Study of Coagulation as a Pre Treatment of Microalgae Removal by Sedimentation

(1)

KAJIAN PROSES KOAGULASI SEBAGAI PERLAKUAN

PENDAHULUAN PADA TEKNIK PEMISAHAN MIKROALGA

DENGAN SEDIMENTASI

LYA AGUSTINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Proses Koagulasi sebagai Perlakuan Pendahuluan pada Teknik Pemisahan Mikroalga dengan Sedimentasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Lya Agustina NIM F351100011


(3)

ABSTRACT

LYA AGUSTINA. Study of Coagulation as a Pre-Treatment of Microalgae Removal by Sedimentation. Supervised by SUPRIHATIN and MUHAMMAD ROMLI.

Microalgae can grow fast in wastewater. Several techniques have been developed to remove it, but do not provide optimal results. Chemical and electro-coagulation as a pre-treatment of sedimentation technique was examined to remove microalgae from the wastewater. The wastewater used were effluent from animal farm and slaughterhouse. Chemical coagulant used are Poly Aluminium Chloride (PAC) and ferrous sulfate, whereas for electrocoagulation iron electrode was used. The efficiency of Total Suspended Solid (TSS) removal as a measure of microalgae removal reached to 98% for slaughterhouse wastewater at pH 7 with a PAC dose of 100 mg/L, 98% for animal farm wastewater at pH 7.25 with a PAC dose of 200 mg/L, 99% for slaughterhouse wastewater at pH 6.5 with a ferrous sulfate dose of 65 mg/L and 80% for animal farm wastewater at pH 6.75 with a ferrous sulfate dose of 120 mg/L. The efficiency of TSS removal as a measure of microalgae removal reached to 79% and 49% for slaughterhouse and animal farm wastewater on the direct current of 15 volt and operation time 40 minutes. In addition to microalgae removal, chemical and electrocoagulation lead to reduction of the wastewater turbidity, color, Chemical Oxygen Demand (COD) and phosphate.

Keywords: Coagulation, microalgae, wastewater, electrocoagulation


(4)

RINGKASAN

LYA AGUSTINA. Kajian Proses Koagulasi sebagai Perlakuan Pendahuluan pada Teknik Pemisahan Mikroalga dengan Sedimentasi. Dibimbing oleh SUPRIHATIN dan MUHAMMAD ROMLI.

Sebagian mikroalga diidentifikasi sebagai sumber minyak dan berperan penting dalam upaya pengolahan air limbah secara berkelanjutan. Mikroorganisme fotosintetik ini memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk merubah mineral pada bahan organik, meningkatkan pemindahan nutrisi serta mampu memberikan efisiensi yang terbaik untuk menghilangkan organisme patogen pada pengolahan air limbah secara biologi. Proses pembentukan biomassa mikroalga membutuhkan nutrien (bahan gizi). Bahan gizi ini seperti halnya pupuk bagi tanaman, dapat diperoleh dari limbah rumah pemotongan hewan (RPH) serta peternakan (PET). Produktivitas mikroalga pada medium limbah rumah pemotongan hewan mencapai 32 g/m2/hari. Adapun pada medium limbah peternakan diperoleh angka rata-rata produktivitas mikroalga sebesar 26 g/m2/hari.

Teknik-teknik yang telah diterapkan dalam pemisahan mikroalga antara lain filtrasi, flotasi, sedimentasi, dan sentrifugasi. Teknik-teknik ini dapat dikombinasikan, tergantung pada ukuran mikroalga serta kualitas air limbah yang akan dihasilkan untuk menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi. Teknik pemisahan dengan sedimentasi dapat dipercepat prosesnya dengan menerapkan proses koagulasi sebagai perlakuan pendahuluan. Proses koagulasi dapat dilakukan secara kimia maupun elektrik. Proses koagulasi kimia didasarkan pada penambahan bahan kimia yang mampu menginduksi agregasi sel mikroalga, sedangkan proses koagulasi elektrik mengacu pada pemisahan mikroalga dengan medan listrik tanpa menggunakan kogulan, prinsip dasar yang digunakan adalah reaksi reduksi dan oksidasi (redoks).

Ditinjau dari sisi manfaat mikroalga yang cukup besar (khususnya untuk biofuel) serta penerapan teknik pemisahan mikroalga yang belum optimal, maka perlu dilakukan kajian terhadap teknik pemisahan mikroalga. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu dihasilkannya proses koagulasi yang efektif sebagai perlakuan pendahuluan pada teknik pemisahan mikroalga dari media limbah cair agroindustri (limbah cair RPH dan peternakan). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dan optimasi proses koagulasi kimia dan elektrik pada proses pemisahan mikroalga.

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap. Tahap pertama yaitu melakukan karakterisasi terhadap sampel limbah cair RPH dan limbah cair peternakan yang meliputi kadar TSS, kekeruhan, warna, COD, fosfat, pH, ammonium dan nitrat. Tahap kedua adalah penumbuhan mikroalga pada limbah cair RPH dan peternakan menggunakan bak kultivasi yang terbuat dari kaca dengan ukuran 50 cm x 30 cm x 35 cm. Tahap ketiga adalah menentukan nilai central (0) dan taraf (-1 dan +1) dari masing-masing faktor. Tahap keempat adalah melakukan pemisahan mikroalga dengan proses koagulasi kimia dan elektrik. Proses koagulasi kimia dilakukan dengan menambahkan ferro sulfat dan PAC sebagai koagulan pada sampel (limbah cair yang telah ditumbuhi mikroalga) dengan bantuan alat jar test. Proses koagulasi elektrik dilakukan dengan


(5)

menggunakan adaptor dengan elektroda besi. Tahap kelima adalah melakukan analisis data hasil penelitian.

Efisiensi tertinggi penurunan beberapa parameter untuk kedua limbah cair dengan berbagai perlakuan secara berturut-turut (RPH dengan PAC, PET dengan PAC, RPH dengan ferro sulfat, PET dengan ferro sulfat, RPH dengan koagulasi elektrik, PET dengan koagulasi elektrik) yaitu TSS (98%, 98%, 99%, 80%, 79%, 49%), kekeruhan (99%, 95%, 97%, 52%, 64%, 55%), warna (98%, 87%, 93%, 65%, 54%, 41%), konsentrasi COD (18%, 25%, 18%, 3%, 23%, 14%), dan konsentrasi fosfat (99%, 100%, 99%, 91%, 77%, 78%). Nilai TSS supernatan yang diperoleh untuk kedua limbah cair pada berbagai perlakuan secara berturut-turut (RPH dengan PAC, PET dengan PAC, RPH dengan ferro sulfat, PET dengan ferro sulfat, RPH dengan koagulasi elektrik, PET dengan koagulasi elektrik) yaitu (9 mg/L, 6 mg/L, 4 mg/L, 7 mg/L, 184 mg/L, 165 mg/L) dengan kombinasi faktor (pH 7 dan PAC 100 mg/L, pH 7 dan PAC 225 mg/L, pH 6.5 dan ferro sulfat 65 mg/L, pH 6.5 dan ferro sulfat 110 mg/L, input 20 volt selama 30 menit, input 15 volt selama 40 menit). Biaya untuk memisahkan mikroalga dengan proses koagulasi elektrik lebih murah yaitu Rp114754.00/kg penyisihan TSS (RPH) dan Rp132075.00/kg penyisihan TSS (peternakan), namun efisiensi pemisahan yang dihasilkan tidak terlalu tinggi. Biaya untuk memisahkan mikroalga dengan proses koagulasi kimia lebih mahal yaitu Rp224860.00/kg penyisihan TSS (RPH dengan PAC), Rp256289.00/kg penyisihan TSS (peternakan dengan PAC), Rp245868.00/kg penyisihan TSS (RPH dengan ferro sulfat) dan Rp255994.00/kg penyisihan TSS (peternakan dengan ferro sulfat), namun dengan efisiensi yang lebih tinggi.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

KAJIAN PROSES KOAGULASI SEBAGAI PERLAKUAN

PENDAHULUAN PADA TEKNIK PEMISAHAN MIKROALGA

DENGAN SEDIMENTASI

LYA AGUSTINA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

Judul Tesis :Kajian Proses Koagulasi Sebagai Perlakuan Pendahuluan Pada Teknik Pemisahan Mikroalga dengan Sedimentasi.

Nama : Lya Agustina NRP : F351100011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc. St Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian proses koagulasi sebagai perlakuan pendahuluan pada teknik pemisahan mikroalga dengan sedimentasi dilaksanakan di Laboratorium Teknik Manajemen Lingkungan sejak bulan Desember 2011 sampai Februari 2012.

Pada penyusunan karya ilmiah ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc, St. sebagai dosen pembimbing II yang tiada henti memberikan bimbingan dan kritik positif kepada penulis, serta Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai dosen penguji atas saran yang membangun bagi penulis. Di samping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pimpinan dan staf UPTD RPH Bubulak, Bogor atas kerjasamanya dalam pengambilan sampel penelitian.

Ungkapan terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada orang tua terkasih, suami tercinta, Djibril tersayang, serta seluruh keluarga atas dukungan, pengertian, kesetiaan dan pengorbanan yang tidak terhingga. Kepada rekan-rekan TIP 2010 (khususnya Mega Ayu Yusuf, Diklusari Isnarosi Norsita dan Riska Kartika Asri), penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menempuh pendidikan, serta kepada laboran, staf TIP Nova Afriyanti yang telah banyak membantu penulis selama menjalankan penelitian.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Industri Pertanian.

