PERBANDINGAN PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ANTARA KABUPATEN SRAGEN DAN KABUPATEN KLATEN

(1)

PERBANDINGAN PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ANTARA KABUPATEN SRAGEN DAN

KABUPATEN KLATEN

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi Ekonomi Sumberdaya Manusia dan Pembangunan

Oleh

:

WIDJAYA SANTOSA S 4209146

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :

1. Istriku tercinta, Dra. Wiwik Nur S. yang senantiasa mendampingi dalam penyelesaian studi ini.

2. Ananda Primasari Ariska Widjayanti dan Broshtito Danys Widjaya yang telah memberikan motivasi sehingga sampai pada tingkatan ini.

3. Almamaterku, Program Pascasarjana Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan pada khususnya dan Universitas Sebelas Maret

Surakarta pada umumnya.

4. Masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.


(6)

MOTTO

Kesadaran adalah matahari, Kesabaran adalah bumi, Keberanian adalah cakrawala, Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Ketika kerjamu tidak dihargai, saat itu

dirimu belajar tentang ketulusan. Ketika usahamu tidak dinilai, saat itu kau belajar

tentang keiklasan. Ketika hatimu terluka sangat dalam, saat itu kau sedang belajar

memaafkan. Ketika kau harus lelah dan kecewa maka saat itu kau belajar tentang

kesungguhan. Ketika kau merasa sepi dan sendiri maka kau sedang belajar tentang

ketangguhan. Ketika kau harus membayar biaya yang seharusnya tak kau tanggung

maka saat itu kau belajar tentang kemurahan hati.


(7)

ABSTRACT WIDJAYA SANTOSA

S 4209146

COMPARISON OF IMPLEMENTATION EFFECT OF SOCIETY EMPOWER NATIONAL PROGRAM (PNPM) RELATED TO INCREASE THE PEOPLE WELFARE BETWEEN SRAGEN REGENCY AND KLATEN REGENCY To fight against poverty the government launched Society Empower National Program (PNPM); the research aim to know the profile UPPKS group members before and after receiving the PNPM fund, to know the impact of members of the Donor Program UPPKS group, and to know the effect PNPM programs in improve the welfare of UPPKS group members.

Research methodology is done by collecting primary data from the respondents through interviews, questionares, and observation. Secondary data such as administrative notes of the group members and other references are also used.

Studies population is 240 groups of UPPKS which receive the PNPM funds. In Sragen Regency, the number of members of the UPPKS group varies from 8 to 12 members. Each member of a fund from five hundred thoosends rupiah to two million rupiah. In Kabupaten Klaten, the number of members of the group varies UPPKS 5 to 15 members. Each member of fund of one million to three million rupiah. Research sample for 5% of the population of the 12 groups, with each group taken 3 members, the number of samples in this study of 36 respondents. Data analysis used test the hypothesis using different T-test.

Hypothesis testing results found that: there is difference in average of number of positive productivity significantly before and after PNPM program, thus proved hypothesis 1, and there is differences in average amount of labor positive significantly before and after PNPM program, with thus hypothesis 2 proved.

Based on the data analysis is obtained the following conclusions : members of the UPPKS group PNPM funding recipients in Sragen Regency and Klaten Regency majority are women with low education of junior high school, members of the group UPPKS Donor funding recipients in Kabupaten Sragen and Kabupaten Klaten, using PNPM funds to increase the amount of employment, product, the difference being of the amount of labor, productivity and income of UPPKS group members in Sragen Regency and Klaten Regency before and after the PNPM.

It is advised that the UPPKS groups receiving PNPM fund should do the following efforts : the groups should broaden their vision to have a network with other companies or entrepreneurs thst will support the groups business, the groups should motive them selves to be able to gain their welfare.


(8)

ABSTRAK WIDJAYA SANTOSA S 4209146

PERBANDINGAN PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ANTARA KABUPATEN SRAGEN DAN KABUPATEN KLATEN

Untuk menanggulangi kemiskinan pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, maka penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui profil anggota kelompok UPPKS sebelum dan sesudah menerima dana PNPM, untuk mengetahui dampak program PNPM terhadap anggota kelompok UPPKS, dan untuk mengetahui pengaruh program PNPM dalam meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok UPPKS.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data primer dari responden melalui wawancara, kuesioner dan observasi. Di samping itu melalui data sekunder, yaitu administrasi anggota kelompok UPPKS dan referensi buku-buku pendukung.

Populasi penelitian adalah 240 anggota kelompok UPPKS yang menerima PNPM. Di Kabupaten Sragen, jumlah anggota kelompok UPPKS bervariasi 8 – 12 anggota. Tiap anggota kelompok mendapatkan dana antara Rp 500 ribu – Rp 2 juta. Di Kabupaten Klaten, jumlah anggota kelompok UPPKS bervariasi 5 – 15 anggota. Tiap anggota kelompok mendapatkan dana antara Rp 1 juta – Rp 3 juta. Sampel penelitian sebesar 5% dari populasi kelompok, yaitu 12 kelompok dengan masing-masing kelompok diambil 3 anggota, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 36 responden. Analisis data untuk menguji hipotesis menggunakan uji beda rata-rata. Hasil uji hipotesis ditemukan perbedaan rata-rata jumlah produksi yang positif secara signifikan antara sebelum dengan sesudah adanya PNPM, dengan demikian hipotesis 1 terbukti, dan terdapat perbedaan rata-rata jumlah tenaga kerja yang positif secara signifikan antara sebelum dan sesudah PNPM, dengan demikian hipotesis 2 terbukti. Berdasarkan analisa data diperoleh kesimpulan sebagai berikut: anggota kelompok UPPKS penerima dana PNPM di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten mayoritas adalah perempuan dengan pendidikan masih rendah yaitu SLTP dan SLTA, anggota kelompok UPPKS penerima dana PNPM di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten memanfaatkan dana PNPM untuk meningkatkan produksi dan jumlah tenaga kerja. Untuk anggota kelompok UPPKS penerima dana PNPM disarankan sebagai berikut : mau membuka wawasan untuk bekerja sama dengan dunia usaha yang saling mendukung usahanya, berusaha memotivasi diri bahwa dengan bekerja keras dirinya mampu mengentaskan kemiskinan untuk hidup mandiri.


(9)

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan anugerahNya yang penulis rasakan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul :

PERBANDINGAN PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ANTARA KABUPATEN SRAGEN DAN KABUPATEN KLATEN.

Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di 4 desa, yaitu : desa Kalitengah, Melikan, Kadilanggon dan Sidorejo yang terletak di Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, kemudian penulis bandingkan dengan hasil penelitan di Kabupaten Sragen.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis senantiasa mengharapkan saran dan masukan yang dapat memberikan motivasi bagi penelitian lebih lanjut. Oleh sebab itu dengan sepenuh hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. JJ. Sarungu, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Guntur Riyanto, M.Si. selaku Pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan kesabaran senantiasa memberi dorongan serta meluangkan


(10)

waktu untuk membimbing dan mengarahkan, sehingga Tesis ini dapat selesai.

3. Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si. selaku Pembimbing II yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.

4. Segenap Dosen Program Syudi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Seluruh Karyawan dan Karyawati Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Kepala Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Klaten beserta staf.

7. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Klaten beserta staf. 8. Bapak Camat Wedi.

9. Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Kecamatan Wedi. 10.Kepala Desa Kalitengah, Melikan, Kadilanggon dan Sidorejo.

11.Ibuku tercinta yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

12.Istriku tercinta dan putera-puteriku tersayang.

13.Rekan-rekan MESP angkatan XII, terima kasih atas kerjasama diantara kita selama ini.

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(11)

Atas segala bantuan yang telah diberikan, hanya doa yang dapat penulis panjatkan, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan balasan dan menjadikan amal ibadah yang mulia. Terakhir, penulis mengharapkan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Surakarta, Juni 2011 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ………. iii

HALAMAN PERNYATAAN ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v

HALAMAN MOTTO ……….. vi

ABSTRACT ………. vii

INTISARI ……… viii

KATA PENGANTAR ………. ix

DAFTAR ISI ……… xii

DAFTAR GAMBAR ……… xv

DAFTAR TABEL ……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ……… 9

C. Tujuan Penelitian ……… 10

D. Manfaat Penelitian ……….. 10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis ………. 11

1. Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) ……… 11


(13)

3. Definisi Kemiskinan ……… 13

4. Konsep Penanggulangan Kemiskinan ………. 16

5. Konsep Pemberdayaan ……… 17

6. Indikator Pemberdayaan ………. 20

7. Pendekatan Pemberdayaan ……….. 23

8. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) .. 26

a. Pengertian PNPM ……….. 26

b. Tujuan PNPM ……… 27

c. Sejarah PNPM ……… 28

9. Keberlanjutan Pemanfaatan Dana PNPM ……… 30

a. Pemanfaatan Dana PNPM ………. 30

1) Prinsip Dana Bergulir ……….. 31

2) Prinsip Keberlanjutan Pemanfaatan Dana PNPM 31

3) Kelompok Masyarakat (Pokmas) ………. 32

b. Jenis Usaha ………. 33

c. Besar Dana Yang Diterima ……… 34

d. Partisipasi Anggota Kelompok ……….. 35

10.Kesejahteraan Ekonomi ……… 36

B. Penelitan Terdahulu ……… 38

C. Kerangka Pemikiran ……… 40


(14)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Data Dan Sumber Data ……… 42

