BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan memerlukan dana yang besar untuk tumbuh dan berkembang ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat di era globalisasi
dewasa ini. Dana tersebut dapat diperoleh dengan cara dan dari sumber yang berbeda. Masalah pendanaan ini harus diputuskan dengan hati – hati karena setiap
kebijakan pendanaan memiliki konsekuensi financial yang berbeda. Keputusan pendanaan akan berkaitan dengan sumber dana dan penggunaan dana yang telah
diperoleh. Menurut penelitian yang dilakukan Damayanti 2006, sumber dana dapat berasal dari dalam internal ataupun dari luar eksternal kedua sumber
pendanaan ini akan sangat berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Keputusan pendanaan keuangan perusahaan juga akan mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam melakukan kegiatan operasinya. Menurut penelitian Afri Siswandi 2011, sumber dana internal berasal dari laba ditahan sedangkan
sumber dana eksternal berasal dari para kreditur dan pemilik. Dana yang diperoleh dari kreditur disebut hutang sedangkan dana yang diperoleh dari pemilik disebut
modal. Kebijakan hutang perusahaan ini sering kali menjadi penyebab konflik
antara manajemen dan pemegang saham. Konflik tersebut meliputi darimana sumber hutang tersebut didapatkan dan bagaimana hutang yang diperoleh tersebut
akan diinvestasikan. Hal ini terjadi dikarenakan adanya pemisahan antara fungsi
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan dan fungsi pengelolaan perusahaan sehingga menyebakan timbulnya perbedaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham.
Akibat dari perbedaan kepentingan inilah maka terjadi konflik yang sering disebut agency conflict yang menimbulkan agency cost sebagai biaya atas
mekanisme pengawasan untuk mengurangi agency conflict. Menurut teori keagenan yang dikemukakan Jensen dan Meckling 1976, beberapa alternatif
untuk mengurangi agency cost yaitu: 1 dengan menurunkan agency cost dari free cash flow karena akan mengurangi sumber-sumber pemborosan, khususnya
aliran kas dibawah kontrol manajemen, 2 meningkatkan pendanaan dengan hutang, 3 dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen, dan 4
investor institusional sebagai monitoring agents. Konflik antara manajer dengan pemegang saham telah menjadi subjek
penelitian yang menarik bagi para peneliti. Dalam penelitian Anafoni 2011 mengemukakan, ketika para pemegang saham kesulitan untuk memonitor
pengelola perusahaan, maka asset perusahaan bisa saja digunakan untuk kepentingan pengelola daripada untuk memaksimalkan kepentingan pemegang
saham. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memberikan sebagian kepemilikan perusahaan kepada pengelola. Hal ini akan
menjadikan para manajer lebih berhati–hati dalam pengambilan setiap keputusan, karena dari setiap keputusan yang dibuat para manajer juga akan turut
menanggung resiko dari keputusan tersebut. Dengan demikian, manajemen akan berusaha untuk menciptakan kinerja yang lebih baik. Cara ini juga dapat
Universitas Sumatera Utara
membantu untuk menyelaraskan antara kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham.
Menurut penelitin yang dilakukan oleh Bachtiar 2007, dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas terdapat sifat limited liability tanggung jawab
pemilik sebesar modal yang disetor. Hal ini dapat memicu perusahaan untuk menggunakan rasio hutang yang terlalu tinggi karena ingin menggeser resiko
financial kearah kreditur. Sifat limited liability tersebut akan mengakibatkan pemilik akan menikmati seluruh manfaat dari investasi yang berhasil setelah
dikurangi bunga, apabila investasi gagal kreditur akan ikut menanggung kerugian. Karena itu, apabila kreditur memberi kredit pada perusahaan yang memiliki
tingkat hutang yang terlalu tinggi, mereka juga akan menetapkan tingkat bunga yang tinggi untuk mengamankan kredit yang mereka berikan. Dari pernyataan-
pernyataan diatas penulis menyimpulkan bahwa kebijakan hutang di pengaruhi oleh tingkat kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan.
Perusahaan biasanya lebih cenderung menerbitkan hutang atau obligasi daripada menerbitkan saham baru. Hal ini dikarenakan pemegang saham lama
akan merasa bahwa dengan adanya penerbitan saham baru, maka akan ada pemegang saham baru sehingga akan mengurangi hak pemegang saham lama.
Sebaliknya, hutang dianggap lebih menguntungkan karena kreditor tidak akan mengganggu hak kepemilikan perusahaan dan pembagian hutang perusahaan.
Selain itu, biaya penerbitan hutang atau obliogasi akan lebih murah daripada biaya penerbitan saham baru karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga
saham lama, seperti yang dikemukakan dala oleh peneliti Wahidahwati 2002.
Universitas Sumatera Utara
Jensen 1986 mendefenisikan, free cash flow atau aliran kas bebas adalah kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham
yang tidak diperlukan sebagai modal kerja. Keberadaan free cash flow dapat menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang saham dan pihak manajemen.
Konflik ini terjadi karena pihak manajemen berkeinginan untuk menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek-proyek yang dapat mendatangkan keuntungan,
sehingga pihak manajemen akan mendapatkan insentif dari investasi tersebut. Di pihak lain, pemegang saham menginginkan free cash flow tersebut dibagikan
kepada para pemegang saham sebagai deviden. Menurut Damayanti 2006, investasi yang dilakukan pihak manajemen
dengan menggunakan free cash flow tersebut tidak akan menjadi masalah jika investasi tersebut berhasil, yang akan menjadi masalah apabila investasi tersebut
gagal. Untuk mengatasi dugaan pemborosan free cash flow oleh pihak manajemen dapat dilakukan dengan pembentukan hutang. Pembentukan hutang bisa
mengurangi keinginan manajer untuk menggunakan free cash flow guna membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak optimal dan tidak mendatangkan
keuntungan. Hutang akan mengurangi tingkat free cash flow, karena perusahaan harus membayar bunga hutang tersebut secara periodik. Penelitian Bachtiar
2007, peneliti Damayanti 2006, dan penelitian Jaggi dan Gul 1999 menunjukkan bahwa free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap
kebijakan hutang. Penelitian mengenai pengaruh struktur kepemilikan saham dengan
kebijakan hutang sudah sering dilakukan. Struktur kepemilikan saham terbagi dua
Universitas Sumatera Utara
yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Penelitian ini menggunakan kepemilikan manajerial sebagai unsur struktur kepemilikan saham.
Penelitian oleh Jaggi dan Gul 1999 mengemukakan, ada atau tidaknya kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan
perusahaan. Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sehingga manajer sebagai agen akan memperoleh manfaat
langsung dari keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuansi dari pengambilan keputusan yang salah. Dengan demikian, maka
kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara
optimal sehingga akan meminimumkan agency cost. Penelitian mengenai hubungan struktur kepemilikaan saham dalam
struktur modal perusahaan telah banyak dilakukan oleh peneliti. Penelitian tersebut umumnya menggunakan managerial ownership sebagai unsur struktur
kepemilikan dan mereka menemukan hasil yang berbeda. Peneliti Kurniati 2007, Wahidahwati 2002, dan penelitian Moh’d et al 1998 menemukan hubungan
negative dan signifikan antara kepemilikan manajerial dengan kebijakan hutang perusahaan, sedangkan peneliti Pithaloka 2009 dan Damayanti 2006
menemukan hubungan yang tidak signifikan antara persentase saham yang dipegang manajer kepemilikan manajerial dengan kebijakan hutang perusahaan.
Ketidak konsistenan ini menimbulkan research gap yang membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
Jones dan Sharma 2001 menyatakan bahwa set kesempatan investasi investment opportunity set menggambarkan investasi atau pertumbuhan sebuah
perusahaan. Implikasi teori set kesempatan investasi berkaitan dengan keputusan pendanaan yang telah dilakukan perusahaan terdiri dari keputusan pendanaan
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Smith dan Watts 1992 menemukan adanya bukti empiris bahwa pada perusahaan yang mempunyai
kesempatan untuk tumbuh lebih besar, mempunyai debt to equity ratio yang lebih rendah dalam keputusan struktur modalnya karena pendanaan modal sendiri
equity financing cenderung untuk mengurangi masalah-masalah agensi yang berpotensial berasosiasi dengan eksistensi hutang yang beresiko dalam struktur
modalnya. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, akan menghasilkan
profit yang tinggi sehingga akan mengurangi hutangnya dan akan mengutamakan penggunaan dana internal sebagai biaya investasi. Sedangkan perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan rendah, akan menghasilkan profit yang lebih rendah sehingga akan memaksa perusahaan untuk meningkatkan penggunaan hutang
sebagai biaya investasinya. Penelitian Jones dan Sharma 2001 serta penelitian Jaggi dan Gul 1999 menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan signifikan
antara set kesempatan investasi dengan kebijakan hutang perusahaan, sedangkan penelitian Damayanti 2006 menunjukkan bahwa set kesempatan investasi
berhubungan positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Adanya perbedaan dari kedua penelitian ini, menyebabkan perlunya diteliti lebih lanjut hubungan
antara set kesempatan investasi terhadap kebijakan hutang.
Universitas Sumatera Utara
Variabel lain yang diperkirakan mempengaruhi stuktur hutang perusahaan adalah ukuran perusahaan. Gaver dan Gaver 1993 manyatakan bahwa ukuran
perusahaan juga merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan level hutang perusahaan. Perusahaan-perusahaan besar lebih muda
memperoleh pinjaman dari pihak ketiga, karena kemampuan akses kepada pihak lain atau jaminan yang dimiliki berupa asset yang bernilai besar dibandingkan
dengan perusahaan kecil. Peneliti Pithaloka 2009, peneliti Jaggi dan Gul 1999, dan peneliti Moh’d et al 1998 menunjukkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010. Penulis memilih perusahan manufaktur, karena perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang mampu menjadi
pendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, karena industri manufaktur merupakan industri yang menghasilkan nilai tambah pada suatu barang.
Pertumbuhan ekonomi akan berkualitas apabila didukung oleh industri manufaktur yang kuat dan kreatif. Selain itu perusahaan manufaktur juga
memiliki semua unsur variabel yang dipakai dalam penelitian ini yang akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan perusahaan manufaktur, sehingga peneliti
dapat lebih muda dalam malakukan penelitian ini. Berdasarkan latar belakang masalah dan uraian tersebut, penulis
menyimpulkan bahwan free cash flow, kepemilikan manajerial, set kesempatan investasi, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan hutgang.
Karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
Universitas Sumatera Utara
“ANALISIS PENGARUH FREE CASH FLOW, KEPEMILIKAN
MANAJERIAL, SET KESEMPATAN INVESTASI, DAN UKURAN PERUSAHAAN
TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”.
1.2 Perumusan Masalah