranan sektor industri pengolahan juga tetap mendominasi perekonomian dari tahun ke tahun. Bahkan sektor industri pengolahan, merupakan pencipta lapangan usaha terbesar kedua setelah sektor perdagangan dan memberikan kontribusi sebesar 94,96 persen terhadap PDRB Kota Bontang dengan migas (BPS, 2011).

2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi

W.W Rostow adalah ahli sejarah ekonomi dari Amerika Serikat yang

menyatakan bahwa perubahan dari keterbelakangan kepada kemajuan dijelaskan dalam satu seri tahapan yang harus dilalui oleh semua negara. Rostow mengungkapkan dalam bukunya “The Stages of Economic Growth”, yang menunjukan bagaimana seorang ahli sejarah ekonomi di dalam melakukan generalisasi perjalanan sejarah modern untuk mengenal masyarakat dalam dimensi ekonomi (Todaro dan Smith, 2006).

Dalam Damanhuri (2010) terdapat lima tahapan masyarakat dalam proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, yaitu masyarakat tradisional, prasyarat


(15)

tinggal landas, tinggal landas ke arah pertumbuhan yang berkesinambungan, menuju kedewasaan, dan zaman masa konsumsi yang tinggi.

1. Tahap Masyarakat Tradisional

Dalam tahapan ini Rostow mengartikan tentang tahapan pertumbuhan ekonomi, di mana masyarakat tradisional masih menggunakan cara-cara yang primitif dan kebiasaan yang telah berlaku secara turun temurun.

2. Tahap Prasyarat Lepas Landas

Menurut Rostow pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan ciri-ciri penting dari suatu masyarakat seperti perubahan dalam sistem politik, struktur sosial, nilai-nilai masyarakat dan kegiatan ekonomi. Apabila perubahan-perubahan seperti ini muncul maka dapat dikatakan bahwa masyarakat disuatu daerah tersebut sudah dalam proses pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Rostow menyebut tahapan ini adalah sebagai masa transisi, di mana masyarakat sudah harus mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan dan terus berkembang. 3. Tahap Lepas Landas

Dalam tahapan ini pertumbuhan terus terjadi, kemudian adanya perubahan yang cukup drastis di masyarakat, politik, dan juga ekonomi. Adapun ciri-ciri tahapan lepas landas yaitu :

a. Terwujudnya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif.

b. Terjadinya perkembangan pada sektor industri dengan tingkat laju perkembangan yang tinggi.

c. Adanya suatu platform politik, sosial, institusional yang akan menjamin berlangsungnya perluasan struktur modern dan juga potensi ekonomi.


(16)

4. Tahap Menuju Kedewasaan

Tahapan ini Rostow mengartikan bahwa masyarakat sudah efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi dan kekayaan alamnya. Pada masa ini peran sektor indusri sangat penting, sedangkan peranan sektor pertanian sudah mulai menurun.

5. Tahap Konsumsi Tinggi

Tahap ini adalah tahap terakhir dimana perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada masalah produksi. Terdapat tiga macam tujuan masyarakat (negara) pada tahap ini, yaitu (1) memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke luar negeri dan kecenderungan ini bisa berakhir pada penjajahan terhadap bangsa lain, (2) menciptakan kesejahteraan negara dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem pajak yang progresif, dan (3) meningkatkan konsumsi masyarakat melebihi kebutuhan pokok meliputi barang-barang konsumsi tahan lama dan barang mewah.

Teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar menjelaskan semua perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menabung sebagian dari pendapatan nasional yang diperoleh untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Namun, untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital shock).


(17)

(GDP= ∆Y/Y) dapat ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal output nasional (k) (Todaro dan Smith, 2006).

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, terdapat beberapa komponen yang penting pada pertumbuhan ekonomi, yaitu:

1. Akumulasi Modal

Akumulasi modal meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia.

2. Pertumbuhan Ekonomi dan Angkatan Kerja

Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor positif dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan meningkatkan luasnya pasar domestik.

3. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan cara penyelesaian tugas tradisional.

2.1.4 Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi merupakan bagian terpenting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam sejarah Indonesia pembangunan ekonomi yang lebih serius dan terencana baru dimulai sejak pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun pertama


(18)

(Repelita I) tahun 1969, dan prosesnya berjalan dengan mulus sejak itu hingga krisis ekonomi menerjang Indonesia tahun 1997/1998 (Tambunan, 2003).

Menurut Sumitro Djojohadikusumo dalam Damanhuri (2010), Pertumbuhan ekonomi mengacu kepada proses kenaikan kapasitas produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.

2.2 Tinjauan Empiris

Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam perekonomian dengan menggunakan analisis input-output telah banyak dilakukan. Di antaranya ialah penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian, penelitian terhadap sektor pertanian, industri pengolahan dan sebagainya.


(19)

Pada umumnya setiap penelitian tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan, baik keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage), keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Di samping itu juga, penelitian tersebut mempelajari efek pengganda (multiplier effect) dan dampak penyebaran.

Bangun dan Hutagaol (2008) menganalisis peran sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003, diperoleh hasil bahwa sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara memiliki peran yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat melalui kotribusi yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral. Total permintaan industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2003 sebesar Rp. 70,10 triliun yang diperoleh dari penjumlahan permintaan antara sebesar Rp. 21,29 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp. 48,81 triliun. Jumlah konsumsi rumah tangga tertinggi di Provinsi Sumatera Utara berasal dari sektor industri pengolahan sebesar Rp. 17,95 triliun sedangkan konsumsi pemerintah hanya sebesar Rp. 124,15 milyar. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai konsumsi rumah tangga tertinggi berasal dari subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau yaitu sebesar Rp. 16,04 triliun. Jumlah konsumsi pemerintah tertinggi berasal dari subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan sebesar Rp. 46,6 milyar.