B. Populasi Dan Sampel ……… 42

C. Analisis Data ………. 44

D. Asumsi ……….. 45

E. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel Penelitian …. 46

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Klaten ……… 48

1. Realisasi Pelaksanaan PNPM ……… 48

2. Letak Geografis ………. 53

3. Kondisi Demografi ……… 54

B. Karakteristik Responden……….. 55

C. Analisis Data ……… 67

D. Pembahasan ………. 68

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………. 72

B. Saran ……… 72

DAFTAR PUSTAKA ………. 74 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. : Kerangka Penelitian ……… 40 Gambar 2.2. : Pengujian Hipotesis ……… 45


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. : Distribusi responden asal desa kelompok sampel ……….. 43 Tabel 4.1. : Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ……… 55 Tabel 4.2. : Distribusi responden berdasarkan umur ………. 57 Tabel 4.3. : Distribusi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga 58 Tabel 4.4. : Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ………… 60

Tabel 4.5. : Distribusi responden berdasarkan jenis usaha ……… 62 Tabel 4.6. : Distribusi responden berdasarkan jumlah dana yang diterima .. 64

Tabel 4.7. : Produksi sebelum dan sesudah penerimaan dana PNPM ……. 65 Tabel 4.8. : Distribusi frekuensi jumlah tenaga kerja sebelum menerima

Dana PNPM ………. 66 Tabel 4.9. : Distribusi frekuensi jumlah tenaga kerja sesudah menerima

Dana PNPM ……… 66 Tabel 4.10 : Hasil uji beda rata-rata Kabupaten Sragen ………. 68 Tabel 4.11 : Hasil uji beda rata-rata Kabupaten Klaten ………. 68


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat ijin penelitian Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi

(MESP) UNS Surakarata ke BAPPEDA Kabupaten Klaten … 78

Lampiran 2 : Surat permohonan ijin penelitian dari BAPPEDA Kabupaten Klaten ke BAPERMAS Kabupaten Klaten ……… 79

Lampiran 3 : Surat permohonan ijin penelitian dari BAPERMAS Kabupaten Klaten ke Kecamatan Wedi ………. 80

Lampiran 4 : Surat pemberitahuan tentang ijin penelitian dari Kecamatan Wedi Ke Kepala Desa Kalitengah, Melikan, Kadilanggon dan Sidorejo ………. 81

Lampiran 5 : Kuesioner ………. 82

Lampiran 6 : Data hasil penelitian ……… 83

Lampiran 7 : Hasil analisis data ……… 84

Lampiran 8 : T-Test ……….. 85


(18)

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang

Sebelum terjadinya krisis moneter, khususnya di bidang ekonomi telah mencatat sejumlah kemajuan walaupun masih ditemui sejumlah masalah pembangunan yang perlu segera dicari solusinya. Permasalahan tersebut merupakan masalah fundamental yang bersifat kronis, yaitu berkaitan dengan kesenjangan antar pelaku ekonomi, kesenjangan antar sektor ekonomi, dan kesenjangan antar daerah. Kesenjangan ini berakibat luas pada masalah kemiskinan, pengangguran dan kesejahteraan sosial.

Di samping itu terdapat masalah pembangunan yang bersifat kejutan (shock), yaitu berkaitan dengan krisis moneter, ekonomi dan politik. Permasalahan ini menyebabkan kondisi ekonomi Indonesia menjadi sangat memprihatinkan. Inflasi yang tinggi, pertumbuhan yang rendah, pemutusan hubungan kerja (PHK), pengangguran, kemiskinan yang semakin meluas, yang telah membawa dampak buruk bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

Pada masa krisis moneter yang paling terpuruk adalah kelompok masyarakat miskin yang hidup di bawah garis kemiskinan, yaitu para buruh, pekerja informal, petani kecil dan pengusaha mikro. Selama ini kaum miskin selain berpenghasilan


(19)

rendah, juga sudah sekian lama mengalami kesulitan dan hambatan dalam mengakses faktor-faktor produksi (tanah dan modal) bahkan tidak memiliki akses informasi pasar, ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan. Dalam pandangan pemerintah, bahwa kondisi yang memprihatinkan sebagai dampak krisis moneter membutuhkan

intervensi segera dan langsung kepada kelompok masyarakat miskin yang sangat membutuhkan bantuan. Salah satu jalan yang ditempuh pemerintah adalah meminta

bantuan Negara donor Internasional untuk ikut serta dalam penanggulangan dampak krisis moneter terutama pinjaman dalam bentuk Program Jaring Pengaman Sosial (JPS)

Jaring Pengaman Sosial baru popular di Indonesia pada akhir 1998 setelah Bank Dunia mengucurkan dana dengan memperkenalkan program-program darurat (emergency) untuk mengatasi dampak buruk krisis moneter. Sebenarnya sudah lama dikenal Program Jaring Pengaman Sosial, seperti Program Padat Karya, Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), kredit (subsidi untuk rumah, subsidi untuk petani/nelayan tradisional), subsidi energi/listrik dan subsidi pangan.

Konsep Program JPS untuk menanggulangi sosial ekonomi masyarakat agar tidak semakin terpuruk, dengan strategi pelaksanaannya adalah melalui tahapan penyelamatan (rescue) yang sifatnya mendesak dan harus ditangani secepat mungkin dan tahapan pemulihan (recovery) untuk memberdayakan masyarakat miskin. Program JPS didesain menekankan pada tiga sasaran pokok meliputi: Pertama, menjamin adanya makanan dengan harga yang dapat terjangkau oleh keluarga


(20)

miskin. Kedua, memberikan kemampuan daya beli di antara pengusaha kecil dan menengah. Ketiga, menjaga akses masyarakat pada pelayan-pelayan sosial.

Tujuan utama Jaring Pengaman Sosial adalah sebagai berikut:

1. Memulihkan kecukupan pangan dengan harga terjangkau oleh masyarakat miskin 2. Menciptakan kesempatan kerja produktif yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat miskin.

3. Memulihkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau masyarakat miskin.

4. Memulihkan kegiatan ekonomi rakyat.

Untuk menanggulangi masalah kemiskinan diperlukan upaya yang memadukan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang tersebar diberbagai sektor. Adapun kebijakan pengentasan atau penenggulangan kemiskinan menurut Sumodiningrat (1998) dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu kebijakan tidak langsung dan kebijakan langsung. Kebijakan tidak langsung meliputi: upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan situasi ekonomi, sosial dan politik; mengendalikan jumlah penduduk; melestarikan lingkungan hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui kegiatan pelatihan. Sedangkan kebijakan langsung meliputi: pengembangan data dasar (base data) dalam penentuan kelompok sasaran (targeting); penyediaan untuk kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan; usaha penciptaan kesempatan kerja program


(21)

Strategi dalam penanggulangan kemiskinan harus dapat memperkuat peran dan posisi perekonomian rakyat dalam perekonomian nasional, sehingga terjadi perubahan struktural yang meliputi pengalokasian sumber daya, penguatan kelembagaan, pemberdayaan sumber daya manusia (Sumodiningrat, 1998). Maka program yang dipilih harus memberdayakan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan peningkatan perekonomian rakyat. Program ini harus diwujudkan dalam langkah-langkah strategis untuk perluasan akses masyarakat miskin kepada sumber daya pembangunan dan menciptakan peluang bagi masyarakat paling bawah untuk berperan serta dalam proses pembangunan, sehingga mereka diharapkan mampu mengatasi kondisi keterbelakangan. Di samping itu usaha penanggulangan kemiskinan harus senantiasa didasarkan pada penetapan garis kemiskinan yang tepat dan pada pemahaman yang jelas mengenai sebab –sebab timbulnya persoalan itu. Setiap usaha penanggulangan kemiskinan yang kurang memperhatikan kedua hal tersebut tidak hanya cenderung tidak efektif, tetapi dicurigai sebagai retorika belaka (Baswir, 1999)

Menurut Soegijoko dkk (1997) dalam penanggulangan kemiskinan terdapat 3(tiga) pendekatan pemberdayaan masyarakat miskin. Pertama, pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yaitu berpihak kepada masyarakat miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga, pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu didampingi oleh pendamping yang profesional sebagai fasilitator,


(22)

komunikator, dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian. Sedang menurut Sumodiningrat (1999) Arah baru strategi pembangunan diwujudkan dalam bentuk: (1) upaya pemihakan kepada yang lemah dan pemberdayaan masyarakat; (2) pemantapan otonomi dan desentralisasi, dan (3) modernisasi melalui penajaman arah perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat. Untuk merealisasi arah baru pelaksanaan pembangunan tersebut, pemerintah perlu lebih mempertajam fokus pelaksanaan strategi pembangunan yaitu melalui penguatan

kelembagaan pembangunan masyarakat maupun birokrasi. Penguatan kelembagaan pembangunan masyarakat dilaksanakan dengan

menggunakan model pembangunan partisipatif yang bertujuan mengembangkan kapasitas masyarakat dan kemampuan aparat birokrasi dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pemerintahan yang berorientasi pada kepentingan rakyat.

Pembangunan yang partisipatif mengutamakan pembangunan yang dilaksanakan dan dikelola langsung oleh masyarakat lokal. Model ini menekankan pada upaya pengembangan kapasitas masyarakat dalam bentuk pemberdayaan masyarakat. Menurut model pembangunan tersebut, dapat dikemukakan bahwa suatu proyek atau program dapat digolongkan ke dalam model pembangunan partisipatif apabila program tersebut dikelola sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan, bukan oleh aparat pemerintah. Pemberian kepercayaan kepada masyarakat setempat yang tidak hanya untuk menyelenggarakan proyek atau program pembangunan, tetapi juga untuk mengelola proyek tersebut akan mendorong masyarakat untuk mengerahkan segala kemampuan dan potensinya demi keberhasilan proyek atau program tersebut.


(23)

Pada akhirnya keberdayaan masyarakat menjadi baik sebagai akibat dari meningkatnya kapasitas dan kualitas masyarakat setempat.

Menguatnya kemampuan masyarakat miskin untuk meningkatkan taraf hidupnya, merupakan dampak dari semua aktivitas program penanggulangan kemiskinan. Penguatan masyarakat tersebut dapat dilihat dari: (1) dimensi pemberdayaan masyarakat miskin; (2) dimensi terwujudnya kemandirian masyarakat miskin; dan (3) dimensi perekonomian rakyat. Yang perlu ditekankan adalah dimensi pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan terutama dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonominya. Sedang dimensi kemandirian masyarakat dapat dicapai melalui asas gotong royong, kebersamaan, keswadayaan dan partisipasi. Adapun untuk dimensi perekonomian rakyat dapat ditandai dengan tersedianya dana untuk modal usaha guna dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri.

Salah satu bentuk upaya dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini terutama yang memberikan peluang pada masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya adalah melalui pendekatan pemberdayaan keluarga yang mengacu pada UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang pelaksanaannya diatur dalam Inpres nomor 3 tahun 1996 tentang Pembangunan Keluarga Sejahtera dalam rangka Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Inpres ini menekankan perlunya usaha yang terpadu dan menyeluruh yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk memberikan kemampuan pada keluarga, terutama keluarga yang masih dalam tahap Pra Sejahtera dan Sejahtera I, agar dapat memanfaatkan berbagai


(24)

peluang dan dukungan yang ada untuk mengangkat dari ketertinggalan dalam bidang sosial dan ekonomi, sehingga mampu memiliki wawasan, sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang menjunjung tinggi sifat hemat, perencanaan ke depan dan mampu mengumpulkan modal kerja secara mandiri untuk mengembangkan usahanya.

Sebagai upaya untuk meningkatkan efektifitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan program penanggulangan kemiskinan yang salah satunya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Pada PNPM Mandiri dirumuskan kembali upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsure masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi hingga pelestarian. Ruang lingkup kegiatan PNPM Mandiri terbuka bagi semua kegiatan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat, meliputi: penyediaan dan perbaikan sarana prasarana lingkungan pemukiman, social, peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintah local serta kegiatan ekonomi, meliputi: penyediaan dana bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin yang dikelola di tingkat kecamatan oleh lembaga Unit Pengelola Kegiatan (UPK).

PNPM Mandiri memberikan satu peluang unik untuk menangani sebagian dari kendala dalam pemberdayaan perempuan, yang pada akhirnya akan meningkatkan efektifitas penanggulangan kemiskinan. Persiapan PNPM akan banyak memanfatkan pengalaman dari pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP).


(25)

Kajian dalam penelitian ini menitikberatkan pada implementasi program PNPM terhadap masyarakat pedesaan melalui program PPK.

Program Pengembangan Kecamatan adalah program pemerintah yang bertujuan mengentaskan kemiskinan, memperkuat kelembagaan pemerintah lokal dan masyarakat, serta memperbaiki tata pemerintahan local. Untuk mencapai tujuan tersebut, program ini memberikan bantuan langsung (block grant) kepada kecamatan-kecamatan untuk pembangunan infrastruktur produktif dan investasi sosial ekonomi yang diidentifikasi melalui sebuah proses perencanaan partisipatif. PPK merupakan program pemerintah yang didanai sebagian dari Bank Dunia, dan sudah berjalan sejak tahun 1998. Program ini mencakup 34233 desa di lebih dari 2.000 kecamatan termiskin di 252 kabupaten di 30 propinsi.

Di samping itu juga diberikan fasilitas kredit dengan cara dan prosedur yang mudah serta bunga rendah lewat Kredit Usaha Keluarga Sejahtera I alasa ekonomi yang telah memiliki Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) dan tergabung dalam kelompok Usaha Peningkatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) agar mereka dapat mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga.

Adapun tujuan umum program ini adalah untuk membantu keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I (alasan ekonomi) untuk meningkatkan taraf hidup keluarga sejahtera melalui kegiatan ekonomi produktif dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Sedang tujuan khususnya adalah sebagai berikut (BKKBN, 1997) :


(26)

1. Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).

2. Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.

3. Merangsang kesadaran, motivasi dan semangat keluarga untuk berwirausaha. 4. Membantu keluarga dalam mendapatkan modal usha dengan syarat ringan,

mudah dan cepat.

5. Mengembangkan kegiatan kemitrausahaan dalam bidang ekonomi. 6. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.

7. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya kucuran dana PNPM diharapkan dapat menambah modal usaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan para anggota kelompok UPPKS.

B. Perumusan Masalah

PNPM merupakan salah satu dari strategi pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah dampak program PNPM terhadap peningkatan produksi pada anggota kelompok UPPKS di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten.


(27)

2. Bagaimanakah dampak program PNPM terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja anggota kelompok UPPKS di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui pengaruh dana PNPM terhadap peningkatan produksi anggota kelompok UPPKS di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten.

2. Untuk mengetahui pengaruh dana PNPM terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja anggota kelompok UPPKS di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Pemda

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah daerah Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten berkaitan dengan partisipasi masyarakat pedesaan dalam rangka penanggulangan kemiskinan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang dikelola oleh PPK 2. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan melalui PNPM.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Program Jaring Pengaman Sosial (JPS)

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merumuskan program yang dilaksanakan pemerintah sebagai program untuk mengatasi dampak buruk krisis moneter, mencakup empat bentuk Program Jaring Pengaman Sosial: Pertama, program ketahanan pangan, dilaksanakan agar masyarakat miskin yang terkena dampak krisis moneter mendapat kebutuhan pangan dengan harga yang relatif terjangkau, sehingga bahaya rawan pangan dapat dihindari. Kegiatan utama di bidang ketahanan pangan adalah bantuan pangan dalam bentuk: Operasi Pasar Khusus (OPK) beras (sekarang raskin), peningkatan ketahanan Pangan Nasional melalui Pemberdayaan Masyarakat Petani, pengembangan pembibitan dan pengembangan tambak rakyat serta pengembangan ayam buras.

Kedua, program pengaman sosial bidang pendidikan, ditujukan untuk memelihara pelayanan pendidikan bagi keluarga miskin serta sebagai upaya menjaga kualitas pengajaran dan pendidikan. Program utama yang dilakukan bidang pendidikan, meliputi: Beasiswa dan Dana Bantuan Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah(DBO Dikdasmen), Beasiswa dan Dana Bantuan Operasional Pendidikan Tinggi (DBO Dikti), Dana Operasional dan Perawatan SD/MIN dan Rehabilitasi serta Dana Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar.


(29)

Ketiga, program jaminan sosial bidang kesehatan khususnya ditujukan untuk memelihara pelayanan di bidang kesehatan dan peningkatan gizi keluarga miskin. Program ini meliputi: JPS bidang kesehatan, JPS bidang sosial, Bantuan Sarana dan Prasarana Kesehatan dan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah.

Keempat, program pemberdayaan masyarakat dilaksanakan untuk meningktkan daya beli masyarakat miskin dengan menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha menggerakkan kembali ekonomi rakyat dengan membangun sarana dan prasarana ekonomi dan sosial yang mendukung sistem produksi dan distribusi barang dan jasa, serta meningkatkan fungsi sarana dan prasarana ekonomi rakyat dengan tetap menjaga keseimbangan, kelestarian lingkungan hidup. Kegiatan yang dilaksanakan berupa: pemeliharaan sarana dan prasarana (jalan, irigasi, tempat pembuangan air, penampungan air serta pengendalian banjir) yang banyak menyerap tenaga kerja dan pengangguran.

