Pengaruh self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika siswa MtsN 3 Pondok Pinang

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun Oleh:

AINI FATNAWATI

108070000118

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pendidikan merupakan investasi penting yang menentukan masa depan bangsa. Dewasa ini, pesatnya perkembangan teknologi dan informasi memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan di era globalisasi dan pasar bebas dunia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan bagi negara-negara maju dan berkembang termasuk Indonesia, terlebih dengan persaingan yang semakin kompetitif. Peningkatan SDM sangat tergantung pada kualitas pendidikan di suatu negara.

Siswa sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meningkatkan kualitas dirinya untuk kemajuan negara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan di sekolah. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dunia pendidikan dalam hal ini mencetak siswa-siswa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas yang diharapkan dapat berfikir secara kritis, kreatif, inovatif, dan berwawasan luas untuk bersaing meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajarnya.

Sistem pendidikan di Indonesia yang diatur oleh UU RI No. 20 Tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya


(3)

untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan di setiap negara sangatlah penting. Di mana setiap pendidikan selalu mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh masing-masing negara termasuk di Indonesia. Dalam kurikulum ini diberlakukan standar nasional pendidikan yang berkenaan dengan standar isi, proses dan kompetensi kelulusan.

Salah satu pelajaran yang menjadi dasar kurikulum wajib pada setiap sekolah ialah mata pelajaran matematika. Menurut Lerner (Abdurahman, 2003), matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Dalam kegiatan sehari-hari, setiap individu akan terlibat dengan matematika, mungkin dalam bentuk sederhana dan bersifat rutin atau mungkin dalam bentuk yang sangat kompleks. Disadari atau tidak, pengetahuan tentang matematika telah sering dipergunakan oleh masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan sehari-sehari. Seperti, para pedagang di pasar tradisional yang begitu mahir dan cepat menghitung jumlah pembelian dan sekaligus mengembalikan sisa uang pembeliannya.

Perkembangan pengetahuan dan teknologi yang menopang perkembangan budaya dan kehidupan manusia di berbagai belahan dunia dipengaruhi oleh kemajuan dalam bidang matematika. Matematika merupakan subjek yang sangat penting di dalam sistem pendidikan di seluruh negara di dunia ini. Negara yang mengabaikan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari


(4)

segala bidang, dibanding dengan negara-negara lainnya yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subjek yang sangat penting. Di Indonesia mulai dari sekolah dasar sampai universitas, syarat penguasaan matematika jelas sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, wajar apabila pada tingkat materi pelajaran di sekolah pun konsep-konsep matematika melekat pada berbagai pelajaran, seperti pelajaran geografi, fisika, kimia, biologi, ekonomi, dan sosial, sehingga penguasaan konsep-konsep matematika merupakan prasyarat untuk dapat memahami dan mengembangkan cabang ilmu yang lain (Masthoni, 2009).

Menurut Cockroft (Abdurahman, 2003), mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Dengan demikian matematika menjadi mata pelajaran yang sangat penting dalam pendidikan dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan.

Sayangnya pelajaran matematika yang dianggap sangat penting dan wajib dipelajari di setiap jenjang pendidikan, menurut Ketua Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI), Firman Syah Noor (dalam Yusmiarini, 2009) mengatakan prestasi matematika siswa kelas 2 SMP di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang jumlah jam pengajarannya setiap tahun lebih sedikit dibandingkan Indonesia. “Prestasi Indonesia 411,


(5)

Malaysia prestasinya 508, dan Singapura 605. Padahal jam pelajaran di Indonesia adalah 169 jam rata-rata setiap tahun. Sedangkan Malaysia 120 jam dan Singapura hanya 112 jam.” Bila nilai tersebut dikelompokkan, kata Firman, nilai 400-474 termasuk rendah, 475-449 termasuk menengah, 550-624 termasuk tinggi, dan 625 termasuk tingkat lanjut. Nilai tersebut, sambungnya merupakan hasil analisis pelaksanaan (TIMSS) Trends in International Mathematics and Science Study yang dilakukan Frederick KS Leung dari The University of Hong Kong. Hasil analisis itu menunjukkan di Indonesia lebih banyak waktu yang dihabiskan siswa di sekolah, tetapi tingkat prestasi siswanya rendah. Penyebabnya karena kebanyakan soal matematika yang dikerjakan di ruang kelas diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematika yang pengajarannya tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, siswa merasa takut dan malas belajar matematika.

Berdasarkan fenomena yang terjadi di MTs N 3 Pondok Pinang melalui hasil wawancara wakil kepala sekolah bagian humas dan peningkatan mutu, salah satu guru matematika, BD pada tanggal 4 November 2010 mengaku bahwa, yang menjadi faktor prestasi belajar matematika siswa bukanlah semata-mata tingkat inteligensi, menurutnya yang paling tepat adalah kemampuan dasar yang tidak dikuasai atau kurang mantapnya pengetahuan matematika dari SD; perasaan takut dengan hitung-hitungan, deg-degan, dan banyak hafalan rumus menyebabkan siswa malas membaca sehingga banyak siswa yang jarang mengerjakan tugas; cara guru mengajar yang tidak sesuai dengan gaya belajar siswa; dan peran orang tua atau keluarga karena kurang mendukung aktivitas belajar siswa, serta orang


(6)

tua yang jarang menyuruh anaknya untuk belajar. Prestasi belajar matematika akan berhasil jika siswa benar-benar memahami konsep dan memperbanyak latihan soal, maka akan terbentuk pemahaman dan penguasaan, sehingga jika siswa bertemu soal matematika sudah paham dan tahu cara untuk menjawabnya. Karena itu sangat disayangkan sekali jika ada siswa yang harus gagal pada UN jikalau kurangnya persiapan pada diri siswa tersebut. Selain itu juga harus adanya keterbukaan hubungan batin antara guru dan siswa agar keduanya sama-sama mendapatkan timbal balik, guru dicintai dan pelajaran disukai.

Menurut Boekaerts (dalam Yulinawati, 2009), ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa untuk mencapai prestasi yang optimal dalam belajar, yaitu inteligensi, kepribadian, lingkungan sekolah, dan lingkungan rumah. Lebih lanjut, selain faktor-faktor tersebut ternyata self-regulation turut mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi optimal. Bandura, Zimmerman, dan Martinez-Pons (Papalia, 2001) berpendapat bahwa individu yang mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan dirinya. Usaha individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, emosi dan perilaku disebut self-regulated learning (SRL) (dalam Yulinawati, 2009).

Proses belajar melaluiself-regulated learning apabila siswa yang aktif dalam proses belajarnya, baik secara metakognitif, motivasi, maupun perilaku. Secara metakognitif mereka bisa memiliki strategi tertentu yang efektif dalam


(7)

memproses informasi. Sedangkan motivasi berbicara tentang semangat belajar yang sifatnya internal. Sedangkan perilaku yang ditampilkan adalah dalam bentuk tindakan nyata dalam belajar (dalam Ismawati, 2010).

Kesadaran anak memilih dan menggunakan strategi belajar tertentu akan membedakan anak yang belajarnya benar dan anak yang belajar sekedarnya. Anak berusaha memahami materi bacaan kata kunci lalu membuat ringkasan. Untuk dapat menguasai pelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki keterampilan kognitif dalam memahami konsep-konsep keruangan, konsep persamaan, konsep membedakan, definisi, konsep pengukuran, dan analisa dalam bentuk soal cerita, serta dalam pengerjaan tugas-tugas. Proses regulasi diri secara keseluruhan lebih menekankan kepada proses kematangan siswa dimana semakin sering siswa melakukan latihan mengerjakan soal-soal akan semakin banyak materi yang dikuasai sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan self-regulated learning.

Dalam hal ini, agar siswa dapat mengerti pemahaman yang menyeluruh mengenai pelajaran matematika dibutuhkan langkah-langkah yang konkrit dengan mengubah perilaku dan strateginya dalam proses belajar. Menurut Schunk dan Zimmerman (dalam Wolters, 1998), siswa yang mengatur dirinya dalam belajar pada umumnya digolongkan sebagai para siswa yang aktif secara efisien mengelola pengalaman belajar mereka sendiri dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Secara teori, para siswa berada dalam ruang lingkup pendidikan mampu mengatur diri mereka sendiri untuk menggunakan berbagai macam strategi


(8)

metakognitif yang siap mereka gunakan, ketika diperlukan, untuk memenuhi tugas-tugas akademis.

Menurut Zimmerman (1989) agar siswa dapat dikatakan memiliki self-regulated learning dalam proses belajarnya siswa harus melibatkan penggunaan-penggunaan strategi khusus untuk mencapai tujuan akademisnya. Pengaturan kognitif dan ketekunan siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan merupakan faktor yang menentukan keberhasilan prestasi karena keduanya memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Karena itu kemauan dan keinginan siswa untuk mengerjakan soal-soal latihan dan keinginan siswa untuk merubah perilaku belajarnya dalam bentuk mempraktekan teori yang didapat di kelas serta penggunaanself-regulated learningyang tepat akan meningkatkan prestasi.