Bogor, Juli 2012


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Amuntai pada tanggal 31 Agustus 1983 dari pasangan HM. Kasmat Paris dan Hj. Siti Meysyarah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2001 di SMUN 7 Banjarmasin. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, lulus pada tahun 2005. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi S2 dengan beasiswa pendidikan dari BPPS pada tahun 2010 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja sebagai staf dosen di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Universitas Lambung Mangkurat dengan bidang minat yang ditekuni adalah manajemen lingkungan dan pengelolaan limbah.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

i 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 4

1.3 Hipotesis... 4

1.4 Ruang Lingkup... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Penelitian Terdahulu... 5

2.2 Teori yang Mendasari... 7

2.2.1 Produksi Mikroalga... 7

2.2.2 Limbah Cair RPH dan Peternakan... 10

2.2.3 Pemisahan Mikroalga... 11

2.2.4 Koagulasi... 13

2.2.5 Optimasi dengan Metode Permukaan Respon... 17

2.3 Kerangka Pemikiran... 18

3 METODOLOGI PENELITIAN... 21

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 21

3.2 Bahan dan Alat... 21

3.3 Metode Penelitian... 21

3.3.1 Penumbuhan Mikroalga... 21

3.3.2 Penelitian Pendahuluan... 22

3.3.3 Penelitian Utama... 22

3.3 Analisis Data... 25

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Pertumbuhan Mikroalga... 27

4.2 Pemilihan Nilai Batasan Optimasi... 30

4.2.1 Proses Koagulasi Kimia... 30

4.2.2 Proses Koagulasi Elektrik... 32

4.3 Penentuan Optimasi Proses... 34

4.3.1 TSS... 34

4.3.2 Kekeruhan... 39

4.4.3 Warna... 41

4.3.4 COD... 42


(13)

4.3.6 pH... 45

4.3.7 Optimasi Proses Koagulasi Kimia dengan PAC... 47

4.3.8 Optimasi Proses Koagulasi Kimia dengan Ferro Sulfat... 56 4.3.9 Optimasi Proses Koagulasi Elektrik... 64

4.4 Kebutuhan Energi, Bahan Kimia dan Biaya... 73

5 SIMPULAN DAN SARAN... 75

5.1 Simpulan... 75

5.2 Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA... 77


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik limbah cair yang digunakan... 27

2 Karakteristik media kultur sebelum diberi perlakuan pendahuluan koagulasi... 30 3 Nilai-nilai pH dan dosis yang digunakan sebagai central... 32

4 Matrik satuan percobaan... 33

5 Perbandingan pengukuran TSS... 39


(15)

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian... 19

2 Rangkaian alat jar test... 23

3 Rangkaian alat koagulasi elektrik... 23

4 Tahapan penelitian... 24

5 (a) Limbah cair RPH, (b) media kultur (RPH)... 28

6 (a) Limbah cair peternakan, (b) media kultur (peternakan)... 29 7 Grafik hubungan (a) dosis PAC terhadap nilai TSS pada media kultur

(RPH) dan hubungan (b) dosis PAC serta (c) pH terhadap nilai TSS pada media kultur (peternakan)...

31

8 Grafik hubungan dosis ferro sulfat terhadap nilai TSS pada (a) media kultur (RPH) dan (b) media kultur (peternakan)...

32

9 (a) Media kultur (RPH) setelah diberi perlakuan pendahuluan dengan koagulan PAC, (b) media kultur (peternakan) setelah diberi perlakuan pendahuluan dengan koagulan PAC...

35

10 (a) Media kultur (RPH) setelah diberi perlakuan pendahuluan dengan koagulan ferro sulfat, (b) media kultur (peternakan) setelah diberi perlakuan pendahuluan dengan koagulan ferro sulfat...

35

11 Mikroalga pada media kultur (RPH) dengan perlakuan pendahuluan koagulasi elektrik, (a) media kultur mikroalga yang mengapung, (b) mikroalga yang mengendap, (c) mikroalga yang menempel pada

elektroda... 37

12 Mikroalga pada media kultur (peternakan) dengan perlakuan pendahuluan koagulasi elektrik, (a) media kultur mikroalga yang mengapung, (b) mikroalga yang mengendap, (c) mikroalga yang

menempel pada elektroda... 37

13 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara pH dan dosis dengan respon (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) pH pada media kultur (peternakan) dengan koagulan PAC...

53


(17)

dengan respon (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) pH pada media kultur (RPH) dengan koagulan PAC... 15 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara pH dan dosis

dengan respon (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) pH pada media kultur (peternakan) dengan koagulan ferro sulfat..

61

16 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara pH dan dosis dengan respon (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) pH pada media kultur (RPH) dengan koagulan ferro sulfat...

63

17 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara input energi listrik dan waktu dengan respon (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) pH pada media kultur (peternakan) dengan koagulasi elektrik...

70

18 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara input energi listrik dan waktu dengan respon (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) pH pada media kultur (RPH) dengan koagulasi elektrik.


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data hasil penelitian pendahuluan... 83 2 Hasil analisa data menggunakan metode respon permukaan... 86 3 Hasil analisa data efisiensi penurunan masing-masing respon menggunakan

metode respon permukaan...

92

4 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara pH dan dosis dengan efisiensi penurunan nilai (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) efisiensi perubahan nilai pH pada media kultur (peternakan) dengan koagulan PAC...

98

5 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara pH dan dosis dengan efisiensi penurunan nilai (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) efisiensi perubahan nilai pH pada media kultur (RPH) dengan koagulan PAC...

99

6 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara pH dan dosis dengan efisiensi penurunan nilai (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) efisiensi perubahan nilai pH pada media kultur (peternakan) dengan koagulan ferro sulfat...

100

7 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara pH dan dosis dengan efisiensi penurunan nilai (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) efisiensi perubahan nilai pH pada media kultur (RPH) dengan koagulan ferro sulfat...

101

8 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara input dan waktu dengan efisiensi penurunan nilai (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) efisiensi perubahan nilai pH pada media kultur (peternakan) dengan proses koagulasi elektrik...

102

9 Kurva permukaan respon 3 dimensi hubungan antara pH dan dosis dengan efisiensi penurunan nilai (a) TSS, (b) kekeruhan, (c) warna, (d) COD, (e) fosfat dan (f) efisiensi perubahan nilai pH pada media kultur (RPH) dengan proses koagulasi elektrik...

103


(19)

11 Perhitungan kebutuhan energi, bahan kimia dan biaya... 106 12 Contoh perhitungan analisa fosfat... 114 13 Data perbandingan respon model dengan hasil eksperimen TSS media kultur

(RPH dan peternakan) berdasarkan hasil optimasi...

115

14 Data perbandingan respon model dengan hasil eksperimen kekeruhan media kultur (RPH dan peternakan) berdasarkan hasil optimasi...

116

15 Data perbandingan respon model dengan hasil eksperimen warna media kultur (RPH dan peternakan) berdasarkan hasil optimasi...

117

16 Data perbandingan respon model dengan hasil eksperimen COD media kultur (RPH dan peternakan) berdasarkan hasil optimasi...

118

17 Data perbandingan respon model dengan hasil eksperimen fosfat media kultur (RPH dan peternakan) berdasarkan hasil optimasi...

119

18 Data perbandingan respon model dengan hasil eksperimen pH media kultur (RPH dan peternakan) berdasarkan hasil optimasi...

120

19 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon TSS pada media kultur peternakan dengan koagulan PAC...

121

20 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon kekeruhan pada media kultur peternakan dengan koagulan PAC...

121

21 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon warna pada media kultur

peternakan dengan koagulan PAC...

122

22 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon COD pada media kultur peternakan dengan koagulan PAC...

122

23 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon fosfat pada media kultur peternakan dengan koagulan PAC...

123

24 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon pH pada media kultur peternakan dengan koagulan PAC...

123

25 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon TSS pada media kultur RPH

dengan koagulan PAC...

124

26 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon kekeruhan pada media kultur RPH dengan koagulan PAC...

124

27 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon warna pada media kultur RPH dengan koagulan PAC...


(20)

28 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon COD pada media kultur RPH dengan koagulan PAC...

125

29 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon fosfat pada media kultur RPH dengan koagulan PAC...

126

30 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon pH pada media kultur RPH dengan koagulan PAC...

126

31 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon TSS pada media kultur peternakan dengan koagulan ferro sulfat...

127

32 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon kekeruhan pada media kultur peternakan dengan koagulan ferro sulfat...

127

33 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon warna pada media kultur

peternakan dengan koagulan ferro sulfat...

128

34 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon COD pada media kultur peternakan dengan koagulan ferro sulfat...

128

35 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon fosfat pada media kultur peternakan dengan koagulan ferro sulfat...

129

36 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon pH pada media kultur peternakan dengan koagulan ferro sulfat...

129

37 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon TSS pada media kultur RPH

dengan koagulan ferro sulfat...

130

38 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon kekeruhan pada media kultur RPH .dengan koagulan ferro sulfat...

130

39 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon warna pada media kultur RPH dengan koagulan ferro sulfat...

131

40 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon COD pada media kultur RPH dengan koagulan ferro sulfat...

131

41 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon fosfat pada media kultur RPH dengan koagulan ferro sulfat...

132

42 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon pH pada media kultur RPH dengan koagulan ferro sulfat...

132

43 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon TSS pada media kultur peternakan dengan koagulasi elektrik...


(21)

44 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon kekeruhan pada media kultur peternakan dengan koagulasi elektrik...

133

45 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon warna pada media kultur

peternakan dengan koagulasi elektrik...

134

46 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon COD pada media kultur peternakan dengan koagulasi elektrik...

134

47 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon fosfat pada media kultur peternakan dengan koagulasi elektrik...

135

48 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon pH pada media kultur peternakan dengan koagulasi elektrik...

135

49 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon TSS pada media kultur RPH

dengan koagulasi elektrik...

136

50 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon kekeruhan pada media kultur RPH dengan koagulasi elektrik...

136

51 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon warna pada media kultur RPH dengan koagulasi elektrik...

137

52 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon COD pada media kultur RPH dengan koagulasi elektrik...

137

53 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon fosfat pada media kultur RPH dengan koagulasi elektrik...

138

54 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon pH pada media kultur RPH dengan koagulasi elektrik...


(22)

(23)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan air tawar dan laut. Makanan utama mikroalga adalah karbondioksida (CO2). hal ini menunjukkan bahwa kultivasi mikroalga berpeluang mengatasi masalah lingkungan global dimana CO2 selama ini dianggap sebagai gas pencemar dominan yang menyebabkan efek rumah kaca penyebab pemanasan global. Kultivasi mikroalga dapat dilakukan dengan cepat dan singkat yaitu dengan waktu panen 7- 10 hari. Panen mikroalga, minimal 30 kali lebih banyak dibandingkan tumbuhan darat. Kondisi iklim tropis Indonesia dengan cahaya matahari sepanjang tahun, sangat sesuai untuk kehidupan mikroalga sehingga mikroalga sangat prospektif apabila dikembangkan di Indonesia. Mikroalga juga turut berperan penting dalam upaya pengolahan air limbah secara berkelanjutan. Mikroorganisme fotosintetik ini memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk merubah mineral pada bahan organik, meningkatkan pemindahan nutrisi serta mampu memberikan efisiensi yang terbaik untuk menghilangkan organisme patogen pada pengolahan air limbah secara biologi (de Godos et al. 2010).

