27
dengan
ˆ ˆ
Y v
Y se
adalah estimasi standard error dari estimasi. Estimasi varians dilakukan mengikuti disain sampling Riskesdas 2013 yang bersifat multistage dimana dasar perhitungan nilai
varians ditentukan berdasarkan pertimbangan strata, primary sampling unit dan weight atau menggunakan rumus
n i
y yi
z z
n n
Y v
1 2
1 ˆ
dimana
25 1
j ij
ij yi
y w
z
dan
25 1
j ij
ij yi
y w
z
sedangkan w
ij
adalah nilai penimbang untuk rumah tangga terpilih ke-j di blok sensus terpilih ke-i. Perhitungan nilai estimasi untuk seluruh variabel, standard error, dan relative standard error
menggunakan software program stata versi 8. Penilaian kesalahan sampling sampling error Riskesdas 2013 dihitung hanya untuk beberapa
variable penting, yang mewakili seluruh komponen pokok yang dikumpulkan Riskesdas 2013. Hasil penilaiannya dapat dilihat pada lampiran “Estimasi kesalahan sampel Riskesdas 2013”
menurut karakterisktik kelompok umur, dan estimasi 33 provinsi.
2.10. Pengembangan kuintil indeks kepemilikan
Riskesdas 2013 tidak mengumpulkan pengeluaran rumah tangga untuk prediksi status ekonomi yang digunakan sebagai salah satu karakteristik untuk kepentingan analisis, tetapi digunakan
pendekatan perhitungan indeks kepemilikan.
1. Penentuan kuintil indeks kepemilikan
Status sosial ekonomi merupakan salah satu variabel proxy yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Terdapat tiga cara untuk mengukur status
sosio-ekonomi, yaitu melalui data penghasilan per bulan, atau pengeluaran per bulan atau berdasarkan kepemilikan barang tahan lama. Ketiga proxy pengukuran status ekonomi tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan. Pengukuran status ekonomi berdasarkan data penghasilan per bulan mudah ditanyakan, namun
mempunyai akurasi yang sulit dipercaya, mengingat tidak semua responden bersedia menjawab dengan jujur jumlah penghasilan per bulan mereka. Di beberapa negara berkembang, sebagian
besar penduduk berkerja pada sektor informal, sehingga sulit untuk mendapatkan informasi jumlah penghasilan pasti per bulannya.
Mengukur status ekonomi berdasarkan data pengeluaran per bulan mempunyai akurasi yang cukup baik diantara ketiga cara pengukuran, namun untuk dapat memperoleh informasi
pengeluaran tersebut diperlukan data rinci tentang berbagai jenis pengeluaran RT secara detail yang seringkali membingungkan responden dan time consumed.
Pada beberapa tahun terakhir, pengukuran status ekonomi banyak menggunakan data kepemilikan barang tahan lama, seperti rumah, mobil, motor, sepeda, kulkas dan lain sebagainya.
Kelebihan pengukuran berdasarkan kepemilikan barang tahan lama ini lebih mudah ditanyakan dan diobservasi, namun memerlukan perhitungan yang lebih kompleks untuk menyusun satu
indeks kepemilikan yang merupakan komposit dari beberapa variabel terkait kepemilikan RT yang bersangkutan.
Principal Component Analysis PCA merupakan salah satu teknik statistik yang menyatukan beberapa variabel menjadi indikator tunggal, seperti yang dilaporkan Ariawan 2006. Indikator
tersebut berisi skor, bobot atau indeks untuk mengukur status ekonomi RT yang selanjutnya disebut indeks kepemilikan.
Simulasi model penyusunan indeks dilakukan dengan cara mengidentifikasi variabel yang menunjukkan kepemilikan. Adapun hasil identifikasi variabel kepemilikan data Riskesdas 2013
dapat dilihat pada Tabel 2.10.1. Simulasi model penyusunan indeks kepemilikan untuk Riskesdas
28
2013 menggunakan variabel kepemilikan Susenas 2010 yang dibandingkan dengan pengukuran status ekonomi berdasarkan pengeluaran per bulan pada survei yang sama.
Dari 21 variabel pada Tabel 2.10.1 terdapat 17 variabel yang dimiliki kedua survei Susenas dan Riskesdas 2013 untuk analisis PCA dengan menggunakan korelasi polychoric. Dari matriks yang
terbentuk hanya variabel yang memiliki nilai korelasi diatas 0,3 yang digunakan sebagai prediksi status ekonomi. Penapisan variabel dilakukan dengan mengeliminasi satu persatu variable secara
bertahap yang memiliki korelasi dengan variabel lain dibawah 0,3 sampai didapat seluruh variabel dengan nilai korelasi diatas 0,3 dan besarnya proportion explained diatas 0,5.
