Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

37

5.2.5 Rata – Rata Produksi Padi Responden

Dari data luas lahan di atas dimana luas lahan mayoritas sebesar 1000-4999 m2 mempengaruhi produksi padi yang pada penelitian ini dilihat rata-rata produksi padi setiap musim tanam yang disajikan pada Tabel 17. Bisa dilihat bahwa rata-rata produksi padi setiap musim tanam periode 2011 terbanyak yaitu kurang dari 2000 kg sebesar 80 persen. Produksi terbesar kedua yaitu antara 6000- 7999 kg per musim tanam sebesar 10 persen. Data lebih rinci untuk produksi padi di bawah 2000 kg adalah antara 100 – 999 kg sebanyak 33 orang atau sebesar 55 persen, sedangkan produksi antara 1000 – 1999 adalah sebanyak 15 orang atau sebesar 25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa produksi padi setiap musim tanam masih rendah yang didukung dengan luas lahan yang juga masih rendah. Oleh karena itu diperlukan teknik produksi, bibit, pupuk, tenaga kerja yang lebih bagus dan terampil tentunya dengan bantuan berbagai kebijakan dari pemerintah. Adapun secara rinci penggolongan rata-rata produksi padi musim tanam tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9. Penggolongan Rata – Rata Produksi Padi Musim Tanam Tahun 2011. No. Produksi kg Jumlah orang Persentase 1. 2000 48 80 2. 2000 – 3999 1 1,67 3. 4000 – 5999 1 1,67 4. 6000 – 7999 6 10 5. 8000 – 9999 1 1.67 6. 10000 – 11999 7. 12000 – 13999 2 3,32 8. 14000 – 15999 1 1,67 Total 60 100 Sumber : Data Primer, 2012

5.2.6 Pengeluaran Input Produksi Padi Responden

Pengeluaran petani untuk biaya-biaya produksi semakin meningkat dengan adanya peningkatan harga serta peningkatan kebutuhan pada input-input produksinya seperti pupuk, bibit, obat-obatan, serta tenaga kerja. Berikut ini adalah gambar tentang pengeluran petani pada masing-masing input produksi. 38 Gambar 5.1. Rincian Pengeluaran Input Produksi per Musim Tanam Responden Berdasarkan Gambar 6 diatas terlihat bahwa pengeluaran input produksi terdiri dari bibit, pupuk, tenaga kerja, sewa alat pertanian, pengairan, pemeliharaan alatsarana, dan biaya pengangkutan. Dari tujuh input produksi tersebut dapat dilihat bahwa pengeluaran input paling besar yaitu biaya untuk upah tenaga kerja sebesar 39 persen. Biaya tenaga kerja menjadi pengeluaran petani yang terbesar karena sistem bagi hasil upah tenaga kerja dengan pemilik lahan adalah 1:5. Tenaga kerja mendapatkan bagian satu dari seluruh produksi,sedangkan pemilik lahan mendapatkan bagian lima dari seluruh produksi padi. Pengeluaran bagi hasil ini belum termasuk biaya tenaga kerja setiap harinya yang mencapai 20000-30000 untuk setiap hari pada tahap-tahap produksi tertentu seperti pada saat tahap penyiapan lahan, penanaman, dan panen yang membutuhkan lebih banyak tenaga kerja.Selain itu banyaknya masyarakat Desa Hambaro yang lebih memilih bekerja di luar pertanian membuat harga upah tinggi. Adapun besaran upah untuk buruh tani perempuan sebesar Rp 20000hari dan untuk laki-laki sebesar Rp 30000hari. Biaya terbesar kedua adalah pupuk yaitu sebesar 26 persen kemudian diikuti oleh biaya sewa alat pertanian sebanyak 14 persen dan biaya untuk bibit sebesar 8 persen. Pupuk menjadi biaya terbesar kedua dikarenakan petani di Desa Hambaro masih mengunakan pupuk kimia .Pupuk kimia yang masih digunakan oleh petani antara lain Urea, TSPSP-36, dan NPK. Masih terbiasanya petani menggunakan pupuk kimia membuat petani sulit untuk beralih menggunakan 8 26 39 14 3 5 5 Rincian Pengeluaran Input Per Musim Tanam Rpm 2 Bibit Pupuk Tenaga Kerja Sewa Alat Pertanian Biaya Pengairan Pemeliharaan SaranaAlat 39 pupuk organik yang sebenarnya salah satu alternatif agar biaya produksi untuk pupuk menjadi berkurang. Adanya anjuran pemerintah mengenai penggunaan pupuk yang baik seperti Urea sebanyak 200 kg, TSPSP-36 sebanyak 100 kg, dan KCL sebanyak 100 kg pun menjadi salah satu alasan mengapa petani masih menggunakan pupuk kimia. Alasan lainnya adalah masih banyaknya petani yang belum mengetahui bagaimana pembuatan pupuk organik dan mereka masih beranggapan membuat pupuk organik akan memakan banyak tenaga kerja sehingga kan meningkatkan biaya tenaga kerja. Biaya terbesar ketiga adalah sewa alat pertanian. Kebanyakan petani di Desa Hambaro tidak memiliki alat pertanian untuk membajak sawahnya sehingga sebagian besar responden yang merupakan petani kecil masih membutuhkan kerbau dan traktor. Sewa untuk kerbau dan traktor terbilang cukup mahal, untuk sewa kerbau perharinya antara 50000 – 60000 rupiah, sedangkan untuk sewa traktor sebesar Rp 500000 untuk satu musim tanam. Lamanya pembajakan sawah oleh traktor dan kerbau sangat jauh berbeda untuk kerbau biasanya bisa sampai 5 hari atau lebih sesuai dengan luas lahannya sedangkan untuk traktor biasanya hanya membutuhkan waktu 1 – 2 hari saja. Biaya untuk bibit yang merupakan biaya terbesar keempat merupakan salah satu input penting dalam produksi padi, karena kualitas bibit akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi padi. Benih yang banyak digunakan oleh responden adalah bibit jenis Ciherang yang harganya sekitar Rp 7500kg. Namun ada jenis bibit lain yang digunakan oleh responden yaitu Inpari 16 dengan harga sekitar Rp 6500kg. Menurut responden saat ini bibit padi sudah tidak di subdisi kembali karena pada tahun 2010 pernah ada subsidi bibit yaitu bibit Inpari 10 dengan harga sekitar Rp 1000kg namun bibit tersebut terbilang bibit yang berkualitas buruk karena hasil panen padinya mengalami pengurangan kuantitas karena kebanyakan padinya hampa atau kosong. Oleh karena itu petani beralih kepada bibit Ciherang karena kualitas yang cukup baik, walaupun biaya produksi pun akan meningkat. Pengeluaran lain setelah bibit adalah pengairan, pemeliharaan saranaalat pertanian, dan biaya pengangkutan yang masing masing sebesar tiga persen, lima persen, serta lima persen. Pengeluaran-pengeluaran tersebut penting dalam