akan mendorong untuk membuka peluang-peluang lainnya, selain itu juga akan menarik kelebihan tenaga kerja dari wilayah pedesaan sekitarnya.
2.3.2. Pola Integrasi Fungsional Functional Integration
Dalam pola intergrasi fungsional, daerah dianggap sebagai suatu jaringan yang relatif teratur terdiri dari kawasan-kawasan, misalnya kawasan pertanian yang
berkelompok mengelilingi desa-desa, desa-desa berkelompok mengelilingi kota-kota pemasaran, kota-kota pemasaran berkelompok mengelilingi kota-kota madya dan
kota-kota madya berkelompok mengelilingi ibukota daerah. Daerah-daerah bawahan secara relatif mempunyai kekhususannya tersendiri dan efisiensi kedaerahan berarti
disatu padukannya keuntungan-keuntungan absolute dan komparatif yang ada dengan suatu cara yang akan memaksimalkan kesejahteraan daerah tersebut secara
keseluruhan. Pembangunan terutama didasarkan atas produksi guna pertukaran ekonomi,
tetapi manfaat-manfaat pembangunan dipandang khususnya disebarkan melalui kaitan-kaitan dalam berproduksi untuk kegunaan ekonomi, yaitu produksi yang
secara langsung akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan daerah. Investasi-investasi dalam pertanian, prasarana dan usaha-usaha diperhitungkan secara hati-hati untuk
disebarkan ke seluruh daerah sedemikian rupa, sehingga hal itu akan mengeksploitasi, menciptakan dan meningkatkan efisiensi kaitan antar daerah.
2.3.3. Desentralisasi Integrasi Wilayah Desentralized Territorial Integration
Dalam pola integrasi wilayah yang terdesentralisasi, daerah dianggap terdiri dari suatu kumpulan daerah bawahan yang tidak berhubungan begitu erat satu dengan
Universitas Sumatera Utara
yang lain, masing-masing dengan struktur kependudukan yang khas. Hal yang dititik beratkan adalah bagaimana ekonomi dimanfaatkan di masing-masing daerah bawahan
dan daerah itu sendiri, di mana pembangunan cenderung diukur dalam keswasembadaan yang relatif dari pada jumlah produksi perdagangan.
Pertama-tama daerah tersebut dan daerah-daerah bawahannya disemangatkan dalam produksi berskala kecil untuk pemasaran setempat, yang hanya memiliki
pertalian tertentu melalui hirarki kependudukan daerah dan nasional. Investasi untuk pembangunan ditentukan oleh penduduk dari kota dan desa yang ada di daerah
tersebut. Perencanaan daerahnya didesentralisasikan dan masukan-masukan popular dan teknis dipadukan, bersifat menyatukan. Artinya, sasaran-sasaran daerah tercapai
dengan disatukannya sasaran-sasaran daerah bawahan. 2.4.
Aspek Ekonomi Sumber Daya Tanah dalam Pembangunan Perumahan
Sumber daya tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting, karena ketersediaan tanah yang terbatas dan relatif tetap, namun pada sisi lain permintaan
akan tanah terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan aktivitas pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sebagainya,
sehingga menyebabkan tanah menjadi langka dan bernilai ekonomi tinggi. Keadaan ini tidak terlepas dari kenyataannya, menurut Sandy Raharjo,1999 menyatakan
bahwa tanah muka bumi adalah tempat pelaksanaan semua kegiatan manusia sekaligus pula menjadi tempat pembatasnya, tanah tidak memberikan kemakmuran,
yang dapat memberikan kemakmuran adalah sesuatu yang dibangun di atas tanah
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Dengan kata lain, nilai ekonomi tanah tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai jenis penggunaannya.
Klasifikasi penggunaan tanah menurut International Geographical Union IGU Silalahi,1982, antara lain adalah: 1. Perkampungan dan penggarapan lainnya,
yang tidak berhubungan dengan bidang-bidang agrarian pertanian; 2. Kebun Horticultura, sayur-sayuran dan buah-buahan kecil; 3. Perkebunan dan tanaman
besar lainnya; 4. Tanah pertanian; 5. Perumputan yang dipelihara; 6. Perumputan yang tidak dipelihara; 7. Hutan; 8. Tanah rawa dan bencah; 9. Tanah tandus.
Sedangkan Barlowe 1972 mengklasifikasikan penggunaan sumber daya tanah antara lain adalah: 1. Tanah untuk pemukiman residential lands; 2. Tanah
untuk perdagangan, jasa dan industri commercial and industrial sites; 3. Tanah untuk pertanian tanaman panganbercocok tanam croplands; 4. Tanah untuk
perkebunan dan pengembalaan pasture and grazing lands; 5. Tanah untuk kehutanan forest land; 6. Tanah untuk pertambangan mineral lands; 7. Tanah
untuk rekreasi recreation lands; 8. Tanah cadangan untuk keperluan tertentu sevice area; 9. Tanah tandus dan padang pasir bareen and waste.
Klasifikasi penggunaan tanah di atas pada dasarnya tidak mutlak karena dalam praktek sering terjadi penggunaan yang tumpang tindih overlapped, seperti
kelompok tanah untuk pertanian tanaman pangan, tanah untuk perkebunan dan pengembalaan dan tanah untuk kehutanan yang juga sering dikategorikan sebagai
penggunaan untuk pertanian agricultural uses dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Konsepsi kapasitas penggunaan tanah land use capacity berupaya mengkaitkan antara kemampuan tanah dengan kemampuan relatif sebidang tanah
untuk menghasilkan nilai lebih atau kepuasan atas biaya-biaya yang dikeluarkan di dalam penggunaan tanah tersebut. Kapasitas penggunaan tanah ini sangat dipengaruhi
oleh faktor kualitas tanah dan factor aksesibilitas. Faktor kualitas meliputi kemampuan relatif sumber daya tanah untuk menghasilkan produk tertentu atau
kepuasan tertentu. Sedangkan factor aksesibilitas meliputi lokasi sumber daya, posisinya terhadap pasar dan fasilitas transportasi, dalam hal ini pertimbangannya
berkaitan dengan biaya, waktu dan jarak. Berdasarkan faktor-faktor di atas, pada prinsipnya sumber daya tanah
mempunyai beberapa alternatif penggunaan. Pada umumnya para pemilik sumber daya tersebut akan menggunakan tanahnya pada kemungkinan terbaik yang
memberikan pendapatan atau kepuasan yang tertinggi. Berkaitan dengan ini, pandangan aspek ekonomi sumber daya tanah yang sering menjadi pembahasan
antara lain adalah: 1. Sewa sumber daya tanah land rent, 2. Lokasi sumber daya tanah land location, 3. Pajak sumber daya tanah land tax Syihab, 1993.
Pengertian mengenai sewa tanah land rent muncul seiring dengan semakin mendesaknya kebutuhan akan tanah dari waktu ke waktu. Mereka yang tidak
mempunyai tanah biasanya berusaha menguasaimemiliki tanah untuk berbagai keperluannya, yang antara lain melalui dengan membeli, menyewa atau
mengkontraknya. Teori ekonomi klasik mengenai sewa tanah pertama kali diperkenalkan oleh Ricardo pada tahun 1911 yang dikenal dengan Ricardo Rent.
Universitas Sumatera Utara
Sewa tanah menurut Ricardo akan berbeda-beda atau bervariasi gradient yang disebabkan oleh adanya tingkat kesuburan tanah yang sangat beragam heterogenitas
tanah. Orang cenderung akan mengusahakan tanah yang subur terlebih dahulu dan setelah yang subur digunakan semuanya, maka kemudian orang mulai memanfaatkan
tanah yang kurang subur dan seterusnya hingga pada tanah yang tidak subur tanah marginal. Perbedaan antara hasil produksi tanah yang subur dengan tanah-tanah yang
kurang subur tersebut adalah sewanya rent. Hal inilah yang diterima pemilik tanah yang subur. Namun dalam teori ini faktor aksesibilitas lokasi tidak terlihat Koestoer,
1997. Artinya, dampak biaya transportasi seiring dengan jarak lokasi terhadap sewa tersebut belum diperhitungkan.
Berbeda dengan teori sewa tanah Ricardo, teori sewa tanah pertanian yang diperkenalkan oleh Von Thunen pada tahun 1826 telah mempertimbangkan faktor
aksesibilitas, yaitu melihat hubungan antara lokasi yang berbeda dengan pola penggunaan tanah pertanian perdesaan secara sederhana Syihab, 1993 dan
Koestoer, 1997. Pada prinsipnya Von Thunen membagi penggunaan tanah ke dalam beberapa penggunaan, mulai dari daerah dekat yang subur sampai daerah di luar yang
tandus. Dengan model concentric ring, lokasi tanah tanaman dengan produktivitas tertinggi akan menempati tempat yang paling dekat dengan pusat kota. Artinya,
distribusi pola penggunaan tanah akan sangat dipengaruhi faktor transportasi dan biaya produksinya.
Berdasarkan persebaran penggunaan tanah di atas akan tercipta tingkatan- tingkatan sewa lokasi location rent atau manfaat ekonomi economic utility, karena
Universitas Sumatera Utara
nilai jual hasil produksi tertentu di pasar meningkat seiring dengan peningkatan biaya transportasi, sewa lokasi dan penurunan jarak. Hal ini berarti bahwa semakin ke pusat
kota maka sewa tanahlokasi semakin tinggi yang disebabkan penurunan biaya transportasi dan sebaliknya semakin jauh dari pusat kota maka sewa tanahlokasi
semakin rendah karena adanya kenaikan biaya transportasi yang harus ditanggung oleh petani.
Teori ekonomi neo-klasik yang diperkenalkan Alonso pada tahun 1964 banyak diilhami ole ide-ide Von Thunen. Meskipun terdapat sedikit perbedaan
dengan model Von Thunen, yakni selain menekankan masalah daerah pedesaan, namun juga berkaitan dengan wilayah perkotaan Koestoer, 1997. Model Alonso
menekankan bahwa penggunaan tanah pertanian di pedesaan sama dengan penggunaan tanah di perkotaan. Artinya, suatu tanah mempunyai sewa tertentu jika
pemakainya rela membayar sejumlah tertentu untuk suatu lokai tertentu, sehingga penggunaan tanah di perkotaan berhubungan dengan perbedaan sewa tanah yang
dimililkinya. Dalam menjelaskan konsepnya, Alonso memperkenalkan kurva penawaran
sewa bid rent curve. Bid rent curve BRC untuk perkotaan diperkenalkan tiga jenis penggunaan tanah, yaitu 1 retailing, 2 industrial, 3 residential. BRC retailing
mempunyai kurva paling curam, yang disebabkan akan kebutuhannya terhadap aksesibilitas tertinggi. BRC industrial mempunyai kurva lebih landai dibandingkan
retailing, yang dikarenakan kebutuhannya terhadap aksesibilitas tidak sebesar pada retailing. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa sewa tanah akan menurun dengan
Universitas Sumatera Utara
meningkatnya jarak dari titik lokasi tertentu yang mempunyai aksesibilitas maksimal ke pusat kota, hal ini dikompensasikan oleh peningkatan biaya transportasi. Lokasi
yang berdekatan dengan pusat kota memiliki aktivitas dengan intensitas-intensitas yang padat, dan intensitas kegiatan tersebut semakin menurun dengan semakin
dekatnya lokasi tersebut terhadap pinggiran kota. Sejalan dengan konsep di atas tersebut, menurut pengamatan Alonso bahwa
perumahan di kota besar cenderung disusun dalam bentuk lingkaran-lingkaran zones. Oleh karena adanya perubahan teknologi yang di bidang transportasi dan komunikasi,
serta peningkatan standar hidup penduduk yang semula tinggal di dekat pusat kota yang padat dan kumuh, telah mendorong terjadinya perpindahan penduduk ke luar
kota Yunus, 1999. Penduduk dengan tingkat pendapatan tinggi akan memilih tempat tinggal jauh dari pusat kota dan sebaliknya yang berpendapatan lebih rendah
akan mencari tempat tinggal yang lebih dekat dengan pusat kota. Fenomena ini menunjukkan bahwa bagi penduduk yang berpendapatan tinggi mempunyai elastisitas
yang lebih tinggi terhadap permintaan perumahan baru dengan luas tanah yang lebih besar dalam struktur ruang modern.
Kecenderungan di atas oleh para pengusaha pengembang juga dimanfaatkan dalam mengantisipasi kebutuhan perumahan penduduk yang berpendapatan tinggi
tersebut. Lokasi yang jauh dari pusat pinggiran perkotaan dengan harga tanah yang relatif lebih murah, sehingga memungkinkan para pengembang tersebut membeli
tanah yang lebih luas. Dengan kata lain, bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, maka diharapkan akan meningkatkan pula
Universitas Sumatera Utara
permintaan terhadap perumahan masyarakat. Namun hal tersebut tentu akan semakin mendesak keberadaan tanah-tanah pertanian dan masyarakat petani yang berada di
pinggiran perkotaan. Persoalan yang sangat penting dalam hal ini adalah bagaimana caranya pemerintah Pemda membuat suatu kebijakan yang mengatur dan
mengendalikan keseimbangan antara kebutuhan tanah pembangunan perumahan masyarakat tersebut seiring dengan perkembangan penduduknya, sehingga konflik
yang ditimbulkan dari kebijakan pembangunan itu dapat ditekan seminimal mungkin.
2.5. Pembangunan Perumahan dan Lingkungan