46. Tabel 46 Tabel data jawaban siswa .............................................. 65 47. Tabel 47 Tabel data evaluasi akhir peserta didik .......................... 66
48. Tabel 48 Tabel data skor metode resitasi Skor Variabel X .......... 68 49. Tabel 49 Tabel data skor nilai evaluasi akhir peserta didik Skor
Variabel Y.................................................................................... 69 50. Tabel 50 Tabel Perhitungan Variabel X dan Y................................ 70
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kondisi pendidikan agama Islam di Indonesia menghadapi
berbagai persoalan dan kesenjangan dalam berbagai aspek yang kompleks, yaitu: berupa persoalan dikotomi pendidikan, kurikulum, tujuan, sumber daya,
serta manajemen pendidikan Islam. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaharuan
dan peningkatan pendidikan Islam sering dilakukan sepotong-sepotong atau tidak bersifat komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar sistem dan
lembaga pendidikan Islam secara mendasar selalu dihambat oleh berbagai
masalah, mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli, sehingga pendidikan Islam dewasa ini, terlihat orientasinya yang semakin berkurang jelas.
1
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional berbunyi: Pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan
dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2
Dengan tercantumnya kata beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional tersebut menunjukkan bahwa pendidikan agama diharapkan berperan langsung dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional,
karena tanpa melalui pendidikan agama, keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak mungkin dapat diwujudkan, karena itu
pendidikan agama termasuk pendidikan agama Islam mempunyai peran dan kedudukan yang penting dalam sistem pendidikan nasional, yaitu sebagai sub
sistem dari sistem pendidikan nasional. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam tidak terlepas dari
keberhasilan pencapaian kurikulum di sekolah. Begitu juga di sekolah, kurikulum tidak dapat dicapai secara maksimal apabila kurikulum di kelas
TIK, Kompetensi Dasar untuk istilah saat ini tidak dapat digapai secara maksimal. Inilah yang kemudian disebut sebagai mata rantai yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Permasalahan yang sering kali dijumpai dalam pengajaran, khususnya
pengajaran agama Islam adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada siswa secara baik sehingga diperoleh hasil maksimal. Di samping itu, masalah
lainnya yang sering didapati adalah kurangnya perhatian guru agama terhadap variasi penggunaan metode pengajaran dalam upaya peningkatan
mutu pengajaran secara baik. Padahal salah satu hal yang terpenting dalam
1
Hujair Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Prees, Oktober, 2003, h. 9.
2
Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokusmedia, 2003, h. 6-7.
pengajaran adalah bagaimana seorang guru bisa memberikan pengajaran yang menyenangkan melalui metode pengajaran yang variatif dan tidak
monoton sehingga peserta didik menyenangi pengajaran dan pelajaran yang diberikan oleh seorang guru. Dengan demikian maka tujuan pembelajaran
akan tercapai tidak hanya pada aspek kognitif saja akan tetapi juga pada aspek-aspek lainnya; yaitu aspek afektif dan aspek psikomotorik.
Sebagai salah satu lembaga pendidikan yang yang dikelola oleh Departemen Agama, Madrasah Tsanawiyah merupakan sekolah lanjutan tingkat pertama
yang berciri khas agama Islam. Madrasah Tsanawiyah yang merupakan bagian dari rentetan pendidikan dasar mempunyai arti yang sangat penting
bagi perkembangan anak didik di masa yang akan datang. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa madrasah-madrasah yang ada
masih relatif tertinggal dibandingkan pendidikan umum yang sederajat. Sebagai contoh, sampai saat ini madrasah masih mengalami banyak
permasalahan. Seperti lemahnya mamajemen pengelolaan, kurangnya sumber daya manusia pendukungnnya, sarana prasarana yang tidak
memenuhi standar dan lain sebagainya. Dengan demikian mutu lembaga pendidkan ini relatif belum memuaskan bila diukur dengan rata-rata hasil
pendidikan lain, terutama lembaga pendidikan umum yang setingkat. Dalam rangka upaya peningkatan mutu pendidikan, dalam hal ini madrasah,
guru adalah salah satu faktor terpenting untuk terlaksananya pendidikan yang berkualitas selain hal-hal lainnya seperti kurikulum, kepemimpinan yang
kondusif sarana dan prasarana pembelajaran, dan lain sebagainya. Berbicara masalah guru, ia adalah sosok yang memiliki andil yang sangat
besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu pekembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan
hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa membutuhkan
orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal. Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya,
demikian halnya peserta didik; ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya
dapat berkembang secara optimal.