Mikroalga juga dapat dimanfaatkan sebagai makanan kesehatan sehingga berpotensi pada pengembangan ekonomi untuk tujuan komersial. Peranan mikroalga dalam bidang kesehatan antara lain sebagai komponen bioaktif yang berfungsi sebagai antibiotik, antiviral, antikanker, antiinflamatory, antitumor dan sebagainya. Peranan lain mikroalga pada pengembangan ekonomi yaitu dalam bidang pertanian yang berkelanjutan. Mikroalga yang dipanen dari pengolahan limbah peternakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati yang akan digunakan sebagai nutrisi untuk menghasilkan sayuran yang berkualitas tinggi, selanjutnya sayuran ini akan dikonsumsi untuk mendukung pertumbuhan hewan.

Sebagian mikroalga, juga telah diidentifikasi sebagai sumber minyak dan mampu mengatasi polusi. Pittman et al. (2010) telah melakukan kajian terkait dengan pemanfaatan mikroalga untuk biofuel. Penggunaan mikroalga akan lebih efektif dan efisien apabila secara bersamaan dimanfaatkan untuk produksi biofuel


(24)

serta pengolahan air limbah, sehingga dapat mengurangi biaya energi, emisi gas rumah kaca, nutrisi (pupuk) dan biaya sumber daya air tawar yang ditimbulkan dari produksi biofuel itu sendiri. Proses pembentukan biomassa mikroalga membutuhkan nutrien (bahan gizi). Bahan gizi ini seperti halnya pupuk bagi tanaman, dapat diperoleh dari limbah rumah pemotongan hewan (RPH) serta peternakan. Menurut Suprihatin (2011), produktivitas mikroalga pada medium limbah rumah pemotongan hewan mencapai 32 g/m2 per hari. Adapun pada medium limbah peternakan diperoleh angka rata-rata produktivitas mikroalga sebesar 26 g/m2 per hari.

Teknik-teknik yang telah diterapkan dalam pemisahan mikroalga antara lain koagulasi, filtrasi, flotasi, sedimentasi, dan sentrifugasi. Teknik-teknik ini dapat dikombinasikan, tergantung pada ukuran mikroalga serta kualitas air limbah yang akan dihasilkan untuk menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi. Sentrifugasi merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperoleh mikroalga dalam jumlah besar. Efisiensi dari metode ini bergantung pada jenis mikroalga yang digunakan, pengaturan kedalaman, dan waktu tinggal dari cell slurry. Metode ini memiliki kebutuhan energi yang paling besar dibandingkan dengan metode yang lainnya. Filtrasi dapat dilakukan di dalam tekanan atau vakum jika ukuran alga tidak mendekati ukuran bakteri. Filter mikro (biasanya berukuran 25-20 μm) dapat digunakan untuk spesies Spirulina. Jika flokulasi dilakukan sebelum filtrasi, maka efisiensi filtrasi yang dihasilkan akan meningkat (Rahman 2010).

Proses koagulasi kimia dapat menghasilkan biomassa mikroalga dengan biaya yang wajar (Molina-Grima et al. 2003; de Godos et al. 2010). Proses ini didasarkan pada penambahan bahan kimia yang mampu menginduksi agregasi sel mikroalga. Teknik pemisahan ini telah berhasil diuji di akuakultur, produksi biofuel, pengolahan air limbah dan penghilangan mikroalga dalam penampungan air tawar (de Godos et al. 2010). de Godos et al. (2010) menyebutkan bahwa biomassa mikroalga tertinggi (66-98%) yang diperoleh dengan proses koagulasi kimia adalah pada konsentrasi 150-250 mg/L (untuk ferric salts) dan 25-50 mg/L (untuk flokulan polimer).

Mekanisme koagulasi elektrik pada umumnya melibatkan tiga tahap: (1) oksidasi elektrolitik oleh elektroda pada koagulan, (2) stabilisasi partikulat


(25)

suspensi dan pemecahan emulsi, dan (3) agregasi dari fase stabil untuk membentuk flokulan. Azarian et al. (2007) telah melakukan penelitian untuk menghilangkan mikroalga dari air limbah industri menggunakan continuos flow electrocoagulation. Koagulasi elektrik bekerja berdasarkan gerakan mikroalga ke anoda untuk menetralkan muatan dan kemudian membentuk agregat. Azarian et al. (2007) menyebutkan bahwa pemisahan mikroalga tertinggi (99.5-100%) dengan proses koagulasi elektrik dilakukan dengan menggunakan daya sekitar 550 W/L selama 15 menit. Sementara itu, diperoleh juga hasil yang sama dengan menerapkan daya input lebih rendah yaitu sekitar 100 W/L selama 30 menit.

Suprihatin (2009) telah melakukan penelitian untuk mengkarakterisasi pertumbuhan mikroalga dalam limbah cair agroindustri melalui penentuan nilai-nilai parameter kinetik pertumbuhan, dan perancangan proses dan sistem produksi mikroalga. Dari penelitian ini didapatkan beberapa hasil yaitu (a) limbah cair RPH dan peternakan berpotesi untuk digunakan sebagai substrat pertumbuhan mikroalga, (b) hasil identifikasi terdapat tiga jenis mikroalga dominan yaitu Chlorella sp, Scenedesmus sp, dan Ankistrodesmus sp baik untuk limbah cair riil maupun limbah cair sintetik, (c) pertumbuhan eksponensial mikroalga dalam medium tersebut terjadi dalam kurun waktu 10-15 hari, setelah 15 hari, terjadi fase kematian, (d) penggunaan koagulan yang optimum berdasarkan kajian Jar Test yaitu, alum 600 mg/L untuk limbah sintetik dan 400 mg/L untuk limbah riil, sedangkan dosis optimum PAC 400 mg/L untuk limbah sintetik dan 200 mg/L untuk limbah cair RPH, (e) kualitas supernatan cukup baik dilihat dari parameter kekeruhan, warna, dan TSS, dan memungkinkan untuk didaur-ulang untuk keperluan tertentu, serta (f) koagulan PAC memberikan efek kecepatan dan kestabilan koagulasi/flokulasi yang lebih baik daripada koagulan alum, namun biaya pemisahan per satuan volume sekitar 4 kali lebih mahal dibandingkan dengan biaya pemisahan dengan alum.

Ditinjau dari sisi manfaat yang telah disebutkan diatas maka dirasakan perlu untuk mengembangkan metode pemanenan mikroalga yang efektif dan efisien sehingga dapat menunjang pemanfaatan mikroalga di berbagai aspek kehidupan.


(26)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dan optimasi proses koagulasi kimia dan elektrik pada proses pemisahan mikroalga.

1.3 Hipotesis

1. Mikroalga dapat dipisahkan dengan menerapkan proses koagulasi sebagai perlakuan pendahuluan.

2. Optimasi proses pemisahan mikroalga dengan perlakuan pendahuluan secara koagulasi kimia dipengaruhi oleh jenis dan dosis koagulan serta pH media kultur, sedangkan pada koagulasi elektrik dipengaruhi oleh input energi listrik dan waktu yang diterapkan untuk memisahkan mikroalga.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini yaitu:

1. Teknik pemisahan dengan menerapkan koagulasi kimia dan koagulasi elektrik sebagai perlakuan pendahuluan pada berbagai kondisi.

2. Analisis kualitas supernatan yang meliputi TSS, COD, fosfat, nitrat, amonium, warna, kekeruhan dan pH.

3. Optimasi faktor-faktor yang berpengaruh pada proses koagulasi kimia (jenis dan dosis koagulan serta pH media kultur) dan koagulasi elektrik (input energi listrik dan waktu) terhadap masing-masing respon (TSS, COD, fosfat, warna, kekeruhan dan pH).

4. Analisis kebutuhan energi, bahan kimia yang digunakan dan biaya yang diperlukan pada proses pemisahan mikroalga dengan koagulasi.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu dihasilkannya proses koagulasi yang efektif sebagai perlakuan pendahuluan pada teknik pemisahan mikroalga dari media limbah cair agroindustri (limbah cair RPH dan peternakan).


(27)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian terdahulu

Mikroalga telah lama diketahui bermanfaat sebagai bahan pangan, terutama makanan kesehatan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mendukung pemanfaatan mikroalga tersebut, salah satunya yaitu penelitian Poelman et al. (1997) tentang pemisahan mikroalga dengan teknik flokulasi elektrik. Teknik flokulasi elektrik ini memberikan hasil yang potensial dalam melakukan pemisahan mikroalga yaitu menggunakan energi yang relatif kecil (0.3 Kwh/m3) dengan efisiensi pemisahan sebesar 95% menggunakan anoda dan katoda dari aluminium pada pH ±8, selain itu mikroalga hasil pemisahan relatif aman untuk dimanfaatkan sebagai pakan ataupun bahan pangan.

Mikroalga umumnya dapat tumbuh di perairan manapun, namun beberapa faktor dapat berpengaruh misalnya jenis perairan sebagai media tumbuh mikroalga dan komposisi kimia yang terkandung didalamnya. Menurut Knuckey et al. (2006), produksi mikroalga laut dengan teknik flokulasi berhasil dilakukan pada pH 10 dan 10,6 dengan menggunakan NaOH, diikuti dengan penambahan polimer non-ionik magnafloc LT-25 dengan konsentrasi akhir 0.5 mg/L, sel mikroalga yang berhasil dipanen yaitu Calcitrans chaetoceros, C. Muelleri, Thalassiosira pseudonana, Attheya septentrionalis, Nitzschia closterium, Skeletonema sp., Tetraselmis suecica dan Salina Rhodomonas, dengan efisiensi 80%.

Pemanfaatan mikroalga sebagai sumber minyak pada pembuatan biofuel mendapat perhatian yang cukup besar dari para peneliti, sehingga dilakukan penelitian terkait dengan proses kultivasi, pemisahan sampai dengan proses ekstraksi minyak sehingga dapat dimaanfaatkan sebagai biofuel nabati.

