44 2bb dan lemak maksimum 10bb. Kandungan air dan lemak yang
sangat rendah memungkinkan produk ini memiliki umur simpan lama. Air yang cukup banyak akan menjadi media pertumbuhan mikroba
sedangkan kandungan lemak yang tinggi akan menyebabkan ketengikan. Karbohidrat merupakan komponen yang paling dominan dari
produk pure instan ubi jalar. Jumlah air yang jauh berkurang dibandingkan ubi mentah menyebabkan kandungan karbohidrat
meningkat tajam yaitu menjadi 94.2 bb dan 95.7 bk. Kalori yang dikandung produk sekitar 194 Kal jika berdasarkan 50 g bobot basah
produk dan 197 Kal jika berdasarkan 50 g bobot kering produk. Penyajian produk adalah dengan menambahkan air sebanyak 250 ml
sehingga total untuk sekali konsumsi adalah 300 g. Jadi untuk 300 g produk mengandung 194 Kal. Nilai ini masih di bawah nilai kalori nasi
yaitu 190-207 Kal100 g Atmawikarta, 2001. Nilai energi tersebut diperoleh dengan menghitung energi dari
karbohidrat, lemak, protein, menggunakan faktor di bawah ini, kemudian dijumlahkan. Nilai energi ini dinyatakan dalam satuan kilo kalori atau
disingkat kkalKal. Faktor umum untuk menghitung nilai energi makanan adalah 4 x Karbohidrat + 9 x Lemak+ 4 x Protein
Atmawikarta, 2001.
2. Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan dengan tujuan mengetahui posisi produk pure instan ubi jalar terhadap produk komersil. Produk komersil
yang digunakan adalah satu jenis produk sehingga analisis yang dilakukan adalah uji t menggunakan program SPSS. Atribut yang diuji
adalah rasa, aroma, warna, dan tekstur. Hasil dari uji ini akan menjadi saran perbaikan produk.
Pure instan ubi jalar disajikan tanpa penambahan flavor apapun dan dengan rasa dasar ubi jalar agak manis dan warna kehijauan
menyerupai warna ubi jalar kukus. Produk komersil adalah bubur beras instan yang telah beredar di pasaran dan telah ditambahkan bumbu dan
bahan-bahan pelengkap serta berwarna putih. Hal ini disebabkan tidak
45 adanya produk komersil yang penyajiannya tanpa bumbu atau bahan-
bahan pelengkap. Kedua produk tersebut direhidrasi dengan air hangat dengan perbandingan produk:air 1:5. Skor rataan kesukaan dari kedua
produk untuk masing-masing atribut dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik skor rataan kesukaan uji hedonik pada berbagai
atribut Gambar tersebut menunjukkan skor rataan pada atribut rasa adalah
sebesar 9.2 untuk pure instan ubi jalar dan 11.9 untuk produk komersil. Berdasarkan uji t, skor kesukaan tersebut berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa posisi kesukaan panalis terhadap rasa pure instan ubi jalar masih berada di bawah
kesukaan terhadap produk komersil. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis terhadap atribut aroma adalah
8.4 untuk produk pure instan ubi jalar dan 11.9 untuk produk komersil . Berdasarkan uji t, skor kesukaan untuk atribut aroma berbeda nyata pada
taraf signifikansi 5. Sama halnya dengan rasa, kesukaan terhadap atribut aroma pure instan ubi jalar masih di bawah kesukaan terhadap
produk komersil. Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap atribut warna adalah
6.5 untuk pure instan ubi jalar dan 11.9 untuk produk komersil. Berdasarkan uji t, skor kesukaan panelis tersebut berbeda nyata pada
taraf signifikansi 5. Nilai kesukaan terhadap warna pure instan masih jauh di bawah skor kesukaan panelis terhadap warna produk komersil.
3 6
9 12
15
Skor kesukaan rata-rata
Rasa Aroma
Warna Tekstur
Pure instan ubi jalar
Produk komersil
46 Atribut terakhir yang dianalisis adalah tekstur. Skor rataan
kesukaan terhadap tekstur pure instan ubi jalar adalah sebesar 8.1 sedangkan untuk produk komersil adalah sebesar 9.7. Berdasarkan uji t,
nilai kesukaan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5. Berdasarkan hasil uji di atas, dibandingkan dengan produk
komersil, produk pure instan memiliki kekurangan pada atribut warna, rasa, dan aroma. Kebanyakan panelis menilai bahwa produk pure instan
ubi jalar memiliki warna yang kurang menarik dan aroma yang kurang disukai. Hasil uji t dapat dilihat pada Lampiran 11a, 11b, 11c, 11d.
3. Analisis Mikrobiologi