(20)

Pembentukan modal tetap tertinggi di Provinsi Sumatera Utara berasal dari sektor bangunan sedangkan sektor industri pengolahan hanya sebesar Rp. 988,76 milyar. Dilihat dari jumlah perubahan stok maka industri pengolahan memiliki nilai terbesar yaitu Rp. 2,69 triliun. Jika dilihat secara keseluruhan jumlah investasi tertinggi berasal dari sektor bangunan dan diikuti oleh sektor industri pengolahan. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai investasi tertinggi adalah subsektor industri makanan, minuman dan tembakau. Nilai tambah bruto terbesar diperoleh dari sektor industri pengolahan sebesar Rp. 26,11 triliun.

Berdasarkan klasifikasi 9 sektor terlihat bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan output langsung ke depan terbesar yaitu 0,80 sedangkan nilai keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan sebesar 2,21. Nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 0,56. Dilihat dari segi keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang, nilai sektor industri pengolahan menduduki posisi kedua yaitu sebesar 1,82. Koefisien penyebaran sektor industri pengolahan sebesar 1,26 dan nilai kepekaan penyebarannya sebesar 1,52. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai koefisien terbesar adalah subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan yang berarti bahwa subsektor tersebut memiliki keterkaitan lebih kuat terhadap sektor hulunya dibandingkan sektor hilirnya. Subsektor yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor hilirnya adalah subsektor industri logam dasar, hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai kepekaan penyebaran tertinggi berasal dari subsektor tersebut.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Bangun dan Hutagaol antara lain : (1) penelitian ini berlokasi di Kota Bontang, sedangkan penelitian Bangun


(21)

dan Hutagaol berlokasi di Provinsi Sumatera Utara; (2) subsektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Sedangkan pada penelitian Bangun dan Hutagaol, subsektor industri pengolahan terdiri dari industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit; industri kayu; industri kertas, percetakan, dan penerbitan; industri kimia, minyak bumi, batubara, dan plastik; industri bukan logam; industri logam dasar; industri logam, mesin, dan perlengkapan; dan industri barang lainnya.

Stanny (2009) menganalisis peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat yang menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003, diperoleh hasil sektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat. Dapat dilihat dari pembentukan Nilai Tambah Bruto, penyerapan tenaga kerja serta struktur permintaan antara dan permintaan akhir. Dari segi permintaan antara terlihat bahwa sektor industri pengolahan menghasilkan output terbesar yang digunakan oleh seluruh sektor-sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar Rp 140.570.936 juta atau 56,01 persen dari total permintaan antara terhadap keseluruhan output sektor perekonomian. Dari segi pemintaan akhir sektor industri pengolahan tetap menjadi sektor yang memiliki permintaan akhir yang tertinggi yaitu sebesar Rp 201.684.802 juta atau sekitar 57,98 persen dari total


(22)

permintaan akhir wilayah ini. Sebagian besar permintaan akhir ini diciptakan oleh ekspor baik ekspor domestik maupun ekspor ke luar negeri.

Berdasarkan hasil analisis keterkaitan sektor industri pengolahan maka dapat dilihat keterkaitan output langsung ke depan paling tinggi terhadap sektor bangunan/konstruksi yaitu sebesar 0,42961. Keterkaitan ke belakang secara langsung sektor industri pengolahan ternyata menduduki peringkat kedua setelah sektor bangunan/konstruksi diikuti tempat ke tiga oleh sektor listrik, gas, dan air bersih dan tempat ke empat diduduki oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Nilai keterkaitan ke empat sektor tersebut berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebesar 0,546770, 0,51857, 0,50524 dan 0,3696 untuk keterkaitan langsung ke belakang sedangkan untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor industri pengolahan menduduki peringkat kedua setelah sektor bangunan/konstruksi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Stanny antara lain : (1) penelitian ini berlokasi di Kota Bontang, sedangkan penelitian Stanny berlokasi di Provinsi Jawa barat; (2) subsektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Sedangkan pada penelitian Stanny, subsektor industri pengolahan terdiri dari industri pengilangan minyak bumi; industri makanan dan minuman; industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki; industri kayu, bambu, rotan dan furniture; industri kertas dan barang-barang dari


(23)

kertas, percetakan dan penerbitan; industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik; industri barang mineral bukan logam; industri logam dasar; industri barang jadi dari logam; industri pengolahan lainnya.

Secara umum kedua penelitian di atas menunjukkan bahwasektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Hal ini dapat dilihat melalui kontribusi yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor dan nilai tambah bruto. Selain itu juga memiliki keterkaitan yang cukup kuat terhadap sektor lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor hulu dan hilirnya.

Studi literatur yang telah dilakukan menunjukkan bahwa analisis input-output telah banyak digunakan sebagai alat untuk penelitian. Peneliti juga melihat bahwa penelitian tentang industri pengolahan di Kota Bontang berdasarkan Analisis Tabel Input-Output Tahun 2010 Kota Bontang belum pernah dilakukan.

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis : Model Input Output

Analisis input-output pertama kali dikembangkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930an, analisis menggunakan model input-output saat ini telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak hanya mendeskripsikan struktur industri suatu perekonomian, tetapi juga mencakup cara untuk memprediksikan perubahan–perubahan struktur tersebut. Model input-output didasarkan atas model keseimbangan umum (Priyarsono, et.al., 2007).

Tabel input-output adalah suatu sistem informasi statistik yang disusun dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi barang dan jasa antar


(24)

sektor-sektor ekonomi. Dengan tabel input-output ini dapat dilihat bahwa setiap sektor mempunyai keterkaitan/ketergantungan dengan sektor lain. Seberapa besar ketergantungan suatu sektor ditentukan oleh besarnya input yang digunakan dalam proses produksinya. Dengan kata lain, sasaran pengembangan suatu sektor tidak akan tercapai tanpa dukungan input yang memadai dari sektor lain. Oleh karena itu perencanaan suatu sektor harus juga memperhatikan prospek pengembangan sektor-sektor terkait secara terintegrasi (BPS, 2010).