Osborne (2009), telah mengidentifikasi proses pemisahan mikroalga yang terbaik sehingga dapat dimanfaatkan untuk produksi biofuel, serta mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan dari aplikasi proses-proses tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa komposisi kimia dari air yang digunakan berpengaruh pada tiap tahapan proses yaitu:


(28)

1) Pemisahan mikroalga dengan proses flokulasi menggunakan chitosan memerlukan dosis 10 mg/L di air tawar dan dosis 25-35 mg/L di air laut. 2) Menggunakan metode autoflokulasi diperoleh hasil: (a) Untuk memisahkan

mikroalga air tawar diperlukan kapur dan penambahan air laut (5%) pada pH 9.5, hal ini menunjukkan pentingnya peranan kalsium dan magnesium. (b) Untuk memisahkan mikroalga air laut diperlukan penambahan natrium hidroksida pada pH 10-11.

3) Pada proses elektrokoagulasi didapatkan hasil pemisahan >70% menggunakan reaktor titanium yang beroperasi <1 A pada 48 volt dengan penambahan NaCl. 4) Ozonisasi pada konsentrasi 1.5 mg/L dapat meningkatkan proses pemisahan

dengan koagulasi/flokulasi menggunakan besi klorida (ferric chloride).

Mikroalga membutuhkan tiga komponen dasar untuk berkembang biak, yaitu sinar matahari, karbondioksida, dan air. Mikroalga dapat tumbuh dalam jangkauan kondisi yang cukup luas, dengan kata lain mikroalga dapat tumbuh dimana saja. Limbah cair agroindustri terutama limbah cair RPH dan peternakan dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi mikroalga karena limbah cair tersebut kaya akan nutrisi yang mendukung pertumbuhan mikroalga. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Suprihatin (2009), yaitu melakukan karakterisasi pertumbuhan mikroalga dalam limbah cair agroindustri melalui penentuan nilai-nilai parameter kinetik pertumbuhan, dan perancangan proses dan sistem produksi mikroalga. Berdasarkan penelitian ini maka diketahui beberapa hal yaitu:

1) Limbah cair RPH dan peternakan berpotesi untuk digunakan sebagai media pertumbuhan mikroalga.

2) Hasil identifikasi terdapat tiga jenis mikroalga dominan yaitu Chlorella sp, Scenedesmus sp, dan Ankistrodesmus sp baik untuk limbah cair riil maupun limbah cair sintetik.

3) Pertumbuhan eksponensial mikroalga dalam medium tersebut terjadi dalam kurun waktu 10-15 hari, setelah 15 hari akan terjadi fase kematian.

4) Penggunaan koagulan/flokulan yang optimum berdasarkan kajian Jar Test yaitu, alum 600 mg/L untuk limbah sintetik dan 400 mg/L untuk limbah riil,


(29)

sedangkan dosis optimum PAC 400 mg/L untuk limbah sintetik dan 200 mg/L untuk limbah cair RPH.

5) Kualitas supernatan cukup baik dilihat dari parameter kekeruhan, warna, dan TSS, dan memungkinkan untuk didaur-ulang untuk keperluan tertentu.

6) Koagulan PAC memberikan efek kecepatan dan kestabilan koagulasi/flokulasi yang lebih baik daripada koagulan alum, namun biaya pemisahan per satuan volume sekitar 4 kali lebih mahal dibandingkan dengan biaya pemisahan dengan alum.

7) Koagulasi menggunakan PAC dihasilkan endapan berwarna tetap hijau, sedangkan menggunakan alum dihasilkan endapan berwarna abu-abu

Penggunaan limbah sebagai media pertumbuhan mikroalga juga diteliti oleh Afriyanti (2011), Mikroalga yang akan dipisahkan ditumbuhkan pada limbah cair RPH dan limbah cair sintetik menggunakan proses elektrokoagulasi. Penelitian ini memberikan hasil bahwa mikroalga dapat dipisahkan menggunakan elektroda aluminium dengan tegangan optimum 15 volt selama 40 menit. Efisiensi pemisahan mikroalga tertinggi yang dapat dicapai adalah 51.55% untuk limbah cair peternakan dan 28.98% untuk limbah cair sintetik (dilihat dari nilai TSS).

Pemisahan mikroalga yang cukup banyak diterapkan adalah dengan menggunakan teknik koagulasi. de Godos et al. (2010) telah membandingkan efisiensi penggunaan koagulan kimia (FeCl3 dan Fe2(SO4)3) dengan flokulan polimer (Drewfloc 447, Flocudex CS/5000, Flocusol CM/78, Chemifloc CV/300 dan Chitosan) pada proses koagulasi untuk pemisahan mikroalga. Hasil yang didapatkan yaitu penggunaan flokulan polimer memberikan hasil yang lebih efisien dalam pemisahan mikroalga (menghasilkan biomassa 66-98%) yaitu dengan dosis 25-50 mg/L, sedangkan koagulan kimia membutuhkan dosis 150-250 mg/L untuk menghasilkan biomassa dengan jumlah yang sama.

2.2 Teori yang mendasari 2.2.1 Produksi Mikroalga

Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan air tawar dan laut dan lazim disebut fitoplankton. Makanan utama mikroalga ialah karbondioksida.


(30)

Mikroalga saat ini menjadi salah satu alternatif sumber energi baru yang sangat potensial. Kegiatan kultivasi tumbuhan produsen primer ini menghemat ruang (save space), memiliki efisiensi dan efektivitas tinggi salah satunya karena mampu tumbuh cepat dan dipanen dalam waktu singkat yaitu 7-10 hari. Sel mikroalga dapat dibagi menjadi 10 divisi, delapan divisi diantaranya merupakan bentuk uniseluler. Dari delapan divisi alga, enam divisi telah digunakan untuk keperluan budidaya perikanan sebagai pakan alami. Karakteristik yang digunakan untuk membedakan divisi mikroalga yaitu: tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella, tipe komponen fotosintesa, dan jenis pigmen sel. Karakteristik lain yang digunakan untuk membedakan masing-masing divisi yaitu morfologi sel dan bagaimana sifat sel yang menempel berbentuk koloni/ filamen (Frikardo 2008).

Pemanfaatan mikroalga telah dikenal luas, antara lain sebagai bahan obat-obatan. Mikroalga mengandung beberapa zat gizi yang berguna bagi kesehatan manusia yaitu protein, lemak, pigmen, vitamin, asam lemak tak jenuh Omega-3, Eikosa-pentaenoat (EPA) serta Dokosaheksaenoat (DHA). Jenis mikroalga yang sudah sangat luas pemanfaatannya adalah Chlorella yang mengandung protein sekitar 40-60% (berat kering). Kandungan lemak (lipid) dan asam lemak (fatty acid) yang ada di dalam mikroalga merupakan sumber energi. Kandungan ini dihasilkan dari proses fotosintesis yang merupakan hidrokarbon, dan diduga dapat menghasilkan energi yang belum digali dan dimanfaatkan sepenuhnya (Kawaroe et al. 2010). Peranan mikroalga dalam kehidupan perairan yaitu berfungsi sebagai sumber makanan dan nutrsi bagi moluska dan bivalvial, zooplankton ( rotifera, dapnia, artemia), beberapa spesies udang (pada tahap awal hingga tahap akhir) serta beberapa spesies ikan ( pada tahap awal pertumbuhan juvenil). Disamping itu mikroalga juga digunakan sebagai green water technology yaitu penstabil kualitas air (Frikardo 2008).

Penggunaan peralatan dalam melakukan kultivasi mikroalga perlu diperhatikan karena terdapat perbedaan bentuk dan ukuran dari peralatan-peralatan kultur yang dapat digunakan, yaitu dari wadah yang berbentuk tabung sampai kantong plastik atau drum plastik transparan. Bentuk dan ukuran wadah kultur ini berhubungan dengan sistem sirkulasi, aerasi, pencahayaan, pengoperasian, dan khususnya untuk mengoptimalkan agar wadah kultur dapat


(31)

menghasilkan jumlah sel yang tinggi per satuan volume media kultur yang digunakan. Bentuk wadah kultur yang ideal adalah bentuk silinder lonjong dengan bentuk dasar rata atau konkav, warna transparan tembus cahaya dan mempunyai tutup tabung (Frikardo 2008).

Pada kultivasi skala kecil yang umumnya digunakan untuk pakan kultivan di aquarium, wadah kultur bisa menggunakan botol bening atau botol coca cola plastik. Penggunaan di laboratorium biasanya menggunakan tabung erlenmeyer dengan bagian bawah datar dengan ukuran mulai dari volume 50 ml sampai dengan tiga liter yang diberi tutup tabung yang terbuat dari busa silikon atau silikon padat yang diberi lubang untuk memasukkan selang aerasi. Untuk menjaga keseimbangan tekanan gas didalam tabung kultur tersebut pada tutupnya ditambahkan satu lubang untuk dimasuki pipa gelas dengan diameter 0.5 cm. Kultivasi mikroalga skala sedang biasanya menggunakan ukuran 10 liter sampai 500 liter yang ditempatkan pada kondisi indoor kultur. Bahan wadah terbuat dari palstik, gelas atau polycarbonate yang transparan tembus cahaya lampu flourescent bulb neon. Bentuk wadah kultur pada umumnya berbentuk tabung dilengkapi penutup yang diletakakan berderet sejajar horizontal maupun vertikal untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi cahaya lampu. Peralatan dan perlengkapan kultur lainnya disediakan dengan kebutuhan yang diperlukan, seperti batu aerasi, pipa aerasi, blower aerasi, komponen zar penyubur/ pupuk, sistem pengolahan air kultur dan unit ukuran ruangan kecil maupun stok kultur bibit murni jenis mikroalga yang menjadi tujuan kultur (Frikardo 2008).

Kultivasi mikroalga skala besar umumnya dilakukan di luar laboratorium dan dimulai dari volume satu sampai 20 ton dengan menggunakan kolam terbuka atau fotobioreaktor dengan sistem tertutup dan terkontrol. Penggunaan air sebagai media tumbuh dilakukan dengan penyaringan menggunakan saringan pasir dan arang yang berfungsi untuk mematikan organisme lain yang tidak diinginkan (Kawaroe et al. 2010).

