Semakin rendah titik didih, semakin cepat minyak menguap. Pour point yaitu suhu terendah dimana minyak tidak mengapung. Jika minyak tumpah pada daerah
beriklim dingin dimana suhunya lebih rendah dari pour point, maka minyak akan tenggelam ke perairan. Flashpoint adalah suhu terendah dimana minyak menjadi
mudah terbakar, sedangkan kandungan aspal menentukan formasi dan stabilitas minyak ketika bercampur dengan air. Minyak dengan kandungan aspal yang
rendah memiliki stabilitas yang rendah. API, 1999. Karakteristik berbagai minyak mentah tersaji pada Tabel 3 dan karakteristik beberapa produk minyak
tersaji pada Tabel 4.
Tabel 3 Karakteristik minyak mentah API, 1999
Karakteristik Nilai
Densitas specific gravity, 1515 °C
800 sd 980 kgm
3
Titik didih boiling point °C
30 sd 125 Viskositas 40
°C 3 sd 100 15
– 20.000 Pour point
°C -30 sd +25
Flashpoint Abel °C
-18 sd 190 Sulphur wt.
0,08 sd 5 Wax wt.
Mencapai 15 Aspal wt.
Mencapai 15 Vanadium, ppm V
5 sd 170 Tabel 4 Karakteristik dari berbagai jenis produk minyak Fingas, 2000
Property Units
Gasoline Diesel Light
Crude Heavy
Intermediate Fuel Oil
Bunker C Crude Oil
Emulsion
Viscosity 10,000
mPa.s at 50 sd
1,000 sd sd
20,000 sd 15
°C 0.5
2 5-50
50,000 15,000
50,000 100,000
gml at 0.78 sd
0.88 sd 0.94 sd
0.96 sd 0.95 sd
Density 15
°C 0.72
0.84 0.88
1.00 0.99
1.04 1.0
-30 sd -30 sd
Flash point °C
-35 45
30 60
80 sd 100 100
80 Solubility in
water Ppm
200 40
10 sd 50 5sd 30 10 sd 30
1 sd 5 -
-35 sd -
-40 sd 40 sd
Pour point °C
- 1
30 30
-10 sd 10 5 sd 20
50 10 sd
API gravity 65
35 30
10 sd 20 5 sd 15
10 sd 50 Interfacial
mNm 15 sd
25 sd Tension
at °C
27 27
30 25 sd 30
35 -
destilated at
100 °C
70 1
2 sd 5 1 sd 10
- -
- 200
°C 100
30 15 sd 40 2 sd 25
2 sd 5 2 sd 5
15 sd 300
°C 85
30 sd 60 45 15 sd 25
5 sd 15 25 sd
15 sd 400
°C 100
45 sd 85 75 30 sd 40
25 Destillation
25 sd 75 sd
Fraction residual
15 sd 55 75 60 sd 70
85
Beberapa nama dari jenis minyak menurut Fingas 2000 yang digunakan dari hasil produk perminyakan adalah bensin gasoline, diesel, minyak mentah
ringan, minyak mentah berat, minyak bakar intermedier, bunker C atau minyak bakar residu berat bahan bakar dari sisa produksi bensin dan diesel, serta emulsi
minyak mentah.
2.4. Pencemaran Minyak di Lingkungan Laut
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak dengan segera akan mengalami perubahan fisik dan kimia Gambar 5. Diantara proses tersebut adalah
menyebar dan adveksi spreading and advection, larut dissolution, menguap Evaporation, memecah dispersion polymerase polymerization, bercampur
emulsification, fotooksidasi photooxidation, biodegradasi mikroba microbial biodegradation, dan sedimentasi sedimentation, Semua proses tersebut secara
kolektif disebut dengan weathering of oil Mukhtasor 2007; ITOPF 2002; Sloan, 1993; API, 1999; IMO, 1988. Faktor utama yang mempengaruhi weathering of
oil adalah karakteristik fisik minyak seperti gaya grafitasi, viskositas, dan volatility, komposisi dan karakteristik kimia minyak, kondisi meteorologi kondisi
laut, sinar matahari dan temperatur udara, dan karakteristik air laut gaya gravitasi, arus, suhu, bakteri, nutrient, oksigen terlarut, dan bahan terlarut lainnya
IMO, 1988.
Gambar 5 Proses pelapukan minyak dilaut API, 1999
Penyebaran spreading merupakan pergerakan minyak secara horizontal di permukaan air laut. Proses penyebaran minyak dipengaruhi oleh densitas,
kelembaman, gesekan, viskositas dan tegangan permukaan sedangkan adveksi adalah pergerakan minyak akibat pengaruh dari angin dan arus API 1999.
Menurut IMO 1988, angin memberikan pengaruh sebesar 3 sedangkan arus 100. Spreading membantu proses weathering menjadi lebih efisien karena
meningkatkan luas daerah permukaan.
Penguapan evaporasi minyak meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin sampai pada waktu tertentu Fingas 2000. Jenis minyak juga
mempengaruhi proses penguapan. Emulsifikasi merupakan proses dimana air bercampur dengan minyak dan bergantung pada komposisi minyak dan keadaan
laut. Proses ini meningkatkan volume campuran minyak dengan air sehingga meningkatkan viskositas tumpahan minyak. Biodegradasi mikroba dilakukan oleh
berbagai mikroorganisme laut yang mampu menguraikan senyawa minyak. Sedangkan proses sedimentasi terjadi apabila berat jenis minyak meningkat
melebihi air.
Minyak bumi masuk ke lingkungan perairan laut dengan beberapa cara, yaitu rembesan alam dari dasar laut natural seeps, kecelakaan tanker tanker
accident, operasi normal tanker normal operation of tankers, kebocoran dan semburan dari proses produksi dan eksplorasi lepas pantai blowout and accidents
from offshore exploration and production, river run off, kilang minyak di darat coastal refineries, limbah kota urban run off and sewage, dan jatuhan dari
atmosfer atmospheric fall out Mukhtasor, 2007.
Di Indonesia, kasus tumpahan minyak telah banyak terjadi seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Peristiwa tumpahan minyak di perairan Indonesia Mukhtasor, 2007
Tahun Lokasi
Kejadian
1975 Selat Malaka
Kandasnya Showa Maru dan menumpahkan 1 juta barel minyak solar
1975 Selat Malaka
Tabrakan kapal tanker Isugawa Maru dengan kapal Silver Palace
1979 Bulele, Bali
Pecahnya kapal tanker Choya Maru dan menumpahkan 300 ton bensin
1979 Lhokseumawe, Aceh
Bocornya kapal tanker Golden Win yang mengangkut 1500 kilo liter minyak tanah
1984 Delta Mahakam,
Kalimantan Timur Semburan liar pemboran minyak milik Total Indonesia
1992 Selat Malaka
Tabarakan kapal MT. Ocean Bessing dengan MT. Nagasaki Spirit yang menumpahkan 500 barel minyak
1993 Selat malaka
Tertabraknya tanker Maersk yang memuat minyak 1994
Cilacap Tabrakan antara tanker MV. Bandar Ayu dengan kapal
ikan 1996
Natuna Tenggelamnya KM. Batamas II yang memuat MFO
1997 Kepulauan Riau
Tabrakan antara tanker Orapin Global dengan Evoikos menumpahkan 25000 ton minyak mentah
1997 Kepulauan Riau
Kebocoran pipa transfer minyak CALTEX 1997
Selat Makassar Tenggelamnya tanker Mission Vikin
1997 Selat Makassar
Kandasnya platrorm E-20 UNOCAL 1997
Selat Madura Tenggelamnya tanker SETDCO