Daryanto (2010) menyatakan bahwa konsep dasar Model Input-Output Leontief didasarkan atas: (1) struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual-beli, (2) output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya untuk memenuhi permintaan akhir rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal dan ekspor, (3) input suatu sektor dibeli dari sektor lainnya, dan rumah tangga dalam bentuk jasa dan tenaga kerja, pemerintah dalam bentuk pajak tidak langsung, penyusutan, surplus usaha dan impor, (4) hubungan input-output bersifat linear, (5) dalam suatu kurun waktu analisis, biasanya satu tahun, total input sama dengan total output, dan (6) suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan. Suatu sektor hanya menghasilkan suatu output, dan output tersebut dihasilkan oleh suatu teknologi.

Tabel input-output sebagai model kuantitatif memberikan gambaran menyeluruh tentang beberapa hal berikut ini (Priyarsono, et.al., 2007).

1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing–masing sektor.

2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.


(25)

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor yang berasal dari wilayah tersebut.

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik itu berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi.

Model input-output telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis input-output, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi.

2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.

4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

2.3.2 Asumsi-Asumsi dan Keuntungan dalam Model Input-Output

Dalam suatu model input-output yang bersifat terbuka statis, menurut Jensen dan West (1986) dalam Priyarsono, et.al. (2007) transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel input-output harus memenuhi tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu sebagai berikut :


(26)

1. Keseragaman (Homogenitas), yaitu asumsi bahwa output hanya dihasilkan secara tunggal, artinya setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis antaroutput dari sektor yang berbeda.

2. Kesebandingan (Proporsionalitas), yaitu asumsi bahwa hubungan antara output dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, yang berarti kenaikan atau penurunan terhadap penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.

3. Penjumlahan (Additivitas), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing sektor tersebut.

Daryanto, A. dan Hafizrianda, Y (2010) menyatakan penggunaan model input-output mendatangkan beberapa keuntungan bagi perencanaan pembangunan daerah, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antarsektor dan sumber dari ekspor dan impor.

2. Untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya.

3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta ataupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci.

4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.


(27)

2.3.3 Struktur Tabel Input-Output

Format dari tabel input-output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran ”n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Priyarsono et al., 2007).

Tabel 2.1 Kerangka Penyajian Tabel Input-Output Kuadran I

( n x n )

Kuadran II ( n x m ) Kuadran III

( p x n )

Kuadran IV ( p x m ) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Kuadran I (Intermediate Quadrant) setiap sel dalam kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antarsektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis input-output kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.

Kuadran II (Final Demand Quadrant) menunjukkan permintaan akhir

(final demand) dan impor, serta menggambarkan penyediaan barang dan jasa. Penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi digolongkan sebagai permintaan akhir. Permintaan akhir ini biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor.

Kuadran III (Primary Input Quadrant) memperlihatkan pembelian input yang dihasikan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto (nilai tambah bruto) yang dihasilkan oleh


(28)

wilayah tersebut.

Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) merupakan kuadran input primer permintaan akhir atau input primer yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.

Tabel 2.2 Format Tabel Input-Output Alokasi Output

Struktur Input

Permintaan Antara Permintaan akhir

Jumlah output Sektor Produksi

1 2 ... N

Input Antara Sektor Produksi 1 2 .. .. N x11 x21 .. ..

xn1

x12

x22

.. ..

xn2

... ... ... ... ...

x1n

x2n

.. .. xnn F1 F2 .. .. Fn X1 X2 .. .. Xn

Jumlah Input Primer V1 V2 ... Vn

Jumlah Input X1 X2 ... Xn

Sumber : BPS, 2010 dalam Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010

Isian sepanjang baris pada ilustrasi tabel input-output tersebut memperlihatkan bagaimana output dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor.

Apabila Tabel 2.1 di atas dilihat secara baris (bagian horisontal) maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut.


(29)

x11 + x12 + … x1n + F1 = X1 x21 + x22 + … x2n + F2 = X2

.... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... ....

xn1 + xn2 + … xnn + Fn = Xn (2.1)

atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai :

         (2.2) 

Dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai

input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah

jumlah output sektor i. Sebaliknya jika dibaca secara kolom, terutama di sektor produksi, angka-angka itu menunjukkan susunan input suatu sektor.

x11 + x21 + ... + xn1 + V1 = X1

x12 + x22 + ... + xn2 + V2 = X2 .... .... .... .... .... ....

.... .... .... .... .... ....

x1n + x2n + ... + xnn + Vn = Xn (2.3)

Jika dibaca menurut kolom, secara umum persamaannya adalah :

(2.4) dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j.

Dalam analisa input-output sistem persamaan-persamaan di atas memegang peranan penting sebagai dasar analisis ekonomi yang akan dibuat. Apabila aij = xij / Xj ( aij= koefisien input ) atau xij = aijXj maka persamaan (2.1)


(30)

a11x1 + a12x2 + ... + a1nx3 + F1 = X1 a21x1 + a22x2 + ... + a2nx3 + F2 = X2 .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... ....

an1x1 + an2x2 + .... + an3xn + Fn = Xn (2.5)

Dalam bentuk persamaan matriks, persamaan (2.5) akan menjadi

A . X + F = X

AX + F atau (I – A) X = F atau X = (I – A)-1F (2.6) Dari persamaan (2.6) terlihat bahwa output mempunyai hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I – A)-1 sebagai koefisien arahnya.

(I – A)-1 selanjutnya disebut sebagai matriks pengganda output dan menjadi dasar pengembangan model input-output.

2.3.4 Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke depan (forward linkage) menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Keterkaitan ke belakang (backward linkage), yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi.


(31)

suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya melalui mekanisme industri. Koefisien langsung akan menunjukkan keterkaitan langsung antarsektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara, sedangkan Matriks Kebalikan Leontief akan menunjukkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya. Matriks Kebalikan Leontief (α) disebut sebagai matriks koefisien keterkaitan karena matriks ini mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor perekonomian.

2.3.5 Analisis Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan analisis penyebaran yang dibagi menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik) Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. (Priyarsono, et al., 2007).

2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong) Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan/daya mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap


(32)

sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilirnya. (Priyarsono, et al., 2007).

