7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Jerawat Acne
Jerawat disebut juga akne, acne, atau acne vulgaris. Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar sebasea. Penyakit ini dapat bersifat minor
dengan hanya komedo atau peradangan dengan kista. Jerawar biasanya disebabkan oleh tingginya sekresi sebum. Hal-hal yang dapat mempengaruhi
produksi sebum adalah hormon androgen, kosmetik, obat-obatan dan faktor mekanik. Biasanya jerawat disertai dengan sakit dan nyeri serta menjadi tidak
sedap dipandang dan paling sering terdapat di wajah. Gejala klasik dari jerawat adalah hasil dari kelebihan produksi sebum oleh kelenjar sebasea Price and
Wilson, 1985.
Gambar 1. Folikel yang terinfeksi dan timbul jerawat
acne Bean, 2009
Jerawat acne vulgaris adalah infeksi kulit yang biasanya diperparah oleh serangan bakteri pada pori-pori tersumbat. Pori-pori menjadi tersumbat ketika
minyak yang diproduksi di dalamnya membeku atau dikombinasikan dengan sel- sel kulit mati-, debu, kotoran, dan kontaminan baik lainnya. Setelah pori-pori
tersumbat, maka bakteri di udara memiliki kesempatan untuk bekerja, kemudian akan menghasilkan komedo, whitehead atau pustule Singh, Yadav, Nayak and
Hatwar, 2012. Bakteri yang dapat memperparah akne adalah Propionibacterium acnes,
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Bakteri Staphylococcus
epidermidis merupakan bakteri gram positif dan banyak ditemukan di kulit dan
membran mukosa Madigan, Martinko, Dunlap and Clark, 2009. Sekali saja aliran sebum ke permukaan dihambat oleh komedo, akan menghasilkan lipase
yang mengubah sistem trigliserida menjadi asam lemak bebas yang akan menghasilkan respon peradangan pada dermis. Peradangan ini akan menyebabkan
terbentuknya papula eriteatosa, pustule yang meradang dan kista yang juga meradang Price and Wilson, 1985.
B. Minyak cengkeh
Minyak cengkeh berasal dari minyak essensial yang berasal dari tanaman cengkeh Eugenia aromaticum Thund.. Minyak cengkeh merupakan minyak
atsiri yang mudah menguap Panda, 2004. Minyak cengkeh berupa cairan berwarna kuning kecoklatan yang akan semakin gelap pada penyimpanan lama
aging, tidak larut dalam air, larut 2 bagian dalam 70 etanol; sangat larut dalam
alkohol kuat, eter, asam asetat glasial Reineccius, 1998, dan bau serta rasanya bersifat mirip rempah, berbau aromatik kuat dan tahan lama Guenther, 1990.
1. Kandungan Kimia
Kualitas minyak cengkeh dievaluasi dari kandungan fenol, terutama eugenol. Kandungan fenol dan bobot jenis dari minyak cengkeh ini dipengaruhi
oleh kondisi dari tanaman cengkeh. Menurut Smith 1946, bobot jenis minyak cengkeh adalah 1,036-1,044 cit., Guenther, 1990. Menurut Panda 2005,
minyak cengkeh memiliki indeks bias 1,5231-1,5350 dan bobot jenis
1,036-1,046gmL. Kandungan dalam minyak cengkeh terdiri dari eugenol 82,87, eugenyl acetate
7,33, α-ylangene 0,43, 2-heptanon 0,07, caryophyllene
9,12, α- dan β-humulene 1,66, m-methoxy benzaldehyde 0,39 dan benzyl alcohol 0,07 Reineccius, 1998. Konstituen utama
minyak cengkeh adalah eugenol dan derivat asetilnya, dan eugenol memiliki titik didih pada 255°C, tetapi karena tidak larut dalam air, maka akan terbentuk
komponen dengan air, sehingga akan menguap pada suhu di bawah titik didih air Williamson and Masters, 2010.
2. Kegunaan
Minyak cengkeh mempunyai sifat stimulan, anestetik, karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodik, serta karena minyak cengkeh memiliki
kandungan eugenol di dalamnya, maka minyak cengkeh memiliki sifat antiseptik dan bakterisidal Nurdjanah, 2004; Guenther, 1990. Minyak cengkeh memiliki
aktivitas sebagai antibakteri pada beberapa mikroba patogen, seperti : S. aureus, S. epidermidis, B. subtilis, B. cereus, Bacillus sp., Listeria monocytogenes,
Kleibsiella sp., dan Micrococcus aerogenosa Gupta, Garg, Uniyal and Kumari,
2008.
C. Emulgel
Emulgel adalah emulsi, baik dari jenis minyak dalam air atau air dalam minyak, yang menjadi gel setelah menambahkan gelling agent Mohamed, 2004.
Emulgel merupakan sistem penghantaran obat yang baik untuk zat aktif yang bersifat hidrofobik dan memiliki rilis sistem kontrol ganda, yaitu emulsi dan gel
Khullar, Kumar, Seth, and Saini, 2012; Deveda, Jain, Vyas, Khambete, and Jain, 2010. Emulsi yang bersifat minyak-dalam-air dapat digunakan untuk obat yang
tidak larut dalam air dan dapat melindungi zat aktif di dalamnya, serta memiliki kemampuan penetrasi yang baik Jain, Gautam, Gupta, Khambete, and Jain, 2010;
Allen, 2002. Gel untuk penggunaan dermatologi memiliki sifat yang menguntungkan antara lain kental, greaseless, nonstaining, mudah menyebar,
mudah dilepas, emollient, kompatibel dengan beberapa eksipien, dan larut air Bhanu, et al., 2011.
Emulgel dibuat dengan cara mencampurkan emulsi dan gel pada perbandingan tertentu. Pada formula emulgel terdapat bahan tambahan yang
digunakan agar membentuk bentuk sediaan yang stabil, yaitu :
1. Emulsifying agent
untuk menghasilkan emulsi yang stabil, dengan menurunkan tegangan muak antar fase pendispersi dan fase terdispersi, yang
pada umumnya memiliki perbedaan polaritas sehingga tidak dapat bercampur Pena,1990.
2. Gelling agent
digunakan membentuk tiga ikatan dimensional yang akan membatasi gerak kinetik dari fase pendispersi, dengan ini maka akan
meningkatkan viskositas dari suatu sediaan Rowe et al., 2009.
D. Carbopol
Carbopol atau disebut juga carbomer merupakan salah satu gelling agent untuk menghasilkan gel maupun emulgel dengan karakteristik tertentu. Secara
kimia, Carbomer merupakan polimer sintetik dengan bobot molekul tinggi dari asam akrilat Rowe, et al., 2009.
Gambar 2. Struktur carbopol Rowe, et al., 2009
Adapun mekanisme pengentalan yang terjadi pada carbomer adalah reaksi netralisasi pada bagian asam karboksilat ke bentuk garamnya sehingga dapat
menghasilkan bentuk gel yang jernih dengan viskositas yang optimum pada pH 7 Conteras and Sanchez, 2001. Carbomer memiliki viskositas yang baik dan dapat
memberikan pelepasan zat aktif yang baik pula Patil 2005. Pada saat penetralan, terjadi peningkatan viskositas karena terjadi peregangan dari molekul yang
disebabkan oleh gaya tolak-menolak bersifat elektrostatis dari segmen rantai
polimer yang timbul dari pembentukan ion bermuatan negatif akan menyebabkan polimer mengembang swelling Bluher, Haller, Banik and Thobois, 1995; Allen,
2002.
E. Gliserin