gliserin dan interaksi keduanya tidak memberikan efek terhadap respon pergeseran viskositas ketiganya memiliki nilai p0,05.
Pada kenampakan visual emulgel minyak cengkeh Gambar 10, menunjukkan bahwa emulgel minyak cengkeh yang dibuat tidak memiliki
stabilitas yang baik. Hal ini diduga karena pada saat penyimpanan satu bulan kapasitas surfaktansi menurun, sehingga dapat dilihat bahwa minyak cengkeh
yang terdapat dalam emulgel keluar dari droplet-droplet sistem emulsi, sehingga kenampakan emulgel minyak cengkeh ini menjadi kurang baik.
Gambar 10. Emulgel minyak cengkeh pada penyimpanan selama satu bulan
Dalam penelitian ini, pengamatan terhadap pergeseran viskositas kurang representatif dalam menggambarkan stabilitas emulgel minyak cengkeh. Perlu
dilakukan uji stabilitas lainnya, seperti uji daya sebar selama penyimpanan satu bulan, uji pH, tekstur dan uji untuk melihat pemisahan fase minyak dan fase air
Nayeem and Karvekar, 2011.
J. Daya Antibakteri Emulgel Minyak Cengkeh
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui kemampuan daya antibakteri emulgel minyak cengkeh dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylcoccus
epidermidis setelah satu bulan penyimpanan. Bakteri Staphylcoccus epidermidis
diperoleh dari Dinas Kesehatan D. I. Yogyakarta, Balai Laboratorium Kesehatan, Yogyakarta dan dibuktikan dengan Sertifikat Hasil Uji Lampiran 2. Kemampuan
ini dapat ditunjukkan dengan adanya zona hambat, yaitu zona jernih di sekitar lubang sumuran.
Uji daya antibakteri yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode difusi sumuran karena sampel yang akan diuji aktivitasnya merupakan
sediaan semisolid. Pada pengujian daya antibakteri emulgel minyak cengkeh ini, dalam satu cawan petri diberi 5 sumuran masing-masing diisi dengan basis,
formula 1, formula a, formula b, dan formula ab. Dibuat kontrol media sebagai kontrol negatif dan kontrol pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis
sebagai kontrol positif Lampiran 12. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah variasi dari level carbopol 940 dan gliserin dapat mempengaruhi aktivitas
antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dari emulgel minyak cengkeh. Masing-masing dilakukan replikasi sebanyak 3
kali.
Gambar 11. Pengujian zona hambat emulgel minyak cengkeh
Hasil dari uji daya antibakteri dari masing-masing formula dibandingkan dengan basis yang telah dikurangi dengan diameter sumuran sebesar 8 mm adalah
sebagai berikut:
Tabel XVII. Hasil pengujian zona hambat emulgel minyak cengkeh ̅ ± SD
Keterangan Daya antibakteri
mm Basis
Formula 1 11,43 ± 1,01
Formula a 10,77 ± 1,62
Formula b 13,77 ± 1,42
Formula ab
10,00 ± 1,80
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara zona
hambat yang dihasilkan oleh formula dengan basis digunakan uji statisitik. Uji normalitas dari data dilakukan uji Shapiro-Wilk karena sampel yang digunakan
kurang dari 50, dan didapat data tidak normal karena nilai, data yang didapat adalah sebagai berikut:
Tabel XVIII. Uji normalitas daya antibakteri Keterangan
Basis Formula 1
Formula a Formula b
Formula ab p-value
NA 0,7804
0,7262 0,6878
0,5367 NA=
Not Available
Dari Tabel XVIII didapat data tidak normal karena pada uji normalitas basis tidak memberikan nilai p not available. Oleh karena itu, uji statistik yang digunakan
adalah uji Kruskal-Wallis. Dari uji Kruskal-Wallis dapat diketahui nilai signifikansi dari uji komparatif zona hambat formula dengan basis memiliki nilai
p 0,05 Lampiran 12, yaitu 0,02564, sehingga dapat disimpulkan bahwa
setidaknya ada dua kelompok data yang mempunyai perbedaan rerata bermakna, dan dilanjutkan dengan uji Wilcoxon dengan 2 sampel, dan didapat data sebagai
berikut:
Tabel XIX. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh Formula
p-value Fomula 1 : basis
0,0369
Formula a : basis
0,0369
Formula b : basis
0,0369
Formula ab : basis 0,0369
Dari tabel XIX, dapat disimpulkan bahwa formula emulgel minyak cengkeh yang dibuat memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
karena memiliki nilai p0,05 jika dibandingkan dengan basis emulgel. Kemudian pada uji komparatif zona hambat antar formula, tidak berbeda
bermakna karena nilai p0,05, yaitu 0,09448 Lampiran 12, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah dari carbopol 940 dan gliserin yang divariasi tidak
memiliki efek terhadap zona hambat emulgel minyak cengkeh dalam menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis.
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa carbopol 940 dan gliserin memberikan efek terhadap viskositas dan daya sebar, tetapi interaksi keduanya
tidak memberikan efek. Terkait pergeseran viskositas carbopol 940, gliserin dan interaksi keduanya carbopol 940 dan gliserin tidak memberikan efek.
Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak mencantumkan uji seperti uji extrudability
, yaitu ketahanan suatu sediaan semi padat untuk mempertahankan bentuknya saat pengeluaran dari kemasan karena kesulitan untuk mencari
kemasan yang sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, juga tidak dilakukan uji sterilitas dari emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat, dan tidak
dilakukan uji antiinflamasi. Pada stabilitas emulgel, emulgel minyak cengkeh dari keempat formula tidak memiliki stabilitas yang baik karena pada saat
penyimpanan satu bulan sebagian minyak cengkeh keluar dari sistem emulgel,
sehingga kenampakan secara visualnya kurang baik. Hal ini disebabkan karena, proses surfaktansi yang lemah, yaitu jumlah kombinasi emulgator Tween 80 dan
Span 80 kurang dapat menurunkan tegangan permukaan air dengan minyak cengkeh karena sistem dari emulgel memiliki air lebih banyak daripada minyak
cengkeh, sehingga perlu dilakukan optimasi terhadap jumlah Tween 80 dan Span 80.
Desain kemasan emulgel minyak cengkeh adalah berbentuk multilayer tube
yang terbuat dari bahan lacquered aluminium karena aluminium merupakan kemasan yang tahan pecah tidak dapat ditembus cahaya dan gas dan dilapisi
dengan plastik Polyvinylidene chloride PVDC. Tiap tube berisi 5 gram emulgel minyak cengkeh, tanpa menggunakan applicator dengan lubang pengeluaran 3
mm.
54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Carbopol 940 merupakan faktor yang dominan dalam menentukan respon viskositas dan daya sebar emulgel minyak cengkeh.
2. Ditemukan area optimum dalam formula emulgel minyak cengkeh pada sumperimposed contour plot
dengan perbandingan komposisi carbopol 940 dan gliserin pada level yang diteliti.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan uji extrudability untuk mengetahui ketahanan emulgel minyak cengkeh pada saat pengeluaran dari kemasan.
2. Perlu dilakukan uji antiinflamasi untuk mengetahui kegunaan emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat yang juga memiliki gejala seperti
inflamasi. 3. Perlu dilakukan uji sterilitas proses yang lebih memperhatikan kondisi aseptis
terhadap sediaan emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat. 4. Perlu dilakukan optimasi proses meliputi kecepatan pencampuran, suhu
pencampuran dan lama pencampuran untuk mendapatkan formula emulgel minyak cengkeh yang memiliki kriteria sifat fisik yang diharapkan.