Penelitian sebelumnya mendukung pentingnyaself-regulated learningdengan menghubungkan para siswa yang mengatur dirinya dengan hasil prestasi belajar. Pintrich & DeGroot (1990), mendapati bahwa para siswa yang memiliki self-regulated learningmenggunakan motivasi instrinsik, dan self-efficacy yang lebih besar. Demikian juga Zimmerman dan Martines-Pons (1986) juga mendapati bahwa para siswa yang berprestasi tinggi lebih menggunakan 14 strategi dibandingkan dengan siswa yang berprestasi rendah (dalam Wolters, 1998).

Selain itu, Menurut Zimmerman dan Matinez-Pons (1988) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa siswa yang memiliki self-regulated learning akan mampu mengarahkan dirinya saat belajar (self-regulated learners), membuat perencanaan (plan), mengorganisasikan materi (organize), mengarahkan diri sendiri (self-instruction) dan mengevaluasi diri sendiri (self-evaluation) dalam


(9)

proses pengetahuan. Langkah-langkah tersebut pada akhirnya akan meningkatkan prestasi. Hasil penelitian dari Zimmerman dan Martinnez-Pons (1990) menunjukan bahwa siswa yang memiliki prestasi lebih sering menggunakan strategi-strategi self-regulated learning dibandingkan dengan siswa yang kurang prestasinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik, siswa yang memiliki prestasi tinggi hampir menggunakan seluruh strategi dariself-regulated learningyang ada.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudjana (2003), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang posistif dan signifikan antara self-regulated learning dengan prestasi belajar fisika siswa kelas 2 SMU, dengan koefisien korelasi sebesar 0,250. Artinya terdapat hubungan yang positif (ada hubungan yang searah) dan signifikan antaraself regulated learning dengan prestasi belajar fisika.

Lain halnya peneliti yang dilakukan oleh Endah dkk (2006) mengenai memahami perilaku prokrastinasi akademik berdasarkan tingkat self-regulated learning dan trait kepribadian, menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat self regulated learning terhadap perilaku prokrastinasi akademik siswa, yang diperoleh dari uji regresi Nilai F 1.130 dengan signifikan > 0.05 yang artinya tidak ada hubungan yang positif antara tingkat self regulated learning terhadap perilaku prokrastinasi akademik siswa.

Laporan penelitian Sugiharto, dkk (2008) tentang pengembang model bimbingan kesulitan belajar berbasis self-regulated learning pada siswa sekolah menengah atas, memberi kesimpulan bahwa perilaku belajar siswa yang


(10)

berkesulitan belajar tidak ada hubungannya dengan prinsip self-regulated learning,terutama motivasi pribadi dan strategi belajar.

Bertolak dari hal tersebut diatas peneliti merasa tertarik untuk mengetahui : Apakah ada pengaruhself-regulated learningterhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

1.2 Perumusan dan pembatasan masalah 1.2.1 Pembatasan masalah

1. Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Pretasi belajar matematika diperoleh dari hasil ulangan harian dan ujian tengah semester genap tahun 2010.

2. Self-regulated learning, merupakan kemampuan untuk mengatur diri mereka sendiri baik secara metakognitif, motivasi, dan perilaku yang merupakan partisipan aktif di dalam proses belajar mereka sendiri yang ditujukan untuk mencapai tujuan (Zimmerman, 1989). Self – regulated learning yang diungkapkan dalam penelitian ini meliputi 6 dimensi yang dikemukakan Zimmerman yaitu self-efficacydan tujuan diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin; pengelolaan waktu; observasi diri, penilaian diri, reaksi diri; penstrukturan lingkungan; dan pencarian bantuan yang selektif. (1994, 1998 dalam Printrich & Schunk, 2008).


(11)

3. Siswa yang menjadi sampel peneliti adalah siswa–siswi MTs N 3 Pondok Pinang

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara self-efficacy dan tujuan diri terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang? 2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara penggunaan strategi atau

pelaksanaan yang rutin terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara pengelolaan waktu terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara observasi diri, penilaian diri dan reaksi diri terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara penstrukturan lingkungan terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang? 6. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara pencarian bantuan yang

selektif terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang?


(12)

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh self-efficacy dan tujuan diri terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan strategi atau

pelaksanaan yang rutin terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pengelolaan waktu terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

4. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh observasi diri, penilaian diri dan reaksi diri terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

5. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penstrukturan lingkungan terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 6. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pencarian bantuan yang selektif

terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 7. Untuk mengetahui tingkat prestasi belajar siswa pada mata pelajaran

matematika.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun manfaat praktis. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:


(13)

1.3.2.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan temuan yang bermanfaat tentang peranan self-regulated learning terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmiah tentang psikologi pendidikan.

1.3.2.2 Manfaat praktis

Penelitian ini agar lebih bermafaat bagi guru dan orang tua khususnya dalam memperhatikan tingkat self-regulated learning siswa dalam belajar sehingga mampu meraih prestasi belajar yang tinggi.

1.4 Sistematika penulisan

Kaidah penulisan yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini, berpedoman pada buku panduan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan sistematika sebagai berikut:

Bab 1 PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab 2 KAJIAN TEORI, menjelaskan tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya Prestasi belajar: pengertian prestasi belajar, tujuan belajar, faktor-faktor prestasi belajar, dan cara pengukuran prestasi belajar; Self-regulated learning : pengertian self-regulated learning, karakteristik siswa dengan self-regulated learning, faktor-faktorself-regulated learning, dimensi-dimensiself-regulated learning,


(14)

strategi-strategi self-regulated learning, dan cara pengukuran self-regulated learning;Kerangka berfikir ; dan Hipotesis

Bab 3 METODE PENELITIAN, membahas tentang pendekatan penelitian, Subbab pertama membahas tentang pendekatan penelitian. Subbab kedua membahas tentang populasi dan sampel serta teknik pengambilan sampel. Subbab ketiga membahas identifikasi varaibel penelitian, definisi konseptual, dan definisi operasional. Subbab keempat membahas tentang tehnik pengumpulan data, alat ukur. Subbab kelima membahas tentang uji validitas, uji reliabilitas. Subbab keenam membahas tentang tehnik pengolahan dan analisa data. Subbab ketujuh membahas mengenai prosedur penelitian.

Bab 4 HASIL PENELITIAN, menguraikan tentang presentasi dan analisis data meliputi gambaran umum responden, deskripsi data penelitian, dan deskripsi statistik serta analisis regresi.

Bab 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN, berisi tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi mengenai temuan-temuan dalam penelitian dan saran untuk penelitian lanjutan.


(15)

BAB 2

KAJIAN TEORI

Berikut ini akan diuraikan berbagai literatur yang terkait dengan variabel penelitian, yaitu Prestasi belajar: pengertian prestasi belajar, tujuan belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, dan pengukuran prestasi belajar; Self-regulated learning: pengertianself-regulated learning,karakteristik siswa dengan self-regulated learning, faktor-faktor self-regulated learning, dimensi-dimensi self-regulated learning, strategi-strategi self-regulated learning, dan cara mengukurself-regulated learning; Kerangka berfikir ; dan Hipotesis.

2.1 Prestasi Belajar

2.1.1 Pengertian prestasi belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) prestasi adalah hasil yang telah dicapai/dilakukan/dikerjakan seseorang dalam melakukan kegiatan. Sedangkan belajar menurut Cronbach, Harold Spears, dan Geoch (dalam Sardiman, 1986) adalah:

1. Cronbach memberikan definisi : Learning is shown by a change in behavior as a result of experience.

2. Harold Spears memberikan batasan: Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen, to follow direction.


(16)

3. Geoch, mengatakan: Learning is a change in performance as a result of practice.

Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau siswa itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.

Prestasi belajar merupakan suatu hasil usaha seseorang individu setelah ia mengadakan suatu kegiatan belajar. Prestasi belajar sebagai akibat pengalaman dari proses belajar siswa (dalam Syah, 2008). Prestasi berarti penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Menurut Tardif, dkk (1989) prestasi belajar berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (dalam Syah, 2003). Sedangkan, Winkel (1996) juga mengatakan bahwa, “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar.


(17)

2.1.2 Tujuan belajar

Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya suasana belajar yang kondusif. Tujuan belajar bila ditinjau secara umum ada tiga jenis, yaitu (dalam Sardiman, 1986):

1. Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar.

2. Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmani adalah keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga menitikberatkan pada keterampilan gerak seseorang yang sedang belajar. Termasuk dalam hal ini masalah tehnik dan pengulangan. Sedangkan keterampilan rohani tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan penghayatan dan keterampilan berfikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah. Jadi semata-mata bukan soalpengulangan, tetapi mencari jawab yang cepat dan tepat.


(18)

3. Pembentukan sikap

Untuk pembentukan sikap siswa peran guru sangat penting dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi siswa tersebut. Untuk itu dibutuhkan kecakapan dalam mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model.

Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar.

2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya (dalam Syah, 2008).

1. Faktor Internal Siswa

Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri meliputi dua aspek yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) ; 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).


