Faktor-faktor yang mempengaruhi KENDALA DAN UPAYA DALAM PENGEMBANGAN KERJASAMA

6. Adanya sistem hukum dan perundang-undangan yang berbeda disetiap negara, terutama dalam hal pemidanaan, sehingga menyulitkan dalam upaya melakukan penuntutan atau penindakan. Di samping itu adanya perbedaan kerangka hukum tentang predicate crime kejahatan narkotika sehingga menyulitkan dalam penyitaan aset dan harta kekayaan pelakunya.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Pengembangan Kerjasama Internasional yang dilakukan oleh Polri Disamping kendala-kendala teknis sebagaimana telah diuraikan di atas, pengembangan kerjasama internasional yang dilakukan oleh Polri, khususnya dalam penanggulangan kejahatan narkotika yang terorganisir, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor lain, diantaranya :

1. Letak Wilayah Strategis Indonesia

Konstelasi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan posisi diantara benua Asia dan Australia serta diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia, menempatkan Indonesia menjadi daerah yang penting bagi negara-negara pada kawasan tersebut.Posisi strategis ini menyebabkan setiap dinamika politik, ekonomi dan keamanan, baik ditingkat regional maupuninternasionalakanmenjadi faktor yang berpengaruh terhadap situasi dan kondisi Indonesia.Dalam era globalisasi abad ke-21 ini, perkembangan lingkungan strategis regional dan internasional lebih menguat pengaruhnya Universitas Sumatera Utara terhadap situasi nasional karena diterimanya nilai-nilai universal seperti perdagangan bebas, demokratisasi, serta hak asasi dan lingkungan hidup. Krisis ekonomi yang belum pulih betul menimbulkan dampak terhadap bidang lain yaitu instablilitas politik dan perekonomian nasional, serta gangguan keamanan yang cenderung meningkat. Usia produktif bertumbuh dengan pesat sebagai akibat dari peningkatan pertambahan penduduk, sementara ketersediaan lapangan kerja sangatlah terbatas. Sejumlah perusahaan tidak mampu bertahan dan terpaksa menghentikan usahanya sehingga menutup peluang bagi usia produktif untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Akibatnya, angka pengangguran meningkat secara tajam. Peningkatan pengangguran berkontribusi terhadap peningkatan angka kejahatan. Peningkatan angka kejahatan tentuakan memberikan dampak negatif yang cukup serius bagi kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat, akhirnya akanmenjadi isu nasional. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai konsekuensi reformasi dan yang melemahkan manajemen keamanan nasional, akan membawa implikasi negatif terhadap stabilitas keamanan nasional. Situasi ini diperkirakan masih akanterus berlangsung dalam waktu-waktu mendatang. Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional, telah meratifikasi beberapa kesepakatan internasional termasuk yang diratifikasi belakangan adalah “The United Nations Convention Againts Illict Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1998” dengan Undang-Undang Nomor 7 Universitas Sumatera Utara Tahun 1997 dan pengaturan psikotropika berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 yang bertujuan untuk menjamin ketersediaan guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan psikotropika sekaligus untuk memberantas peredaran gelap psikotropika. Penyelenggaraan konferensi tentang psikotropika pertama kali dilaksanakan oleh The United Nations Conference for the Adoption of Protocol on Pscyhotropic Substances mulai tanggal 11 Januari – 21 Februari di Wina, Austria telah menghasilkan Convention Psychotropic Substances 1971. Materi muatan konvensi tersebut berdasarkan pada resolusi The United Nations Economic and Social Council Nomor 1474 XLVIII tanggal 24 Maret 1970 yang merupakan aturan-aturan untuk disepakati menjadi kebiasaan internasional sehingga harus dipatuhi oleh semua negara 107