Terdapat 3 metode kultivasi yang umum digunakan yaitu kultur batch klasik, kultur modifikasi batch dan kultur semi kontinu. Metode kultur batch klasik pada prinsipnya adalah menginokulasi bibit sel kedalam tabung kultur dengan kepadatan sel mikroalga yang rendah. Metode yang kedua yaitu kultur


(32)

modifikasi batch pada prinsipnya adalah pengaturan kultur mikroalga sebanyak 500 ml di dalam erlenmeyer flask yang dilakukan setiap hari. Setelah dipelihara selama delapan hari, kondisi kultur akan terlihat sudah cukup tua (kepadatan berkisar 105– 106 sel /ml) dan selanjutnya kultur akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pertama dan kedua masing-masing 200 ml dimasukkan kedalam erlenmeyer flask volume satu liter, sisanya 100 ml ditambahkan air steril yang sudah disaring dan nutrien sebanyak 400 ml. Kultur dengan volume 500 ml di erlenmeyer flask ini akan digunakan sebagai stok kultur untuk delapan hari kultur yang akan datang, sedangkan volume kultur satu liter setelah delapan hari kultur dipindahkan ke kultur alga (20 liter) didalam Carboy dan delapan hari kultur berikutnya dari 20 liter Carboy dipindahkan ke 200-320 liter tabung silinder untuk dikultur lima sampai delapan hari kultur. Kultur yang dikultivasi pada tabung silinder ini akan digunakan untuk pakan zooplankton atau untuk larva ikan dan udang. Demikian proses yang terjadi di dalam proses modifikasi kultur batch yang dapat dilakukan secara indoor namun mendapatkan volume dan kualitas hasil kultur yang terprediksi (Frikardo 2008).

Metode kultivasi yang ketiga yaitu kultur semi kontinu. Metode ini biasanya digunakan untuk mendesain kultur skala kecil yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan hobi sampai ukuran kultur masal. Metode ini cukup praktis dan mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup baik. Pengembangan metode ini mempunyai kelemahan yaitu kontrol yang rendah dan biasanya menghasilkan produk kultur mikroalga yang rendah daripada kultur yang dilakukan dengan pembersihan peralatan terlebih dahulu sebelum setiap wadah kultur itu digunakan lagi. Metode ini barangkali mempunyai tujuan untuk menghasilkan produksi sel mikroalga secara kontinyu persatuan unit volume, bukan untuk mendapatkan produksi sel mikroalga yang lebih tinggi per satuan volume dalam periode waktu tertentu. (Frikardo 2008).

2.2.2 Limbah Cair RPH dan Peternakan

Limbah cair RPH mengandung bahan organik dengan konsentrasi tinggi, padatan tersuspensi, serta bahan koloid seperti lemak, protein, dan selulosa. Sumber terbesar dari limbah cair RPH berasal dari darah dan isi perut. Darah dan


(33)

pencucian karkas akan memberikan dampak meningkatnya nilai BOD dan TSS, sedangkan isi perut dan usus akan meningkatkan jumlah TSS. Limbah cair RPH ini akan berdampak pada kualitas fisik air yaitu warna, TSS dan pH serta meningkatnya BOD dan menurunkan kandungan oksigen yang terlarut dalam air (Sanjaya et al. 1996).

Soehadji (1992) menyebutkan bahwa limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas, limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat-alat). Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances) (Sihombing 2002). Menurut Juheini dan Sakryanu (1999), sebanyak 56.67% peternak sapi perah membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine, sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles & Hariono 1991; Prasetyo & Padmono 1993). Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi sering menimbulkan berbagai protes dari kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat menyengat.

Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius, sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, serta pemanfaatan sebagai media tumbuh mikroalga, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis.

2.2.3 Pemisahan Mikroalga

Pemisahan mikroalga merupakan faktor utama yang harus diatasi dalam tujuan penggunaan mikroalga. Teknik-teknik seperti filtrasi, sedimentasi, dan


(34)

sentrifugasi telah digunakan untuk pemisahan mikroalga. Teknik-teknik ini dapat dikombinasikan, tergantung pada ukuran mikroalga dan kualitas produk yang diinginkan, untuk menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi (Rahman 2010).

Efisiensi pemisahan mikroalga adalah faktor yang sangat penting untuk produksi massal mikroalga. Teknik-teknik utama saat ini diterapkan dalam pemisahan mikroalga yaitu sentrifugasi, flokulasi, filtrasi, sedimentasi, flotasi, dan teknik elektroforesis (Uduman et al. 2010; Chen et al. 2011). Pemilihan teknik pemisahan tergantung pada sifat-sifat mikroalga, seperti densitas, ukuran, nilai produk yang diinginkan (Brennan & Owende 2010; Chen et al. 2011). Proses pemisahan mikroalga secara umum dapat dibagi menjadi dua tahap:

1. Pemisahan massal; tujuan dari tahapan ini adalah untuk memisahkan biomassa mikroalga dari suspensi massal, melalui metode ini, materi padatan total bisa mencapai 2-7%, teknik yang digunakan adalah flokulasi, flotasi, atau sedimentasi gravitasi (Brennan & Owende 2010; Chen et al. 2011).

2. Pembentukan konsentrat lumpur dengan filtrasi dan sentrifugasi. Langkah ini membutuhkan energi lebih besar daripada pemisahan massal (Brennan & Owende 2010; Chen et al. 2011).

Kebanyakan mikroalga dapat dipisahkan menggunakan sentrifugasi. Sentrifugasi pada skala laboratorium dilakukan pada kolam limbah dengan debit limbah 500-1000 dan memberikan hasil sekitar 80-90% mikroalga selama 2-5 menit. Grima et al. (2003) menyimpulkan bahwa sentrifugasi adalah metode yang banyak dipilih untuk pemisahan mikroalga dalam jumlah besar. Efisiensi dari metode ini bergantung pada jenis mikroalga yang digunakan, pengaturan kedalaman, dan waktu tinggal dari cell slurry. Metode ini memiliki kebutuhan energi yang paling besar dibandingkan dengan metode yang lainnya (Rahman 2010).

Filtrasi dapat dilakukan di dalam tekanan atau vakum jika ukuran mikroalga tidak mendekati ukuran bakteri. Filter mikro (biasanya berukuran 25-20 μm) dapat digunakan untuk spesies spirulina, apabila flokulasi dilakukan sebelum filtrasi, maka efisiensi filtrasi yang dihasilkan akan meningkat (Rahman 2010).

Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam limbah cair dengan gaya gravitasi, pada umumnya sedimentasi dilakukan setelah


(35)

proses koagulasi dan flokulasi. Proses koagulasi ini bertujuan untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat mengendap dalam waktu yang lebih singkat (Rahayu 2009). Kecepatan pengendapan partikel dipengaruhi oleh ukuran partikel, densitas dan viskositas cairan. Apabila sebuah benda jatuh di permukaan air dan kemudian tenggelam, maka benda tersebut tidak hanya mendapatkan gaya apung melainkan juga mendapatkan gaya yang berlawanan dengan gerak benda karena cairan tersebut memiliki kekentalan. Kecepatan benda yang jatuh tersebut akan terus bertambah dan memberikan gaya Stokes yang semakin membesar dan percepatan semakin berkurang. Suatu saat benda akan mempunyai percepatan sama dengan nol dan kecepatan konstan yang disebut keecepatan sedimentasi. Hubungan antara variabel massa jenis fliuda ρF, massa

jenis benda ρB, jari-jari benda r dan kecepatan sedimentasi vT adalah:

2.2.4 Koagulasi

Koagulasi merupakan proses dimana partikel terdispersi dikumpulkan bersama untuk membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi terjadi karena destabilisasi koloid dengan menetralkan muatan sehingga membuat partikel tetap terpisah, dimana kationik memberikan muatan listrik positif untuk mengurangi muatan negatif dari koloid sehingga mengakibatkan partikel-partikel bertabrakan untuk membentuk partikel yang lebih besar. Dengan demikian koagulasi menyiratkan pembentukan agregat kompak yang lebih kecil, sedangkan flokulasi akan membentuk partikel yang lebih besar dari partikel yang dibentuk dari koagulasi (Rahman 2010).

1). Koagulasi kimia

Koagulasi kimia dilakukan untuk menghasilkan densitas massa mikroalga yang lebih mudah untuk dipindahkan. Dalam koagulasi kimia, bahan kimia yang banyak digunakan adalah aluminum sulphate (alum), poly aluminum chloride (PAC), ferrous sulphate, sodium aluminat, silicon derivatif, kapur, dan polimer sintetik organik (Rahman 2010).


(36)

Garam Aluminium Sulfat (Alum), Al2(SO4)3.18H2O jika ditambahkan dalam air dengan mudah akan larut dan bereaksi dengan HCO3- menghasilkan Aluminium Hidroksida Dengan adanya hidroksida aluminium yang bermuatan positip maka akan terjadi tarik menarik antara partikel koloid yang bermuatan negatif dengan partikel aluminium hidroksida sehingga terbentuk gumpalan partikel yang makin lama makin besar dan berat serta cepat mengendap. Selain itu juga partikel zat organik tersuspensi, zat anorganik, bakteri dan mikro organisme yang lain dapat bersama-sama membentuk gumpalan partikel atau flok yang akan mengendap bersama-sama. Jika alkalinitas air tidak cukup untuk dapat bereaksi dengan Alum, maka dapat ditambahkan kapur atau soda abu agar reaksi dapat berjalan dengan baik (http://smk3ae.wordpress.com/feed/).

Al2(SO4)3.18H2O + 3 Ca(HCO3)2 2Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 6 CO2 + 18 H2O Endapan

Al2(SO4)3.18.H2O + 3 Ca(OH)2 2Al(OH)3 + CaSO4 + 18 H2O Endapan

Al2(SO4)3.18H2O + 3 Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH)3 +3Na2SO4+3CO2+18H2O Endapan

Al2(SO4)3.18H2O + 6NaOH 2Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 3CO2 + 18 H2O Endapan

Alum diproduksi dalam bentuk padatan atau cairan. Banyak dipakai karena harganya relatif murah dan efektif untuk mengolah air dengan kekeruhan yang tinggi dan baik dipakai bersama-sama dengan zat koagulan pembantu. Dibandingkan dengan garam besi Alum tidak menimbulkan pengotoran yang serius pada dinding bak. Salah satu kekurangannya flok yang terjadi lebih ringan dibanding flok koagulan garam besi dan selang pH lebih sempit yaitu 5,5 – 8,5 (Tchobanoglous & Franklin 2003).

