BAB II SISTEM PERPAJAKAN DALAM DUNIA USAHA MENURUT HUKUM
POSITIF DI INDONESIA
A. Definisi Pajak
Hukum pajak, yang juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang
mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan- badan hukum yang berkewajiban membayar pajak, yang kemudian disebut
sebagai wajib pajak.
21
Tugas hukum pajak ini adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak,
merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan- peraturan hukum ini; bahwa penting sekali untuk tidak mengabaikan latar
belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat tersebut.
22
Hukum pajak mengatur mengenai kewenangan pemerintah untuk memungut pajak dari masyarakat, sehingga pengertian pajak itu menjadi tidak
jelas. Menurut Adriani, pajak itu adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk,
21
R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm.1.
22
Ibid.
18
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
23
Pengertian tersebut menyatakan bahwa bahwa pajak sebagai pengertian yang dianggapnya sebagai suatu species dalam genus pungutan, yang berarti
bahwa pungutan bermakna lebih luas dibanding pajak. Dalam definisi ini lebih ditekankan pada fungsi budgetair dari pajak, sedangkan pajak sendiri juga
mempunyai satu fungsi lagi, yaitu fungsi mengatur regulerend.
24
Rochmat Soemitro mengemukakan pengertian pajak dalam bukunya “Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan” adalah sebagai berikut:
25
Definisi ini kemudian dipertahankan dan disimpulkan kembali dalam bukunya yang berjudul “Pajak dan Pembangunan”, definisi tersebut berupa:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat jasa imbal kontraprestasi,
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
26
Definisi tersebut kurang lengkap, bahkan seperti halnya pula dengan Adriani, yang kemudian di dalam bukunya termaksud mengupas panjang lebar
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.”
23
Ibid., hlm.2.
24
Ibid.
25
Erly Suandy, Op.Cit., hlm.10.
26
Rochmat Soemitro, Pajak dan Pembangunan Jakarta: Eresco, 1974, hlm.8..
tentang fungsi mengatur. Padahal, communis opinion doctorum menyatakan bahwa sebaik-baiknya suatu definisi adalah bila ia memuat semua ciri yang
melekat pada pengertian yang akan dibuatkan pembatasannya; setidak-tidaknya definisi tersebut sudah mendekati kesempurnaan.
27
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran
bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk
kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan
kebutuhan masyarakat. Definisi pajak menurut UU
KUP pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
28
Pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan
timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang
pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus
berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik
27
R.Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm.6.
28
Pajak, http:id.wikipedia.orgwikiPajak diakses pada tanggal 11 Maret 2015.
bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
29
Hasil kajian dari pengertian diatas, penerimaan pajak merupakan pemasukan dana yang paling potensial bagi negara, karena besarnya pajak seiring
dengan laju pertumbuhan penduduk, perekonomian, dan stabilitas politik. Sedangkan penerimaan di luar pajak adalah seperti dari sektor migas.
30
Ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi itu adalah:
31
1. Pajak peralihan kekayaan dari orangbadan ke pemerintah.
2. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan. 3.
Dalam pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. 5.
Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai
investasi publik. 6.
Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
29
Ibid.
30
Rimsky K. Judisseno, Pajak Strategi Bisnis Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm.4.
31
Erly Suandy, Op.Cit., hlm.11.
B. Asas-Asas Pemungutan Pajak