4. Faktor Internal dan Faktor Eksternal

. Baik konvensi maupun undang-undang kesemuanya menekankan begitu pentingnya penanggulangan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika untuk dilakukan secara bersama-sama. Maraknya kejahatan narkotika memerlukan berbagai upaya untuk memberantas dan menanggulanginya. Salah satu aspek penting dewasa ini adalah pengembangan kerjasama secara bilateral, regional maupun 107 Siswanto Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 1. Universitas Sumatera Utara internasional sebagaimana telah ditetapkan oleh Polri yang termuat dalam Grand Strategi Polri 2005-2025. Pola kerjasama yang dikembangkan dengan mengedepankan asas partisipasi aktif negara-negara dan organisasi internasional dalam pelaksanaan pemberantasan peredaran gelap narkotika tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik secara internal yang berisikan kekuatan dan kelemahan maupun secara eksternal yang berisikan peluang dan kendala. Faktor-faktor dimaksud sebagai berikut 108 108 Arman Depari, Loc.cit :

a. Faktor Internal

1 Kekuatan a Kebijakan Pemerintah Indonesia dan komitmen Presiden RI untuk menanggulangi dan memberantas peredaran gelap narkotika di Indonesia dengan menempatkan kejahatannarkotika sebagai extra ordinary crime. b Komitmen Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk memberantas kejahatan narkotika di seluruh wilayah NKRI dan berpartisipasi aktif dalam pemberantasan kejahatan narkotika sebagai transnational crime. Universitas Sumatera Utara c Adanya Reformasi Birokrasi Polri yang menjadi dasar bagi Polri dan mengakselerasi perubahan paradigma baru Polri dalam penanggulangan kejahatan narkotika. d Meningkatnya kemampuan anggota Polri dalam pengungkapan pelaku kejahatannarkotika, baik di dalam negeri maupun yang berskala internasional. e. Adanya komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan ditubuh Polri kearah yang lebih baik melalui pembenahan di berbagai aspek, baik struktural, instrumental maupun kultural guna membangun kepercayaan masyarakat. 2 Kelemahan. a Perbedaan sistem hukum yang ada di berbagai negara, baik yang menganut sistem hukum eropa kontinental maupun sistemanglo saxon dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan narkotika sebagai transnational crime. b Belum adanya joint task force dari masing- masing institusi kepolisian. Universitas Sumatera Utara c Belum intensifnya komunikasi antar institusi kepolisian sehingga sulit untuk mendapatkan informasi tentang sindikat narkotika yang terorganisir dan berskala internasional yang melibatkan beberapa negara. d Reward dan punishment belum dilaksanakan secara konsisten dan optimal terhadap personil yang mengungkap dan menangani kejahatan narkotika yang melibatkan pelaku sindikat internasional. e Terbatasnya sumber daya manusia, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Kualitas intelektual dan profesionalisme individu yang belum ideal untuk memberantas kejahatan narkotika yang terorganisir dan melibatkan pelaku lintas negara. f Kurangnya dukungan sarana dan prasarana serta dukungan anggaran operasional kepolisian dalam pemberantasan kejahatan narkotika yang terorganisir dan berskala internasional. Universitas Sumatera Utara

b. Eksternal

1 Peluang. a Adanya kerjasamapenegak hukum yang dilakukan oleh Polri dengan kepolisian negara lain dalam penanggulangan kejahatan narkotika, diantaranya kerjasama dengan U.S Department of Justice Drug Enforcement Administration DEA, AFP Kepolisian Australia, PDRM Kepolisian Malaysia, RTP Kepolisian Thailand dan CNB Badan Narkotika Singapura. b Partisipasi aktif Polri di dalam forum International Drug Enforcement Conference IDEC di tingkat regional Far East Regional Working Group Meeting yang pesertanya dari berbagai negara diantaranya: Brunei Darussalam, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam, ditambah dengan beberapa negara non Asia Tenggara yakni Australia, China, Hongkong SAR, Jepang, New Zealand, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Universitas Sumatera Utara c Meningkatnya dukungan dan desakan publik agar Polri lebih gigh, lebih serius dan konsisten dalam pemberantasan kejahatan narkotika. d Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih dapat memudahkan dalam kegiatan tukar menukar ataupun penyaluranberbagai informasi kepada instansi atau lembaga terkait tentang aktifitas pelaku kejahatan narkotika. e Hampir semua negara di dunia menyatakan perang terhadap perdagangan dan peredaran gelap narkotika serta menempatkannya sebagai kejahatan serius serious crime. 2 Kendala. a Kondisi geografis Indonesia yang diapit dua benua dan dua samudera, kemudian jumlah penduduk Indonesia yang besar, menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai daerah perlintasan atau transit namun saat ini sudah menjadi daerah sasaran peredaran gelap narkotika internasional. b Kerjasama yang terjalin selama ini belum sepenuhnya mengarah pada tindakan operasional Universitas Sumatera Utara yang implementatif terkait mekanisme kerjasama antarnegara dalam pemberantasan kejahatan narkotika terorganisir yang berskala internasional. c Terdapat beberapa negara asal pelaku kejahatan narkotika internasional yang belum tergabung dalam forum kerjasama, baik bilateral, regional maupun internasional. d Pemberantasan melalui kerjasama internasional belum mengarah pada tindakan penelusuran dan penyitaan terhadap aset atau harta kekayaan yang diduga diperoleh dari kejahatan narkotika. e Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang pesat turut berkontribusi terhadap “lancar”nya aktifitas sindikat kejahatan narkotika internasional. Universitas Sumatera Utara

C. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala dalam Kerjasama

Internasional Penanggulangan Kejahatan Narkotika Terorganisir Guna mengatasi kendala-kendala dalam pengembangan kerjasama internasional dalam kerangka penanggulangan kejahatan narkotika yang terorganisir, baik secara multilateral, bilateral maupun regional yaitu dengan memanfaatkan perjanjian internasional yang didasarkan pada materi perjanjian dan bukan berdasarkan bentuk, nama nomenclature perjanjian. 109 Adapun upaya yang dilakukan oleh Polri dimaksud yakni 110 109 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.cit, hal. 120 110 Hasil wawancara dengan Kasubdit Narkotika Bareskrim Polri, tanggal 7 Desember 2013 : Pertama, membuat MoU Memorandum of Understanding dengan sasaran prioritas pertukaran informasi dan data intelijen, investigasi gabungan, controlled delivery, dukungan staf ahli, patroli pencegahan secara bersama di perbatasan-perbatasan negara. Dengan adanya MoU maka program partnership building yang dilaksanakan akan mempunyai arah dan batasan yang jelas sehingga para mitra Polri yang telah sepakat untuk bermitra akan mengetahui aturan main serta batasan mana yang dapat dilakukan dan tidak boleh dilanggar. MoU yang harus didahului dengan menyatukan komitmen pimpinan Polri beserta jajarannya yang ada di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk melakukan tindakan-tindakan dalam penanggulangan dan pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sebagai suatu kejahatan transnasional dan extra ordinary crime. Komitmen dimaksud disertai dengan perencanaan yang terpadu dan terintegrasi antara kebutuhan anggaran, sarana dan prasarana dengan Universitas Sumatera Utara kemungkinan kegiatan operasional. 111 Di samping itu, kekhawatiran internasional terhadap narkotika dan pencucian uang melahirkan suatu kesepakatan yang disebut sebagai International Legal Regime to Combat MoneyLaundering dan bahkan ada kecenderungan bahwa pencucian uang dilakukan dengan sangat rumit. Kedua , penandatangan kesepakatan dalam hal pengejaranpenangkapan pelaku dan jaringannya yang berada di luar negeri, pemeriksaan tersangka atau saksi yang ada diluar negeri, penggeledahan orangbarang dan penyitaan barang bukti yang ada di luar negeri. Ketiga, membangun komunikasi yang efektif. Kerjasama yang telah terjalin dan terbentuk serta diikat dengan MoU tidak akan dapat berlangsung secara baik apabila masing masing negara-negara dan organisasi internasional yang terkait didalamnya tidak saling berkomunikasi. Oleh karena itu, Polri selaku pihak yang paling berkepentingan dalam pemberantasan kejahatan narkotika terorganisir di Indonesia, harus senantiasa mampu membuka dan menjalin komunikasi dengan para mitranya. Keempat, proaktif dalam kesepakatan-kesepakatan internasional menyangkut penanganan terhadap pelaku kejahatan narkotika lintas negara. Perlu mengintensifkan perjanjian-perjanjian bilateral dan multilateral untuk mensiasati perbedaan sistem hukum di tiap-tiap negara. 112 111 Anjan Pramuka Putra, Op.cit, hal. 53 Untuk diperlukan upaya pengembangan kerjasama 112 Komisi Kepolisian Nasional, Narkoba sebagai Kejahatan Transnasional, Bahan Pembekalan Sespim Polri Dikreg 48 TP. 2009, hal. 28 bahwa dalam International Narcotics Control Strategy Report INCSR yang dikeluarkan oleh Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Affairs, United States Department of State pada bulan Maret 2003, Indonesia ditempatkan kembali ke dalam deretan major laundering countries di wilayah Asia Pacific bersama dengan 53 negara antara lain seperti Australia, Kanada, Cina, Cina Taipei, Hong