Poly Aluminium Chloride (PAC) merupakan bentuk polimerisasi kondensasi

dari garam aluminium, berbentuk cair dan merupakan koagulan yang sangat baik. PAC mempunyai daya koagulasi lebih besar daripada alum dan dapat menghasilkan flok yang stabil walaupun pada suhu yang rendah dan pengerjaannya pun mudah (Alaerts 1984). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari PAC antara lain: a. Efektif pada rentang pH 5-10


(37)

c. Efek korosi yang ditimbulkan jauh lebih kecil

d. Efek koagulasi 2-3 kali lebih cepat dari garam-garam aluminium lainnya

e.Harga PAC lebih murah dibandingkan dengan koagulan organik sehinggamenghemat biaya

Ferro Sulfat diproduksi dalam bentuk kristal bewarna hijau atau butiran untuk pembubuhan kering dengan kandungan FeSO4 kira-kira 55 %. Biasanya digunakan bersama-sama dengan kapur untuk menaikan pH sehingga ion Ferro terendapkan dalam bentuk Feri hidroksida Fe(OH)3. Ferro Sulfat kurang sesuai untuk menghilangkan warna akan tetapi sangat baik untuk pengolahan air yang mempunyai alkalinitas, kekeruhan dan DO yang 18 tinggi. Kondisi pH yang sesuai antara 9 – 11. Ferro Sulfat lebih murah dibanding Alum tetapi pengolahan air dengan menggunakan Ferro Sulfat memperbesar kesadahan air (http://smk3ae.wordpress.com/feed/).

FeSO4.7H2O + Ca(OH)2 Fe(OH)2 + CaSO4 + 7 H2O 4 Fe(OH)2 + O2 + 2H2O 4Fe(OH)3

Endapan

Menurut komposisi kimianya terdapat dua klasifikasi utama koagulan: (a) anorganik flokulan dan (b) organik flokulan. Penambahan koagulan, seperti koagulan berbasis besi atau aluminium, akan menetralisir atau mengurangi muatan permukaan, seperti yang dilakukan pada penelitian untuk pemanenan Scenedesmus dan Chlorella melalui netralisasi muatan. Pada koagulasi menggunakan anaorganik flokulan seperti aluminium atau iron salt, proses pemisahan mikroalga dapat dilakukan pada pH yang cukup rendah, namun masih ada kemungkinan biomassa yang dihasilkan terkontaminasi oleh koagulan, sedangkan menggunakan organik koagulan seperti chitosan kemungkinan kontaminasi akan terhindar karena menggunakan bahan yang biodegradabel. Kekurangan dari metode ini adalah biaya pengadaan bahan kimia yang digunakan cukup tinggi sehingga perlu kombinasi dengan metode lain (Grima et al. 2003).

2). Koagulasi elektrik

Proses koagulasi elektrik mengacu pada pemisahan mikroalga dengan medan listrik tanpa menggunakan kogulan. Menurut Rohman (2009), prinsip dasar dari elektrokoagulasi adalah reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam


(38)

suatu sel koagulasi elektrik, peristiwa oksidasi terjadi di elektroda yaitu anoda (+), sedangkan reduksi terjadi di elektroda yaitu katoda (-). Yang terlibat dalam reaksi Koagulasi elektrik selain elektroda yaitu air yang diolah, yang berfungsi sebagai larutan elektrolit. Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi.

Interaksi yang terjadi di dalam larutan yaitu: (1) migrasi menuju muatan elektroda yang berlawanan (elektroforesis) dan netralisasi muatan, (2) kation atau ion hidroksil membentuk endapan dengan pengotor, (3) interaksi kation logam dengan ion OH- membentuk sebuah hidroksida dengan sifat adsorpsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan polutan, (4) oksidasi polutan sehingga sifat toksiknya berkurang (Holt et al. 2002). Mikroalga awalnya akan mengapung karena keterikatan pada hidrogen dan gelembung gas oksigen, namun, dengan agitasi mikroalga juga dapat diendapkan. Penelitian menunjukkan bahwa 90% biomassa dapat dihasilkan dengan waktu pemanenan 35 menit dan konsumsi energi 0.33 kWh/m3, selain itu juga dihasilkan bahwa untuk menghasilkan biomassa sebesar 90% dapat dicapai dengan perlakuan 15 dan 10 volt dan 15 dan 20 menit dari waktu pemisahan (Poelman et al. 1997).

3). Flokulasi spontan

Flokulasi spontan terjadi sebagai akibat dari pengendapan garam karbonat dengan sel mikroalga pada pH tinggi, akibat konsumsi CO2 hasil fotosintesis dengan alga (Sukenik & Shelef 1984). Oleh karena itu, pemaparan yang lama di bawah sinar matahari dengan suplai CO2 yang terbatas akan membantu proses Flokulasi spontan sel mikroalga . Percobaan laboratorium juga mengungkapkan Flokulasi spontan dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH untuk mencapai nilai-nilai pH tertentu. Osborne (2009), telah melakukan penelitian dalam hal pemisahan mikroalga untuk produksi biofuel dan didapatkan hasil (a) Untuk memisahkan alga air tawar diperlukan kapur dan penambahan air laut (5%) pada pH 9.5, hal ini menunjukkan pentingnya peranan kalsium dan magnesium; (b)


(39)

Untuk memisahkan alga air laut diperlukan penambahan natrium hidroksida pada pH 10-11 menggunakan kalsium dan magnesium dengan dosis yang tinggi

2.2.5 Optimasi dengan Metode Permukaan Respon

Metode permukaan respon adalah suatu kumpulan dari teknik-teknik statistika dan matematika yang berguna untuk menganalisis permasalahan tentang beberapa variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas atau respon, serta bertujuan untuk mengoptimalkan respon itu. Jadi, dengan demikian metode permukaan respon dapat digunakan oleh peneliti untuk :

1. Mencari fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respon yang akan datang.

2. Menentukan nilai-nilai dari variabel bebas yang mengoptimalkan respon yang dipelajari (Gasperz 1995).

3. Menentukan level dari variabel input yang akan meghasilkan respon yang optimal (Dekker & Petersen 1985).

Metode permukaan respon pada dasarnya serupa dengan analisis regresi, yaitu menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode kuadrat terkecil (least squares method), hanya saja dalam metode permukaan respon diperluas dengan menerapkan teknik-teknik matematika untuk menentukan titik-titik optimal agar dapat ditemukan respon yang optimal (maksimal atau minimal).

Menurut Gasperz (1995), pembahasan dalam metode permukaan respon, variabel akan didefinisikan sebagai X, dimana variabel bebas itu diasumsikan merupakan variabel kontinyu dan dapat dikendalikan oleh peneliti tanpa kesalahan, diasumsikan merupakan variabel acak (random variable). Variabel bebas bisa terdiri dari X1, X2,…, Xk dengan Y sebagai variabel tak bebas atau variabel respon yang diduga sebagian atau seluruhnya merupakan respon dari X1,

X2,…, Xk. Secara umum persamaan metode permukaan respon dapat dituliskan

sebagai Y = f (X1, X2,…, Xk).

Pada metode permukaan respon kebanyakan masalah adalah menggunakan salah satu model polinomial dari fungsi Y = 0 + 1X1 + 2X2 + … + kXk +  yang merupakan model polinomial ordo satu sebagai tahap awal. Bila terdapat


(40)

lengkungan dalam sistem, maka dapat dirumuskan dengan model polinomial ordo kedua dengan fungsi Y = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X12 + 4X22 +5X1X2 + 

Uji beda kecenderungan (metode ortogonal polinomial) dapat diterapkan terhadap perlakuan-perlakuan yang bersifat kuantitas atau percobaan faktor kuantitatif. Pengujian sesuai metode ortogonal polinomial ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan fungsional antara tanggapan (respon) dan perlakuan-perlakuan yang terlibat dalam kisaran taraf penelitian yang dicoba (Hanafiah 1991).

Seringkali dalam penelitian, tidak diketahui secara pasti lokasi titik maksimal berada. Pada permasalahan ini pendugaan dakian tercuram (steepest ascend method) akan sangat membantu. Pada dasarnya metode dakian tercuram merupakan suatu prosedur untuk mencari daerah respon maksimal (Gasperz 1995). Dasar kerja metode lintas dakian tercuram adalah melakukan sebuah eksperimen yang sederhana pada bagian permukaan respon yang luasnya kecil (bidang). Kemudian ditentukan persamaan bidang tersebut dan setelah itu eksperimen diambil sedemikian rupa agar bergerak ke arah optimal pada permukaan respon. Eksperimen berikutnya kita harapkan harus bergerak dalam arah mendaki paling cepat menuju titik optimal pada permukaan respon (Hanafiah 1991).

Menurut Garcia-Diaz dan Phillips (1995), pada kebanyakan permasalahan metode permukaan respon, hubungan matematika menggambarkan respon percobaan yang dianggap tidak diketahui sehingga langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan perkiraan yang sesuai untuk hubungan tersebut dapat digunakan untuk menentukan kondisi operasi paling efisien dari sistem yang dipelajari.

2.3 Kerangka pemikiran

Pemanfaatan mikroalga dalam kehidupan semakin meningkat antara lain sebagai sumber minyak dalam pembuatan biodiesel. Sumber minyak yang akan dimanfaatkan sebagai biodiesel tersebut berasal dari biomassa mikroalga. Proses pembentukan biomassa mikroalga membutuhkan nutrien yang bisa didapatkan dari limbah cair RPH dan peternakan. Biomassa mikroalga yang tumbuh pada


(41)

Limbah cair agroindustri (RPH dan peternakan)

mengandung banyak

nutrisi (N, P, K)

digunakan sebagai media pertumbuhan mikroalga

Kadar nutrien dan polutan berkurang

sehingga dapat

didaur ulang

Biomassa mikroalga

dapat dimanfaatkan

sebagai sumber BBN atau pakan

limbah cair RPH dan peternakan perlu dipisahkan agar bisa dimanfaatkan. Proses pemisahan mikroalga menjadi tahapan yang cukup penting untuk dilakukan agar pemanfaatan mikroalga dapat optimal. Proses pemisahan yang dilakukan adalah sedimentasi yang diawali dengan perlakuan pendahuluan yaitu proses koagulasi. Pada penelitian ini dikembangkan dua proses koagulasi yaitu secara kimia dan elektrik. Limbah cair RPH dan peternakan yang telah dipisahkan akan mengalami penurunan kadar polutan akibat dari dikonsumsinya bahan-bahan organik yang terkandung didalamnya oleh mikroalga, sehingga dapat didaur ulang untuk tujuan penggunaan yang lain. Kerangka pemikiran penelitian secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Kajian pemisahan mikroalga

Perlakuan pendahuluan yang dikembangkan:

 Koagulasi kimia

 Koagulasi elektrik

Mikroalga


(42)

(43)

3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 – Februari 2012. Tempat penelitian di Laboratorium Teknik dan Manajemen Lingkungan Departemen Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah limbah cair RPH (UPTD RPH Bubulak) dan limbah cair peternakan sapi, kultur mikroalga alamiah yang berasal dari Danau LSI IPB (dipilih karena telah beradaptasi dengan cuaca dan iklim didaerah Bogor), koagulan yang terdiri dari ferro sulfat dan poly aluminium chloride (PAC). Bahan-bahan kimia lainnya yang digunakan untuk analisis kadar fosfat, nitrat, amonium, COD dan TSS limbah cair, seperti NaOH 0.6 N, larutan H2SO4 0.02%, larutan ammonium molybdat, larutan SnCl2, gliserol, aquades, larutan K2Cr2O7, pereaksi asam COD H2SO4, indikator ferroin, larutan Ferro Aluminium Sulfat (FAS) 0.1 M, polyvinyl alkohol dan pereaksi Nessler.

