Konsep penanggulangan kemiskinan Konsep Pemberdayaan

commit to user 4 Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat dilingkungan tempat tinggal. 5 Keluarga rekreasi bersama paling kurang sekali dalam enam bulan. 6 Keluarga memperoleh berita dari surat kabar majalah TV radio. 7 Anggota keluarga menggunakan sarana transportasi setempat. d. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, meliputi: 1 Keluarga secara teratur memberikan sumbangan. 2 Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus yayasan institusi masyarakat. Beberapa definisi kemiskinan seperti yang telah diuraikan, secara umum semuanya menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan kondisi seseorang atau keluarga berada dalam keadaan kekurangan dan atau ketidaklayakan hidup menurut standar-standar tertentu. Kekurangmampuan fisik manusia, kekurangan akses dalam memperoleh pelayanan minimal dalam berbagai bidang kehidupan, serta sulit atau kurang mendapat akses dalam proses pengambilan kebijakan.

4. Konsep penanggulangan kemiskinan

Penanggulangan kemiskinan seperti yang termuat dalam dokumen Interm Poverty Reduction Strategi Paper IPRSP meliputi: Pertama, menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin. Kedua, memberdayakan masyarakat miskin agar dapat memperoleh kembali hak-hak ekonomi, sosial dan politiknya, mengontrol keputusan yang menyangkut commit to user kepentingannya, menyalurkan aspirasi, mengidentifikasi masalah dan kebutuhannya sendiri. Ketiga, meningkatkan kapasitas atau kemampuan masyarakat miskin agar mampu bekerja dan berusaha secara lebih produktif dan memperjuangkan kepentingannya. Keempat, memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.

5. Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat berkaitan dengan dua kelompok yang saling berhubungan, yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai yang memberdayakan Sumodiningrat, 1997. Sedang Adimiharja dan Kusnaka 2001 mengemukakan bahwa pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan dan tanggung jawab secara penuh. Pemberdayaan bukan berarti pengendalian, melainkan menyerahkan pengendalian. Dengan demikian pemberdayaan bukanlah masalah hilangnya pengendalian atau hilangnya hal-hal lain. Yang paling penting pemberdayaan memungkinkan pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Menurut Priyono dan Pranarka 1996 proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan dengan kecenderungan primer menekan pada proses pemberian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Pada proses ini dapat dilengkapi dengan membangun asset material guna mendukung commit to user pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua, proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dimungkinkan kecenderungan primer terwujud dari kecenderungan sekunder terlebih dahulu. Berikutnya dijelaskan bahwa proses pemecahan masalah berbasiskan pemberdayaan masyarakat yang berdasarkan prinsip berbeda dengan masyarakat menyadari bahwa masyarakat mempunyai hak-hak yang harus dihargai, sehingga masyarakat lebih mampu mengenali kebutuhannya dan dilatih untuk dapat merumuskan rencana serta melaksanakan pembangunan secara mandiri dan swadaya. Dalam hal ini , praktisi pembangunan berperan dalam memfasilitasi proses dialog, diskusi, tukar pendapat dan mensosialisasikan berbagai temuan masyarakat. Berdasarkan pendapat Moebyarto 1985, pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumber hidup yang penting. Proses pemberdayaan sebagai wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi antara lapisan sosial sehingga kemampuan individu; “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Sebenarnya teori pemberdayaan telah berkembang dengan beraneka ragam panutan dan kebijakan dalam 20 tahun terakhir ini. Pemberdayaan dapat diartikan commit to user sebagai suatu proses, sustu mekanisme di mana individu, organisasi dan masyarakat menjadi ahli terhadap masalah yang mereka hadapi. Adapun teori pemberdayaan mengasumsikan bahwa pemberdayaan akan berbeda bentuk untuk orang yang berbeda; pemberdayaan akan berbeda bentuk untuk konteks yang berbeda; pemberdayaan akan berfluktuasi atau berubah sejalan dengan waktu. Seseorang akan dapat terberdayakan pada suatu saat dan tidak terberdayakan pada saat yang lain, tergantung pada kondisi yang mereka hadapi pada suatu waktu. Menurut para akademisi teori pemberdayaan mengatakan bahwa konsep pemberdayaan berlaku tidak hanya bagi individu sebagai kelompok, organisasi dan masyarakat, melainkan juga individu itu sendiri Fred, 1998. Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan empowerment berasal dari kata “power” kekuasaan atau keberdayaan. Maka dari itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dihubungkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berhubungan dengan pengaruh dan control. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat diubah. Sebenarnya kekuasaan tidak terbatas pada pengertian di atas. Kekuasaan tidak vakum atau terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antar manusia. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan commit to user sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep bermakna. Dengan istilah lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan tergantung pada 2 hal : a. bahwa kekuasaan dapat berubah, sebab jika tidak berubah berarti pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun. b. bahwa kekuasaan dapat diperluas. Pengertian ini menekankan pada arti kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

6. Indikator Pemberdayaan

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Terhadap Peningkatan Pendapatan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Di Kabupaten Asahan

4 55 137

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Bidang Agribisnis Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sipogu Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan.

0 50 136

Analisis Pengaruh Pembiayaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Di Kecamatan Stabat

3 40 135

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat –Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (PNPM-P2KP) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

1 51 128

Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir

0 50 160

Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Nasional (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Deskriftif di Kelurahan Aek Simotung, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

0 62 148

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

4 84 264

Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang

2 51 121

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76

PENGARUH PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN BAWANG KABUPATEN BATANG.

0 0 1