Kong, India, Jepang, Macau Universitas Sumatera Utara internasional dalam penanggulangan kejahatan narkotika terorganisir terutama menyangkut upaya pelacakan dan penyitaan asset atau harta kekayaan pelaku yang patut diduga merupakan hasil kejahatan sebagai follow up crime melalui tindakan pelacakan dan penyitaan asset atau harta kekayaan para pelaku kejahatan narkotika yang terorganisir mata rantai yang menghidupi peredaran gelap narkotika dengan melibatkan sistim keuangan dalam negeri dan lembaga-lembaga terkait lainnya, baik di dalam maupun luar negeri, misalnya Financial Action Task Force FATF. Agar Cina, Myanmar, Nauru, Pakistan, Filipina, Singapura, Thailand, United Kingdom dan Amerika Serikat. Predikat major laundering countries diberikan kepada negara-negara yang lembaga dan sistem keuangannya dinilai terkontaminasi bisnis narkotika internasional yang ditengarai melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Lebih jauh, INCSR menyoroti pula beberapa hal yaitu upaya Indonesia dalam memberantas peredaran gelap narkoba yang dianggap masih belum memadai, kenaikan angka penyalahgunaan narkoba di dalam negeri, serta maraknya lalu lintas perdagangan gelap narkoba dari dan ke Indonesia yang melibatkan negara-negara seperti Thailand, Burma, Singapura, Afghanistan, Pakistan dan Nigeria. Kejahatan peredaran gelap narkoba sejak lama diyakini memiliki kaitan erat dengan proses pencucian uang. Sejarah perkembangan tipologi pencucian uang menunjukkan bahwa perdagangan obat bius merupakan sumber yang paling dominan dan kejahatan asal predicate crime yang utama yang melahirkan kejahatan pencucian uang.Organized crime selalu menggunakan metode pencucian uang ini untuk menyembu-nyikan, menyamarkan atau mengaburkan hasil bisnis haram itu agar nampak seolah-olah merupakan hasil dari kegiatan yang sah.Selanjutnya, uang hasil jual beli narkoba yang telah dicuci itu digunakan lagi untuk melakukan kejahatan serupa atau mengembangkan kejahatan-kejahatan baru.Perkembangan peredaran obat bius di beberapa negara bahkan telah mencapai titik nadir.Gerard Wyrsch 1990 mengungkapkan bahwa pencucian uang yang berasal dari bisnis narkotika di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 100 sampai dengan 300 milyar dollar pertahunnya. Sedangkan di Eropa berkisar antara 300 sampai 500 milyar dollar pertahunnya, suatu angka yang fantastis.FATF Financial Action Task Force on Money Laundering dalam annual report tahun 1995-1996 memperkirakan bahwa dari 600 milyar sampai satu trilyun dollar uang yang dicuci pertahunnya, sebagian besar berasal dari bisnis haram perdagangan gelap narkoba.Perkiraan jumlah di atas setiap tahun mengalami peningkatan sehingga dikenal istilah narco dollar, sekaligus menunjukkan bahwa persoalan peredaran gelap narkoba merupakan kejahatan internasional international crime dan persoalan seluruh negara.Sejarah mencatat pula bahwa kelahiran rezim hukum internasional yang memerangi kejahatan pencucian uang dimulai pada saat masyarakat internasional merasa frustrasi dengan upaya memberantas kejahatan perdagangan gelap narkoba.Pada saat itu, rezim anti pencucian uang dianggap sebagai paradigma baru dalam memberantas kejahatan yang tidak lagi difokuskan pada upaya menangkap pelakunya, melainkan lebih diarahkan pada penyitaan dan perampasan harta kekayaan yang dihasilkan. Logika dari memfokuskan pada hasil kejahatannya adalah bahwa motivasi pelaku kejahatan akan menjadi hilang apabila pelaku dihalang- halangi untuk menikmati hasil kejahatannya. Melihat korelasi yang erat antara kejahatan peredaran gelap narkoba sebagai predicate crime dan kejahatan pencucian uang sebagai derivative-nya, maka sangat jelas bahwa keberhasilan perang melawan kejahatan peredaran gelap narkoba di suatu negara sangat ditentukan oleh efektivitas rezim anti pencucian uang di negara itu. Universitas Sumatera Utara efektifnya tindakan ini tentunya diperlukan adanya SOP Standar Operasional Prosedur. 