2.3.6 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis pengganda digunakan untuk menghitung dampak yang ditimbulkan akibat peningkatan atau penurunan variabel suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya. Berdasarkan analisis pengganda input-output, pendorong perubahan ekonomi (pendapatan dan tenaga kerja) pada umumnya diasumsikan sebagai peningkatan penjualan sebesar satu-satuan mata uang kepada permintaan akhir suatu sektor. Analisis pengganda terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Pengganda Output

Pengganda output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief α menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan :

α = (I - A)-1 = [αij] (2.7)

Dengan demikian matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers ini [αij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan memengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.

b. Pengganda Pendapatan


(33)

perubahan output dalam perekonomian. Dalam tabel input-output, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pendapatan di sini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga tetapi juga dividen dan bunga bank.

c. Pengganda Tenaga Kerja

Pengganda tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Pengganda tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam tabel input-output seperti pada multiplier output dan pendapatan, karena dalam tabel input-output tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Pengganda tenaga kerja dapat diperoleh dengan menambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing- masing sektor dalam perekonomian suatu negara atau wilayah. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja. Penambahan baris dilakukan untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja. Cara untuk memperoleh koefisien tenaga kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor tersebut dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut.

d. Pengganda Tipe I dan Tipe II

Pengganda tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek pengganda output,


(34)

pendapatan, dan tenaga kerja terdiri dari beberapa tahap yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Efek Awal (Initial Impact)

Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga, sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja.

2) Efek Putaran Pertama (First Round Effect)

Efek ini menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari sisi output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan menunjukkan adanya efek putaran pertama dari sisi output. Sementara efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output.

3) Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect)

Dari sisi output, efek ini menunjukkan peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output.


(35)

4) Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect)

Efek ini dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.

5) Efek Lanjutan (Flow-on Effect)

Efek lanjutan merupakan efek yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau suatu wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.

2.4 Kerangka Pemikiran Operasional

Pembangunan ekonomi nasional pada dasarnya berusaha mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur dengan keadaan Indonesia yang memiliki banyak sumber daya alam dan manusia. Strategi pembangunan ekonomi yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi menganggap bahwa kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan dengan cepat melalui peningkatan satu atau beberapa sektor ekonomi. Kebijakan dalam pembangunan sektor perekonomian termasuk sektor industri pengolahan merupakan upaya pemerintah Indonesia dalam mewujudkan perekonomian yang lebih baik.

Kota Bontang sebagai salah satu kota industri nasional yang memiliki potensi yang sangat besar khususnya pada sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan dapat dijadikan sektor unggulan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah Kota Bontang mengingat dalam kondisi


(36)

sekarang, sektor industri pengolahan lebih banyak menyediakan lapangan pekerjaan. Selain itu, sektor ini juga dianggap sebagai sektor yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat pada tingkat yang layak dari sebelumnya.

Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini menekankan pada kajian bagaimana peran sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Kota Bontang. Dalam menganalisis peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Kota Bontang digunakan analisis tabel input-output dengan keterbatasan analisis yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan teridentifikasinya peranan sektor industri pengolahan melalui proses baik dalam hal keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi lainnya, dampak penyebaran, maupun efek pengganda, maka diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas bagi pemerintah Kota Bontang khususnya mengenai perkembangan sektor yang menjadi prioritas dalam mengatasi berbagai masalah yang berkaitan di dalamnya. Pada akhirnya dapat dijadikan acuan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah Kota Bontang sendiri ke depan sehingga permasalahan seperti pengangguran dan kemiskinan dapat dikurangi.

Keterangan : = bagian yang dianalisis

Gambar. 2.1 Rencana Metode Input-Output

Analisis Input-Output

Analisis

Multiplier

Analisis Keterkaitan

Multiplier

Output

Multiplier

Pendapatan

Analisis Dampak

Penyebaran 

Keterkaitan Ke Depan

Keterkaitan Ke Belakang

Koefisien Penyebaran

Kepekaan Penyebaran


(37)

2.5 Tahap-Tahap Analisis

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data pada Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010. Data yang dianalisis dari tabel input-output tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen. Tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen menunjukkan hubungan langsung antar sektor penghasil produksi dalam negeri dengan sektor pemakainya, tanpa dipengaruhi lagi oleh komponen impor dan margin perdagangan dan biaya pengangkutan, oleh karena itu koefisien teknis yang diturunkan dari jenis tabel ini lebih memiliki keunggulan analisis karena setiap kenaikan permintaan dapat diukur langsung pengaruhnya terhadap kenaikan produksi dalam negeri. Sektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari sepuluh subsektor yaitu mencakup subsektor industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya.

Adapun tahapan-tahapan analisis dalam penelitian ini secara garis besar antara lain :

1. Mengagregasikan sektor-sektor pada tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Dalam Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor kemudian sektor-sektor tersebut diagregasi menjadi delapan belas sektor dan sembilan sektor. Agregasi delapan belas sektor ini dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan subsektor industri pengolahan (subsektor


(38)

industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya) satu sama lain. Sementara itu, agregasi sembilan sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan sektor industri pengolahan secara keseluruhan terhadap sektor-sektor lainnya.

2. Mengelompokkan sektor-sektor yang diagregasi ke dalam tabel di Microsoft Excel dan memberi nama atau kode sesuai dengan yang tercantum dalam Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010.

3. Melakukan proses input data dari tabel di Microsoft Excel pada software IOAP 1.0.1 (Input Output Analysis for Practitioners) untuk kemudian data tersebut diolah oleh software tersebut.

4. Setelah data selesai diolah selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil olahan data tersebut.


(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan menjadi delapan belas sektor dan sembilan sektor. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber dan instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Pusat, Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, Badan Pusat Statistik Kota Bontang, Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, dan berbagai sumber data pendukung lainnya seperti media cetak maupun elektronik.

3.2 Metode Analisis

3.2.1 Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu perekonomian. Keterkaitan ini terdiri dari, keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang.

1. Keterkaitan Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total (Priyarsono, et al., 2007).

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut.

 


(40)

= keterkaitan langsung ke depan sektor i

= unsur matriks koefisien teknis

n = jumlah sektor

2. Keterkaitan Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total (Priyarsono, et al., 2007).

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

         (3.2) 

= keterkaitan langsung ke belakang sektor j

= unsur matriks koefisien teknis

n = jumlah sektor

3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Priyarsono, et al., 2007).

