Jenis Diksi Landasan Teori
Kata-kata ini disebut dengan kata populer karena dikenal oleh semua lapisan masyarakat. Kata-kata yang hanya dipahami oleh
sebagian kaum terpelajar atau kalangan atas terutama dalam tulisan ilmiah dan susah dipahami oleh masyarakat biasa, maka kata-kata ini
disebut dengan kata-kata ilmiah atau kajian.
22
Dengan demikian, penulis harus memahami objek sasarannya. Jika
objek sasarannya
masyarakat terpelajar,
penulis dapat
menggunakan kata-kata kajian atau ilmiah. Jika objek sasarannya masyarakat umum, kata-kata yang digunakan harus menghindari kata-
kata kajian agar dapat dipahami oleh masyarakat umum. Umumnya kata-kata ilmiah atau kata yang khusus dipergunakan
oleh kaum terpelajar berasal dari bahasa asing. Pada saat pertama digunakan dalam bahasa Indonesia umumnya ciri-ciri asingnya masih
tetap dipertahankan. Akan tetapi, jika disesuaikan mengikuti struktur bahasa Indonesia asli maka tidak akan terasa lagi ciri bahasa asingnya.
“Keraf mengatakan bahwa proses penyesuaian tersebut dikenal sebagai proses adaptasi, baik yang berupa adaptasi morfologis maupun adaptasi
fonologis. ”
23
Perbedaan antara kedua jenis kelompok ini dapat digambarkan secara sederhana dengan membandingkan pasangan kata-kata sebagai
berikut:
Populer Kajian
penduduk populasi
besar makro
isi volume
bunyi fonem
cara metode
bagian unsur, komponen
berarti signifikan
22
Keraf, op. cit., h. 105.
23
Ibid. h. 107.
tahap stadium
arang karbon
hasil produk.
24
Dengan membedakan kata-kata ilmiah dan kata-kata populer, setiap pengarang atau penulis yang ingin menulis sebuah topik tertentu
harus menetapkan dengan benar siapakah yang akan menjadi sasaran tulisannya itu. Bila sasarannya itu sebuah kelompok yang terikat oleh
suatu bidang ilmu, ia dapat mempergunakan kata-kata ilmiahkajian, tetapi bila sasarannya masyarakat biasa maka kata-kata yang
dipergunakan adalah kata-kata populer. Jika penulis atau pengarang tidak mempergunakan hal ini maka komunikasi akan terganggu dan
tidak tepat sasaran. e.
Kata Konkret dan Abstrak Menurut Ida Bagus Putrayasa “beberapa literatur kebahasaan
telah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kata konkret adalah kata-kata yang menunjuk kepada objek yang dapat dipilih, didengar,
dirasakan, diraba, ataupun dicium. ”
25
Dengan kata lain, kata konkret tersebut dapat diindra oleh alat indra manusia. Kata-kata konkret lebih
mudah dipahami dibandingkan dengan kata-kata abstrak dan kata konkret lebih efektif jika dipakai dalam narasi atau deskripsi sebab
dapat merangsang pancaindra. Haris Sumadiria mengatakan bahwa “kata abstrak lebih merujuk pada suatu sifat, konsep atau suatu gagasan
yang lebih rumit dan kata abstrak lebih sukar dipahami maksud dan maknanya.
”
26
Dikatakan pula bahwa kata abstrak adalah kata yang memiliki acuan kepada konsep, sedangkan kata konkret lebih mengacu kepada
24
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif, Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: PT Refika Aditama, 2007, h. 15-16.
25
Kunjana Rahardi, Penyuntingan Bahasa Indonesia untuk Karang Mengarang, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009, h. 67.
26
As Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006, h. 32.
objek yang diamati.
27
Oleh karrena itu, kata abstrak biasanya lebih sulit untuk dipahami dari pada kata konkret. Kata yang acuannya semakin
mudah diserap pancaindra disebut kata konkret, sedangkan kata yang sulit untuk diserap pancaindra disebut kata abstrak.
Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit dan mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan
khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral dalam sebuah karangan, karangan itu akan menjadi samar dan tidak cermat.
28
Dalam hal menulis, kata-kata yang digunakan sangat bergantung pada jenis
penulisan dan tujuan penulisan. Bila sebuah tulisan yang akan dideskripsikan adalah suatu fakta maka yang lebih banyak digunakan
adalah kata-kata konkret. Akan tetapi jika yang digunakan adalah klasifikasi, maka yang banyak digunakan adalah kata-kata abstrak.
f. Pemakaian Kata dan Istilah Asing
Berawal dari pungutan-pungutan bahasa asing maka orang-orang banyak yang mempergunakan kata-kata atau istilah asing pada masa kini
sehingga penggunaan bahasa asing menjamur digunakan oleh banyak orang. Berasal dari pungutan-pungutan tersebut maka mendiang
Purwadarminto menandai pungutan seperti itu dengan huruf E -Eropa di dalam kamusnya sehingga ia dibebaskan untuk meneliti lebih lanjut
sumber pungutan itu agar tidak terjadi kekeliruan.
29
Penggunaan kata dalam lingkup masyarakat umum sedapat mungkin menghindari kata atau istilah asing agar informasi yang hendak
disampaikan dapat diterima oleh pembaca atau lawan bicara. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa menggunakan beberapa
27
Putrayasa, op. cit., h. 14.
28
Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo, 2010, h. 32.
29
Samsuri, Analisis Bahasa, mempelajari Bahasa Secara Ilmiah. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1985, h. 62.
pertimbangan untuk menerima atau menolak unsur pungutan.
30
Pertimbangan-pertimbangan tersebut ialah: 1
Perasaan cermat tidaknya bahasa sendiri dalam perbedaan nuansa makna: biologi, biologis.
2 Perlu tidaknya kata yang bersinonim: asimilasi, pembauran.
3 Ada tidaknya pengakuan gengsi bahasa asing: kalibrasi, evaluasi, dan
4 Tinggi rendahnya kemahiran dan kemampuan bahasa sendiri: dalam
mana, di mana, dan kepada siapa. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari
berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Berdasarkan taraf integrasinya, Ninik M. Kuntarto membagi unsur
pinjaman dalam bahasa Indonesia ke dalam dua golongan besar: Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke
dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, I’exploitation e I’homme par I’homme, unsur-unsur ini
dipakai dalam
konteks bahasa
Indonesia, tetapi
pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang penulisannya dan pengucapannya disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga masih bisa
dibandingkan dengan bentuk asalnya.
31