113 Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kejahatan penyalahgunaan narkotika merupakan darah segar yang menghidupi kegiatan bisnis illegal dengan modus mengalihkan, menyembunyikan harta kekayaan hasil tindak pidana narkoba ke lembaga legal dan melakukan pencucian uang melalui lembaga keuangan sehingga dianggap harta kekayaan merupakan harta yang legal. Selanjutnya melalui modus ini pelaku secara terus menerus mendanai kegiatan bisnis haram. Hal ini mensyaratkan bahwa instrumen yang paling dominan dalam tindak pidana pencucian uang biasanya menggunakan perbankan, salah satu alasan penggunaan perbankan sebagai instrumen yang dominan digunakan oleh pelaku didasarkan pada penawaran instrumen keuangan yang paling banyak bila dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya. Pemanfaatan bank dalam pencucian uang dapat berupa: 114 a. Menyimpan uang hasil tindak pidana dengan nama palsu; b. Menyimpan uang di bank dalam bentuk depositotabunganrekeninggiro. c. Menukar pecahan uang hasil kejahatan dengan pecahan lainnya yang lebih besar atau lebih kecil. d. Menggunakan fasilitas transfer. e. Melakukan transaksi eksport-import fiktif dengan menggunakan LC dengan memalsukan dokumen bekerjasama dengan oknum terkait. f. Pendirianpemanfaatan bank gelap. Tindakan lainnya agar efektinya kerjasama dalam upaya pelacakan dan penyitaan asset atau harta kekayaan pelaku yang patut diduga dilakukan pencucian uang oleh pelaku yakni menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan untuk 113 Hasil wawancara dengan Kasubdit Narkotika Bareskrim Polri tanggal 8 Desember 2012 114 Edi Setiadi, Hukum Pidana Ekonomi, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, 2004, hal. 71 Universitas Sumatera Utara melakukan tindakan pelacakan harta kekayaan yang terindikasi memiliki kaitan dengan jaringan pelaku kejahatan narkotika, dengan maksud untuk memudahkan dalam melakukan tindakan pelacakan dan pemblokiran rekening-rekening tersebut. Hal ini tentunya memerlukan intensifikasi kerjasama lintas fungsi yang ada di Polri maupun antar lembaga kepolisian, khususnya untuk membantu melacak sumber- sumber pembiayaan kejahatan narkotika, asset atau harta kekayaan pelaku yang patut diduga merupakan hasil kejahatan narkotika yang dialihkan dan disamarkan di Negara lain. 115 Upaya lainnya yakni mengintensifkan koordinasi dan kerjasama internasional antar penegak hukum guna mengungkap, memerangi dan menghancurkan sindikat narkotika internasional yang disertai dengan langkah konkrit intitusi Kepolisan misalnya mendorong Kementerian Luar Negeri untuk mengembangkan perjanjian ektradisi, khusus dengan negara-negara yang banyak terkait dengan kejahatan narkotika internasional. Perjanjian ekstradisi memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya merealisasikan kesepakatan-kesepakatan kerjasama bilateral ataupun multilateral yang akan dilakukan, karena dengan adanya perjanjian ekstradisi akan mengikat suatu negara untuk bersama-sama menanggulangi kejahatan dan jaringan pelakunya yang melintasi antar negara. 