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :


(41)

= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i

= unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka

n = jumlah sektor

4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Priyarsono, et al., 2007).

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

      (3.4) 

= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor j

= unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka

n = jumlah sektor

3.2.2 Analisis Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan analisis penyebaran yang dibagi menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.


(42)

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik) Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor–sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu dan sebaliknya jika nilai

Pdj lebih kecil dari satu (Priyarsono, et al., 2007). Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien ini adalah.

       (3.5)

= koefisien penyebaran sektor j

= unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka

2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong) Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan/daya mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini, sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdi lebih besar dari

satu dan sebaliknya jika nilai Sdi lebih kecil dari satu (Priyarsono, et al., 2007).

Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien ini adalah.


(43)

= kepekaan penyebaran sektor i

= unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka

3.2.3 Analisis Pengganda (Multiplier)

Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik pada model terbuka (αij)

maupun pada model tertutup (α*ij) nilai-nilai pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat diperoleh melalui rumus-rumus pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja

Nilai Pengganda

Output Pendapatan Tenaga Kerja

Efek Awal 1 Hi ei

Efek Putaran Pertama Σiaij Σiaij hi Σiaij ei

Efek Dukungan Industri Σiαij - 1 - Σiaij Σiαij hi - hj - Σiaij hi Σiαij eij - ej - Σiaij ei Efek Induksi Konsumsi Σiα*ij - Σiαij Σiα*ij hi – Σiαijhi Σiα*ijei - Σiαijei

Efek Total Σiα*ij Σiα*ijhi Σiα*ijei

Efek Lanjutan Σiα*ij – 1 Σiα*ijhi – hi Σiα*ijei – ei Sumber : Priyarsono,et al., 2007.

Dimana :

aij = Koefisien Output

hi = Koefisien Pendapatan Rumah Tangga

ei = Koefisien Tenaga kerja

αij = Matriks Kebalikan Leontief Model Terbuka


(44)

Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai berikut:

 

3.3 Analisis Penetapan Sektor Prioritas

Analisis penetapan prioritas digunakan untuk membantu pemerintah dalam menentukan strategi pengembangan sektor perekonomian. Menurut Daryanto (2010) terdapat beberapa kriteria untuk mendeteksi suatu sektor dapat dikatakan sebagai sektor andalan dalam pembangunan daerah antara lain adalah apabila mempunyai kaitan ke belakang dan ke depan yang relatif tinggi, menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga dapat mempertahankan final demand dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif tinggi. Oleh karena itu, diperlukan penentuan sektor atau subsektor prioritas yang dapat ditentukan melalui beberapa cara, antara lain berdasarkan perankingan keterkaitan ke depan dan ke belakang, nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran, dan kombinasi ranking nilai pengganda standar (output dan pendapatan).

Perankingan berdasarkan keterkaitan dilakukan dengan menjumlah nilai keterkaitan langsung dan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang kemudian diurutkan peringkat berdasarkan nilai terbesar. Selanjutnya menentukan peringkat indeks kaitan hasil kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran. Analisis penentuan sektor berdasarkan kepekaan penyebaran dan


(45)

koefisien penyebaran dapat ditentukan dengan melihat tinggi rendahnya keterkaitan pada peringkat yang dimiliki (Simatupang, 1990). Adapun kriteria penentuan peringkat prioritas berdasarkan kepekaan dan koefisien penyebaran dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.2 Kriteria Penentuan Peringkat Prioritas Sektor Berdasarkan Nilai Dampak Penyebaran

Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran Prirotas

Tinggi Tinggi I

Tinggi Rendah II

Rendah Tinggi III

Rendah Rendah IV

Sumber : Simatupang, 1990 Keterangan :

Tinggi = nilai koefisien atau kepekaan penyebaran lebih dari satu Rendah = nilai koefisien atau kepekaan penyebaran kurang dari satu

Penentuan ranking berdasarkan analisis nilai pengganda standar dilakukan dengan menjumlahkan masing-masing nilai pengganda pada setiap sektor. Pada penelitian ini tidak melihat pengganda tenaga kerja maka penjumlahan hanya dilakukan pada nilai pengganda output (tipe I dan tipe II) dan nilai pengganda pendapatan (tipe I dan tipe II) kemudian diurutkan peringkat berdasarkan nilai terbesar.

Berdasarkan hasil ranking dari ketiga kategori di atas, maka untuk menentukan sektor prioritas dilakukan kombinasi peringkat setiap kategori sehingga didapat perankingan yang baru yang merupakan urutan prioritas.


(46)

Peringkat untuk prioritas pertama ditentukan berdasarkan jumlah nilai terendah dan selanjutnyadiikuti oleh nilai tertinggi.

3.4 Konsep dan Definisi Operasional Data

Konsep dan definisi menjelaskan konsep serta definisi dari industri pengolahan, output, transaksi antara, permintaan akhir (pengeluaran rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pemebentukan modal tetap, perubahan stok, ekspor, dan impor) dan input primer (upah, gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto) yang sesuai dengan tabel input-output (Daryanto, A. dan Hafizrianda, Y., 2010)

1. Industri Pengolahan

Industri pengolahan ialah semua kegiatan mengubah suatu barang yang bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. Proses pengubahan dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi maupun dengan menggunakan alat-alat sederhana dan mesin-mesin. Kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan termasuk ke dalam kegiatan ini. Dalam penelitian ini industri pengolahan mencakup subsektor industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya.

2. Output

Output adalah output domestik, yaitu nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (domestik), tanpa memerhatikan asal usul pelaku produksi barang dan jasa tersebut. Pelaku


(47)

produksi dapat berupa perusahaan dan perorangan baik dari dalam negeri maupun asing. Unit usaha yang produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak dibidang jasa, outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain.

3. Input Antara

Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor. Barang yang tidak tahan lama dapat diartikan sebagai bahan yang habis dalam sekali pakai, seperti bahan, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya, sedangkan balas jasa untuk pegawai (upah dan gaji) dimasukkan ke dalam input primer. Penilaian dari barang dan jasa yang digunakan berdasarkan transaksi dasar harga pembeli, yaitu harga yang dibayarkan pada saat menggunakan barang dan jasa tersebut.