Dengan demikian, guru diharapkan memiliki kemampuan dan keprofesionalan yang tinggi sebagai seorang pengajar, pendidik, dan pembina. Ia dituntut
dapat menguasai seluruh aspek yang ada di dalamnya termasuk dalam hal metode pengajaran.
Metode pengajaran adalah sistem penggunaan teknik-teknik di dalam interaksi dan komunikasi antara guru dan murid dalam proses belajar
mengajar sebagai proses pendidikan. Metode mengajar mempunyai dua aspek: aspek ideal dan aspek teknis.
3
1. Aspek ideal, secara ideal harus diingat bahwa program belajar mengajar adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Yang
menjadi pedoman utama adalah agar tercapai perkembangan peserta didik yang optimal dan ini harus tertanam dalam sikap dasar guru
agama, yang diwujudkan dalam pendekatan guru terhadap peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Aspek teknis, terdapat bermacam-macam teknis yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu, antara lain: bermain,
tanya jawab, ceramah, diskusi, peragaan, experimen, kerja kelompok, sosiodrama, karyawisata dan modul. Seyogyanya guru dapat
mengenal berbagai teknik, agar dapat menerapkan secara tepat, sesuai dengan keadaan.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Basyrudin Usman tentang pengertian metode pengajaran, yaitu: suatu cara penyampaian bahan
pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan karena metode mengajar tersebut turut
menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dan merupakan bagian yang integral dalam suatu sistem pengajaran.
4
Salah satu keberhasilan implementasi kurikulum sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru. Kemampuan guru yang paling utama berkaitan dengan
3
Zakiyah Darajat, Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, Jakarta: CV Ruhama,
1995, h. 97.
4
Basyruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Press, Juni, 2002, h. 31.
kemampuan dan pengetahuan, serta tugas yang dibebankan kepadanya.
5
Dengan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai, terutama yang berkaitan dengan metode, seorang guru akan lebih mudah melakukan
proses pembelajaran dengan para siswanya. Oleh karena itu, pemakaian metode harus sesuai dan selaras dengan
karakteristik siswa, materi, dan kondisi lingkungan pengajaran. Bila ditinjau lebih teliti sebenarnya keunggulan suatu metode terletak pada beberapa
faktor yang mempengaruhinya, antara lain: tujuan, karakteristik siswa, situasi dan kondisi, kemampuan dan pribadi guru, serta sarana dan prasarana yang
digunakan.
6
Metode pemberian tugas adalah metode pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk turut aktif dalam proses pembelajaran.
Muhibbin Syah mengatakan metode pemberian tugas adalah siswa mengutip atau mengambil sendiri bagian-bagian pelajaran tersebut dari buku-buku
tertentu, kemudian belajar sendiri dan berlatih hingga sampai siap sebagaimana mestinya.
7
Dari pemaparan tersebut terlihat jelas bahwa tidak hanya guru yang aktif akan tetapi siswa juga menjadi bagian terpenting bagi suksesnya proses
pembelajaran, yang pada akhirnya siswa akan merasakan langsung pengaruh baik dari proses pembelajaran sehingga ia akan merasa senang dan nyaman
untuk kemudian terus aktif dalam proses pembelajaran pada masa-masa yang akan datang.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh skripsi yang berjudul: “Implikasi Metode Resitasi dalam
Pengajaran al-Qur’an dan Hadits terhadap Nilai Evaluasi Akhir Peserta Didik.” B. Identifikasi Masalah
Latar belakang di atas, mengisyaratkan kepada seorang guru bahwa ia harus mampu menyajikan materi yang akan diajarkan kepada peserta didiknya,
menguasai materi yang diajarkan, penguasaan kelas dan lain sebagainya. Di samping itu, ia juga dituntut untuk menguasai metode pengajaran dan dapat
menyesuaikannya dengan materi tersebut serta sesuai dengan karakteristik
5
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya, Juni, 2004, h. 4.
6
Basyruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, h. 32.
7
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997, h. 204.
siswa. Oleh karena itu, penelitian ini hendak mengungkapkan implikasi metode resitasi dalam pengajaran al-Quran dan Hadits terhadap nilai
evaluasi akhir peserta didik dengan mengambil studi kasus di MTs Negeri 3 Pondok Pinang Jakarta Selatan.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah