dilakukan sama maka terpidana tersebut cenderung semakin tidak menghormati hukum. Akibatnya, tujuan dari penjatuhan pidana maupun perlindungan masyarakat
untuk ketertiban dan keamanan juga menjadi tidak tercapai.Perbedaan mendasar Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika menyangkut pengenaan sanksi hukumnya lebih beratdibandingkan undang-undang lama, seperti seseorang mengetahui keluarganya
ada yang memakai narkotika, namun tidak dilaporkan, maka yang bersangkutan akan dikenai hukuman 6 bulan penjara.Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika memuat ancaman hukuman bagi penyidik dan jaksa yang tidak menjalankan aturan setelah menyita barang bukti narkotika dan para penyalahguna
narkotika yang dihukum penjara dan terbukti menjadi korban penyalahgunaan narkotika, wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Tempat ia menjalani
rehabilitasi ditunjuk oleh pemerintah dan masa rehabilitasi dihitung sebagai masa hukuman. Narkoba jenis psikotropika yang selama ini masuk dalam golongan 1 dan 2
seperti shabu-shabu dan ekstasi, dijadikan narkotika golongan 1.
C. Aturan Bilteral tentang Kerjasama Penanggulangan Kejahatan Narkotika
Seiring dengan pesatnya perkembangan arus informasi dan teknologi, muncul pula tatanan kehidupan yang baru dalam berbagai dimensi.Transisi yang terjadi dari
sistem bipolar ke sistem multipolar dunia kemudian menjadi salah satu yang mewarnai konstalasi kehidupan global.Ini disadari atau tidak telah membawa
pengaruh yang sangat besar dalam hubungan yang terjalin antar Negara
Universitas Sumatera Utara
kemudian.Namun perkembangan globalisasi tak selamanya membawa keuntungan tapi justru menjadi celah dan peluang yang dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan
transnasional dengan kemudahan yang ditawarkan oleh arus informasi, teknologi, dan transportasi yang bisa diperoleh dengan mudah.Beberapa faktor yang menunjang
kompleksitas perkembangan kejahatan lintas batas negara antara lain adalah globalisasi, migrasi atau pergerakan manusia, serta perkembangan teknologi
informasi, komunikasi dan transportasi yang pesat. Keadaan ekonomi dan politik
global yang tidak stabil juga berperan menambah kompleksitas tersebut.
Dampak sosial yang ditimbulkan pasca krisis multidimensional pada tahun 1997-1998 khususnya di Asia Tenggara ternyata juga menjadi factor pendorong
munculnya masalah keamanan baru berupa kasi-aksi kejahatan transnasional atau melintasi batas Negara. Bentuk dan aksi kejahatan transnasional yang banyak terjadi
khusunya di wilayah Asia Tenggara antara lain perdagangan atau penyelundupan manusia, baik perempuan dan anak-anak, narkotika dan obat-obatan terlarang,
pembajakan kapal di perairan Asia Tenggara, money laudering, terorisme, serta perdagangan gelap persenjataan ringan.
68
Kejahatan yang melintasi batas-batas Negara ini ternyata disadari memberikan ancaman bagi stabilitas suatu Negara dan kawasan bahkan dunia.Ini dianggap sebagai
ancaman keamanan non-konvensional karena kejahatan transnasional dapat mengancam segala aspek kehidupan termasuk pembangunan kehidupan sosial
68
Mattalitti Abdurrachman, Kerjasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan Lintas Negara
, Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2001, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
kemasyarakatan dalam sebuah Negara. Lantas dengan maraknya serangkaian kejahatan transnasional yang terjadi tidak serta merta sebuah Negara mampu
menanganinya sendiri karena kejahatan seperti ini melibatkan lebih dari satu Negara yang memiliki regulasi dan aturan yang berbeda-beda dalam menangani kasus ini
dalam hukum nasional masing-masing Negara sehingga butuh kerjasama yang efektif guna menanggulangi kejahatan transnasional, khususnya kerjasama bilateral antar dua
Negara di tataran Negara-negara ASEAN. Dalam pertemuan ke-2 ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime
dio Yangoon , bulan Juni 1999 telah ditetapkan Rencana Aksi ASEAN untuk
memerangi kejahatan transnasional. Dan dalam ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes
ASEAN-PACTC tahun 2002 juga menyebutkan 8 jenis kejahatan lintas negara dalam lingkup kerjasama ASEAN yaitu: perdagangan gelap
narkoba, perdagangan manusia, sea-piracy, penyelundupan senjata, pencucian uang, terorisme, international economic crime dan cyber crime. Sehingga untuk melihat
bagaimana kerjasama yang telah dilakukan dalam dalam mengatasi kejahatan transnasional, maka penulis akan menguraikan satu persatu mengenai 6 jenis
kejahatan transnasional berdasarkan ASEAN-PACTC.
69
Asia Tenggara dikenal sebagai wilayah penghasil obat-obatan terlarang terbesar di dunia, atau bersama-sama dengan “Golden Crescent” Afghanistan,
Pakistan, dan Iran, dan Kolombia, melalui keberadaan segitiga emas di Perbatasan Thailand, Myanmar, dan Laos. Perlu diketahui bahwa Golden triangle merupakan
69
Ibid
Universitas Sumatera Utara
penghasil 60 opium dan heroin dunia.Namun bukan hanya menjadi pemasok opium yang besar tapi dengan jumlah populasi Asia Tenggara yang cukup besar, maka
Kawasan ini juga menjadi pasar yang sangat potensial.
70
a. Pertukaran informasi melalui contact personpegawai perhubungan
Negara masing-masing. Hal inilah yang mendasari
perlunya kerjasama bilateral dengan Negara-negara yang rentan terjadinya peredaran gelap Narkotika. Adapun kerjasama bilateral yang telah dilakukan oleh Indonesia
antara lainterjalinnya kerjasama secara bilateral seperti U.S Department of Justice Drug Enforcement Administration
DEA, AFP Kepolisian Australia, PDRM Kepolisian Malaysia dan CNB Badan Narkoba Singapura. Kerjasama yang
meliputi Pertemuanmesyuarat bilateral kelompokkumpulan kerja ke – 5 Antara Dit ivtp. Narkoba dan kt. Bareskrim polri DenganJabatan siasatan jenayah narkotik
jsjn pdrmTanggal : 27 – 28 juli 2010Di bandung, Indonesia, menghasilkan kerjasama antar dua Negara yang meliputi:
b. Memberi kemudahan penyediaan Communication Data Record
CDR Telephone Billing
dan kemudahan proses penyelidikanpenyiasatan dan peninjauanlawatan ke Clandestine Lab
yang berhasil diungkapdibongkar. c.
Pengawasan lalu lintaspengedaran NarkotikaDadah Interdiction antara kedua Negara diperbatasan darat, dan khusus untuk di perairan
laut JSJN dan Dit IVTP. Narkoba dan KT. Bareskrim Polri diharapkan dapat memfasilitasi koordinasi dengan Pasukan Gerakan
Marine PDRM dan Dit Pol Air Babinkam Polri serta instansi
70
Ibid
Universitas Sumatera Utara
pemerintah lainnya di kedua negara apabila ada kasus narkoba yang sedang ditanganinya.
d. Meneruskan dan meningkatkan kerjasama pertukaran informasi dan
intelijen tentang DPOorang yang dikehendaki kasuskes NarkobaDadah dan sindiket NarkobaDadah West African.
Di samping itu terjalinnya kerjasama dengan Kepolisian Negara Asia Pasifik HONLEA, kerjasama colombo plan, kerjasama dengan ICPO-Interpol dan INCB-
PBB untuk melakukan tindakan pemberantasan kejahatan Narkoba terhadap pelaku
sebagai warga negara dari negara yang tidak terikat kerjasama secara bilateral.
Universitas Sumatera Utara
54
BAB III PERAN POLRI DALAM PENGEMBANGAN KERJASAMA