2..Konsep Kemiskinan

Dalam konsep kemiskinan setidaknya ada tiga macam, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan subyektif. Konsep Kemiskinan absolut dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup (Usman, 2004 : 230).

Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan theides of relative standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar


(30)

asumsinya kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang lain. Konsep kemiskinan semacam ini lazim diukur berdasarkan pertimbangan (intern of judgment) anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajad kelayakan hidup.

Sedangkan konsep kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick, dan tidak mempertimbangkan the ide of relative standard. Kelompok yang menurut ukuran berada di bawah garis kemiskinan, boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri miskin dan demikian pula sebaliknya. Kelompok yang dalam perasaan termasuk hidup dalam kondisi tidak layak, boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri seperti itu dan demikian pula sebaliknya (Usman, 2004 : 125-127)

3. Definisi kemiskinan.

Beberapa pandangan dan pendekatan yang dinamis tentang definisi kemiskinan memang tidak mudah karena formulasi dari para ahli dan peneliti

dipengaruhi oleh fokus kajian masing-masing. Specler (1993) mengatakan bahwa kemiskinan mencakup: Pertama,

kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal. Kedua, gangguan dan tingginya resiko kesehatan, resiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi serta lingkungannya. Ketiga, kekurangan pendapatan yang


(31)

mengakibatkan tidak bisa hidup layak. Keempat, kekurangan dalam kehidupan sosial yang ditunjukkan oleh ketersisihan sosial, dan kualitas pendidikan y rendah.

Usman (2004) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimal yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat atas kebutuhan beras dan gizi. Batas atau garis kemiskinan dibuat berdasarkan pemenuhan konsumsi makanan pokok serta kebutuhan bahan makanan yang terdiri dari sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan transportasi.

Menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), kriteria kemiskinan dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu kelompok keluarga sejahtera I, II, III dan III Plus, karena alas an ekonomi. Kategori keluarga pra sejahtera, apabila tidak memenuhi salah satu dari lima syarat: melaksanakan ibadah menurut agamanya, malam dua kali atau lebih sehari, memakai pakaian yang berbeda untuk bepergian, lantai rumah bukan dari tanah dan apabila anggota keluarga sakit dibawa berobat ke sarana kesehatan. Ukuran atau indicator kemiskinan versi ini sebenarnya suadah banyak mendapat kritikan dari berbagai pihak namun tetap digunakan sebagai data dasar pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.

Menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Nerencana Nasional) menerangkan bahwa kesejahteraan keluarga dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: a. Keluarga Sejahtera Tahap I dengan kriteria sebagai berikut:


(32)

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama

2) Pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.

3) Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda di rumah / pergi / bekerja / sekolah.

4) Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.

5) Anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) yangan ingin ber KB dibawa ke sarana kesehatan.

b. Keluarga Sejahtera Tahap II, meliputi:

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama secara teratur. 2) Paling kurang sekali dalam seminggu lauk daging / ikan / telur. 3) Setahun terakhir anggota keluarga menerima satu stel pakaian baru. 4) Luas lantai paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.

5) Tiga bulan terakhir anggota keluarga dalam keadaan sehat dan dapat melaksanakan tugas.

6) Ada anggota keluarga umur 15 tahun ke atas berpenghasilan tetap. 7) Anggota keluarga umur 10 – 60 tahun bias baca tulis latin.

8) Anak umur 7 – 15 tahun bersekolah.

9) PUS dengan anak hidup 2 atau lebih saat ini memakai alat kontrasepsi. c. Keluarga Sejahter Tahap III, meliputi:

1) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama. 2) Sebagian penghasilan keluarga ditabung.


(33)

4) Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat dilingkungan tempat tinggal.

5) Keluarga rekreasi bersama paling kurang sekali dalam enam bulan. 6) Keluarga memperoleh berita dari surat kabar / majalah / TV / radio. 7) Anggota keluarga menggunakan sarana transportasi setempat. d. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, meliputi:

1) Keluarga secara teratur memberikan sumbangan.

2) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus yayasan / institusi masyarakat.

Beberapa definisi kemiskinan seperti yang telah diuraikan, secara umum semuanya menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan kondisi seseorang atau keluarga berada dalam keadaan kekurangan dan atau ketidaklayakan hidup menurut standar-standar tertentu. Kekurangmampuan fisik manusia, kekurangan akses dalam memperoleh pelayanan minimal dalam berbagai bidang kehidupan, serta sulit atau kurang mendapat akses dalam proses pengambilan kebijakan.

4. Konsep penanggulangan kemiskinan

Penanggulangan kemiskinan seperti yang termuat dalam dokumen Interm Poverty Reduction Strategi Paper (IPRSP) meliputi: Pertama, menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin. Kedua, memberdayakan masyarakat miskin agar dapat memperoleh kembali hak-hak ekonomi, sosial dan politiknya, mengontrol keputusan yang menyangkut


(34)

kepentingannya, menyalurkan aspirasi, mengidentifikasi masalah dan kebutuhannya sendiri. Ketiga, meningkatkan kapasitas atau kemampuan masyarakat miskin agar mampu bekerja dan berusaha secara lebih produktif dan memperjuangkan kepentingannya. Keempat, memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.

5. Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat berkaitan dengan dua kelompok yang saling berhubungan, yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai yang memberdayakan (Sumodiningrat, 1997). Sedang Adimiharja dan Kusnaka (2001) mengemukakan bahwa pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan dan tanggung jawab secara penuh. Pemberdayaan bukan berarti pengendalian, melainkan menyerahkan pengendalian. Dengan demikian pemberdayaan bukanlah masalah hilangnya pengendalian atau hilangnya hal-hal lain. Yang paling penting pemberdayaan memungkinkan pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.

Menurut Priyono dan Pranarka (1996) proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan dengan kecenderungan primer menekan pada proses pemberian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Pada proses ini dapat dilengkapi dengan membangun asset material guna mendukung


(35)

pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua, proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Dimungkinkan kecenderungan primer terwujud dari kecenderungan sekunder terlebih dahulu. Berikutnya dijelaskan bahwa proses pemecahan masalah berbasiskan pemberdayaan masyarakat yang berdasarkan prinsip berbeda dengan masyarakat menyadari bahwa masyarakat mempunyai hak-hak yang harus dihargai, sehingga masyarakat lebih mampu mengenali kebutuhannya dan dilatih untuk dapat merumuskan rencana serta melaksanakan pembangunan

secara mandiri dan swadaya. Dalam hal ini , praktisi pembangunan berperan dalam memfasilitasi proses dialog, diskusi, tukar pendapat dan mensosialisasikan berbagai temuan masyarakat.

Berdasarkan pendapat Moebyarto (1985), pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumber hidup yang penting. Proses pemberdayaan sebagai wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi antara lapisan sosial sehingga kemampuan individu; “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif.

Sebenarnya teori pemberdayaan telah berkembang dengan beraneka ragam panutan dan kebijakan dalam 20 tahun terakhir ini. Pemberdayaan dapat diartikan


(36)

sebagai suatu proses, sustu mekanisme di mana individu, organisasi dan masyarakat menjadi ahli terhadap masalah yang mereka hadapi. Adapun teori pemberdayaan mengasumsikan bahwa pemberdayaan akan berbeda bentuk untuk orang yang berbeda; pemberdayaan akan berbeda bentuk untuk konteks yang berbeda; pemberdayaan akan berfluktuasi atau berubah sejalan dengan waktu. Seseorang akan dapat terberdayakan pada suatu saat dan tidak terberdayakan pada saat yang lain, tergantung pada kondisi yang mereka hadapi pada suatu waktu. Menurut para akademisi teori pemberdayaan mengatakan bahwa konsep pemberdayaan berlaku tidak hanya bagi individu sebagai kelompok, organisasi dan masyarakat, melainkan juga individu itu sendiri (Fred, 1998).

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Maka dari itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dihubungkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berhubungan dengan pengaruh dan control. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat diubah.

Sebenarnya kekuasaan tidak terbatas pada pengertian di atas. Kekuasaan tidak vakum atau terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antar manusia. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan


(37)

sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep bermakna. Dengan istilah lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan tergantung pada 2 hal : a. bahwa kekuasaan dapat berubah, sebab jika tidak berubah berarti pemberdayaan

tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.

b. bahwa kekuasaan dapat diperluas. Pengertian ini menekankan pada arti kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

6. Indikator Pemberdayaan

Pemberdayaan memiliki kegunaan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang lemah yang belum beruntung. Pemberdayaan menunjuk pada upaya pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin, 1987). Pemberdayaan merupakan suatu cara di mana rakyat, organisasi dan konitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya (Rapaport, 1984). Pemberdayaan adalah proses dengan mana orang-orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan mempengaruhi terhadap kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang akan memperoleh ketrampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons, et al., 1994)

Pada dasarnya pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, untuk memiliki akses terhadap


(38)

pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Menurut definisi-definisi pemberdayaan di atas, dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kakuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Adapun sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk kepada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan, pengetahuan, dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan sering digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai proses.

Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan (David, 2004) :

a. Keberhasilan mobilitas, artinya kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, gedung


(39)

bioskop, rumah ibadah, atau ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi apabila individu mampu pergi sendirian.

b. Memiliki kemampuan membeli komoditas “kecil”, maksudnya kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari, missalnya beras, minyak tanah, minyak goring, bumbu-bumbu, dan untuk kebutuhan dirinya, misalnya minyak rambut, sabun mandi, sampo, bedak. Individu dianggap mampu melaksanakan kegiatan ini jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, lebih-lebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

c. Memiliki kemampuan membeli komuditas “besar”, yaitu kemampuan imdividu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti radio, TV, kulkas, almari pakaian, koran, majalah. Seperti halnya indikator di atas, nilai tinggi akan diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, lebih-lebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan mempergunakan uangnya sendiri.

d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga, yaitu mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga, seperti merenovasi rumah, pembelian hewan ternak, mendapatkan kredit untuk usaha.

e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga, maksudnya responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri,


(40)

anak-anak) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; atau melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah.

f. Kesadaran hokum dan politik, artinya mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kalurahan; seorang anggota dewan setempat; nama presiden; memahami pentingnya memiliki surat nikah atau hokum-hukum waris.

g. Ketertiban dalam berkampanye dan protes-protes, yaitu seseorang dianggap “berdaya” apabila ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, seperti suami memukul istri, istri mengabaikan suami dan keluarganya, gaji yang tidak adil, penyalahgunaan bantuan social.

h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga, yaitu memiliki rumah tinggal, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang memiliki nilai tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

7. Pendekatan Pemberdayaan

Berdasarkan pendapat Ife (1995), bahwa pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yaitu kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, namun kekuasaan atau penguasaan klien atas :

a. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup : kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, atau pekerjaan.


(41)

b. Pendefinisian kebutuhan : kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

c. Ide atau gagasan : kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan suatu gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas tanpa tekanan.

d. Lembaga-lembaga : kemampuan menjangkau, menggunakan atau memberi pengaruh pranata-pranata masyarakat, misalnya lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, keshatan.

e. Sumber-sumber : kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal, dan kemasyarakatan.

f. Aktivitas ekonomi : kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran barang dan jasa.

g. Reproduksi : kemampuan dalam kaitannya proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.

Proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan. Parsons, et al., (1994) menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literature yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Walaupun pemberdayaan ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan.

Meskipun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan melalui kolektivitas. Untuk beberapa situasi, strategi pemberdayaan


(42)

dapat saja dilakukan secara individual, walaupun pada akhirnya strategi ini tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain di luar dirinya. Karenanya, dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan : mikro, mezzo dan makro. 1) Pendekatan Mikro.

Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis invention. Tujuan utamanya adalah memberi bimbingan atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered approach).

2) Pendekatan Mezzo.

Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan ini dilaksanakan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3) Pendekatan Makro

Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada system lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa


(43)

strategi dalam pendekatan ini. Pendekatan ini memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk melakukan tindakan.

8. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) a. Pengertian PNPM

PNPM merupakan gerakan nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan penyelenggaraan program-program

penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan dan

meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara perseorangan ataupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai masalah terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraan.

Dengan PNPM dilakuakan harmonosasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Partisipasi dari perngkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan peluang dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai menjadi kunci keberhasilan proses pemberdayaan masyarakat.

Program ini merupaya untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, baik secara individu maupun kelompok. PNPM merupakan


(44)

salah satu dari berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dirancang

berdasarkan pembelajaran terbaik pelaksanaan program-program

pemberdayaan masyarakat selama ini.

b. Tujuan PNPM

Tujuan umum PNPM adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Adapun tujuan khusus dari PNPM antara lain:

1) Meningkatkan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan

kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. 2) Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar,

akuntabel dan reprensitatif.

3) Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin.

4) Meningkatnya kerjasama masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli diantaranya pihak swasta, asosiasi, perguruan tinggi media ataupun LSM untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.


(45)

5) Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta kapasitas dari pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat dalam pengentasan kemiskinan diwilayahnya.

6) Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan local.

7) Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

c. Sejarah PNPM

Pada bulan Agustus 2006 Pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang dilaksanakan di 70.000 desa selama tiga tahun, yaitu 2007, 2008 dan 2009. Pada tahun pertama PNPM dilaksanakan di hampir 2.000 kecamatan dan kemudian di tahun 2008 di 3.600 kecamatan. Sedangkan untuk kecamatan-kecanatan sisanya dilaksanakan pada tahun 2009. Secara umum PNPM dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam penyediaan layanan umum, dan peningkatan kapasitas lembaga lokal yang berbasis masyarakat.

Sangat diharapkan PNPM dapat meningkatkan sinergi antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam usaha lebih mengefektifkan upaya-upaya pengurangan kemiskinan. PNPM yang mempunyai target untuk


(46)

menurunkan jumlah serta meningkatkan partisipasi orang miskin, secara khusus mempunyai tujuan sebagai berikut:

1) Memberdayakan kapasitas masyarakat, terutama masyarakat miskin (RTM) dengan menyediakan sarana dan prasarana sosial dasar dan ekonomi, serta lapangan kerja.

2) Meningkatkan partisipasi miskin dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian kegiatan pembangunan.

3) Mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal dalam memfasilitasi penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

PNPM dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan PPK di mana pemerintah menyediakan sejumlah dana block grant kepada kecamatan tertentu berdasarkan besar kecilnya populasi dan tingkat kemiskinan. Pada waktu yang sama Pemerintah Daerah melalui alokasi APBD juga menyediakan dana dampingan sesuai ketentuan yang ada. Desa-desa di kecamatan tersebut bersaing untuk mendapatkan dana ini dengan cara pengajuan proposal. Masyarakat desa memilih fasilitator desa yang membantu proses sosialisasi dan perencanaan terutama dalam menentukan kebutuhan dan skala prioritas. Selanjutnya mereka menentukan jenis proyek yang dibiayai oleh dana ini dan menuangkannya dalam proposal. Jika proyek sudah disetujui, PNPM mengirim konsultan pendamping untuk membantu masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan proyek.


(47)

PNPM diproyeksikan dapat menyentuh sekitar 16 juta orang miskin di seluruh Indonesia. Dengan jumlah dana hibah sekitar Rp 3 milyar per kecamatan, maka diharapkan antara 20 – 26 juta orang miskin mendapatkan pekerjaan dan sekaligus penghasilan. Jika hibah yang dipatok untuk tiap-tiap kecamatan sebesar Rp 1,5 milyar, maka masyarakat miskin yang mendapat pekerjaan dan penghasilan berkisar antara 10 – 16 juta orang sampai pada akhir program (2009)

9. Keberlanjutan Pemanfaatan Dana PNPM Keberlanjutan pemanfaatan dana PNPM dipengaruhi oleh empat faktor :

a. Pemanfaatan dana PNPM b. Jenis usaha

c. Besar dana yang diterima

d. Partisipasi anggota kelompok masyarakat

Beberapa variabel yang mempengaruhi pelaksanaan PNPM dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pemanfaatan dana PNPM

Untuk menjelaskan konsep pemanfaatan dana bergulir PNPM terdapat beberapa prinsip yang saling berkaitan, antara lain sebagai berikut: 1) Prinsip Dana Bergulir

Dana PNPM yang dusalurkan pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan Inpres No.5 Tahun 1993 merupakan bantuan khusus bagi


(48)

masyarakat miskin yang berupa modal kerja sebagai hibah bergulir (Revolving Grant) dengan bimbingan teknis pemerintah untuk pembinaan, penyuluhan dan motivasi. Secara kualitatif, bantuan tersebut memerlukan system dan mekanisme yang mudah, ringan dan cepat dipahami agar dana di pedesaan tidak macet, dapat berputar secara efisien, efektif serta keberadaannya abadi di masyarakat. Pada prinsipnya dana bergulir tersebut merupakan sumber dana yang disalurkan pemerintah kepada anggota pokmas di desa tertinggal sebagai pinjaman untuk dipergunakan kegiatan yang bersifat produktif dan harus dikembalikan sesuai kesepakatan anggota kelompok masyarakat.

2) Prinsip Keberlanjutan Pemanfaatan Dana PNPM

Sebagai upaya penanggulangan kemiskinan secara terencana dan terkoordinir telah diusahakan pemerintah untuk dilaksanakan melalui prinsip-prinsip pokok perencanaan kegiatan PNPM, yaitu sebagai berikut: a) Prinsip keterpaduan

b) Prinsip kepercayaan

c) Prinsip kebersamaan dan kegotongroyongan d) Prinsip kemandirian

e) Prinsip ekonomi f) Prinsip keberlanjutan

Berkaitan dengan prinsip berkelanjutan mengandung arti bahwa kegiatan kelompok harus dapat meningkatkan kesejahteraan yang


(49)

berkelanjutan secara terus menerus, berkesinambungan dalam kegiatan usaha tanpa batas waktu. Dana PNPM diharapkan dapat dikembangkan oleh masyarakat melalui pokmas sebagai dana abadi milik masyarakat desa artinya pemerintah member kepercayaan kepada masyarakat miskin untuk merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menjaga kelangsungan dana PNPM untuk menanggulangi kemiskinan di desanya. Pemberian kepercayaan pada masyarakat miskin itu dapat dibuktikan dalam pengelolaan dana PNPM yang dilakukan dari, oleh, dan untuk pokmas miskin lewat usaha ekonomi produktif yang dikembangkan secara terus menerus dan berkesinambungan.

3). Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Kelompok sasaran PNPM adalah kelompok masyarakat yang lebih dikenal dengan nama pokmas yaitu penduduk miskin yang bermukim di desa yang dikategorikan tertinggal. Mereka merupakan masyarakat yang punya penghasilan rendah, terbatas kemampuan dan aksesnya dalam mendapatkan pelayanan, prasarana, permodalan, untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam menghadapi masalah khusus atau mendesak yang segera dicarikan solusinya.

Dalam panduan PNPM (1993: 16) pembentukan kelompok harus memperhatikan: (1) Didasarkan pada kebutuhan keluarga miskin untuk meningkatkan kesejahteraan anggota; (2) Agar dihindarkan pembentukan kelompok yang dipaksakan; (3) Dalam kelompok disiapkan wadah


(50)

kegiatan sosial ekonomi yang berupa usaha produktif, pemupukan modal dan tabungan sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi semua anggota kelompok secara berkelanjutan; (4) Pembentukan kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada atau dapat pula disiapkan, ditumbuhkan, dibina khusus oleh aparat desa a serta masyarakat setempat.

b. Jenis Usaha

Jenis usaha ekonomi merupakan kegiatan produksi barang dan jasa yang memberikan hasil atau keuntungan sehingga dapat meningkatkan penghasilan, kesejahteraan anggota pokmas dan keluarganya. Berdasarkan Panduan PNPM (1994: 24) jenis usaha yang dapat dibiayai dengan dana PNPM adalah jenis usaha yang memenuhi syarat-syarat:

1) Cepat menghasilkan, jarak waktu antara pengeluaran yang harus dilakukan dengan penerimaan hasil kegiatan tidak terlalu lama.

2) Mendayagunakan potensi yang ada dan dimiliki oleh desa.

3) Menghasilkan produk yang dapat memenuhi permintaan pasar atau dipasarkan sehingga memberikan nilai tambah.

4) Dapat memenuhi kebutuhan dasar yang sifatnya mendesak dan melibatkan sebanyak-banyaknya penduduk miskin.

5) Memberi hasil dan dapat digulirkan pada seluruh kelompok.

6) Dapat dilakukan dengan cara-cara yang telah dikenal dan dikuasai oleh masyarakat dengan memanfaatkan pengetahuan asli yang telah ada yang


(51)

secara teknis dapat dan mudah dilaksanakan.

7) Disesuaikan dengan potensi dan kondisi ekologi setempat sehingga tidak merusak kelestarian lingkungan.

8) Saling mendukung dan tidak bersaing dengan kegiatan lain yang dilaksanakan melalui program pembangunan sektoral dan regional. 9) Secara sosial dan budaya dapat diterima oleh masyarakat.

Dana PNPM dipergunakan untuk pengembangan usaha yang bersifat produktif dan tidak dipergunakan untuk pembangunan prasarana fisik.

c. Besar Dana Yang Diterima

Bersumber pada Inpres No.5 Tahun 1993 tanggal 27 Desember 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan, PNPM merupakan bagian dari gerakan nasional penanggulangan kemiskinan dengan menyediakan bantuan khusus berupa modal kerja bagi kelompok penduduk miskin yang digunakan untuk kegiatan usaha yang pemanfaatannya dapat dirasakan terutama pemenuhan kebutuhan mendasar keluarga miskin. Falsafah yang mendasari pendekatan PNPM adalah mempercayai penduduk miskin apabila dibantu secara tepat mereka akan dapat mengentaskan diri dari kemiskinan yang mereka alami. Usaha dan kegiatan ekonomi keluarga miskin di desa tertinggal yang dibiayai dengan dana bantuan khusus diatur bersama melalui kelompok-kelompok masyarakat. Dana yang diterima oleh desa tertinggal sebesar Rp.20 juta. Adapun yang berhak menerima dana PNPM adalah


(52)

seluruh anggota pokmas yang ada di desa itu. Jika yang membutuhkan dana banyak sementara dana tidak mencukupi maka pemberian dana diprioritaskan kepada anggota pokmas yang miskin dan yang paling membutuhkan dana.

d. Partisipasi Anggota Kelompok Masyarakat

Sesuai dengan panduan PNPM bahawa pelaksanaan program PNPM bersifat terbuka dan berkesinambungan melalui pendekatan sebagai berikut: 1) Keterpaduan

2) Kegotongroyongan 3) Keswadayaan 4) Partisipatif 5) Terdesentralisasi

Keberhasilan PNPM sangat dipengaruhi oleh keterlibtan secara aktif anggota pokmas secara keseluruhan yang berdampak pada peningkatan penghasilan penduduk miskin di desa. Penduduk miskin yang tergabung dalam pokmas PNPM harus memainkan peran aktif dalam kelompok usaha produktif yang dikembangkan di masing-masing desa.

10. Kesejahteraan Ekonomi

Pendekatan economic welfare memiliki asumsi dasar bahwa tujuan dari aktivitas ekonomi adalah meningkatkan kesejahteraan individu-individu yang membentuk masyarakat. Setiap individu tersebut merupakan penilai terbaik


(53)

mengenai seberapa jauh mereka membaik dalam suatu kondisi. Kesejahteraan setiap individu tidak hanya tergantung pada konsumsi barang dan jasa yang tersedia, namun juga tergantung pada kuntitas dan kualitas yang diterima dari barang dan jasa nonmarket dari sistem SDA dan lingkungannya.

BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Nerencana Nasional) menerangkan bahwa kesejahteraan keluarga dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu:

a. Keluarga Sejahtera Tahap I dengan kriteria sebagai berikut: 1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama

2) Pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.

3) Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda di rumah / pergi / bekerja / sekolah.

4) Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.

5) Anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) yangan ingin ber KB dibawa ke sarana kesehatan.

b. Keluarga Sejahtera Tahap II, meliputi:

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama secara teratur. 2) Paling kurang sekali dalam seminggu lauk daging / ikan / telur. 3) Setahun terakhir anggota keluarga menerima satu stel pakaian baru. 4) Luas lantai paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.

5) Tiga bulan terakhir anggota keluarga dalam keadaan sehat dan dapat melaksanakan tugas.


(54)

7) Anggota keluarga umur 10 – 60 tahun bias baca tulis latin. 8) Anak umur 7 – 15 tahun bersekolah.

9) PUS dengan anak hidup 2 atau lebih saat ini memakai alat kontrasepsi. c. Keluarga Sejahter Tahap III, meliputi:

1) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama. 2) Sebagian penghasilan keluarga ditabung.

3) Keluarga makan bersama paling kurang sekali sehari untuk berkomunikasi. 4) Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat dilingkungan tempat

tinggal.

5) Keluarga rekreasi bersama paling kurang sekali dalam enam bulan. 6) Keluarga memperoleh berita dari surat kabar / majalah / TV / radio. 7) Anggota keluarga menggunakan sarana transportasi setempat. d. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, meliputi:

1) Keluarga secara teratur memberikan sumbangan.

2) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus yayasan / institusi masyarakat.

B. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Horrison (1996) yang mengkaji masalah perkembangan kegiatan promosi di Inggris dengan bantuan modal usaha. Saat ini perdebetan telah ditandai dengan peningkatan penjaman pembiayaan bantuan untuk modal usaha dalam mendukung pengembangan sektor UKM yang kuat dan potensial


(55)

dimanfaatkan. Pemberdayaan dan dampak sejumlah pemberdayaan sektor swasta dan publik untuk mendorong aliran bantuan modal venture untuk usaha informal modal venture di Inggris. Ketidaklengkapan informasi merupakan penyebab in- efisiensi di pasar modal venture informal dan pengembangan dimulai dari sektor bawah, penyediaan jasa pengenalan usaha berupa biaya efektif. Mekanisme untuk meningkatkan penyediaan modal usaha informal berdampak pada memobilisasi sejumlah daerah kota besar dalam usaha informal modal dan memfasilitasi usaha investasi, serta menghasilkan nomor efek tidak langsung.

Menurut Andriyanto, (2003), yang menganalisis permasalahan pemanfaatan dana pinjaman program pengembangan kecamatan dalam

upaya meningkatk pendapatan keluarga. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan PKK, khususnya pada kegiatan pemberian pinjaman modal usaha ekonomi produktif dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga, maka perlu diadakan suatu penelitian untuk menilai pelaksanaan PKK. Dalam pemberian dana pinjaman PKK sebagai modal usaha ekonomi kepada masyarakat ternyata belum dimanfaatkan dengan maksimal sebagai modal pengembangan usaha sehingga upaya peningkatan pendapatan masyarakat tidak berjalan dengan baik seperti yang kita harapkan.

Klonowski (2006) yang membahas tentang modal venture sebagai metode pengembangan usaha pembiayaan di Eropa Tengah dan Timur. Dari penelitian yang dilakukan menghasilkan tiga kesimpulan. Pertama, pembiayaan modal venture terus menjadi besar untuk perusahaan yang berkembang di daerah.


(56)

Kedua, Polandia sebagai pemimpin pasar di wilayah dalam kegiatan modal venture seperti yang dijelaskan secara statistik. Ketiga, Negara-negara CEF tidak dapat diperlakukan sebagai blok homogen. Penelitian ini penting karena ada dua alas an. Pertama, studi longitudinal berfokus pada data antara 1998 dan 2003, periode yang paling penting dalam pengembangan industri. Pergeseran tren dalam statistik kunci ini hanya dapat diamati dengan menganalisa data jangka panjang seri. Kedua, evolusi dari industry modal venture di Negara-negara yang dianalisa dapat digunakan sebagai cetak baru untuk modal venture pembangunan di Negara-negara lain.

Ullah, and Jayant K. (2007), yang mengkaji situasi kemiskinan dan upaya pengentasan kemiskinan dari LSM di Bangladesh dengan menekankan pada dua dampak program LSM di dua desa di distrik Barisal, menemukan bahwa kondisi ekonomi masyarakat miskin di wilayah studi belum membaik banyak dilihat dari beberapa indikator yang dipilih, yaitu pendapatan, makanan dan pengeluaran non pangan, produktif dan non aset produktif, ketahanan pangan, dan penciptaan lapangan kerja. The Foster Greer Thorbecke indeks menunjukkan bahwa sebagian besar LSM penerima manfaat tetap di bawah garis kemiskinan dari segi pendapatan dan mayoritas dari mereka tetap di bawah garis setengah pengangguran (kurang dari 260 hari kerja dalam satu tahun). Analisis regresi menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga ditentukan oleh ukuran kepemilikan tanah, tenaga kerja keluarga, jumlah pinjaman yang diambil dan kesempatan kerja yang mampu diciptakan.


(57)

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditunjukkan dengan adanya: (1) Perbedaan rata-rata tingkat produksi sebelum dan sesudah pemberian bantuan dana PNPM; (2) Perbedaan rata-rata jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah pemberian bantuan dana PNPM.

Dengan adanya bantuan pemerintah melalui program PNPM, anggota kelompok UPPKS mendapat kesempatan untuk pengembangan diri secara mandiri sesuai dengan potensinya masing-masing, sehingga setiap anggota dituntut mampu berkolaborasi dengan sesama anggota yang lain dalam upaya meningkatkan produksi dan sekaligus dapat menyerap dan menambah jumlah tenaga kerja.

Gambar 2.1. Kerangka Penelitian

Produksi

Tenaga Kerja

Sesudah PNPM Sebelum


(58)

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga pelaksanaan program PNPM dapat meningkatkan produksi anggota UPPKS.

2. Diduga pelaksanaan program PNPM dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja.


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Data Dan Sumber Data Data diperoleh dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder.

Data primer/lapangan diperoleh dari hasil responden melalui wawancara langsung dengan angket/kuisoner dan observasi sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan tertulis Badan KB PMD, UPTB KB PMD, administrasi kelompok UPPKS dan referensi buku-buku pendukung.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini 240 anggota kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) bervariasi antara 8 hingga 12 anggota. dan setiap anggota kelompok memperoleh dana antara Rp 500 ribu sampai dengan Rp 2 juta untuk Kabupaten Sragen. Adapun untuk Kabupaten Klaten bervariasi antara 5 hingga 15 anggota dan setiap anggota kelompok dapat menerima dana

antara Rp 1 juta sampai dengan Rp 3 juta Sampel merupakan bagian dari populasi yang karakteristiknya dapat

diselidiki dan mampu mewakili keseluruhan populasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 5% dari tingkat populasi kelompok yaitu 12 (5% x 240) kelompok, dengan masing-masing kelompok diambil 3 anggota, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 36 (12 x 3) responden. Adapun pengambilan


(60)

sampel ini karena populasi dalam penelitian ini diasumsikan homogeny, sehingga jumlah sampel tersebut dinilai lebih mewakili terhadap jumlah populasi penelitian (Singarimbun dkk, 1989)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Sragen, dari 12 kelompok terdistribusi pada 4 (empat) desa, yaitu Bangak (1 kelompok), Kebon Agung (3 kelompok), Sine (3 kelompok), dan Turi (5 kelompok).

Adapun untuk Kabupaten Klaten mengambil sampel penelitian dari Kecamatan Wedi, yang berlokasi di desa Kalitengah (2 kelompok), Melikan (3 Kelompok), Kadilanggon (3 kelompok) dan Sidorejo (4 kelompok).

Tabel 3.1.

Distribusi responden berdasarkan asal desa kelompok sampel di Kabupaten SRAGEN dan Kabupaten KLATEN

Kabupaten Sragen Kabupaten Klaten

D e s a Frekuensi Persen D e s a Frekuensi Persen

Bangak Kebon Agung S i n e

T u r i

3 9 9 15 8,3 25,0 25,0 41,7 Kalitengah Melikan Kadilanggon Sidorejo 6 9 9 12 16,7 25,0 25,0 33,3

Jumlah 36 100,0 Jumlah 36 100,0

Sumber : data primer diolah (2011)

Pada dasarnya dalam pengambilan sampel penelitian di Kabupaten Sragen dan di Kabupaten Klaten adalah serupa, artinya data diambil dari anggota kelompok UPPKS yang berasal dari 4 desa.


(61)

C. Analisis Data

Uji Beda Rata-rata Produksi dan Tenaga Kerja

Uji beda mean digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata produktivitas, tenaga kerja dan penghasilan yang diperoleh anggota kelompok UPPKS sebelum dan sesudah pelaksanaan program PNPM.

Statistik uji yang digunakan adalah Uji Z dengan prosedur sebagai berikut (Sudjana, 2002) :

=

Keterangan: = Rata-rata produksi dan tenaga kerja setelah pelaksanaan program.

= Rata-rata produksi dan tenaga kerja sebelum pelaksanaan program.

= Banyaknya sampel kelompok setelah program = Banyaknya sampel kelompok sebelum program S = Standar deviasi

Prosedur : a. Hipotesis

Ho : = 0 : Produksi dan tenaga kerja sebelum dan

sesudah program PNPM adalah sama H1 : Produksi dan tenaga kerja sebelum dan


(62)

b. Tingkat signifikansi : = 0,05 c. Kriteria Pengujian:

diterima

ditolak ditolak - Z(α,n-1) 0 Z(α,n-1) Gambar 2.2.

Pengujian Hipotesis

Hasil perhitungan dibandingkan dengan pada taraf signifikasi 5% d. Kesimpulan :

Ho diterima jika

≤ Ho ditolak jika

> D. Asumsi

Asumsi tersebut di atas adalah :

1. Jenis usaha yang dipilih sesuai dengan potensi desa dan sumber daya manusia yang ada. Sebagai jalan pemikiran terhadap asumsi ini bahwa usaha produktif yang dilaksanakan anggota pokmas tidak dipengaruhi oleh potensi lain di luar desa yang menerima dana sebagai modal kerja.

2. Hanya besar uang tunai yang berasal dari dana PNPM yang digunakan sedangkan uang tunai yang berasal dari sumber lain adalah konstan. Dari asumsi ini dapat dijelaskan bahwa uang tunai yang diterima dan dipergunakan


(63)

anggota pokmas dapat dipengaruhi oleh pinjaman-pinjaman di luar dana PNPM seperti dana subsidi LSM, Kukesra dan Takesra dari BKKBN

3. Setiap anggota pokmas memiliki kesempatan yang sama untuk menerima bantuan uang tunai PNPM dan digunakan secara optimal artinya setiap anggota pokmas yang menerima bantuan uang tunai PNPM memiliki kesempatan yang sama untuk mengelola dana tersebut secara maksimal sehingga dapat dikembangkan kembali sebagai modal bergulir dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan atau tetap.

4. Variabel partisipasi anggota pokmas yang mempengaruhi kemampuan dan pengembangan dana PNPM sebagai dana bergulir dianggap tidak dipengaruhi oleh kekuatan lain di luar anggota pokmas. Keadaan anggota pokmas dari aspek potensi SDM, lingkungan fisik dan sosial budaya dianggap sama.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian. 1. Produksi

Pengertian produksi menurut Alam S. (2007) adalah kegiatan menambah kegunaan (utility) suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan menambah kegunaan suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Sedangkan kegiatan menambah kegunaan suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Produksi barang dapat dibedakan atas produksi barang konsumsi dan produksi barang modal. Barang


(1)

nilai (2,223 > (2,04) atau nilai Signifikasinya (0,033) < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95% untuk Kabupaten Sragen. Sedangkan untuk Kabupaten Klaten, nilai (2,376) > (2,04) atau nilai Signifikasinya (0,023) < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Tabel 4.10.

Hasil uji beda rata-rata Kabupaten Sragen

Sumber : data primer diolah (2011)

Tabel 4.11.

Hasil uji beda rata-rata Kabupaten Klaten

Sumber : data primer diolah (2011)

D. Pembahasan

Dalam penelitian ini berkaitan dengan kondisi anggota kelompok UPPKS, baik di Kabupaten Sragen maupun di Kabupaten Klaten. Berdasarkan analisis deskriptif di atas ditemukan :

1. Penelitian ini dilakukan terhadap 12 kelompok yang terdistribusi pada 4

Variabel

Rata-Rata Selisih

Uji beda sebelum

dengan sesudah PNPM Kesimpulan Sebelum Sesudah Z hitung signifikansi

Produsi 1,0000 1,7153 0,7153 2,223 0,033 signifikan TenagaKerja 1,1667 1,3611 0,1944 2,223 0,033 signifikan

Variabel

Rata-Rata Selisih

Uji beda sebelum

dengan sesudah PNPM Kesimpulan Sebelum Sesudah Z hitung signifikansi

Produksi 1,0000 1,2583 0,2583 2,928 0,006 signifikan Tenaga Kerja 1,5000 1,6389 0,1389 2,376 0,023 signifikan


(2)

(empat) wilayah desa. Untuk Kabupaten Sragen meliputi desa Bangak (1 kelompok), Kebon Agung (3 kelompok), Sine (3 kelompok) dan Turi (5 kelompok). Sedangkan untuk Kabupaten Klaten meliputi desa Kalitengah (2 kelompok), Kadilanggu (3 kelompok), Melikan (3 kelompok) dan Sidorejo (4 kelompok).

2. Mayoritas yang memanfaatkan dana PNPM di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten adalah anggota kelompok UPPKS berjenis kelamin perempuan.

3. Untuk di Kabupaten Sragen, umur anggota kelompok UPPKS didominasi antara 25 – 29 tahun. Sedang di Kabupaten Klaten berumur antara 26 – 57 tahun, yang berarti bahwa anggota kelompok berada pada usia produktif. 4. Jumlah tanggungan keluarga anggota kelompok UPPKS di Kabupaten Sragen

rata-rata 3 (tiga) orang dan di Kabupaten Klaten juga rata-rata 3 (tiga) orang, sehingga hal ini menggambarkan bahwa tanggungan keluarga relatif ringan, tidak berat.

5. Pendidikan yang dimiliki anggota kelompok di Kabupaten Sragen mayoritas tingkat SLTP (21 orang) dan masih ada yang tidak lulus SD, tertinggi berpendidikan SLTA (4 orang). Adapun untuk di Kabupaten Klaten rata-rata pendidikan terakhir SLTA (14 orang), terendah SD dan tertinggi tingkat Sarjana (1 orang). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan anggota kelompok masih belum memadai terhadap tuntutan pekerjaan maupun


(3)

6. Jenis usaha yang dilakukan anggota kelompok mayoritas perdagangan, baik yang terjadi di Kabupaten Sragen maupun di Kabupaten Klaten, sehingga hal ini mencerminkan bahwa dana PNPM yang diterima anggota kelompok banyak digunakan sebagai tambahan modal.

7. Besarnya dana PNPM yang diterima anggota kelompok tidak sama antara Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten. Untuk Kabupaten Sragen antara Rp 500 ribu – Rp 2 juta dengan rata-rata Rp 965 ribu Sedang di Kabupaten Klaten antara Rp 1 juta – Rp 3 juta dengan rata-rata Rp 2.180.555,55. 8 Meningkatnya produksi yang dihasilkan anggota kelompok UPPKS di

Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten menunjukkan bahwa dana PNPM dapat digunakan sebagai tambahan modal.

9 Jumlah tenaga kerja anggota kelompok masih banyak yang menggunakan 1 (satu) orang sebagai tenaga kerja, baik di Kabupaten Sragen maupun di Kabupaten Klaten, sehingga hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dilaksanakan anggota kelompok merupakan usaha yang dikelola secara keluarga dan cenderung bersifat perseorangan. Diperoleh data bahwa untuk Kabupaten Sragen jumlah tenaga kerja maksimum 5 orang dan Kabupaten Klaten maksimum 4 orang.

.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Ditemukan perbedaan rata-rata produksi yang signifikan antara sebelum dan sesudah adanya PNPM. Untuk Kabupaten Sragen menunjukkan persentase kenaikan produksi sebesar 71,53% sesudah adanya PNPM. Hasil uji hipotesis diperoleh nilai (2,223) > (2,04) atau nilai Signifikasinya (0,033) < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%. Adapun untuk Kabupaten Klaten kenaikan produksi sebesar 25,83% sesudah menerima dana PNPM. Hasil uji hipotesis diperoleh nilai (2,928) > (2,04) atau nilai Signifikasinya (0,006) < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan tanda yang positif, menunjukkan bahwa produksi sesudah mendapatkan dana PNPM lebih besar jika dibandingkan produksi sebelum menerima dana PNPM. Dengan demikian hipotesis ke 1 terbukti.

2. Ditemukan perbedaan rata-rata jumlah tenaga kerja yang signifikan antara sebelum dan sesudah adanya PNPM. Untuk Kabupaten Sragen jumlah tenaga kerja meningkat rata - rata sebesar 19,44%. Hasil uji hipotesis diperoleh nilai (2,223) > (2,04) atau nilai Signifikasinya


(5)

(0,033) < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Adapun untuk Kabupaten Klaten, peningkatan jumlah tenaga kerja rata-rata sebesar 13,89%. Hasil uji hipotesis diperoleh nilai

(2,376) > (2,04) atau nilai Signifikasinya (0,023) < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan tanda yang positif, menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja sesudah menerima dana PNPM lebih banyak jika dibandingkan jumlah tenaga kerja sebelum menerima dana PNPM. Dengan demikian hipotesis ke 2 terbukti.

B. Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah menerima dana PNPM, produksi di Kabupaten Sragen mengalami peningkatkan sebesar 71,53% dan di Kabupaten Klaten sebesar 25,83%. Diharapkan dengan meningkatnya produksi dapat memberi motivasi kepada anggota kelompok UPPKS untuk memperluas usaha melalui potensi dana yang tersedia dan tenaga kerja yang ada.

2. Memberikan pendampingan pada setiap kegiatan anggota kelompok UPPKS, baik pendampingan oleh fasilitator teknik maupun fasilitator keuangan, sehingga dapat meminimalkan adanya penyimpangan dan mampu memaksimalkan potensi anggota.


(6)

sebagai modal produktif, sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan produksi dan memiliki kesempatan membuka lapangan pekerjaan, yang secara otomatis dapat menambah jumlah tenaga kerja.

4. Memonitor dan mengevaluasi kinerja anggota kelompok UPPKS, agar dapat bekerja secara professional, sensitive terhadap perubahan keadaan, sehingga mampu meningkatkan produksi dan mampu menyerap tenaga kerja baru. 5. Anggota kelompok UPPKS mampu memperbaiki kinerja dan berusaha mengembangkan kemampuan agar dapat mengikuti pola tata niaga yang menguntungkan.

6. Anggota kelompok UPPKS mampu membuka wawasan untuk menjalin kerjasama dengan dunia usaha yang saling memberi dukungan usahanya. 7. Anggota kelompok UPPKS mampu memotivasi diri bahwa dengan bekerja keras maka akan dapat mengubah nasib dan keluar dari kemiskinan untuk hidup mandiri.

8. Unit Pengelola Kegiatan (UPK) harus dapat membuat laporan Micro Finance termasuk laporan dana secara sistimatis dan mudah difahami, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kegiatan yang telah dilaksanakan oleh anggota kelompok UPPKS.

9. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa penerima dana PNPM adalah mayoritas perempuan, maka untuk penelitian ke depan sebaiknya lebih terkonsentrasi pada peran perempuan dalam memanfaatkan dana


Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Terhadap Peningkatan Pendapatan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Di Kabupaten Asahan

4 55 137

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Bidang Agribisnis Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sipogu Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan.

0 50 136

Analisis Pengaruh Pembiayaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Di Kecamatan Stabat

3 40 135

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat –Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (PNPM-P2KP) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

1 51 128

Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir

0 50 160

Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Nasional (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Deskriftif di Kelurahan Aek Simotung, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

0 62 148

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

4 84 264

Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang

2 51 121

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76

PENGARUH PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN BAWANG KABUPATEN BATANG.

0 0 1