116 Upaya penanggulangan kejahatan narkotika terorganisir yang berskala internasional merupakan salah satu misi yang harus dilakukan oleh Polri guna 115 Hasil wawancara dengan Kasubdit Narkotika Bareskrim Polri tanggal 8 Desember 2012 116 Hasil wawancara dengan Kasubdit Narkotika Bareskrim Polri tanggal 8 Desember 2012 Universitas Sumatera Utara efektifnya penanggulangan kejahatan di dalam negeri.Artinya,penguatan kerjasama internasional yang dilakukan untuk mengungkap jaringan pelaku kejahatan narkotika terorganisir melalui MoU antara lain didasarkan pada pertimbangan bahwa korban yang timbul akibat kejahatan narkotika tidak pandang bulu indiscriminate, serta jaringan pelakunya kebanyakan berbentuk sel dan terputus pyramidal and cel system . Untuk itu perlu dilakukan pendayagunaan dan penguatan empowerment langkah-langkah taktik dan teknik yang dilakukan oleh Polri antara lain penyamaran undercover agent yang meliputi tindakan untuk menelusuri jaringan peredaran gelap narkotika dengan melibatkan personil Polri yang telah diberi perintah untuk melakukan penyamaran dalam jaringan peredaran gelap narkotika, pemantauan observation adalah tindakan yang dilakukan oleh Polri untuk memantau segala tindakan pelaku yang terindikasi sebagai bahagian dari jaringan peredaran gelap narkotika, pengawasan surveillance meliputi pengawasan terhadap orang yang telah terindikasi sebagai sindikat peredaran gelap narkotika maupun tindakan pengawasan terhadap barang yang masuk maupun keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia yang telah diindentifikasi mempunyai keterkaitan dengan peredaran gelap narkotika, pembelian terselubung undercover buy adalah tindak Polri untuk melakukan pembelian narkotika dari pelaku yang sudah diindetifikasi sebagai bahagian dari sindikat peredaran gelap narkotika, penyerahan yang diawasi controlled delivery merupakan tindak Polri untuk mengantisipasi penyalahgunaan narkotika terhadap personil yang melakukan tindakan penyamaran. Universitas Sumatera Utara Di samping pendayagunaan dan penguatan empowerment langkah-langkah taktik dan teknik yang dilakukan oleh Polri sebagaimana diuraikan di atas diperlukan juga tindakan pengawasan setiap barang kiriman melalui pos atau alat-alat penghubung lainnya yang diduga memiliki kaitan dengan perkara yang sedang ditangani, menyadap pembicaraan melalui telepon danatau komunikasi elektronik lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai atau diduga keras sebagai jaringan pelaku kejahatannarkotika terorganisir. Selanjutnya menyusun Raid and Planning Execution RPE yang betul-betul efektif untuk menangkap pelaku secara tertangkap tangan, penyitaan dan penanganan barang bukti narkotikasecara benar serta merencanakan danmelaksanakan ekstradisi terhadap pelaku kejahatan narkotika lintas negara. Secara umum, pengungkapan pelaku kejahatan narkotika yang dilakukan oleh Polri selama ini, masih cenderung mengaplikasikanteknik penyelidikan dan penyidikan untuk memenuhi unsur ”menyalahgunakandan mengedarkan narkotika secara ilegal” tanpa melakukan upaya pengembangan penyelidikan dan penyidikan untuk melacak dan menyita asset atau harta kekayaan yang merupakan hasil kejahatan narkotika follow up crime. Teknik penyelidikan dan penyidikan konvensional seperti ini tentunya kurang efektif untuk menanggulangi dan mengungkap jaringan pelaku kejahatan narkotika yang lebih besar dan terorganisir, sehingga tidak akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Untuk itu diperlukan adanya SOP untuk melacak dan menyita asset atau harta kekayaan para pelaku yang Universitas Sumatera Utara diduga diperoleh hasil kejahatan narkotika atau patut diduga digunakan untuk menggerakkan sindikat peredaran gelap narkotika yang terorganisir. Universitas Sumatera Utara 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN