BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Penduduk Desa Simalagi
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada seluruh kepala keluarga KK di Desa Simalagi maka diperoleh bahwa 64 KK 86,5 menggunakan air
sumur sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Masayarakat ini hanya menggunakan air sumur untuk keperluannya sehari-hari. Sementara itu 10 KK 13,5
menggunakan air sumur dan air Sungai Simalagi sebagai sumber airnya. Masyarakat yang menggunakan air sumur dan air Sungai Simalagi untuk keperluan
sehari-hari umumnya tinggal di daerah pinggiran Sungai Simalagi. Masyarakat ini menggunakan air Sungai Simalagi untuk mencuci dan mandi, dan untuk air minum
masyarakat ini memanfaatkan air sumur umum. Masyarakat Desa Simalagi yang menggunakan sumber air tersebut selama 5
tahun berjumlah 4 KK 5,4 . Masyarakat ini merupakan penduduk yang baru menetap di Desa Simalagi dalam 5 tahun terkhir. Sementara masyarakat yang
menggunakan sumber air tersebut selama 10 tahun berjumlah 70 KK 94,6 . Masyarakat ini mulai menggunakan sumber air bersih tersebut sejak mereka tinggal
di Desa Simalagi.
5.2. Penambangan Emas Tradisional di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal
Penambangan emas tradisional di Desa Simalagi telah berkembang selama 2 tahun terakhir. Kegiatan proses penambangan emas diawali dengan penggalian
batuan yang di duga mengandung emas. Penggalian batuan dilakukan di daerah
Universitas Sumatera Utara
perbukitan di Desa Huta Bargot Nauli dengan membuat lobang atau terowongan. Batuan-batuan tersebut di bungkus dalam karung hingga penuh. Kemudian, batuan
tersebut dibawa untuk diolah di Desa Simalagi. Proses pengolahan dimulai dengan penghancuran batuan. Batuan dihancurkan
sampai berbentuk kerikil kecil berukuran kira-kira 1-2cm. Selanjutnya setelah batuan tersebut berbentuk kerikil, dimasukkan ke dalam karung. Pengolahan emas
menggunakan teknik amalgamasi. Pertama-tama gelundung mesin penghancur batu mengandung emas di buka tutupnya. Masukkan air, batuan kerikil, dan merkuri. Di
dalam gelundung terdapat 3-5 batang besi untuk menghancurkan batuan kerikil. Kemudian mesin dinyalakan dan tekan tombol untuk menghidupkan gelundung.
Proses untuk menghancurkan batuan tersebut berlangsung selama 4-5 jam. Setelah 4-5 jam, mesin gelundung dimatikan dan tutup gelundung di buka.
Hasil pengolahan terdiri dari air buangan yang mengandung merkuri, lumpur, sisa batuan yang tidak hancur sempurna, dan amalgam ikatan emas-perak dan merkuri.
Air buangan dan lumpur akan dialirkan ke lubang penampungan, sementara sisa batuan yang tidak hancur sempurna di tampung untuk di olah kembali. Kemudian
dilakukan penyaringan untuk memisahkan merkuri dengan amalgam. Penyaringan dilakukan dengan pemerasan menggunakan kain parasut. Kemudian amalgam dan
merkuri akan terpisah. Merkuri akan digunakan kembali untuk pengolahan berikutnya. Sementara amalgam akan dibakar untuk menguapkan merkuri sehingga
tertinggal emas dengan konsentrasi tertentu. Menurut Setiabudi 2005, proses pengolahan emas di Indonesia biasanya
menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih dengan merkuri
Universitas Sumatera Utara
untuk membentuk amalgam dengan media air dalam tabung yang disebut gelundung. Selanjutnya emas dipisahkan dengan proses penggarangan sampai didapatkan logam
paduan emas dan perak bullion. Menurut Widodo 2008, proses pengolahan emas dengan metode amalgamasi
ini merupakan salah satu penyebab pencemaran merkuri. Proses amalgamasi dilakukan dengan pengikatan logam emas dari bijih tersebut dengan menggunakan
merkuri Hg dalam tabung yang disebut gelundung amalgamator. Gelundung selain berfungsi sebagai tempat proses amalgamasi juga berperan dalam mereduksi
ukuran butir bijih dari yang kasar menjadi lebih halus. Hasil amalgamasi selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan untuk memisahkan amalgam dari ampas
tailing. Amalgam yang diperoleh diproses melalui pembakaran penggebosan untuk memperoleh perpaduan logam emas-perak bullion.
Ada 3 jenis limbah utama pertambangan emas. Pertama adalah batuan limbah yaitu batuan permukaan atas yang dikupas untuk mendapatkan batuan bijih atau
batuan yang mengandung emas. Selanjutnya ada tailing bijih emas yang sudah diambil emasnya menggunakan merkuri. Dan tailing berbentuk lumpur yang
mengandung logam berat. Untuk penanganan limbah tailing penambangan emas tradisional dapat
diusahakan dengan : 1.
Air limbah dari proses pemisahan emas diperlukan proses pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu rangkaian proses sederhana yang
diperlukan untuk penurunan kadar merkuri adalah berupa proses koagulasi, sedimentasi, dan filtrasi. Menurut Droste 1994 dalam Supriadi 2010, dari
Universitas Sumatera Utara
rangkaian proses tersebut dapat menurunkan kadar merkuri sebesar 20 – 90 .
2. Pada proses pemanasanpemijaran campuran biji emas dengan air raksa akan
menguapkan air raksa yang ada, sehingga kegiatan ini harus dilakukan jauh dari pemukiman penduduk, dan dalam pelaksanaannya harus memperhatikan
arah angin Supriadi, 2010. 3.
Menggunakan bioabsorber. Secara teknis dapat dilakukan dengan membuat embungwaduk kecil sebelum pembuangan akhir badan air. Embung
tersebut harus dijadikan sebagai muara buangan air limbah pertambangan rakyat sehingga terkonsentrasi pada satu tempat. Pada embung tersebut
ditumbuhkan eceng gondok yang akan mengadsorpsi logam berat yang terlarut didalamnya. Sebagai pengolahan akhir sebelum dibuang ke
pembuangan air dapat digunakan saringan karbon aktif untuk mengadsorbsi kandungan sisa yang belum dapat diikatdi absorbsi oleh eceng gondok
Bilad, 2009.
5.3. Kandungan Merkuri Hg Pada Air Sumur Masyarakat di Desa Simalagi Kabupaten Mandailing Natal