4. Input Primer

Input primer atau lebih dikenal dengan nilai tambah merupakan balas jasa yang diciptakan atau diberikan kepada faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Balas jasa tersebut mencakup upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung.

Upah dan gaji merupakan balas jasa yang diberikan kepada buruh atau karyawan, baik dalam bentuk uang, maupun barang, termasuk dalam upah dan gaji, semua tunjangan (perumahan, kendaraan, kesehatan) dan bonus, uang


(48)

lembur yang diberikan perusahaan kepada pekerjanya. Semua pendapatan pekerja tersebut dalam bentuk bruto sebelum dipotong pajak penghasilan.

Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswataan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha ini mencakup sewa properti (tanah, hak cipta/paten), bunga yang dibayar dan keuntungan perusahaan. Keuntungan perusahaan dalam bentuk bruto yaitu sebelum dibagikan kepada pemilik saham berupa dividen dan sebelum dipotong pajak perseroan.

Penyusutan adalah nilai penyisihan keuntungan perusahaan untuk akumulasi pengganti barang modal yang dipakai. Sedangkan, pajak tak langsung adalah pajak yang dikenakan pemerintah untuk setiap transaksi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan seperti pajak pertambahan nilai (PPN).

5. Permintaan Antara

Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi.

6. Permintaan Akhir

Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor.

a. Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi penjualan


(49)

netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup konsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka konsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor.

b. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah. c. Pembentukan Modal Tetap

Meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun luar negeri termasuk barang modal bekas dari luar daerah.

d. Perubahan Stok

Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi : (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual.


(50)

Pada tabel input-output regional, yang dimaksud dengan ekspor dan impor barang dan jasa adalah meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara/daerah dengan penduduk negara atau daerah lain. Transaksi tersebut terdiri dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor mencakup juga pembelian langsung di suatu daerah oleh penduduk negara atau daerah lain, sebaliknya pembelian langsung di luar negeri atau luar daerah oleh penduduk suatu daerah dikategorikan sebagai transaksi impor.

7 Margin Perdagangan dan Biaya Transport

Margin perdagangan dan biaya transport adalah selisih antara nilai transaksi pada tingkat harga konsumen atau pembeli dengan tingkat harga produsen. Oleh karena itu selisih nilai transaksi tersebut mencakup :

(i) Keuntungan pedagang, baik pedagang besar maupun pedagang eceran. (ii) Biaya transport yang timbul dalam menyalurkan barang dari produsen

sampai ke tangan pembeli akhir.  


(51)

IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang


(1)

 

Lanjutan Matriks Koefisien Teknis Klasifikasi 18 Sektor (diolah)

SEKTOR 15 16 17 18 TOTAL F1 F2 F3 F4 F5 F6 TOTAL

1 0,00099 0,00162 0,00000 0,00035 0,00012 0,15435 0,00000 0,00000 0,00178 0,00005 0,00000 0,00030 2 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00092 0,00000 0,00000 0,00000 0,00090 0,00000 0,00000 0,00047 3 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 4 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,91994 0,86385 0,00000 0,41047 5 0,00005 0,00003 0,00002 0,00001 0,00000 0,00053 0,00000 0,00000 0,00004 0,00000 0,00000 0,00001 6 0,00000 0,00001 0,00000 0,00001 0,00000 0,00302 0,00036 0,00000 0,00001 0,00000 0,00000 0,00001 7 0,00001 0,00000 0,00000 0,00000 0,00004 0,00182 0,00007 0,00043 0,00009 0,00000 0,00000 0,00003 8 0,00009 0,00005 0,00005 0,00001 0,00000 0,00075 0,00039 0,00000 0,00008 0,00000 0,00000 0,00000 9 0,00217 0,01757 0,00162 0,00269 0,00309 0,17266 0,03338 0,19146 0,07711 0,13086 0,00000 0,06708 10 0,00000 0,00000 0,00002 0,00000 0,00002 0,00001 0,00004 0,00036 0,00002 0,00000 0,00000 0,00002 11 0,00003 0,00028 0,00004 0,00004 0,00002 0,00114 0,00013 0,00423 0,00002 0,00000 0,00000 0,00009 12 0,00001 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00014 0,00003 0,00001 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 13 0,00913 0,00718 0,00891 0,00039 0,00060 0,05584 0,02661 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00045 14 0,00402 0,01043 0,05746 0,00030 0,00141 0,01199 0,00806 0,78026 0,00000 0,00000 0,00000 0,01438 15 0,11000 0,02926 0,00513 0,00410 0,00386 0,12453 0,00397 0,02325 0,00000 0,00524 0,09233 0,00499 16 0,01366 0,03866 0,00577 0,00045 0,00149 0,21871 0,04217 0,00000 0,00000 0,00000 0,74094 0,00118 17 0,05307 0,00882 0,01298 0,00101 0,00182 0,21562 0,04119 0,00000 0,00000 0,00000 0,03740 0,00133 18 0,00261 0,00162 0,00428 0,00010 0,00020 0,03416 0,84761 0,00000 0,00000 0,00000 0,12933 0,00262 TOTAL 0,96850 0,11553 0,09628 0,00945 0,01361 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 0,50342 P1 0,18930 0,25362 0,12571 0,01502 0,46456 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,23387 P2 0,18769 0,17486 0,20089 0,83715 0,05880 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,02960 P3 0,34275 0,32965 0,45310 0,02953 0,37943 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,19101 P4 0,11406 0,11342 0,08915 0,10844 0,08093 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,04074 P5 0,06935 0,01291 0,02886 0,00041 0,00269 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00135 P6 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 TOTAL 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000


(2)

104

 

Lampiran 5. Matriks Koefisien Klasifikasi 9 Sektor (diolah)

Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 TOTAL F1 F2 F3 F4 F5 F6 TOTAL

1 0,00901 0,00000 0,00011 0,00000 0,00000 0,00099 0,00162 0,00000 0,00035 0,00012 0,00000 0,00000 0,00000 0,00178 0,00005 0,00000 0,00030 2 0,00000 0,00045 0,00005 0,00000 0,03075 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00092 -0,00001 0,00000 0,00000 0,00090 0,00000 0,00000 0,00047 3 0,02785 0,01680 0,00279 0,04779 0,01288 0,00236 0,01793 0,00174 0,00275 0,00318 0,18483 0,03440 0,19649 0,99732 0,99471 0,00000 0,47771 4 0,00131 0,00001 0,00034 0,10705 0,00188 0,00913 0,00718 0,00891 0,00039 0,00060 0,05583 0,02261 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00045 5 0,00071 0,02940 0,00117 0,02823 0,00090 0,00402 0,01043 0,05746 0,00030 0,00141 0,01197 0,00806 0,78026 0,00000 0,00000 0,00000 0,01438 6 0,05366 0,01573 0,00066 0,04697 0,10264 0,01100 0,02926 0,00513 0,00410 0,00386 0,12453 0,00397 0,02325 0,00000 0,00524 0,09233 0,00499 7 0,00284 0,00771 0,00106 0,01774 0,00781 0,01366 0,03867 0,00577 0,00045 0,00149 0,21870 0,04217 0,00000 0,00000 0,00000 0,74094 0,00118 8 0,00203 0,00628 0,00106 0,00502 0,00761 0,05307 0,00882 0,01298 0,00101 0,00182 0,21567 0,04119 0,00000 0,00000 0,00000 0,03740 0,00133 9 0,00056 0,00144 0,00010 0,00834 0,00187 0,00261 0,00162 0,00427 0,00010 0,00020 0,03417 0,84761 0,00000 0,00000 0,00000 0,12933 0,00262 TOTAL 0,09797 0,07782 0,00734 0,25513 0,16634 0,09685 0,11554 0,09628 0,00945 0,01361 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 0,50342 P1 0,15678 0,14475 0,47397 0,34837 0,39833 0,18930 0,25361 0,12576 0,01502 0,46456 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,23387 P2 0,16196 0,21237 0,00483 0,14484 0,18873 0,18769 0,17486 0,20088 0,83714 0,05880 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,02960 P3 0,55555 0,48002 0,38768 0,11884 0,20936 0,34274 0,32966 0,45908 0,02953 0,37943 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,19101 P4 0,02190 0,04994 0,08169 0,12877 0,03632 0,11406 0,11342 0,08914 0,10844 0,08093 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,04074 P5 0,00584 0,03510 0,00192 0,00405 0,00093 0,06935 0,01291 0,02886 0,00041 0,00269 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00135 P6 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 TOTAL 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000


(3)

 

Lampiran 6. Matriks Balikan Leontief Klasifikasi 18 sektor (diolah)

sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Total

1 1,00923 0,00005 0,00000 0,00000 0,09978 0,00350 0,00006 0,00021 0,00078 0,00013 0,00019 0,00011 0,00013 0,00013 0,00104 0,00175 0,00003 0,00036 1,11747 2 0,00004 1,10014 0,00000 0,00008 0,00019 0,00015 0,00009 0,00035 0,00010 0,02878 0,00111 0,00990 0,00101 0,03089 0,00024 0,00037 0,00181 0,00001 1,07649 3 0,00000 0,00000 1,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000 4 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000 5 0,00057 0,00000 0,00000 0,00000 1,00006 0,00001 0,00000 0,00001 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00001 0,00006 0,00003 0,00002 0,00001 1,00079 6 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00165 0,00000 0,00000 0,00001 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00001 0,00000 0,00001 1,00169 7 0,00070 0,00004 0,00000 0,00000 0,00002 0,00001 1,00065 0,00002 0,00003 0,00002 0,00010 0,00000 0,00004 0,00123 0,00002 0,00002 0,00007 0,00000 1,00235 8 0,00001 0,00001 0,00000 0,00000 0,00001 0,00001 0,00000 1,00317 0,00001 0,00001 0,00001 0,00001 0,00002 0,00006 0,00010 0,00005 0,00005 0,00001 1,00355 9 0,02882 0,01762 0,00000 0,00072 0,00423 0,02287 0,00472 0,07265 1,01595 0,04657 0,07992 0,01276 0,05488 0,01225 0,00326 0,01931 0,00302 0,00280 1,39976 10 0,00000 0,00002 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00001 0,00000 1,00065 0,00002 0,00000 0,00002 0,00063 0,00001 0,00001 0,00006 0,00000 1,00143 11 0,00002 0,00004 0,00000 0,00001 0,00001 0,00001 0,00001 0,00002 0,00005 0,00001 1,00118 0,00002 0,00035 0,00012 0,00004 0,00030 0,00005 0,00004 1,00229 12 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000 0,00001 0,00000 0,00001 0,00000 0,00000 0,00000 1,00003 13 0,00218 0,00045 0,00000 0,00022 0,00864 0,00895 0,02628 0,00520 0,00161 0,00142 0,00916 0,04493 1,12084 0,00347 0,01106 0,00888 0,01044 0,00050 1,27705 14 0,00135 0,03010 0,00000 0,00136 0,00611 0,00485 0,00284 0,01118 0,00069 0,01377 0,03384 0,00281 0,03265 1,00325 0,00770 0,01193 0,05882 0,00041 1,22367 15 0,05527 0,01943 0,00000 0,00054 0,10841 0,12844 0,04033 0,12037 0,00278 0,08270 0,02296 0,07249 0,05732 0,10530 1,01327 0,03270 0,01214 0,00427 1,87875 16 0,00397 0,00869 0,00000 0,00056 0,00634 0,00989 0,01123 0,01872 0,00476 0,00525 0,02750 0,01203 0,01510 0,01010 0,01495 1,04106 0,00690 0,00056 1,19761 17 0,00526 0,00781 0,00000 0,00053 0,03266 0,01138 0,00621 0,01456 0,00499 0,00572 0,01234 0,01432 0,00945 0,01377 0,05475 0,01130 1,01441 0,00128 1,22073 18 0,00077 0,00161 0,00000 0,00004 0,00058 0,00050 0,00070 0,00051 0,00063 0,00046 0,00133 0,01048 0,00966 0,00231 0,00302 0,00193 0,00458 1,00012 1,03922 Total 1,10697 1,08725 1,00000 1,00406 1,26704 1,19233 1,09315 1,24697 1,03241 1,19831 1,18765 1,17985 1,30149 1,18351 1,10953 1,12966 1,11241 1,01038 20,44286


