BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Keseimbangan lintasan perakitan berhubungan erat dengan produksi massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusat-
pusat kerja, yang untuk selanjutnya disebut dengan work center. Waktu yang diizinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan ditentukan oleh kecepatan
perakitan. Seluruh work center sedapat mungkin harus memiliki waktu siklus yang sama. Bila suatu work center memiliki waktu dibawah waktu siklus
idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu menganggur, sedangkan bila work center memiliki waktu diatas waktu siklus idealnya, maka stasiun tersebut
tidak mampu mencapai target produksi. Pengaturan dan perencanaan elemen kerja yang tidak tepat mengakibatkan setiap work center di lintasan perakitan
mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Akibat selanjutnya adalah terjadi penumpukan material diantara work center dan kecepatan produksi diantara work
center yang tidak berimbang. Hal seperti inilah yang harus mempertimbangkan keseimbangan dari lintasan perakitan atau yang sering disebut dengan Line
Balancing. Line Balancing
adalah upaya untuk meminimumkan ketidakseimbangan di antara mesin-mesin atau personil untuk mendapatkan waktu
yang sama di setiap work center sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan dan meminimisasi waktu menganggur ditiap work center, sehingga
dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap work center.
Salah satu perusahaan elektronik yang berlokasi di Jakarta memiliki tujuh business unit departemen yaitu Audio, Electric Fan, Water Pump, Refrigerator,
Loundry System, Production Engineering Center dan Air Conditioner. Produk yang dihasilkan memiliki kualitas ekspor dengan standar yang telah ditentukan
yaitu standar ISO dan standar pengujian di bagian Quality Assurance. Perusahaan ini bersifat make to order dengan pemesanan produk yang senantiasa ada disetiap
periodenya. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan pihak
perusahaan, proses produksi yang terjadi pada lintasan perakitan Radio Model R di bagian Final Assembly dari Audio Business Unit belum terlaksana secara
optimal. Hal ini terlihat dengan adanya operator yang memiliki perkerjaan yang sedikit dan mampu diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan
dengan operator lainnya yang memiliki pekerjaan yang lebih banyak dan memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga akan terjadi penumpukan material
pada operator yang memiliki waktu pekerjaan yang lebih lama. Penumpukan sering terjadi di work center III, work center V, work center VII dan work center
X. Semua work center memiliki waktu stasiun kerja yang tidak berimbang dan beberapa work center memiliki waktu di bawah waktu siklus idealnya, sehingga
waktu menganggur dari setiap work center cukup tinggi serta terdapat work center yang memiliki waktu proses melebihi waktu siklus idealnya yaitu work center I
dan III sehingga target produksi tidak tercapai. Selain itu, terdapat beberapa kegiatan yang diangap non value added yang tentunya kegiatan ini akan
meningkatkan waktu proses produksi. Misalnya, kegiatan mengambil front
cabinet dari box. Pada saat kegiatan tersebut, operator mengalami kesulitan karena harus melakukan kegiatan pencarian search, hal ini dikarenakan miramat
pembungkus bekas front cabinet diletakkan kembali kedalam box tersebut. Kondisi-kondisi tersebut mengakibatkan tingginya waktu proses dan adanya
penambahan jam kerja lembur overtime yang dilakukan oleh pihak perusahaan guna mencapai target produksi yang telah ditetapkan untuk memenuhi permintaan
konsumen. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Teguh Baroto terhadap
masalah line balancing yaitu “Simulasi Perbandingan Algoritma Region Approach, Positional Weight, dan Moodie Young dalam Efisiensi dan
Keseimbangan Lini Produksi” menyimpulkan bahwa dengan Algoritma Region Approach dimana kriteria precedence diagram yang dimulai tidak dari satu
operasi atau memiliki banyak operasi independen yang
selanjutnya bercabang menjadi dua atau lebih maka akan meningkatkan efisiensi lintasan yang lebih baik.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan suatu cara untuk menyeimbangkan lintasan perakitan dengan memperhatikan non value added
activity pada setiap elemen kerja yang dilakukan oleh operator.
1.2. Rumusan Permasalahan