U S A I D K i n e r j a Halaman 54
diimplementasikan di lapangan. Dalam hal ini, masyarakat memiliki peran untuk mengawasi pelayanan publik, sesuai mandat UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Untuk menjamin masyarakat sipil dapat menjalankan peran pengawasan yang berkelanjutan tersebut ada dua hal penting yang perlu dilakukan: 1 pengembangan
kapasitas kelompok-kelompok masyarakat sipil LSM, forum multi-pihak, dll dan 2 alur informasi yang transparan antara masyarakat dan pemerintah daerah, dinas kesehatan
atau puskesmas yang akan menjadi precursor yang penting untuk pelibatan aktif masyrakat di masa mendatang.
c. Peningkatan kapasitas bagi dinas kesehatan tetap masih diperlukan karena
kadangkala dinas kesehatan belum memahami harmonisasi dan sinkronisasi teknis penganggaran antara Permendagri No 13 Tahun 2006 dan SPM Kesehatan yang
diterbitkan oleh Kementerian kesehatan. Kesulitan dalam mengharmonisasikan aturan ini pada beberapa kasus dapat membuat dinas kesehatan dan pemerintah kabupaten
kurang memiliki keberanian dalam membuat kegiatan inovasi yang dapat meningkatkan capaian SPM dan IPM, seperti yang dialami Kab.Jayapura.
U S A I D K i n e r j a Halaman 55
Informasi kontak
Bapak Amos Soumilena
Ketua MSF Kabupaten Jayapura 081248263822
U S A I D K i n e r j a Halaman 56
Lembar Catatan:
U S A I D K i n e r j a Halaman 57
Penanganan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dengan Melibatkan Masyarakat
di Kota Jayapura
Partisipasi masyarakat dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sangat penting agar para korban mendapatkan bantuan yang sesuai sesegera
mungkin.
U S A I D K i n e r j a Halaman 58
Situasi sebelum program dilakukan
Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak KtPA masih tergolong tinggi. Berdasarkan data Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2013, angka KtPA
di Papua berada di peringkat kelima tertinggi di Indonesia. Selama Januari hingga November 2013, Kepolisian Daerah Papua menerima pelaporan 154 kasus penganiayaan, 40 kasus
penelantaran, 31 kasus perkosaan, 37 kasus perselingkuhan dan 24 kasus untuk kekerasan fisik
1
. Sedangkan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A Kota
Jayapura mencatat sepanjang tahun 2011-2013 terdapat kasus-kasus kekerasan sebagai berikut:
Tahun Jumlah Kasus
Jenis Kasus 2011
9 kasus Dua kasus penelantaran,
Enam kasus kekerasan fisik, Satu kasus perlindungan anak.
2012 13 kasus
Lima kasus kekerasan fisik, Enam kasus penelantaran,
Dua kasus perlindungan anak.
2013 12 kasus
Lima kasus penelantaran, Dua kasus perselingkuhan,
Dua kasus kekerasan fisik, Satu kasus kawin paksa,
Dua kasus perlindungan anak.
1
Notulensi Workshop Penyusunan Rencana Kegiatan Bersama Multi Stakeholder Forum Kota Jayapura, 30 Januari 2014
U S A I D K i n e r j a Halaman 59
Sementara itu, hasil kajian cepat yang dilakukan LSM mitra lokal USAID Kinerja, Lembaga Studi Pengembangan Perempuan dan Anak LSPPA di tiga puskesmas di tiga distrik di Kota
Jayapura menemukan kasus KtPA selama 2013 sebagai berikut:
Angka ini terus meningkat selama tahun 2014 hingga Maret 2015. Pada periode tersebut P2TP2A dan puskesmas mitra USAID Kinerja menerima kasus kekerasan sebagai berikut:
No Nama puskesmas
Kasus Korban
1 Puskesmas Tanjung Ria
15 kasus kekerasan fisik Perempuan dewasa
satu pelecehan seksual Perempuan dewasa
empat pelecehan seksual Anak 1 KDRT : maret 2015
Pekerja rumah tangga
3 Puskesmas Abe pantai
Tujuh kasus KDRT Perempuan dewasa
2 P2TP2A, Kota Jayapura
10 kasus penelantaran, Empat kasus
perselingkuhan, Dua kasus kawin paksa,
24 kasus kekerasan fisik, 24 kasus perlindungan
Perempuan dewasa
Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Jayapura belum maksimal. Beberapa tantangan dalam penanganan kasus kekerasan ini adalah:
Puskesmas Kasus
Tanjung Ria Tujuh kasus kekerasan dalam rumah tangga KDRT
Abepantai
Empat kasus KDRT
Koya Barat
Puskesmas Koya Barat tidak memiliki catatan khusus, tetapi informasi dari staff puskesmas bahwa setiap bulannya pasti ada kasus KDRT, setidaknya
sebulan sekali.
U S A I D K i n e r j a Halaman 60
1. Kerjasama lintas sektor untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak berjalan. Selama ini hubungan antara puskesmas, P2TP2A dan
kepolisian tidak selaras. Mereka tidak saling mengenal dan tidak memahami peran setiap lembaga. Hubungan P2TP2A dan puskesmas hanya sebatas melakukan
sosialisasi. Selain itu, tidak ada sistem yang memungkinkan puskesmas merujuk korban kekerasan ke P2TP2A sehingga korban tidak bisa mendapatkan bantuan yang
semestinya.
2. Keterbatasan kapasitas petugas kesehatan dan staff P2TP2A. Meskipun P2TP2A