Alat-alat yang digunakan antara lain adaptor untuk proses koagulasi/flokulasi elektrik dengan elektroda besi, spektrofotometer, wadah-wadah plastik, pH meter, Jar test, COD reactor, serta berbagai alat gelas seperti tabung reaksi, gelas ukur, pipet mohr, pipet tetes, pipet volumetrik, buret dan gelas.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Penumbuhan Mikroalga

Penumbuhan mikroalga pada limbah cair RPH dan peternakan menggunakan bak kultivasi yang terbuat dari kaca dengan ukuran 50 cm x 30 cm x 35 cm. Perbandingan komposisi yang paling optimal antara limbah cair peternakan dengan kultur biakan mikroalga dipilih 75% : 25 % (Manalu 2010 dan Afriyanti 2011). Media limbah cair yang dimasukkan kedalam bak kultivasi sebanyak 22.5 L sedangkan inokulum mikroalga yang dimasukkan kedalam bak


(44)

kultivasi sebanyak 7.5 L. Penumbuhan mikroalga dilakukan secara aerob dan diinkubasi selama 12 hari.

3.3.2 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan nilai central (0) dan taraf (-1 dan +1) dari masing-masing faktor. Penetapan central dan taraf untuk teknik koagulasi kimia dilakukan dengan uji pendahuluan menggunakan jar test (pengadukan cepat: 120 rpm selama 1-2 menit, dilanjutkan dengan pengadukan lambat: 45 rpm selama 30 menit) pada limbah cair RPH dan peternakan yang telah ditumbuhi mikroalga dengan faktor pH (X1) dan faktor dosis (X2) koagulan PAC dan ferro sulfat. Berdasarkan hasil uji pendahuluan, dipilih nilai-nilai faktor yang digunakan sebagai central dan taraf. Hasil penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 1. Penetapan central (pusat) untuk teknik koagulasi elektrik yaitu berdasarkan pada hasil penelitian sebelumnya (Afriyanti 2011) yang menyebutkan bahwa efisiensi pemisahan mikroalga yang terbaik menggunakan teknik koagulasi elektrik adalah pada input energi listrik 15 volt dengan waktu 40 menit. Nilai-nilai central dan taraf ini selanjutnya dimasukkan ke program Design-Expert DX8.0.11 untuk mendapatkan satuan percobaan yang akan diujikan pada penelitian utama.

3.3.3 Penelitian Utama

a. Prosedur Pemisahan Mikroalga

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap:

1. Melakukan analisa awal terhadap sampel limbah cair RPH dan peternakan yang meliputi analisis ammonium, nitrat, fosfat, TSS, COD, kekeruhan, warna dan pH. Kemudian dilakukan kultivasi mikroalga pada limbah cair RPH dan limbah cair peternakan. Setelah mikroalga berhasil ditumbuhkan, dilakukan analisa TSS, kekeruhan, warna, COD, fosfat dan pH terhadap kedua media tumbuh limbah cair tersebut (analisa ini juga akan dilakukan setelah proses koagulasi dilakukan). Prosedur analisis dapat dilihat pada lampiran 9.

2. Melakukan pemisahan mikroalga dengan proses koagulasi kimia dan koagulasi elektrik. Proses koagulasi kimia dilakukan dengan menambahkan ferro sulfat


(45)

dan PAC sebagai koagulan. Proses dilakukan dengan bantuan jar test (dapat dilihat pada Gambar 2), setelah proses selesai dan didiamkan selama 30 menit kemudian supernatan diambil menggunakan pipet volume sebanyak 100 ml untuk dianalisis kualitas supernatannya.

Proses koagulasi elektrik dilakukan dengan menggunakan adaptor dengan elektroda besi (dapat dilihat pada Gambar 3). Sampel sebanyak satu liter dimasukkan ke dalam beaker glass dan dicelupkan elektroda besi, selanjutnya adaptor dialiri arus listrik. Setelah proses selesai kemudian didiamkan selama 30 menit dan supernatan diambil sebanyak 100 ml untuk dianalisis kualitas superrnatannya. Perubahan yang terjadi pada elektroda juga turut diamati.

Gambar 2 Rangkaian alat jar test.


(46)

3. Melakukan perbandingan hasil analisis kadar nutrisi dari faktor-faktor yang diamati untuk selanjutnya ditentukan teknik yang paling efektif untuk proses pemisahan mikroalga.

4. Melakukan perhitungan kebutuhan energi, bahan kimia yang digunakan dan biaya yang dibutuhkan untuk masing-masing proses koagulasi.

Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tahapan Penelitian.

Limbah cair RPH dan Peternakan

Inokulasi dengan inokulum mikroalga alamiah (perbandingan limbah cair :

inokulum yaitu 75% : 25%)

Analisis amonium, nitrat, TSS, kekeruhan, warna,

COD, fosfat dan pH

Limbah cair RPH dan Peternakan yang telah

ditumbuhi mikroalga

Analisis TSS, kekeruhan, warna, COD, fosfat dan pH

Proses koagulasi kimia (dengan

jar test, satuan percobaan yang dilakukan tertera pada

Tabel 2

Proses koagulasi elektrik (menggunakan elektroda besi, satuan percobaan yang dilakukan

tertera pada Tabel 2

Didiamkan selama 30 menit

Analisis TSS, kekeruhan, warna, COD, fosfat dan pH

Karakteristik awal limbah cair RPH dan peternakan

Respon berupa nilai TSS, kekeruhan, warna, COD, fosfat dan pH

Karakteristik limbah cair RPH dan peternakan sebelum diberi perlakuan pendahuluan koagulasi

Analisa data serta perhitungan kebutuhan energy, bahan kimia dan biaya)


(47)

b. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan komposit pusat (central composite design) yang terdiri dari 2 faktor, dimana terdapat dua taraf dari setiap variabel yang diberi kode sebagai –1 dan +1, agar model polinomial ordo kedua dapat diperiksa keandalannya (ketepatan model), maka perlu dilakukan pengamatan pada titik pusat yang diberi kode 0. Pada teknik koagulasi kimia faktor yang digunakan adalah pH dan dosis koagulan, sedangkan pada teknik koagulasi elektrik faktor yang digunakan adalah input energi listrik dan waktu. Respon pada rancangan ini adalah nilai TSS, kekeruhan, warna COD, fosfat dan pH dari supernatan.

3.4 Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode respon permukaan (Response Surface Methodology/ RSM). Metode ini dapat digunakan untuk menentukan wilayah dari variabel bebas yang akan memberikan respon yang optimal. RSM juga bermanfaat untuk menganalisis masalah dalam suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan untuk mengoptimasi respon tersebut.

Program untuk analisis data diperoleh dengan cara mengunduh melalui internet dengan alamat www.statease.com yaitu program Design-Expert DX 8.0.11 (trial version). Analisis data yang dilakukan sesuai dengan prosedur sebagai berikut :

1. Data yang dimasukkan pada rancangan komposit terpusat adalah dua faktor. Pengulangan data adalah tiga pengulangan pada titik tengah, respon pada rancangan komposit terpusat terdiri dari enam respon.

2. Pendugaan awal pada data yang berasal dari evaluasi meliputi :

a. Aliased models, yang menentukan apakah model yang dipilih cukup untuk

mengestimasikan koefisien model yang diinginkan, jika tidak terdapat “no

aliased model” berarti desain model sudah cukup.

b. Deegres of Freedom/DF (derajat bebas), desain yang baik mempunyai minimal DF simpangan model 3 dan DF galat murni minimal 4.


(48)

3. Selanjutnya dilakukan analisis data terhadap respon. Semua model polinomial untuk respon yang dipilih dicocokkan dengan perhitungan linier, berdasarkan perhitungan statistik jika menunjukkan model nyata, maka model tersebut akan disarankan. Model yang disarankan mempunyai P kurang dari 0.05 (berpengaruh nyata), dan simpangan model (lack of fit) mempunyai nilai lebih dari 0.1 (tidak berpengaruh nyata).

4. Selanjutnya dilakukan analisis ragam (ANOVA) dengan model yang sudah terpilih. Model berpengaruh nyata jika nilai P kurang dari 0.05 (peluang kesalahan kurang dari 5%), sedangkan model bersifat tidak berpengaruh nyata jika nilainya lebih dari 0.1 (peluang kesalahan lebih dari 10%).

5. Langkah selanjutnya adalah pengoptimalan respon dengan batasan faktor yang sesuai pada rancangan percobaan. Hasil optimasi akan menunjukkan titik-titik faktor untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Pada penelitian ini juga dilakukan analisis data terhadap efisiensi penurunan nilai TSS, kekeruhan, warna, COD, fosfat dan efisiensi perubahan nilai pH. Rumus yang digunakan yaitu: A – B x 100%

B Dimana:

A : nilai respon (TSS, kekeruhan, warna, COD, fosfat, pH) setelah diberi perlakuan pendahuluan

B : nilai respon (TSS, kekeruhan, warna, COD, fosfat, pH) sebelum diberi perlakuan pendahuluan

Langkah selanjutnya adalah melakukan perbandingan antara Y model dengan Y eksperimen. Y model didapatkan dengan cara mensubstitusikan nilai faktor optimal pada model persamaan yang terbentuk untuk masing-masing respon, sedangkan Y eksperimen adalah nilai respon (TSS, kekeruhan, warna, COD, fosfat, pH) setelah diberi perlakuan pendahuluan. Selanjutnya dihitung selisih antara Y model dengan Y eksperimen tersebut dengan rumus:

ΔY = Y eksperimen – Y model x 100% Y eksperimen


(49)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.5 Pertumbuhan Mikroalga

Pertumbuhan mikroalga yang dipisahkan pada penelitian ini dilakukan pada dua jenis limbah cair yaitu limbah cair RPH dan limbah cair peternakan (PET). Pertumbuhan dilakukan pada bak kultivasi yang berukuran 50 cm x 30 cm x 35 cm. Sebelum dicampurkan dengan inokulum mikroalga limbah cair terlebih dahulu dilakukan karakterisasi. Tabel 1 menunjukkan karakteristik limbah cair RPH dan limbah cair peternakan yang digunakan sebagai media kultur.