Dari 17 variabel tersebut diperoleh sembilan variabel yang memiliki korelasi diatas 0,3 dengan proportion explained 0,57, yang berarti komposit sembilan variabel tersebut dapat menjelaskan
57 persen status ekonomi RT. Tahap selanjutnya adalah membagi semua sampel RT menjadi lima kelompok sesuai indeks kepemilikan. Hasil pengelompokan RT tersebut diuji tabulasi silang
dengan pengelompokan RT berdasarkan pengeluaran per bulan untuk melihat apakah rumah tangga kuintil terbawah pada status ekonomi berdasarkan indeks kepemilikan juga termasuk
kuintil terbawah berdasarkan pengeluaran. Metoda yang sama juga dilakukan terhadap kuintil lainnya. Dari ke lima kuintil tersebut hanya kuintil terbawah dan teratas yang mempunyai
ketepatan cukup baik. Artinya indeks kepemilikan mempunyai sensitivitas yang baik pada RT dengan status ekonomi terendah dan tertinggi.
Model yang dibentuk dari 9 variabel tersebut diterapkan kedalam variabel yang ada pada data Riskesdas 2013, ditambah dengan 4 variabel kepemilikan pada Riskesdas 2013 yang tidak
terdapat pada data Susenas 2010, kemudian dilakukan penapisan variabel dengan cara yang sama, pada akhirnya diperoleh 12 variabel yang mempunyai korelasi di atas 0,3 dan Proportion
explained 53,6 persen. Variabel pembentuk indeks adalah: 1 sumber air utama untuk minum, 2 bahan bakar memasak, 3 kepemilikan fasilitas buang air besar, 4 jenis kloset, 5 tempat
pembuangan akhir tinja, 6 sumber penerangan, 7 sepeda motor, 8 TV, 9 pemanas air, 10 tabung gas 12 kg, 11 lemari es, dan 12 mobil. Tahapan selanjutnya indeks yang sudah terbentuk
dikelompokkan kedalam 5 kuintil: terbawah, menengah bawah, menengah, menengah atas, dan teratas
Tabel 2.10.1 Variabel kepemilikan data Riskesdas 2013
Variabel Kepemilikan Data Riskesdas 2013 Variabel
1 Status kepemilikan rumah
B9R1 2
Jenis atap terluas B9R6
3 Jenis dinding terluas
B9R5 4
Jenis lantai terluas B9R4
5 Luas lantai
B9R2 6
Jenis sumber air utama untuk minum B8R2
7 Kepemilikan fasilitas tempat BAB
B9R8a 8
Jenis kloset B9R8b
9 Tempat pembuangan akhir tinja
B9R8c 10
Sumber penerangan B9R7
11 Jenis bahan bakarenergi untuk memasak
B8R12 12
Kepemilikan sepeda B9R9a
13 Kepemilikan sepeda motor
B9R9b 14
Kepemilikan perahu B9R9c
15 TVTV kabel
B9R9d 16
AC B9R9e
17 Pemanas air
B9R9f 18
Kepemilikan tabung gas 12 kg atau lebih B9R9g
19 Kepemilikan lemari eskulkas
B9R9h 20
Kepemilikan perahu motor B9R9i
21 Mobil
B9R9j
29
2. Gambaran status ekonomi penduduk Indonesia Status ekonomi berdasarkan indeks kepemilikan memberi gambaran bahwa semakin tinggi kuintil
RT, semakin banyak barang tahan lama yang dimiliki. Dalam tabel 2.10.2 terlihat bahwa secara nasional status ekonomi RT berdasarkan indeks kepemilikan: kuintil terbawah 15,6 persen, kuintil
menengah bawah 19,3 persen, kuintil menengah 21,7 persen, kuintil menengah atas 23,7 persen dan kuintil teratas 19,7 persen. Pada tabel 2.10.2 nampak hampir seluruh provinsi mempunyai
sebaran kuintil terbawah hingga teratas yang tidak jauh berbeda, kecuali di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Bali, dan Kalimantan Timur, yaitu kuintil terbawah jauh lebih kecil
dari kuintil teratas. Tujuh provinsi lain, yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua memiliki persentase sebaran kuintil
terbawah jauh lebih besar daripada kuintil teratas. Papua merupakan provinsi dengan kuintil terbawah terbesar 63,3, sedangkan DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kuintil terbawah
terkecil 0,5. Untuk kuintil teratas, Bangka Belitung merupakan provinsi dengan kuintil teratas terbesar 50,6, persentase terkecil provinsi NTT 2,3.
Tabel 2.10.2 Gambaran kuintil indeks kepemilikan menurut provinsi, Indonesia 2013
Provinsi Kuintil indeks kepemilikan
Terbawah Menengah
bawah Menengah
Menengah atas
Teratas Aceh
17,9 18,8
14,9 17,0
31,4 Sumatera Utara
13,9 13,8
18,5 28,7
25,2 Sumatera Barat
20,4 20,2
20,1 17,1
22,1 Riau
13,4 17,5
15,9 20,3
33,0 Jambi
12,8 17,7
19,5 20,5
29,4 Sumatera Selatan
16,3 19,9
19,2 24,0
20,5 Bengkulu
16,3 17,6
20,3 19,4
26,4 Lampung
13,9 22,8
25,1 18,8
19,4 Bangka Belitung
9,3 11,4
11,4 17,4
50,6 Kepulauan Riau
4,8 11,9
17,7 34,8
30,8 DKI Jakarta
0,5 5,2
16,5 43,9
33,9 Jawa Barat
10,4 20,0
24,4 28,0
17,3 Jawa Tengah
12,9 23,4
28,3 21,3
14,3 DI Jogjakarta
5,7 19,3
29,7 20,6
24,7 Jawa Timur
17,1 22,1
23,9 22,9
14,0 Banten
10,7 11,5
17,6 31,5
28,6 Bali
9,0 14,2
19,4 24,9
32,6 Nusa Tenngara Barat
30,7 28,9
20,2 12,9
7,2 Nusa Tenggara Timur
55,6 24,2
10,3 7,1
2,3 Kalimantan Barat
24,7 19,2
23,3 16,5
16,3 Kalimantan Tengah
26,2 22,8
15,8 16,0
19,1 Kalimantan Selatan
17,3 20,7
19,8 19,2
23,0 Kalimantan Timur
6,3 11,7
15,3 27,6
39,1 Sulawesi Utara
14,3 23,1
21,5 22,0
19,2 Sulawesi Tengah
29,3 24,7
17,3 15,3
13,3 Sulawesi Selatan
17,3 16,8
17,2 21,8
26,9 Sulawesi Tenggara
24,6 22,8
21,6 17,8
13,1 Gorontalo
30,2 22,3
17,5 17,2
12,7 Sulawesi Barat
41,7 23,3
14,1 11,3
9,6 Maluku
32,8 25,0
18,9 17,8
5,6 Maluku Utara
31,4 28,0
18,6 15,3
6,7 Papua Barat
27,3 22,6
18,4 19,6
12,1 Papua
63,3 11,3
7,8 7,8
9,9 Indonesia
15,6 19,3
21,7 23,7
19,7
30
Gambaran status ekonomi berdasarkan tempat tinggal dapat dilihat pada Tabel 2.10.3. Pada tabel tersebut terlihat bahwa proporsi terbesar RT yang tinggal di perkotaan berada pada kelompok
kuintil menengah atas. Tabel 2.10.3
Gambaran status ekonomi berdasarkan tempat tinggal, Indonesia 2013 Tempat
tinggal Kuintil indeks kepemilikan
Terbawah Menengah
bawah Menengah
Menengah atas
Teratas Perkotaan
4,4 11,6
22,1 32,1
29,7 Perdesaan
26,9 27,1
21,3 15,2
9,5 Indonesia
15,6 19,3
21,7 23,7
19,7 Sebagai langkah untuk menilai ketepatan indeks yang terbentuk, maka dilakukan tabulasi silang
dengan variabel yang menunjukkan tingkatan sosial ekonomi. Variabel yang digunakan merupakan program pemerintah dikhususkan bagi tingkatan ekonomi tertentu, yaitu pelayanan
kesehatan gratis dan program beras miskin. Pemerintah memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin di seluruh Indonesia melalui berbagai program diantaranya Jaminan
Kesehatan Masyarakat Jamkesmas, Jaminan Kesehatan Daerah Jamkesda, Program Keluarga Harapan PKH dan Kartu Sehat. Selain itu, masyarakat miskin yang tidak tercantum dalam
database Jamkesmas, Jamkesda, PKH dan Kartu Sehat juga mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dengan menggunakan surat keterangan tidak mampu SKTM. Tabel 2.10.4
menunjukkan secara nasional, semakin rendah tingkat kekayaan rumah tangga semakin banyak yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Secara keseluruhan, hasil Riskesdas tidak
membedakan wilayah-wilayah yang menerapkan kebijakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh tingkatan sosial ekonomi masyarakat di wilayahnya.
Tabel 2.10.4 Persentase RT penerima pelayanan gratis berdasarkan kuintil
Kuintil Indeks Kepemilikan Pelayanan Gratis
Ya Tidak
Terbawah 37,1
62,9 Menengah Bawah
32,3 67,7
Menengah 26,7
73,3 Menengah Atas
20,1 80,0
Teratas 14,3
85,7 Program Beras Untuk Keluarga Miskin Raskin merupakan subsidi pangan yang diperuntukkan
bagi keluarga miskin sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin. Tujuan program beras miskin adalah untuk
mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran RTS melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi dan
protein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan membuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan.
Persentase rumah tangga mendapatkan beras miskin Raskin berdasarkan kuintil dapat dilihat pada tabel 2.10.5 Secara nasional, tampak semakin rendah tingkat kekayaan rumah tangga
semakin banyak rumah tangga penerima beras miskin.
31
Tabel 2.10.5 Persentase Rumah Tangga Mendapat Beras Miskin Raskin
Berdasarkan Kuintil Kuintil indeks kepemilikan
Rumah tangga yang mendapat Raskin Ya
Tidak Terbawah
80,3 19,7
Menengah Bawah 75,5
24,5 Menengah
62,9 37,1
Menengah Atas 41,9
58,1 Teratas
19,5 80,5
32
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN