Permasalahan Hubungan Dokter dan Pasien

Pada survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Deli Serdang, pada bulan April 2014 yang sedang berjalan, ada 99 operasi bedah umum, bedah tulang, dan bedah kandungan. Dari data yang di dapat, ada 8 surat izin operasi yang tidak ditandatangani oleh dokter spesialis yang melakukan operasi, ada 6 nama dokter yang tidak dicantumkan pada tanda tangan dokter spesialis, ada 6 nama jenis tindakan operasi yang tidak disebutkan, ada 34 ditandatangani saksi keluarga, dan 99 surat izin operasi tersebut tidak ada yang ditandatangani oleh pihak perawat sebagai saksi dari pihak rumah sakit. Menurut Jacobalis 2005, penjelasan tentang informed consent menjelang operasi umumnya masih kurang dilakukan para dokter kita di Indonesia. Penyebabnya bisa dikarenakan oleh berbagai alasan yang salah satunya dikarenakan terlalu banyak pasien yang dilayani sehingga waktu untuk berkonsultasi sedikit. Begitu juga hal ini hendaknya mendapat perhatian dari pihak manajemen rumah sakit untuk menghindari tanggung gugat dan meningkatkan tanggung jawab oleh dokter spesialis yang akan melakukan tindakan bedah. Untuk itulah masalah- masalah ini menjadi hal yang menarik bagi peneliti untuk melihat bagaimana penerapan informed consent di bagian bedah umum, bedah tulang, dan bedah kandungan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu : Bagaimana penerapan informed consent di bagian Universitas Sumatera Utara bedah umum, bedah tulang, dan bedah kandungan RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa penerapan informed consent di bagian bedah umum, bedah tulang, dan bedah kandungan RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Rumah Sakit

Memberikan masukan bagi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam untuk meningkatkan ketegasan penerapan informed consent oleh tenaga dokter dalam pelayanan bedah.

1.4.2. Bagi Dokter

Diharapkan menjadi masukan bagi tenaga dokter yang melakukan pelayanan kesehatan dalam memberikan informed consent diharapkan mengikuti standar prosedur yang berlaku. 1.4.3. Bagi Akademisi Hasil penelitian penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan pengembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perjanjian Terapeutik

2.1.1. Pengertian Perjanjian Terapeutik

Transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Objek dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk penyembuhan pasien, dimana dalam transaksi terapeutik terdapat para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perikatan atau perjanjian, yaitu dokter sebagai pihak yang melaksanakan atau memberikan pelayanan medis dan pasien sebagai pihak yang menerima pelayanan medis. Jadi perjanjian atau transaksi terapeutik adalah suatu transaksi untuk menentukan atau upaya mencari terapi yang paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh dokter. Menurut hukum, objek perjanjian dalam transaksi terapeutik bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien Nasution, 2005. Hubungan terapeutik merupakan perikatan berdasar daya upaya maksimum dimana dokter tidak menjanjikan kesembuhan tetapi berjanji berdaya upaya maksimal untuk menyembuhkan, oleh karena itu tindakan yang dilakukan belum tentu berhasil. Hubungan tersebut dinamakan inspanningsverbintenis yang tidak dilihat hasilnya tetapi lebih ditekankan pada upaya yang dilakukan hasilnya tidak seperti yang 19 Universitas Sumatera Utara diharapkan dan hal ini berbeda dengan hubungan resultaatsverbintenis yang dinilai dari hasil yang dicapai dan tidak mempermasalahkan upaya yang dilakukan. Ciri-ciri khusus hubungan terapeutik yaitu: 1 Subjeknya terdiri dari dokter sebagai pemberi pelayanan medik profesional yang pelayanannya didasarkan pada prinsip pemberian pertolongan dan pasien sebagai penerima pelayanan medik yang membutuhkan pertolongan. 2 Objeknya berupa upaya medik profesional yang bercirikan memberikan pertolongan. 3 Tujuannya adalah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan Nasution, 2005.

2.1.2. Sifat Perjanjian Terapeutik

Sifat atau ciri khas dari transaksi terapeutik sebagaimana disebutkan dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia adalah : 1. Transaksi terapeutik khusus mengatur hubungan antara dokter dengan pasien. 2. Hubungan dalam transaksi terapeutik ini hendaknya dilakukan dalam suasana saling percaya konfidensial yang berarti pasien harus percaya kepada dokter yang melakukan terapi, demikian juga sebaliknya dokter juga harus mempercayai pasien. Oleh karena itu dalam rangka saling menjaga kepercayaan ini, dokter juga harus berupaya maksimal untuk kesembuhan pasien yang telah mempercayakan kesehatan kepadanya, dan pasien pun harus memberikan keterangan yang jelas tentang penyakitnya kepada dokter yang berupaya melakukan terapi atas dirinya serta mematuhi perintah dokter yang perlu untuk mencapai kesembuhan yang diharapkannya. Universitas Sumatera Utara 3. Harapan ini juga dinyatakan sebagai ‘senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani’. Mengingat kondisi pasien yang sedang sakit, terutama pasien penyakit kronis atau pasien penyakit berat, maka kondisi pasien yang emosional, kekhawatiran terhadap kemungkinan sembuh atau tidak penyakitnya disertai dengan harapan ingin hidup lebih lama lagi, menimbulkan hubungan yang bersifat khusus yang membedakan transaksi terapeutik ini berbeda dengan transaksi lain pada umumnya. Transaksi terapeutik merupakan hubungan hukum antara dokter dan pasien, maka dalam transaksi terapeutik pun berlaku beberapa azas hukum menurut Komalawati 1999 yang dikutip oleh Wardhani tahun 2009 yang disimpulkan sebagai berikut : a. Azas Legalitas Azas ini tersirat dalam Pasal 23 dan Pasal 29 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa pelayanan medik hanya dapat terselenggara apabila tenaga kesehatan yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan dan perizinan yang diatur dalam peraturan perundang -Undangan, antara lain telah memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik. Universitas Sumatera Utara b. Azas Keseimbangan Menurut azas ini, penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus diselenggarakan secara seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, antara materiil dan spiritual. Oleh karena itu diperlukan adanya keseimbangan antara tujuan dan sarana, antara sarana dan hasil serta antara manfaat dan resiko yang ditimbulkan dari upaya medis yang dilakukan. c. Azas Tepat Waktu Azas ini cukup penting karena keterlambatan dokter dalam menangani pasien dapat menimbulkan kerugian bagi pasien dan bahkan bisa mengancam nyawa pasien itu sendiri. d. Azas Itikad Baik Azas ini berpegang teguh pada prinsip etis berbuat baik yang perlu diterapkan dalam pelaksanaan kewajiban dokter terhadap pasien. Hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap pasien dan pelaksanaan praktik kedokteran yang selalu berpegang teguh kepada standar profesi. e. Azas Kejujuran Azas ini merupakan dasar dari terlaksananya penyampaian informasi yang benar, baikoleh pasien maupun dokter dalam berkomunikasi. Kejujuran dalam menyampaikan informasi akan sangat membantu dalam kesembuhan pasien. Kebenaran informasi ini terkait erat dengan hak setiap manusia untuk mengetahui kebenaran. Universitas Sumatera Utara f. Azas Kehati-hatian Sebagai seorang profesional di bidang medik, tindakan dokter harus didasarkan atas ketelitian dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya, karena kecerobohan dalam bertindak dapat berakibat terancamnya jiwa pasien. g. Azas keterbukaan Pelayanan medik yang berdayaguna dan berhasil guna hanya dapat tercapai apabila ada keterbukaan dan kerjasama yang baik antara dokter dan pasien dengan berlandaskan sikap saling percaya. Sikap ini dapat tumbuh jika terjalin komunikasi secara terbuka antara dokter dan pasien dimana pasien memperoleh penjelasan atau informasi dari dokter dalam komunikasi yang transparan ini Achmadi, 2012.

2.2. Hubungan Dokter dan Pasien

Hubungan antara dokter dan pasiennya secara yuridis dapat dimasukkan ke dalam golongan kontrak. Suatu kontrak adalah pertemuan pikiran meeting of minds dari dua orang mengenai suatu hal solis pihak pertama mengikatkan diri untuk memberikan pelayanan, sedangkan pihak ke dua menerima pemberian pelayanan tersebut. Pasien datang meminta kepada dokter untuk diberikan pelayanan pengobatan, sedangkan dokter menerima untuk memberikannya. Dengan demikian, maka sifat hubungannya mempunyai dua ciri : 1. Adanya satu persetujuan consentual, agreement, atas dasar saling menyetujui dari pihak dokter dan pasien tentang pemberian pelayanan pengobatan. Universitas Sumatera Utara 2. Adanya suatu kepercayaan fiduciary, karena hubungan kontrak tersebut berdasarkan saling percaya mempercayai satu sama lain. Karena bersifat hubungan kontrak antara pasien dan dokter, maka harus dipenuhi persyaratan : 1. Harus adanya persetujuan consent dari pihak-pihak yang berkontrak. 2. Harus ada suatu objek yang merupakan substansi dari kontrak. 3. Harus ada suatu sebab cause atau pertimbangan consideration Guwandi, 2007. Hubungan dokter-pasien dapat dilihat dari berbagai pendekatan yang berbeda, namun terkait satu dengan yang lain 1. Hubungan kebutuhan ; pasien butuh pertolongan medis, dokter butuh pasien sebagai subyek profesinya. 2. Hubungan kepercayaan ; pasien menyerahkan diri kepada dokter karena percaya pada integritas dan kemampuannya. Pasien percaya dokter akan merahasiakan segala sesuatu tentang dirinya. Dokter percaya pasien akan jujur dan beritikad baik terhadap dirinya. 3. Hubungan keprofesian ; interaksi dan kerjasama antar seorang professional medis dengan penerima jasa professional itu. Hubungan ekonomi ; antara produsen jasa dengan pembeli jasa atau pengguna jasa itu, yang membawa konsekuensi keuangan. 4. Hubungan hukum ; antara subyek hukum dengan subyek hukum lain Jacobalis, 2005. Universitas Sumatera Utara

2.3. Dokter