Tabel 1 Karakteristik limbah cair yang digunakan

Parameter Satuan Nilai (awal)

PET RPH

TSS mg/L 300 340

Kekeruhan FTU 350 370

Warna PtCo 620 590

COD mg/L 176 136

Fosfat mg/L 19.32 17.25

NH4

+

mg/L 1.56 2.72

NO3

-mg/L 2.13 1.80

pH 6.3 6.5

Berdasarkan hasil karakterisasi yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa beberapa kandungan senyawa organik yang ada pada limbah cair RPH dan limbah cair peternakan mendekati nilai baku mutu air limbah untuk usaha peternakan. Hal ini dapat dilihat pada nilai TSS limbah cair RPH yaitu 340 mg/L. Dengan demikian limbah cair RPH yang digunakan tergolong kedalam limbah tercemar karena melebihi baku mutu air limbah usaha peternakan sapi berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2009 yaitu sebesar 300 mg/L. Untuk itu pengolahan diperlukan untuk menurunkan zat pencemar yang ada pada limbah tersebut. Dilihat dari nilai COD yaitu untuk limbah cair RPH sebesar 136 mg/L dan limbah cair peternakan sebesar 176 mg/L, nilai ini belum melebihi baku mutu air limbah yaitu 200 mg/L, namun untuk mengurangi beban pencemaran maka pengolahan melalui pemanfaatan limbah cair menjadi media pertumbuhan mikroalga menjadi suatu alternatif yang cukup baik untuk diterapkan.


(1)

Lampiran 45 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon warna pada media kultur

peternakan dengan koagulasi elektrik

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Nilai P

Model 1.232E+005 2 61613.82 12.27 0.0037*

A-Input 1.217E+005 1 1.217E+005 24.23 0.0012

B-Waktu 1566.69 1 1566.69 0.31 0.5917

Residual 40161.09 8 5020.14

Lack of Fit 40156.42 6 6692.74 2868.32 0.0003*

Galat 4.67 2 2.33

Total 1.634E+005 10

Std. Dev. 70.85 R2 0.7542 Mean 468.55 R2Adj 0.6927 C.V. % 15.12 R2pred 0.4868 PRESS 83854.51 Rasio 9.427 Ket: *: signifikan

**: tidak signifikan

Lampiran 46 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon COD pada media kultur

peternakan dengan koagulasi elektrik

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Nilai P

Model 31.36 3 10.45 1.89 0.2203**

A-Input 20.48 1 20.48 3.69 0.0960

B-Waktu 0.64 1 0.64 0.12 0.7440

AB 10.24 1 10.24 1.85 0.2163

Residual 38.81 7 5.54

Lack of Fit 35.82 5 7.16 4.80 0.1814**

Galat 2.99 2 1.49

Total 70.17 10

Std. Dev. 2.35 R2 0.4469 Mean 74.25 R2Adj 0.2099 C.V. % 3.17 R2pred -0.7153 PRESS 120.36 Rasio 4.508 Ket: *: signifikan

**: tidak signifikan


(2)

Lampiran 47 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon fosfat pada media kultur

peternakan dengan koagulasi elektrik

A

NOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung NilaiP

Model 70.10 5 14.02 24.60 0.0016*

A-Input 20.74 1 20.74 36.40 0.0018

B-Waktu 1.20 1 1.20 2.11 0.2061

AB 0.85 1 0.85 1.49 0.2773

A2 20.05 1 20.05 35.19 0.0019

B2 39.78 1 39.78 69.82 0.0004

Residual 2.85 5 0.57

Lack of Fit 2.83 3 0.94 130.62 0.0076*

Galat 0.014 2 7.233E-003

Total 72.94 10

Std. Dev. 0.75 R2 0.9609 Mean 5.54 R2Adj 0.9219 C.V. % 13.63 R2pred 0.7232 PRESS 20.19 Rasio 11.159 Ket: *: signifikan

**: tidak signifikan

Lampiran 48 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon pH pada media kultur

peternakan dengan koagulasi elektrik

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Nilai P

Model 0.20 2 0.099 2.71 0.1266**

A-Input 0.19 1 0.19 5.14 0.0532

B-Waktu 1.000E-002 1 1.000E-002 0.27 0.6147

Residual 0.29 8 0.036

Lack of Fit 0.27 6 0.044 3.31 0.2499**

Galat 0.027 2 0.013

Total 0.49 10

Std. Dev. 0.19 R2 0.4035 Mean 7.59 R2Adj 0.2544 C.V. % 2.52 R2pred -0.1777 PRESS 0.58 Rasio 4.340 Ket: *: signifikan


(3)

Lampiran 49 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon TSS pada media kultur

RPH dengan koagulasi elektrik

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Nilai P

Model 22240.29 5 4448.06 422.66 < 0.0001*

A-Input 51.58 1 51.58 4.90 0.0777

B-Waktu 62.80 1 62.80 5.97 0.0585

AB 156.25 1 156.25 14.85 0.0120

A2 15123.18 1 15123.18 1437.03 < 0.0001

B2 13283.29 1 13283.29 1262.20 < 0.0001

Residual 52.62 5 10.52

Lack of Fit 50.62 3 16.87 16.87 0.0565**

Galat 2.00 2 1.00

Total 22292.91 10

Std. Dev. 3.24 R2 0.9976 Mean 149.91 R2Adj 0.9953 C.V. % 2.16 R2pred 0.9837 PRESS 364.46 Rasio 44.698 Ket: *: signifikan

**: tidak signifikan

Lampiran 50 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon kekeruhan pada media

kultur RPH dengan koagulasi elektrik

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Nilai P

Model 5777.63 5 1155.53 21.04 0.0023*

A-Input 907.66 1 907.66 16.53 0.0097

B-Waktu 387.79 1 387.79 7.06 0.0450

AB -1.819E-012 1 -1.819E-012 -3.313E-014 1.0000

A2 2373.18 1 2373.18 43.22 0.0012

B2 3389.65 1 3389.65 61.73 0.0005

Residual 274.55 5 54.91

Lack of Fit 248.55 3 82.85 6.37 0.1386 **

Galat 26.00 2 13.00

Total 6052.18 10

Std. Dev. 7.41 R2 0.9546 Mean 174.73 R2Adj 0.9093 C.V. % 4.24 R2pred 0.6983 PRESS 1825.96 Rasio 11.441

Ket: *: signifikan **: tidak signifikan


(4)

Lampiran 51 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon warna pada media kultur

RPH dengan koagulasi elektrik

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Nilai P

Model 1.296E+005 5 25922.95 35.43 0.0007*

A-Input 11410.47 1 11410.47 15.60 0.0109

B-Waktu 160.72 1 160.72 0.22 0.6590

AB 15625.00 1 15625.00 21.36 0.0057

A2 90306.13 1 90306.13 123.44 0.0001

B2 37470.83 1 37470.83 51.22 0.0008

Residual 3657.97 5 731.59

Lack of Fit 3391.31 3 1130.44 8.48 0.1073**

Galat 266.67 2 133.33

Total 1.333E+005 10

Std. Dev. 27.05 R2 0.9726 Mean 484.55 R2Adj 0.9451 C.V. % 5.58 R2pred 0.8145 PRESS 24715.95 Rasio 15.652 Ket: *: signifikan

**: tidak signifikan

Lampiran 52 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon COD pada media kultur

RPH dengan koagulasi elektrik

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Nilai P

Model 58.32 5 11.66 3.83 0.0833**

A-Input 10.11 1 10.11 3.32 0.1280

B-Waktu 0.38 1 0.38 0.12 0.7391

AB 19.36 1 19.36 6.36 0.0530

A2 1.06 1 1.06 0.35 0.5807

B2 28.17 1 28.17 9.25 0.0287

Residual 15.22 5 3.04

Lack of Fit 13.51 3 4.50 5.28 0.1634**

Galat 1.71 2 0.85

Total 73.54 10

Std. Dev. 1.74 R2 0.7931 Mean 60.07 R2Adj 0.5861 C.V. % 2.90 R2pred -0.3587 PRESS 99.92 Rasio 5.380 Ket: *: signifikan


(5)

Lampiran 53 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon fosfat pada media kultur

RPH dengan koagulasi elektrik

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Nilai P

Model 12.96 5 2.59 14.70 0.0052*

A-Input 0.97 1 0.97 5.50 0.0659

B-Waktu 2.08 1 2.08 11.79 0.0186

AB 2.48 1 2.48 14.06 0.0133

A2 4.60 1 4.60 26.06 0.0038

B2 5.01 1 5.01 28.43 0.0031

Residual 0.88 5 0.18

Lack of Fit 0.88 3 0.29 8819.04 0.0001**

Galat 6.667E-005 23.333E-005

Total 13.84 10

Std. Dev. 0.42 R2 0.9363 Mean 2.33 R2Adj 0.8726 C.V. % 18.04 R2pred 0.5470 PRESS 6.27 Rasio 9.007 Ket: *: signifikan

**: tidak signifikan

Lampiran 54 Analisis Ragam (ANOVA) untuk respon pH pada media kultur RPH

dengan koagulasi elektrik

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Nilai P

Model 0.077 5 0.015 1.59 0.3105**

A-Input 0.024 1 0.024 2.52 0.1733

B-Waktu 2.145E-004 1 2.145E-004 0.022 0.8874

AB 0.022 1 0.022 2.33 0.1877

A2 2.966E-003 1 2.966E-003 0.31 0.6036

B2 0.030 1 0.030 3.11 0.1383

Residual 0.048 5 9.669E-003

Lack of Fit 0.022 3 7.226E-003 0.54 0.6997**

Galat 0.027 2 0.013

Total 0.13 10

Std. Dev. 0.098 R2 0.6146 Mean 7.64 R2adj 0.2293 C.V. % 1.29 R2pred -0.7071 PRESS 0.21 Rasio 3.585 Ket: *: signifikan


(6)