(4)

106

 

Lampiran 7. Matriks Balikan Leontief Klasifikasi 9 Sektor (diolah)

SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 TOTAL

1 1,00915 0,00004 0,00011 0,00009 0,00012 0,00104 0,00174 0,00003 0,00036 1,01267 2 0,00004 1,00137 0,00009 0,00101 0,03087 0,00024 0,00037 0,00181 0,00001 1,03581 3 0,02852 0,01750 1,00287 0,05546 0,01410 0,00344 0,01945 0,00323 0,00282 1,14652 4 0,00214 0,00043 0,00041 1,12078 0,00341 0,01105 0,00886 0,01043 0,00050 1,15801 5 0,00137 0,03011 0,00127 0,03268 1,00324 0,00770 0,11930 0,05881 0,00041 1,14753 6 0,05516 0,01939 0,00087 0,05721 0,10517 1,01325 0,03264 0,01212 0,00426 1,30006 7 0,00386 0,00862 0,00114 0,01489 0,01003 0,01494 1,04099 0,00689 0,00055 1,10192 8 0,00513 0,00774 0,00114 0,00923 0,01371 0,05474 0,01123 1,01439 0,00127 1,11859 9 0,00076 0,00161 0,00012 0,00963 0,00230 0,00301 0,00192 0,00458 1,00012 1,02404 TOTAL 1,10614 1,08681 1,00802 1,30011 1,18296 1,10940 1,12912 1,11229 1,01030 10,04514


(5)

Kota Bontang : Analisis Input-Output (Dibimbing oleh D.S PRIYARSONO). Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita. Dalam prosesnya pembangunan ekonomi memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Dengan demikian diperlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang salah satunya dapat dilakukan melalui proses industrialisasi.

Industrialisasi merupakan suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Proses tersebut meliputi interaksi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi. Perubahan sektor industri yang pesat beberapa tahun terakhir telah menggeser peranan sektor pertanian dalam struktur perekonomian nasional maupun regional. Kontribusi sektor ini memberikan nilai tambah terbesar di antara sembilan sektor ekonomi lainnya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Hingga tahun 1993 sektor industri mampu menyerap lebih dari 8,5 juta orang tenaga kerja, perkembangan tersebut sejalan dengan meningkatnya permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik domestik maupun internasional.

Kota Bontang merupakan salah satu kota industri nasional dengan dua perusahaan penggerak perekonomian yaitu PT Badak NGL dan PT Pupuk Kaltim Tbk. Kontribusi ekonomi dari kedua perusahaan tersebut sangat mendominasi perkembangan ekonomi di Kota Bontang. Dalam lima tahun terakhir dominasi sumbangannya rata-rata pertahun mencapai 88,01 persen dari total PDRB Kota Bontang.

Penelitian ini bertujuan menganalisis peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Kota Bontang. Kemudian menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bontang, baik bagi penyedia input maupun sektor-sektor yang menggunakan output dari sektor industri pengolahan di Kota Bontang. Menganalisis koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran sektor industri pengolahan di Kota Bontang, serta menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan berdasarkan efek pengganda (multiplier) terhadap output dan pendapatan di Kota Bontang. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pada Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasi menjadi 18 dan 9 sektor.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sektor industri pengolahan memiliki peranan yang besar dalam perekonomian. Dilihat dari kontribusi untuk struktur permintaan, sektor industri pengolahan memiliki nilai kontribusi terbesar dengan nilai sebesar 94,8917 persen dari total permintaan Kota Bontang. Nilai permintaan akhir sektor industri pengolahan lebih tinggi dari nilai permintaan antaranya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menggunakan output industri pengolahan untuk konsumsi langsung (masyarakat, pemerintah, dan ekspor) dibandingkan untuk keperluan produksi bagi perekonomian yang lain


(6)

di Kota Bontang. Kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga menempati uratan ketiga terbesar yaitu sekitar 18,48 persen dari total konsumsi rumah tangga. Sementara itu, untuk konsumsi pemerintah sektor industri pengolahan menempati urutan keempat terbesar yaitu dengan nilai alokasi sebesar Rp 20.099 juta atau 3,39 persen dari total konsumsi pemerintah. Jika dilihat jumlah investasi sektor industri pengolahan berada diurutan kedua terbesar yaitu sebesar Rp 38,41 persen dan memberikan kontribusi terbesar terhadap jumlah surplus perdagangan (net ekspor) Kota Bontang dengan nilai Rp 48,259 triliun. Dalam pembentukan nilai tambah bruto Kota Bontang, sektor industri pengolahan merupakan kontributor terbesar yaitu 94,32 persen dari total nilai tambah bruto.

Dari hasil analisis keterkaitan dalam sektor industri pengolahan secara keseluruhan memiliki keterkaitan (langsung dan langsung dan tidak langsung) yang relatif rendah, berarti sektor ini memiliki keterkaitan yang kurang kuat terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran, secara keseluruhan nilai koefisien penyebaran sektor industri pengolahan lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kepekaan penyebarannya, ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan lebih mampu untuk menarik pertumbuhan output industri hulunya dibandingkan dengan mendorong pertumbuhan industri hilirnya.

Berdasarkan hasil analisis Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 secara keseluruhan, untuk meningkatkan perekonomian di Kota Bontang hendaknya Pemerintah Kota Bontang memberikan perhatian yang penuh terhadap sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian yaitu sektor industri pengolahan. Tetapi diperlukan strategis pengembangan subsektor prioritas untuk meningkatkan keterkaitan dan hubungan sektor industri pengolahan itu sendiri dengan sektor-sektor lainnya dalam perokonomian Kota Bontang sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor perekonomian lainnya serta meningkatkan perekonomian Kota Bontang secara keseluruhan dan berkelanjutan.