(19)

a. Aspek fisiologis

Kondisi umum jasmani dantonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing-pusingkepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa juga dianjurkan memilih pola istirahat dan olah raga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab perubahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri (dalam Syah, 2008).

Faktor fisiologis ada yang bersifat bawaan dan ada yang diperoleh. Yang termasuk faktor fisiologis misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya (dalam Ahmadi & Supriyono, 1991)

b. Aspek psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: 1) tingkat kecerdasan / inteligensi siswa; 2) sikap siswa; 3) bakat siswa; 4) minat siswa ; 5) motivasi siswa


(20)

Inteligensi Siswa

Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (dalam Syah, 2008). Jadi, inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol dari pada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan ”menara pengontrol ” hampir seluruh aktivitas manusia.

Tingkat kecerdasan atau inteligensi siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.

Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude)siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang disajikannya merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajarannya, apalagi jika diiringi kebencian


(21)

kepada guru bersangkutan atau kepada mata pelajarannya dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.

Bakat Siswa

Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (dalam Syah, 2008). Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat itu mirip dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berinteligensi sangat cerdas (superoir) atau cerdas luar biasa (very superior)disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.

Dalam perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Seorang siswa yang berbakat dalam bidang matematika, misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya. Inilah yang kemudian disebut bakat khusus (spesific aptitude) yang konon tak dapat dipelajari karena merupakan karuniainborn(pembawaan sejak lahir). Minat Siswa

Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas


(22)

pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan. Guru dalam kaitan ini sejogianya berusaha membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara yang kurang lebih sama dengan kiat membangun sikap positif.

Motivasi Siswa

Motivasi adalah penting bagi proses belajar, karena motivasi menggerakkan organisme (baik untuk manusia ataupun hewan) , mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) motivasi instrinsik; dan 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan / tata tertib sekolah, suri teladan orangtua, guru, dan lain-lain merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar.


(23)

Menurut Ahmadi dan Supriyono (1991), Faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas:

a) Faktor intelektif yang meliputi:

1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat

2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.

b) Faktor non intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

2. Faktor Eksternal Siswa

Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. a. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.

Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa.

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik


(24)

pengelolan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluaga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.

b. Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar seperti pagi atau sore hari, seorang ahli bernama J. Biggers (dalam Syah, 2008) berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih efektif daripada belajar pada waktu-waktu lainnya. Namun, menurut penelitian beberapa ahli learning style, hasil belajar itu tidak bergantung pada waktu secara mutlak, tetapi tergantung pada pilhan waktu yang cocok dengan kesiapsiagaan siswa. Dengan demikian, waktu yang digunakan siswa untuk belajar yang selama ini sering dipercaya berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, tak perlu dihiraukan. Sebab, bukan waktu yang penting dalam belajar melainkan kesiapan sistem memory siswa dalam menyerap, mengelola, dan menyimpan item-item informasi dan pengetahuan yang dipelajari siwa tersebut.


(25)

Menurut Boekaerts (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan seorang siswa untuk mencapai prestasi yang optimal. Diantaranya adalah inteligensi, kepribadian, lingkungan sekolah, dan lingkungan rumah. Namun selain faktor-faktor tersebut ternyata self-regulation turut mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi yang optimal. Meskipun seorang siswa memiliki tingkat inteligensi yang baik, kepribadian, lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah yang mendukungnya, namun tanpa ditunjang oleh kemampuan self-regulated learningmaka siswa tersebut tetap tidak akan mampu mencapai prestasi yang optimal.

Dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar.

2.1.4 Pengukuran Prestasi Belajar

Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Dalam pendidikan formal di kelas, tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan-ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk perguran tinggi (dalam Azwar, 1996). Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa kita dapat mengukur prestasi belajar siswa dari hasil atau nilai ulangan-ulangan harian dan berbagai macam jenis tes yang diadakan oleh pihak sekolah yang bersangkutan. Dalam penelitian ini penulis mengukur prestasi belajar siswa dengan cara memperoleh nilai yang didapatkan siswa melalui hasil ulangan harian dan ujian tengah semester (UTS).


(26)

Gronlund ( dalam Azwar, 1996) dalam bukunya mengenai penyusunan tes prestasi merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi sebagai berikut:

1) Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional.

2) Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau pengajaran.

3) Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.

4) Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya

5) Reliabilitas tes prestasi harus disesuaikan setinggi mungkin dan hasil ukurnya ditafsirkan dengan hati-hati.

6) Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak didik.


(27)

2.2 Self-Regulated Learning

2.2.1 Pengertianself-regulated learning

Regulasi diri (self regulation) berasal dari kata self yang berarti diri dan regulation yang berarti pengaturan, jadi self regulation adalah pengaturan diri. Teori pengaturan diri pertama kali dikemukakan oleh Bandura dalam latar teori belajar sosial tentang tingkah laku. Menurut Bandura, bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengatur dan mengontrol dirinya dengan mengembangkan langkah-langkah yang meliputi tiga proses, yaitu 1) observasi diri (memonitori diri sendiri), 2) evaluasi diri (menilai diri sendiri), dan 3) reaksi diri (mempertahankan motivasi diri sendiri).

Istilah self-regulation digunakan dalam belajar dan dikenal sebagai Self-Regulated Learning (SRL atau Pembelajaran Regulasi Diri), menurut Zimmerman (Zimmerman, 1989). menyatakan bahwa:

In general, students can be described as self-regulated to the degree

that they are metacognitively, motivationally, and behaviorally active

participants in their own learning process.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa self-regulated learning pada umumnya, para siswa yang dapat dianggap memiliki kemampuan untuk mengatur diri mereka sendiri baik secara metakognitif, motivasi, dan perilaku yang merupakan partisipan aktif di dalam proses belajar mereka sendiri

Menurut Woolfolk (2009) regulasi diri merupakan proses mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, perilaku, dan emosi untuk mencapai tujuan. Sedangkan, dalam pandangan Santrock (2007) mengatakan bahwa pembelajaran regulasi diri


(28)

adalah memunculkan dan memonitor sendiri, pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).

Menurut Schunk dan Zimmerman (dalam Wolters, 1998) menyatakan bahwa:

Self-regulated learning are generally characterized as active learners

who efficiently manage their own learning experiences in many

different ways.

Dari apa yang dikemukakan Schunk dan Zimmerman, merupakan para siswa yang mengatur dirinya dalam belajar pada umumnya digolongkan sebagai para siswa yang aktif secara efisien mengelola pengalaman belajar mereka sendiri dengan berbagai cara yang berbeda-beda (Schunk & Zimmerman, 1994). Secara teori, para siswa yang mengatur diri memiliki berbagai macam strategi kognitif dan metakognitif yang siap mereka gunakan, ketika diperlukan, untuk memenuhi tugas-tugas akademis. Para siswa yang mengatur diri juga memiliki tujuan-tujuan belajar yang adaptif dan tetap dalam upaya-upaya mereka untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut (Pintrich & Garcia, 1991; Schunk, 1994). Terakhir, para siswa yang mengatur diri itu pandai dalam memonitoring dan, jika perlu, memodifikasi penggunaan strategi mereka dalam merespon tuntutan-tuntutan tugas yang berubah-ubah (Butler & Zinne, 1995; Zimmerman, 1989). Singkatnya, para siswa


(29)

yang mengatur diri itu merupakan para peserta aktif yang termotivasi, mandiri, dan metakognitif dalam belajar mereka sendiri (Zimmerman, 1990).

Beberapa definisi self-regulated learning tersebut dapat disimpulkan bahwa, suatu kegiatan belajar siswa yang memiliki kemampuan untuk menggunakan aspek metakognisi, motivasi, dan perilaku dengan segigih mungkin, melalui caranya sendiri dalam mengarahkan dirinya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Siswa yang meregulasi dirinya dalam belajar memegang keyakinan akan kecerdasan yang mereka miliki dan kegagalan serta kesuksesan mereka sangat bergantung pada usaha mereka dalam menyelesaikan tugas.

Para peneliti menemukan bahwa siswa yang memiliki prestasi tinggi sering kali merupakan pelajar yang juga belajar untuk mengatur diri sendiri (Paris & paris, 2001; Pintrich, 2000; Pintrich & Schunk, 2002; Zimmerman, 1998, 2000, 2001; Zimmerman & Schunk, 2001). Guru, tutor, mentor, konselor, dan orang tua dapat membantu siswa agar mampu meregulasi diri dalam belajar. Karena siswa yang berprestasi tinggi pasti menentukan tujuan yang lebih spesifik, menggunakan lebih banyak strategi belajar, memonitori sendiri proses belajar mereka, dan lebih sistematis dalam mengevaluasi kemajuan mereka sendiri dibanding dengan siswa yang berprestasi rendah (Santrock, 2007).


(30)

2.2.2 Karakteristik siswa yang mempunyaiself-regulated learning

Menurut Winne (dalam Santrock, 2007) karakteristik dari pelajar yang menggunakanself-regulated learningadalah:

a. Bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi.

b. Menyadari keadaan emosi mereka dan memiliki strategi untuk mengelola emosinya.

c. Secara periodik memonitori kemajuan ke arah tujuannya

d. Menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka buat.

e. Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan.

Dari beberapa karakteristik mengenai siswa yang menggunakan self-regulated learning yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka harus memiliki motivasi yang kuat, tujuan yang akan dicapai, mampu mengelola perasaan, dan memiliki berbagai macam strategi untuk belajar.

2.2.3 Faktor – faktor yang mempengaruhiself-regulated learning

Menurut Woolfolk (2004), terdapat tiga hal yang mempengaruhi self-regulated learning,yaitu:

a. Pengetahuan

Untuk menjadi pelajar yang memiliki regulasi diri (self-regulated leaners) siswa memerlukan pengetahuan tentang diri mereka, subjek, tugas, strategi-strategi


(31)

untuk belajar dan konteks dimana mereka akan mengaplikasikan belajar mereka. Siswa yang mahir tahu tentang diri mereka dan bagaimana cara yang terbaik untuk belajar

b.Motivasi

Siswa yang teratur dalam belajar termotivasi untuk belajar. Mereka menemukan tugas-tugas mereka menarik karena mereka menghargai belajar, tidak hanya sekedar terlihat baik di mata orang lain. Walaupun mereka tidak termotivasi secara instrinsik oleh suatu tugas tertentu, namun mereka serius untuk mendapatkan manfaat dari tugas tersebut. Mereka tahu kenapa mereka sedang belajar, sehingga tindakan dan pilihan mereka ditentukan oleh diri sendiri dan tidak dikontrol oleh orang lain.

c.Kemauan / volition

Siswa yang teratur dalam belajar mampu melindungi diri dan pikiran mereka dari hal yang dapat mengalihkan perhatian mereka dalam belajar. Mereka mampu melakukan coping terhadap perasaan cemas, mengantuk, pusing, ataupun perasaan malas.

Regulasi diri terdapat 2 faktor menurut Alwisol (2005), yaitu:

1. Faktor eksternal

a. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi tingkah laku seseorang. Melalui orang tua dan guru anak-anak belajar baik-buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan


(32)

lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi diri.

b. Regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah instrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.

2. Faktor internal.

Faktor eksternal berinteraksi dengan factor internal dalam pengaturan diri sendiri, Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal:

a. Observasi diri (self observation): dilakukan berdasarkan factor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku diri, dan seterusnya. Orang harus mampu memonitori performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah lakunya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya.

b. Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental process): adalah melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi.


(33)

c. Reaksi diri – afektif (self response): akhirnya berdasarkan pengamatan dan judgement itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual.

Selain itu, perkembangan regulasi diri dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalahmodeling danself-efficacy(Santrock, 2007).

a. Model adalah sumber penting untuk menyampaikan keterampilan regulasi diri. Diantara keterampilan regulasi diri yang dapat dicontohkan oleh model adalah perencanaan dan pengelolaan waktu secara efektif, memperhatikan dan konsentarsi, mengorganisaskan dan menyimpan informasi secara strategis, membangun lingkungan belajar/kerja yang produktif, dan menggunakan sumber daya sosial. Misalnya, murid mungkin mengamati guru yang melakukan strategi manajemen waktu yang efektif dan menjelaskan prinsip yang tepat. Dengan mengamati model itu, murid dapat percaya bahwa mereka juga bisa merencanakan dan mengelola waktu secara efektif, yang menciptakan perasaan self-efficacy terhadap regulasi diri akademik dan memotivasi murid untuk melakukan aktivitas itu.

b. Self-efficacy dapat mempengaruhi murid dalam memilih suatu tugas, usahanya, ketekunannya, dan prestasinya (Bandura, 1997, 2001; Pintrich & Schunk, 2002; Zimmerman& Schunk, 2001). Dibanding dengan murid yang meragukan kemampuan belajarnya, murid yang merasa mampu menguasai


(34)

suatu keahlian atau melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk berpastisipasi, bekerja keras, lebih ulet dalam menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi. Self-efficacy bisa mempengaruhi prestasi, tetapi ia bukan satu-satunya factor pengaruh. Tingkat tinggi tidak akan menghasilkan kinerja yang kompeten apabila siswa tak punya atau kekurangan pengetahuan dan keahlian yang harus dipenuhi.

Dari berbagai pendapat para ahli mengenai faktor-faktor self-regulated learning diatas bahwa self-regulated learning sangat dipengaruhi faktor internal yang ada di dalam diri siswa tersebut, yakni pengetahuan, motivasi, kemauan, self-observation, proses penilaian, self-response, dan self-eficacy. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi self-regulated learning adalah faktor lingkungan untuk mengevaluasi tingkah laku, penguatan (reinforcement), dan memodeling tingkah laku seseorang.

2.2.4 Dimensi yang terdapat dalamself-regulated learning

Zimmerman (dalam Pintrich & Schunk, 2008) mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang menyusun seputar pertanyaan-pertanyaan kunci yang ditujukan pada Tabel 2.1, sekaligus proses-proses pengaturan diri kritisnya. Unsur kritis dari pengaturan diri adalah bahwa para pelajar memiliki beberapa pilihan yang ada dalam sedikitnya satu bidang dan terutama dalam bidang-bidang yang lain.


(35)

Tabel 2.1

Dimensi-dimensi pengaturan diri

Pokok-pokok Pembelajaran Sub-proses Pengaturan diri Mengapa

Bagaimana Kapan Apa Dimana Dengan siapa

Self-efficacydan tujuan diri

Penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin Pengelolaan waktu

Observasi diri, penilaian diri, reaksi diri Lingkungan tempat belajar

Pencarian bantuan yang selektif

a. Self-efficacydan tujuan diri

Faktor self-efficacy merupakan faktor kunci yang mempengaruhi self-regulated learning siswa dari dalam dirinya sendiri (Bandura, 1986; Rosenthal & Bandura, 1978; Schunk, 1986; Zimmerman, 1986 dalam Zimmerman, 1989). Menurut Zimmerman (1989) self-efficacy merupakan persepsi siswa akan kemampuan dirinya dalam mengelola dan melakukan tindakan yang penting untuk memperoleh tingkat keterampilan dalam sebuah tugas. Siswa denganself-efficacy tinggi menunjukan kualitas strategi belajar yang lebih baik dan lebih banyak monitoring diri atas hasil-hasil belajar mereka dari pada siswa denganself-efficacyrendah. Selain itu menurut tujuan definisi self-regulated learning, pengambilan keputusan metakognitif juga tergantung dari tujuan jangka panjang siswa. Salah satu strategi yang efektif untuk mencapai tujuan jangka panjang adalah dengan menyusun tujuan


(36)

jangka menengah berdasarkan tingkat kesukaran dan jarak waktu. Tujuan yang tidak realistis dan memungkinkan untuk dicapai serta tidak terlalu mudah atau terlalu sukar akan membuat individu tersebut termotivasi untuk mencapainya. Bandura (1986, dalam Zimmerman, 1989) mengemukakan bahwa orang yang mempunyai self-eficacy yang tinggi menetapkan tujuan yang lebih menantang untuk dicapainya.

b. Pengguanaan strategi atau pelaksanaan yang rutin

Yaitu bagaimana cara siswa melakukan kegiatan rutin pada saat akan memulai belajar. Seperti membaca buku pegangan, menandai bagian yang penting, dan menulis kembali apa yang telah dibaca.

c. Pengelolaan waktu

Yaitu siswa yang memiliki self-regulated learning yang tinggi dalam proses belajar akan memperhitungkan waktu dalam pengerjaan soal dan memperhatikan waktu dalam belajar.

d. Observasi diri, penilaian diri, reaksi diri

a) Observasi diri, Mengacu pada respon siswa yang secara sistematis memonitori tingkah lakunya sendiri. Pengamatan terhadap diri sendiri dapat menyediakan informasi tentang kemajuan seseorang atas tujuannya. Terdapat dua metode yang digunakan individu dalam observasi siswa yaitu laporan lisan atau tulisan dan reaksi individu.


(37)

b) Penilaian diri, Mengacu pada respon siswa yang secara sistematis membandingkan kinerja mereka dengan standar atau tujuan. Pengetahuan atas standar atau tujuan bisa didapatkan dari berbagai sumber seperti tingkat performansi sebelumnya. Dua cara yang biasa digunakan siswa untuk melakukan penilaian diri adalah dengan meneliti kembali jawaban dan membandingkan hasil yang mereka peroleh dengan hasil yang diperoleh orang lain.

c) Reaksi diri, Merupakan respon siswa terhadap hasil yang telah dicapainya. Penilaian diri selalu diikuti dengan reaksi diri. Ketika individu berhasil melakukan sesuatu, individu akan merasakan kepuasan atau kesenangan, namun jika mengalami kegagalan, individu akan mengalami kekecewaan atau perasaan tidak puas. Saat individu mengkaitkan kepuasan dengan pencapaian hasil tertentu, individu akan memotivasi diri sendiri untuk mengoptimalkan energi yang diperlukan guna mencapai tujuan.

e. Lingkungan tempat belajar

Menurut Zimmerman (1989) dua jenis pengaruh lingkungan yang mempengaruhiself-regulated learningadalah

a) Pengalaman sosial

Salah satu pengalaman sosial yang berpengaruh bagi self-regulated learning adalah belajar melalui pengamatan secara langsung terhadap perilaku diri sendiri dan hasil yang diperoleh dari perilaku tersebut.


(38)

Modelling dari strategi-strategiself-regulated learning yang efektif dapat meningkatkan self-eficacy siswa, baik pada siswa yang merasa kurang mampu ataupun pada siswa yang yakin akan kemampuannya (Zimmerman, 1989) modeling seperti ini lebih efektif bila model dipersepsikan setara dengan orang yang mengobservasi (Schunk, Hanson & Cox, 1987 dalam Zimmerman, 1989).

Bentuk pengalaman sosial lain yang juga penting adalah persuasi verbal. Metode ini menjadi perantara yang sangat baik, sehingga siswa dapat mempelajari berbagai keterampilan kognitif, afektif, dan akademis.

b) Struktur dari lingkungan belajar.

Menurut teori sosial kognitif, proses belajar siswa sangat tergantung pada situasi lingkungan tempat terjadinya (Mischel & Peake, 1982; Zimmerman, 1983 dalam Zimmerman, 1989). Misalnya mengubah tugas akademis untuk meningkatkan level kesulitan atau mengubah tempat belajar seperti dari rebut menjadi sepi, dihatapkan dapat mempengaruhi self-regulated learning.

f. Pencarian bantuan yang selektif

Yaitu usaha yang dilakukan oleh siswa untuk meminta bantuan apabila tidak mengerti pelajaran. Cara siswa memperoleh bantuan biasanya dari teman, guru, bahkan orang dewasa ataupun orang tua mereka masing-masing.


(39)

2.2.5 Strategi-strategi self-regulated learning

Bandura (Zimmerman, 1989) menekankan pentingnya strategi self-regulated learning untuk siswa. Dalam pandangannya, strategi yang diaplikasikan menyediakan kepada siswa dengan pengetahuan self-efficacy yang bernilai. Pengetahuan ini pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan atas strategi dan tindakan. Strategi self-regulated learning merupakan tipe-tipe strategi yang digunakan oleh siswa SMU dalam konteks belajar umum untuk meningkatkan prestasi akademis mereka sebagaimana dilaporkan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (1986). Mereka menemukan 14 tipe strategi self-regulated learningyang diantaranya adalah:

1. Self-evaluation, yaitu siswa melakukan pemahaman tentang materi-materi bahasan atau tingkah laku yang berkaitan untuk memahami tuntutan tugas. Misalnya: ”saya mengecek semua tugas untuk memastikan bahwa saya melakukannya dengan benar”.

2. Organizing and transforming, yaitu usaha penyusunan materi belajar atas prakarsa sendiri untuk meningkatkan belajar. Misalnya: ” saya menggunakan stabilo untuk menandai bagian-bagian penting dalam buku”.

3. Goal-setting dan planning, yaitu penetapan atas tujuan atau subtujuan pendidikan dan perencanaan atas rangkaian, perwaktuan, dan penyelesaian aktivitas yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Misalnya: ” saya tinggalkan dulu pertanyaan yang sulit hingga terakhir untuk kemudian saya lihat kembali”.


(40)

4. Seeking information, yaitu usaha siswa atas prakarsa sendiri untuk menjamin informasi lebih jauh atas tugas dari sumber-sumber non sosial ketika mengerjakan suatu tugas. Misalnya: ”saya meminjam buku dari perpustakaan tentang topik tertentu”.

5. Keeping records dan monitoring, yaitu usaha siswa dengan prakarsa sendiri untuk merekam atau mencatat peristiwa atau hasil dalam proses belajar. Misalnya: ” saya menulis catatan tentang diskusi kelas”.

6. Environmental structuring, yaitu usaha siswa dengan prakarsa sendiri untuk mengatur konteks belajar agar belajar menjadi lebih mudah. Hal ini termasuk pengaturan lingkungan secara fisik maupun psikologis. Misalnya: ” saya dapat belajar dengan baik tanpa terpengaruh oleh situasi di sekeliling saya”.

7. Self-consequences, yaitu siswa membuat pengaturan atau membayangkan tentang hadiah atau hukuman atas keberhasilan ataupun kegagalannya dalam belajar. Misalnya: ” saya berfikir tentang kegagalan, dan hal itu membuat saya ingin berusaha”.

8. Rehearsing dan memorizing, yaitu usaha siswa untuk mengingat materi pelajaran. Misalnya: ” saya tuliskan semua poin penting berulang-ulang hingga saya hafal”.

9. - 11 Seeking social assistance, yaitu usaha yang dilakukan siswa dalam meminta pertolongan dari teman (9), guru (10), dan orang dewasa (11). Misalnya: ” jika saya kesulitan dalam memahami pelajaran, saya akan bertanya dengan teman yang lebih pandai, atau bertanya kepada guru dan orang dewasa lainnya”.


(41)

12. - 14 Reviewing records, yaitu usaha siswa untuk membaca kembali catatan (12), tes (13), atau buku (14). Misalnya: ” saya buka kembali semua catatan saya pelajaran yang sulit”, ”saya buka kembali semua tugas dan tes yang telah saya kerjakan”, dan ”saya baca buku pelajaran yang sulit beberapa kali”. 15. Other, yaitu perilaku belajar yang diprakarsai oleh orang lain seperti guru,

orang tua, pernyataan kehendak, ekspresi berbuat curang, dan semua respon verbal yang tidak jelas. Misalnya: ” saya hanya melakukan pekerjaan apa yang dikatakan oleh guru”.

2.2.6 Pengukuranself-regulated learning

Self-regulated learning diukur berdasarkan sebaran item dengan beberapa aspek, sub aspek, dan indikator. Pada tabel 2.2 dibawah ini dijabarkan tentang beberapa pernyataan yang mewakili berbagai indikator yang diangkat dari aspek-aspek self-regulated learning.

Tabel 2.2

Pengukuranself-regulated learning

No Aspek Sub Aspek Indikator

1 Efikasi diri

dan Tujuan

Efikasi diri Memiliki keyakinan akan kemampuan pada pelajaran matematika

Tujuan Memiliki target pada pelajaran matematika

2 Penggunaan

strategi atau Pelaksanaan

Proses belajar Membaca buku pegangan Menandai bagian yang penting Menulis kembali apa yang telah


(42)

yang rutin dibaca

3 Waktu Proses Belajar Merencanakan kegiatan belajar Memperhatikan waktu dalam belajar

Proses pengerjaan soal

Memperhitungkan waktu dalam pengerjaan soal

4 Observasi

diri, Penilaian

diri, dan

Reaksi diri

Observasi diri Mencatat nilai-nilai yang diperoleh Meminta umpan balik atas tugas yang dikerjakan

Menjadikan nilai yang diperoleh sebagai acuan dalam belajar

Penilaian diri Meneliti kembali pekerjaan

Membandingkan nilainya dengan nilai temannya

Reaksi diri Merasa puas ketika berhasil mengerjakan soal matematika Katika gagal akan terus berusaha 5. Struktur

lingkungan

Pengalaman social

Mengamati / mencontoh lingkungan belajar orang lain Meniru lingkungan belajar orang lain yang sesuai dengan dirinya Struktur dari

lingkungan belajar

Mengatur kondisi tempat belajar Mengatur waktu belajar

Mengatur suasana belajar

6 Pencarian

bantuan yang selektif

Bantuan teman Meminta bantuan teman saat menghadapi kesulitan

Diskusi dengan guru

Berdiskusi kepada guru dalam menyelesaikan tugas


(43)

Bertanya kepada orang dewasa

Bertanya kepada orang dewasa jika ada topik yang tidak paham

2.3 Kerangka berfikir

Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa salah satu faktor yang diduga mempengaruhi prestasi belajar adalahself-regulated learning.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar, sehingga prestasi belajar merupakan taraf hasil belajar yang ditujukan oleh siswa setelah mendapat pendidikan. Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Selain itu yang tidak kalah penting proses kognitif juga ikut mempengaruhi prestasi belajar. Proses kognitif pada siswa digambarkan dengan bagaimana cara siswa mengatur dirinya dalam mengarahkan metakognitifnya untuk memunculkan pikiran, perasaan, dan perilakunya untuk mencapai prestasi yang diinginkan. Oleh sebab itu peran dari proses kognitif akan digambarkan melalui self –regulated learningpada siswa.

Menurut Zimmerman (1989), self-regulated learning merupakan para siswa yang dapat dianggap memiliki kemampuan untuk mengatur diri mereka sendiri baik secara metakognitif, motivasi, dan perilaku yang merupakan partisipan aktif di dalam proses belajar mereka sendiri

Self-regulated learning merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi prestasi belajar. Siswa yang memiliki self-regulated learning dalam belajar


(44)

memegang keyakinan akan kecerdasan yang mereka miliki dan kegagalan serta kesuksesan mereka sangat bergantung pada usaha mereka dalam menyelesaikan tugas. Para peneliti menemukan bahwa siswa yang memiliki prestasi tinggi sering kali merupakan pelajar yang juga belajar untuk mengatur diri sendiri (Paris & paris, 2001; Pintrich, 2000; Pintrich & Schunk, 2002; Zimmerman, 1998, 2000, 2001; Zimmerman & Schunk, 2001). Guru, tutor, mentor, konselor, dan orang tua dapat membantu siswa agar mampu meningkatkan self-regulated learning dalam belajar.

Siswa yang meregulasi dirinya dalam belajar memegang keyakinan akan kecerdasan yang mereka miliki dan kegagalan serta kesuksesan mereka sangat bergantung pada usaha mereka dalam menyelesaikan tugas berdasarkan penggunaan strategi yang mereka pilih, yang pada akhirnya para siswa yang meregulasi dirinya dalam belajar percaya bahwa peluang dalam menghadapi tantangan dalam mengerjakan tugas, cara belajar mereka, mengembangkan suatu pemahaman akan materi pelajaran, merupakan usaha untuk mencapai kesuksesan prestasi belajar akademik mereka.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah siswa yang memiliki self-regulated learning dalam belajar pada siswa yang mendorong individu untuk lebih berprestasi.


(45)

Bagan 2.1

Skema kerangka berfikir

Siswa

Matematika

Self-regulated learning: 1. Self-efficacy& tujuan 2. Penggunaan strategi

atau pelaksanaan yang rutin

3. Pengelolaan waktu 4. Observasi diri,

penilaian diri & reaksi diri

5. Lingkungan tempat belajar

6. Pencarian bantuan selektif

Prestasi belajar tinggi


(46)

2.4 Hipotesis

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh independent variable yang diketahui terhadap dependent variable. Dalam penelitian ini dependent variable yaitu prestasi belajar matematika, sedangkan Independent Variable berdasarkan teori yaituself-regulated learning. Hipotesis mayor dari penelitian ini yaitu :

“ada pengaruh yang signifikan dariself-regulated learningterhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang”. Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu :

Ha1: Ada pengaruh yang signifikanself-efficacydan tujuan diri terhadap prestasi

belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang

Ha2: Ada pengaruh yang signifikan penggunaan strategi atau pelaksanaan yang

rutin terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang Ha3: Ada pengaruh yang signifikan pengelolaan waktu yang rutin terhadap

prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang

Ha4: Ada pengaruh yang signifikan observasi diri, penilaian diri, reaksi diri

terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang Ha5: Ada pengaruh yang signifikan lingkungan tempat belajar terhadap prestasi

belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang

Ha6: Ada pengaruh yang signifikan pencarian bantuan yang selektif terhadap


(47)

Kemudian dikarenakan adanya analisis statistik, maka hipotesis mayor tersebut dibalik menjadi “Tidak ada pengaruh yang signifikan self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang”.Adapun hipotesis nihil minor penelitian yaitu :

Ho1: Tidak ada pengaruh yang signifikan self-efficacy dan tujuan diri terhadap

prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang

Ho2: Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan strategi atau pelaksanaan

yang rutin terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang

Ho3: Tidak ada pengaruh yang signifikan pengelolaan waktu yang rutin terhadap

prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang

Ho4: Tidak ada pengaruh yang signifikan observasi diri, penilaian diri, reaksi

diri terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang Ho5: Tidak ada pengaruh yang signifikan lingkungan tempat belajar terhadap

prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang

Ho6: Tidak ada pengaruh yang signifikan pencarian bantuan yang selektif


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari enam subbab. Subbab pertama membahas tentang pendekatan penelitian. Subbab kedua membahas tentang populasi dan sampel serta teknik pengambilan sampel. Subbab ketiga membahas identifikasi varaibel penelitian, definisi konseptual, dan definisi operasional. Subbab keempat membahas tentang tehnik pengumpulan data, alat ukur. Subbab kelima membahas tentang uji validitas, uji reliabilitas. Subbab keenam membahas tentang tehnik pengolahan dan analisa data. Subbab ketujuh membahas mengenai prosedur penelitian.

3.1. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini yang hendak diteliti adalah apakah ada pengaruh dari self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah pendekatan kuantitatif, dimana temuan penelitian merupakan hasil kesimpulan statistik beserta analisisnya.

3.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel 3.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2008) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi


(49)

dalam penelitian ini adalah siswa-siswi MTs N 3 Pondok Pinang yang berjumlah 782 siswa

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (dalam Sugiyono, 2008).

Slovin dalam Sevilla (2006) menjelaskan bahwa dalam menentukan ukuran sampel dari suatu populasi dapat menggunakan rumus :

n = N

1 + N (e)2

= 782

1 + 782 (0.1)2

= 99.8 (pembulatan 100 sampel) n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

e = Error (% yang dapat ditoleransi terhadap ketidaktepatan penggunaan sampel sebagai pengganti populasi)

Bila dihitung menggunakan rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel dari populasi yaitu sebanyak 100 siswa.

3.2.3 Teknik pengambilan sampel

Cara pengambilan sampel penelitian dilakukan di MTs N 3 Pondok Pinang. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode probability samplingdengan teknik cluster random sampling,yaitu populasi yang dibagi atas kelompok berdasarkan tingkatan (dalam Nazir, 2003). Pengambilan acak dalam


(50)

penelitian ini adalah dari seluruh kelas, baik kelas VII, VIII, dan IX yang ada di sekolah tersebut, setelah diadakan teknik pengambilan secara cluster random sampling, pada akhirnya yang terpilih adalah tiga kelas dari masing-masing angkatan, yaitu kelas VII-2, VIII-1 dan IX-1

3.3 Variabel penelitian

3.3.1 Identifikasi variabel penelitian

Variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai. Menurut Kerlinger (2000), variabel adalah simbol atau lambang yang padanya kita lekatkan bilangan atau nilai. Variabel terbagi menjadi dua macam, yaitu variabel terikat (Dependent Variable) dan variabel bebas (Idependent Variable).

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Variabel terikat (dependent variable) adalah prestasi belajar.

b. Variabel bebas (independent variable) adalah self-regulated learning.

3.1.2 Definisi konseptual

Definisi konseptual kedua variabel penelitian ini yaitu:

1. Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.

2. Self-regulated learning merupakan kemampuan untuk mengatur diri sendiri baik secara metakognitif, motivasi, dan perilaku yang merupakan partisipan


(51)

aktif di dalam proses belajar yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (dalam Zimmerman, 1989)

3.1.3 Definisi operasional

Definisi operasional kedua variabel penelitian ini adalah:

1. Prestasi belajar yang dipakai dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh dari hasil prestasi belajar siswa yang diperoleh dari nilai ulangan harian matematika dan ulangan tengah semester ganjil tahun 2010.

2. Self-regulated learning yang merupakan skor yang diperoleh dari responden tentang kemampuan siswa dalam dirinya yang memiliki self-efficacy dan tujuan diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin; pengelolaan waktu; observasi diri, penilaian diri, reaksi diri; lingkungan tempat belajar; dan pencarian bantuan yang selektif.

3.4 Pengumpulan data

3.4.1 Tehnik pengumpulan data

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari lapangan dengan menggunakan model skala Summated rating scale atau Likert scale didasarkan pada asumsi bahwa masing-masing pernyataan atau item di dalam skala memiliki attitudinal valuenilai sikap danimportancekepentingan yang sama dengan istilah yang menggambarkan sikap terhadap isu yang ada pada soal. Subjek akan memilih satu jawaban yang paling dapat menggambarkan dirinya atau yang paling mendekati dirinya.


(52)

Pernyataan yang digunakan bersifat langsung dan tertutup. Bersifat langsung karena diisi langsung oleh responden atau tidak dapat diwakili. Bersifat tertutup karena pernyataan yang disusun oleh peneliti mempunyai jawaban telah disediakan.

3.4.2 Alat ukur

Alat ukur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala self-regulated learning. Skala self-regulated learning yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan 6 dimensi self-regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (dalam Pintrich & Schunk, 2008) yakni self-efficacy dan tujuan diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin; pengelolaan waktu; observasi diri, penilaian diri, reaksi diri; lingkungan tempat belajar; dan pencarian bantuan yang selektif.

Tabel 3.1

Blue print SkalaSelf regulated-learning (Try Out)

No Aspek Sub Aspek Indikator F UF Jumlah

item

1 Efikasi diri

dan Tujuan

Efikasi diri Memiliki keyakinan akan kemampuan pada pelajaran matematika

1* 5 2

Tujuan Memiliki target pada pelajaran matematika

26* 31 2

2 Penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin Proses belajar

Membaca buku pegangan 8*, 42

3, 17, 37*

5

Menandai bagian yang penting


(53)

Menulis kembali apa yang telah dibaca

36* 1

3 Waktu Proses

Belajar Merencanakan kegiatan belajar 2, 22*, 32* 3 Memperhatikan waktu dalam belajar 46, 52* 7, 33* 4 Proses pengerjaan soal Memperhitungkan waktu dalam pengerjaan soal

6*, 16* 11* 2 4 Observasi diri, Penilaian diri, dan Reaksi diri Observasi diri

Mencatat nilai-nilai yang diperoleh

20* 9* 2

Meminta umpan balik atas tugas yang dikerjakan

25* 1

Menjadikan nilai yang diperoleh sebagai acuan dalam belajar

50* 27 2

Penilaian diri

Meneliti kembali pekerjaan 10*, 24*, 34* 21*, 35* 5 Membandingkan nilainya dengan nilai temannya

38 1

Reaksi diri Merasa puas ketika berhasil mengerjakan soal

matematika

28*, 48

2

Katika gagal akan terus berusaha 30, 40* 2 5. Struktur lingkungan Pengalaman social

Mengamati / mencontoh lingkungan belajar orang lain

12 1

Meniru lingkungan belajar orang lain yang sesuai dengan dirinya


(54)

Struktur dari lingkungan belajar

Mengatur kondisi tempat belajar

47*, 39

19* 3

Mengatur waktu belajar 44 1

Mengatur suasana belajar 49* 1

6 Pencarian

bantuan yang selektif

Bantuan teman

Meminta bantuan teman saat menghadapi kesulitan

23 14, 41*

3

Diskusi dengan guru

Berdiskusi kepada guru dalam menyelesaikan tugas

18*, 45 15* 3 Bertanya kepada orang dewasa

Bertanya kepada orang dewasa jika ada topik yang tidak paham

51*, 53*

29* 3

Total 34 19 53

Item Valid (*)

Setelah melakukan try out di SMP N 3 Tangerang Selatan pada tanggal 26 Oktober 2010 dengan jumlah sampel 80 siswa, di dapatkan 21 item yang gugur, 3 diantaranya tidak mewakili indikator dan 2 diantaranya tidak mewakili sub aspek sehingga item-item tersebut dilakukan perubahan agar semua aspeknya dapat terwakilkan. Sehingga item yang tersisa adalah sebanyak 38. Seperti dijelaskan dalam tabel berikut ini

Tabel 3.2

Blue print SkalaSelf regulated-learning (Field Test)

No Aspek Sub Aspek Indikator F UF Jumlah

item

1 Efikasi diri

dan Tujuan

Efikasi diri Memiliki keyakinan akan kemampuan pada pelajaran


(55)

matematika

Tujuan Memiliki target pada pelajaran matematika 27 1 2 Penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin Proses belajar

Membaca buku pelajaran matematika

4 19 2

Menandai bagian yang penting

2 9 2

Menulis kembali apa yang telah dibaca

26 1

3 Waktu Proses

Belajar Merencanakan kegiatan belajar 16, 22 2 Memperhatikan waktu dalam belajar

37 23 2

Proses pengerjaan soal

Memperhitungkan waktu dalam pengerjaan soal

3, 10 7 3

4 Observasi diri, Penilaian diri, dan Reaksi diri Observasi diri

Mencatat nilai-nilai yang diperoleh

14 5 2

Meminta umpan balik atas tugas yang dikerjakan

17 1

Menjadikan nilai yang diperoleh sebagai acuan dalam belajar

35 1

Penilaian diri

Meneliti kembali pekerjaan 6, 18, 24

15, 25

5

Membandingkan nilainya dengan nilai temannya

28 1

Reaksi diri Merasa puas ketika berhasil mengerjakan soal

matematika


(56)

Katika gagal akan terus berusaha 29 1 5. Struktur lingkungan Pengalaman social

Mengamati / mencontoh lingkungan belajar orang lain

8 1

Meniru lingkungan belajar orang lain yang sesuai dengan dirinya

31 1

Struktur dari lingkungan belajar

Mengatur kondisi tempat belajar

33 13 2

Mengatur suasana tempat belajar

34 1

Mengatur waktu belajar 32 1

6 Pencarian

bantuan yang selektif

Bantuan teman

Meminta bantuan teman saat menghadapi kesulitan

30 1

Diskusi dengan guru

Berdiskusi kepada guru dalam menyelesaikan tugas

12 11 2

Bertanya kepada orang dewasa

Bertanya kepada orang dewasa jika ada topik yang tidak paham

36, 38

21 3

Total 27 11 38

Skala self-regulated learning ini merupakan skala model Likert dengan metode summated ratings. Menurut Azwar (2008) metode summated rattings yaitu pernyataan-pernyataan yang menempatkan individu pada suatu situasi yang menggambarkan dirinya, dengan memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).


(57)

Penulis menggunakan skala model Likert karena memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut:

1. Metodenya sederhana 2. Waktu membuatnya singkat

3. Informasi tentang jawaban subjek dapat lebih jelas dan tetap

4. Sikap yang ditampilkan subjek mudah diinterpretasikan, hanya dengan melihat jumlah skor total subjek, sikap positif atau menyetujui terhadap objek sikap akan terlihat dalam jumlah keseluruhan yang tinggi, sedangkan sikap yang negatif atau tidak menyetujui objek sikap akan rendah.

Skor yang digunakan untuk setiap kategori ada penelitian ini berdasarkan pada norma berikut:

Tabel 3.3

Nilai kategori dalam tiap jawaban

Skala Favorable Unfavorable

Sangat setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak setuju (TS) 2 3 Sangat tidak setuju (STS) 1 4

b. Prestasi belajar

Adapun data mengenai prestasi belajar matematika diperoleh dari hasil skor nilai ulangan harian matematika dan ulangan tengah semester ganjil tahun 2010.


(58)

3.5 Alat ukur penelitian 3.5.1 Uji validitas

Validitas tes menyangkut apa yang diukur tes dan seberapa baik tes itu dapat mengukur (dalam Anastasi & Urbina, 2006). Untuk menguji validitas skala yang telah dibuat digunakan teknik korelasi Product moment pearson. Validitas suatu item pernyataan dapat dilihat pada hasil output SPSS versi 17. Validitas masing-masing item pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item- total correlation masing-masing item pernyataan.

Dalam penelitiantry out yang telah dilakukan sebelumnya, dari 53 item yang terdapat pada skala self-regulated learning diketeahui hanya 32 item yang valid, sedangkan sisanya sebanyak 21 item dinyatakan gugur, karena skor validitas dari 21 item yang gugur tersebut kurang dari 0,3. Namun dari total 21 item yang gugur, 4 diantaranya tidak mewakili indikator dan 2 diantaranya tidak mewakili sub indikator sehingga ke-6 item tersebut dilakukan perubahan. Jumlah total item yang digunakan untuk penelitian adalah 38 item.

3.5.2 Uji reliabilitas

Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang terpercaya, terandalkan, ajeg, konsisten, dan stabil (dalam Azwar, 1996). Untuk mencari nilai estimasi reliabilitas dari instrument penelitian yang digunakan, peneliti menggunakan teknik Alpha Cronbach, dalam perhitungannya adalah dengan menggunakan program SPSS 17.


(59)

S21+ s22

α = 2 (1 - )

s2x

α = Koefisien reliabilitas Alpha

K = Banyaknya belahan S2j = Varians skor belahan (j)

S2x = Varians skor tes (X)

Tinggi atau rendahnya reliabilitas yang dihasilkan dilihat dari kaidah reliabilitas Guilford dan pendapat Azwar (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi koefisien reliabilitas yang mendekati 1,00 berarti semakin baik, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut terlihat di bawah ini:

Tabel 3.4

Kaidah Reliabilitas Guilford

Koefisien Kriteria

> 0,90 Sangat Reliabel 0,70 – 0,89 Reliabel 0,49 – 0,69 Cukup Reliabel 0,20 – 0,39 Tidak Reliabel

Hasil uji reliabilitas skala self-regulated learning adalah nilai reliabilitas skala self-regulated learning dengan 38 item yang valid adalah sebesar 0.852. Oleh karena itu, skala self-regulated learning ini dapat dikatakan reliabel dan dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.


(60)

3.6 Teknik Analisa Data

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang, dan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang diberikan self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika, penulis menggunakan metode statistika karena datanya berupa angka-angka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Dalam hal ini berdasarkan hipotesis yang akan di ukur peneliti menggunakan tehnik analisi multiple regression / analisis regresi berganda untuk mengetahui besar dan arah hubungan antara self-regulated learning dengan prestasi belajar matematika. Analisis multi regresi adalah suatu metode untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat dari lebih satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat, dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi dan regresi (dalam Kerlinger, 1990)

3.7 Prosedur penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mencoba merencanakan langkah-langkah yang diharapkan dapat menunjang kelancaran penelitian, langkah-langkah tersebut sebagai berikut :

1. Persiapan Penelitian

- Dimulai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah. - Menentukan variabel-variabel yang akan diteliti.


(61)

- Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat.

- Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala self-regulated learning yang dirancang berupa skala Likert.

2. Tahap Pengambilan Data

- Menentukan jumlah sampel penelitian.

- Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian.

- Memberikan alat ukur yag telah disiapkan kepada responden.

3. Tahap Uji Coba

Peneliti melakukan uji coba alat ukur skala self-regulated learning pada tanggal 26 Oktober 2010 pada 80 responden yang berada di SMP N 3 Tangerang Selatan.

