Agency Teori Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Agency Teori

Menurut Horne dan Wachowicz 2007, agency teori muncul karena adanya pemisahan fungsi antara pemilik dengan pengelola, hal ini dikarenakan kebutuhan modal perusahaan tidak dapat lagi disediakan hanya oleh satu pemilik. Menurut peneliti Siswandi 2011, teori perusahaan klasik tidak dapat lagi dijadikan sebagai basis analisis. Teori perusahaan klasik menyatakan bahwa pemilik perusahaan merupakan soeorang wiraswasta yang mengelola dan mendanai sendiri perusahaannya untuk menciptakan profit yang sebesar-besarnya. Perusahaan-perusahaan modern yang besar tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan modalnya hanya dari satu pemilik, akibatnya mereka akan mengundang pihak lain untuk menanamkan modal pada perusahaannya, hal ini akan berakibat pada pemisahan wewenang perusahaan, antara pemilik dan pengelola Hartono dan Atahau, 2007. Dalam teori agensi, pemilik atau pemegang saham ini disebut principal, sedangkan pengelola atau manajemen disebut agent. Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan kontrak dimana satu atau lebih principal menyewa orang lain agent untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka dengan mendelegasikan beberapa wewenang untuk membuat keputusan kepada pihak agent. Dalam manajemen keuangan, salah satu tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, untuk Universitas Sumatera Utara itu manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi sering kali terjadi konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen. Konflik ini disebabkan kepentingan pemegang saham dan manajer berbeda. Perbedaan ini disebabkan manajer cenderung untuk mengutamakan kepentingan pribadinya dibandingkan kepentingan pemegang saham Anafoni, 2011. Konflik ini dapat diminimumkan dengan mekanisme pengawasan yang mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Namun dengan adanya mekanisme tersebut, muncul biaya baru yang disebut agency cost. Pengelompokan agency cost menurut Jensen dan Meckling 1976, yaitu: 1. Monitoring cost, yang merupakan biaya untuk memonitor perilaku manajer. 2. Bonding cost, yang merupakan biaya untuk membentuk mekanisme untuk menjamin bahwa manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. 3. Residual loss, yang merupakan biaya untuk mendorong manajer bertindak sesuai kemampuannya untuk kepentingan pemegang saham. Menurut penelitian Siswandi 2011, ada beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yaitu: 1. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, hal tersebut akan membuat manajer merasakan langsung akibat dari kebijakan yang dibuat. Kepemilikan oleh manajer ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham. Dengan demikian kepemilikan oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan mamanfaatkan hutang secara maksimal. 2. Meningkatkan dividend payout ratio, hal ini akan menurunkan tingkat free cash flow, sehingga manajemen akan mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya. 3. Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang sahamm dengan manajemen. Disamping itu, hutang juga akan menurunkan tingkat free cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan oleh manajemen. Universitas Sumatera Utara 4. Investor institutional sebagai monitoring agent. Distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institutional investor dan shareholder dispersion dapat mengurangi agency cost. Karena kepemilikan mewakili satu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan secara optimal terhadap kinerja manajemen.

2.1.2 Kebijakan Hutang

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Investment Opportunity Set, Free Cash Flow, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 46 91

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Set Kesempatan Investasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 3 97

PENGARUH FREE CASH FLOW, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 2 20

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Set Kesempatan Investasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 10

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Set Kesempatan Investasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Set Kesempatan Investasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 7

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Set Kesempatan Investasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 21

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Set Kesempatan Investasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 3

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Set Kesempatan Investasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

PENGARUH FREE CASH FLOW DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 88