4. Tahap Field Study

Skala self-regulated learning terdiri dari 38 item pernyataan. Selanjutnya skala ini diberikan kepada responden pada tanggal 4 November 2010 di MTs N 3 Pondok Pinang


(62)

5. Tahap Pengolahan Data

- Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden. - Analisis data menggunakan teknik statistik.

- Melakukan Interpretasi dan membahas hasil yang didapat, serta membuat kesimpulan dan laporan akhir penelitian.

6. Penutup

Akhir dari penelitian ini adalah membuat kesimpulan dari apa yang didapat pada hasil penelitian serta membuat saran bagaimana layaknya penelitian ini untuk dijadikan rujukan penelitian lanjutan.


(63)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab 4 ini akan membahas mengenai presentasi dan analisis data meliputi: Gambaran umum responden: berdasarkan jenis kelamin, usia, penghasilan orang tua, dan pendidikan orang tua; Deskripsi data penelitian; Hasil uji statistik; dan Hasil uji hipotesis.

4.1. Gambaran umum responden

Gambaran umum subjek penelitian ini diuraikan secara rinci di bawah ini, yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, les tambahan, penghasilan orang tua, dan pendidikan orang tua. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi MTs N 3 Pondok Pinang yang berjumlah 782 orang, sedangkan yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang.

4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, subjek dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:


(1)

90

tempat belajar; dan pencarian bantuan yang selektif tidak berhubungan langsung dengan prestasi belajar, tetapi ada variabel lain sebagai mediator Ketiga, peneliti juga menduga adanya beberapa faktor psikologis maupun non-psikologis yang juga berpengaruh dalam memprediksi prestasi belajar. Misalnya kondisi fisiologis siswa, iklim kelas siswa, dan lain-lain. Keempat, tidak adanya manajemen waktu atau disiplin waktu dan kurang bisa mengatur jadwal waktu bermain dengan belajar pada siswa meskipun siswa memiliki prestasi belajar yang tinggi, sehingga self-regulated learning menjadi rendah. Kelima, alat ukur inteligensi siswa yang digunakan pihak MTs kurang mampu memberikan hasil yang valid atau sebenarnya untuk mengukur tingkat inteligensi siswa.

Selain menggunakan variabel self-regulated learning, peneliti ikut menambahkan variabel usia, penghasilan orang tua dan pendidikan orang tua, yang ketiganya memiliki kontribusi 6.1% untuk usia, 15.4% untuk penghasilan orang tua, dan 18.9% untuk pendidikan orang tua. Kontribusi usia, penghasilan orang tua dan pendidikan orang tua kepada prestasi belajar matematika ikut memberi pengaruh karena ketiganya memiliki signifikan < 0.05 yang artinya ada pengaruh terhadap prestasi belajar matematika.

Pada penelitian ini usia yang digunakan adalah 12 tahun, 13 tahun, dan 14 tahun, yang dianggap masih memiliki pola berfikir konkret menurut tahapan perkembangan Piaget (dalam Crain, 2007). Di usia ini siswa lebih ingin mengetahui segala sesuatu yang belum mereka ketahui sebelumnya. Rasa penasaran untuk mengetahui dan memecahkan persoalan sulit dalam pelajaran matematika juga mereka rasakan, yang pada akhirnya mereka menggunakan cara


(2)

91

dalam strategi untuk belajar matematika. Selain itu, pendidikan orang tua memberi pengaruh terhadap prestasi belajar matematika, karena self-regulated learning ada suatu kesamaan yang diantaranya pencarian bantuan yang selektif, dimana siswa mencari bantuan kepada orang-orang disekelilingnya termasuk orang tua. Pada saat seorang anak belajar dan mengalami kesulitan biasanya hal yang pertama dilakukan adalah menanyakan kesulitan tersebut kepada orang terdekat di rumah. Sewajarnya orang tua ikut membantu dan mendukung setiap kegiatan pembelajaran siswa di rumah. Hal ini menuntut orang tua mengetahui sedikit materi pembelajaran siswa di sekolahnya, meskipun tingkat pendidikan orang tua lebih rendah ataupun lebih tinggi dari siswa. Sedangkan latar belakang ekonomi keluarga, siswa yang pandai dan merasa ilmu yang diperolehnya belum mencukupi akan berusaha untuk mengikuti latihan les-les tambahan di luar jam sekolah. Adanya kemauan dan penghasilan orang tua yang berlebih dapat menunjang keinginan siswa untuk mengikuti kegiatan les tambahan dan memperbanyak ragam strategi pemecahan persoalan untuk setiap mata pelajarannya.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis seluruh proses dan isi laporan, peneliti beranggapan masih terdapat ketidaksempurnaan, sehingga ada beberapa saran yang dapat diberikan peneliti untuk selanjutnya dapat digunakan bagi yang akan menggunakan topik atau pendekatan yang sama, antara lain:


(3)

92

5.3.1 Saran Teoritis

1. Jika ada yang ingin melanjutkan penelitian dengan tema yang sama, penulis menyarankan agar sebaiknya bidang studi yang digunakan lebih dari satu atau mungkin semua bidang studi serta menambahkan beberapa variabel lain yang ikut mempengaruhi prestasi belajar.

2. Bila meneliti self-regulated learning, hendaknya mencari alat tes yang baku dari para ahli agar hasil penelitian lebih akurat

5.3.2 Saran praktis

1. Peneliti menganjurkan kepada pihak sekolah dan guru-guru MTs N 3 Pondok Pinang untuk memberikan pembekalan dan pembinaan pengetahuan pada diri siswanya mengenai pentingnya strategi-strategi dalam belajar.

2. Selain itu peniliti juga menganjurkan kepada orang tua siswa agar lebih mengetahui strategi belajar anak yang selalu digunakan dan bagaimana strategi belajar yang baik agar dikemudian hari mampu meningkatkan kemampuan di segala macam bidang pelajaran di sekolahnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, M. (2003),Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Abu, A. & Supriyono, W. (1991),Psikologi belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Alwisol. (2005),Psikologi kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang

Anastasi, A. & Urbina, S. (2007),Tes psikologi.Jakarta: PT Indeks. Azwar, S. (1996),Tes prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Boekaerts, M., & Corno, L. (2005). Self-regulation in the classroom : A perspective on assessment and intervention,Applied psychology: an international review. Vol 54 (2) 199-231

Crain, W. (2007), Teori perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Endah dkk. (2006),Memahami perilaku prokrastinasi akademik berdasarkan tingkat self-regulated learning dan trait kepribadian. Universitas Airlangga Surabaya.

Ismawati, F. & Sirodj, S. (2010),Perbedaan self-confidence dan self-regulated learning antara siswa kelas IMERSI dan siswarReguler. IAIN Sunan Ampel Surabaya

Yulinawati, I., Hartati, S, & Sarwati D. R, (2009),Self-regulated learning mahasiswa fast track.Universitas Diponegoro.


(5)

Kerlinger. (2000),Foundations of behavioral research. Harcourt Coliege Publishers.

Masthoni. (2009),wordpress.com/.../manusia dan kebutuhannya terhdap matematika/

Nazir, M. (2003),Metode penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia. Syah, M. (2008),Psikologi pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Syah, M. (2003),Psikologi belajar.Jakarta: Raja Grafindo Persada

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (2000),Kamus besar bahasa Indonesia.Departeman Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Pustaka. Santrock, J.W. (2007), Psikologi pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group

Sardiman A.M. (1986),Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sevilla, G. (2006),Pengantar metode penelitian. Jakarta: UI Press

Schunk, Pintrich, Judith. (2008),Motivation in educational.U.S.A or Canada: Pearson Merrill Prentice Hall.

Sudjana (2003),Hubungan antara self-regulated learning dengan prestasi belajar fisika siswa kelas 2 SMU Negeri 5 Jakarta. Universitas Indonesia

Sugiharto dkk (2008),Pengembang model bimbingan kesulitan belajar berbasis self-regulated learning pada siswa sekolah menengah atas.Universitas Negeri Semarang.

Sugiyono. (2008),Metode penelitian kuatitatif kualitatif dan R & D .Bandung: Alfabeta


(6)

Winkel, W. S. (1996),Psikologi pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia

Wolters, Cristopher A. (1998). Self-regulated learning and college students regulation of motivational.Journal of educational psychology. Vol. 90, No.2. 224-235.

Woolfolk, A. (2009),Educational psychology active learning edition. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yusmiarini (2009). blogspot.com/.../mutu-pendidikan-matematika-di-indonesia.html.

Zimmerman, B.J. (1989). A Social cognitive view of self-regulated academic Learning.Journal of education psychology. 329-339. Vol 81 no 3.

Zimmerman , B.J., dan Martinez-pons, M. (1988). Construct validation of strategy of students self –regulated learning,Journal of educational psychology, Vol. 80, No.3, 284-290.

Zimmerman , B.J., dan Martinez-pons, M. (1990) Students differences in self-regulated learning: relating grade, sex, and giftedness to self efficacy and strategy use,Journal of educational psychology, Vol. 82, No.1, 51-59.