BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki fungsi penghimpunan dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian disalurkan kembali
kepada masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding
. Sementara kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat oleh bank disebut dengan kegiatan financing atau lending. Dalam menjalankan dua aktifitas
besar tersebut, bank syariah harus menjalankan sesuai dengan kaidah-kaidah perbankan yang berlaku.
Utamanya adalah kaidah transaksi dalam pengumpulan dan penyaluran dana menurut islam. Namun bagi bank syariah, disamping harus memenuhi ketentuan
kaidah islam, juga mengikuti kaidah hukum perbankan yang berlaku dan telah diatur oleh bank sentral.
1
Ada beberapa prinsip yang digunakan bank syariah dalam mobilisasi yaitu dengan menggunakan prinsip sayembara, titipan, kerjasama bagi hasil. Adapun
akad yang sesuai dengan prinsip sayembara ialah Ju’alah, ju’alah adalah jenis akad atas manfaat sesuatu yang diduga kuat akan diperolehnya, misalnya,
memenangkan suatu kompetisi tertentu. Ju’alah artinya janji hadiah atau upah.
1
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonisia kampus Fak Ekonomi UII, h.41
1
Pengertian secara etimologi berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan
tertentu. Secara terminologi fiqih berarti “suatu Iltiz m tanggung jawab dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap orang
yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan”.
Madzhab Maliki mendefinisikan Ju’alah: “Suatu upah yang dijanjikan sebagai imbalan atas suatu jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan oleh
seseorang”. Madzhab Syafi’i mendefinisikannya: “Seseorang yang menjanjikan suatu upah kepada orang
yang mampu
memberikan jasa tertentu
kepadanya”. Dasar hukum jua’lah menurut Madzhab Maliki, Syaf’i dan Hanbali berpendapat, bahwa Ju’alah boleh dilakukan. dengan alasan firman Allah SWT
dalam surat Yusuf ayat 72:
2
+,
-
Artinya Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya.
2
M.Ali Hasan, Bagaimana Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h. 267-268
Sedangkan akad yang sesuai dengan prinsip titipan adalah Wadi’ah, secara etimologi, kata al-wadi’ah berarti menempatkan sesuatu yang bukan pada
pemiliknya untuk dipelihara.
3
Sedangkan akad yang sesuai dengan prinsip kerjasama bagi hasil adalah Mudh rabah, yaitu salah satu bentuk kerjasama
antara pemilik modal dengan seseorang yang pakar dalam berbisnis. Akad mudh rabah
dibolehkan dalam islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang.
4
Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian Nasional demi menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan
ekonomi nasional. Stabilitas perbankan ini sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana yang pernah terjadi pada saat
krisis moneter dan perbankan di Indonesia 1997. Krisis Moneter yang terjadi pada akhir Juli 1997 menimbulkan dampak
hebat terhadap seluruh sektor perekonomian, jatuhnya nilai rupiah langsung meravaluasi seluruh valuta asing perbankan baik asset maupun kewajibannya.
Akibatnya ketika banyak nasabah yang melakukan penarikan tiba-tiba terhadap
3
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, cet 1 2000 h. 244
4
Ibid, h. 175
simpanan valuta asing perbankan tidak memiliki cadangan likuiditas yang cukup untuk memenuhinya.
5
Likuditas bank biasanya disebut alat likuid atau reserve requirtment atau simpanan uang di Bank Indonesia dalam bentuk giro dalam jumlah yang
ditentukan, disebut Giro Wajib Minimum GWM. Dengan demikian, suatu bank syariah dikatakan likuid apabila:
6
1. Dapat memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2. dapat memelihara Giro di Bank Koresponden. Giro di Bank Koresponden adalah rekening yang dipelihara di Bank Koresponden yang besarnya
ditetapkan berdasarkan saldo minimum. 3. dapat memelihara sejumlah kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan
uang tunai.
Selanjutnya bank yang berfungsi sebagai lembaga penghimpun dan penyalur pengguna dana ini dalam aktifitasnya sangat besar dapat mengalami
kekurangan ataupun kelebihan likuiditas. Kekurangan likuiditas ini dapat disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana,
5
Muhammad, dkk, Bank Syariah; Analisis, Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancama, Yogyakarta: Ekonisia, 2004, cet ke 3, h. 69-70
6
Imam Rusyamsi, Asset Liability Management, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999, h. 39
sedangkan kelebihan likuiditas dapat terjadi karena dana yeng terhimpun belum disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Untuk mengatasi hal tersebut dan untuk mengendalikan uang yang beredar, Bank Indonesia mengelurakan kebijakan moneter dengan melakukan Oprasi Pasar
Terbuka OPT berdasarkan prinsip syariah, dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia mulai diberlakukan
pada ketentuan BI Nomor 29PBI2000, dan sampai bulan Juni 2006 posisi SWBI mencapai Rp. 1,188 triliun. SWBI juga dapat menjadi sarana penitipan
dana jangka pendek oleh bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Sedangkan dalam upaya meningkatkan efisiensi pengelolaan dana secara syariah, Bank
Indonesia membentuk Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah PUAS sebagai suatu kegiatan jangka pendek dalam rupiah berdasarkan prinsip
mudh rabah. Sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN MUI Nomor. 36DSN-MUIx
2002, tentang SWBI disebutkan bahwa SWBI dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi likuiditasnya. Dengan kata lain, pada saat dimana bank
syariah memeliki kesulitan dalam menyalurkan dana-dananya sehingga menyebabkan over liquidity, maka bank syariah dapat menanamkan dana tersebut
dalam instrument moneter yang diterbitkan oleh Bank Indonesia BI seperti SWBI dan PUAS.
7
Posisi SWBI yang ada di Bank Indonesia mengalami peningkatan pada bulan Januari 2003 sampai Januari 2004 hingga mencapai Rp. 2 Triliun.
Kemudian posisi terus menurun sampai bulan November 2004 dengan posisi terendah sebesar Rp. 309 Milyar, pada bulan Juli 2004 posisi SWBI berfluktuasi
pada Desember 2004 sampai November 2005, kemudian berada diposisi tertinggi sebesar Rp. 2.395 Triliun pada Desember 2005.
Faktor yang diperkirakan mendukung peningkatan posisi SWBI adalah perbankan syariah membutuhkan alokasi pada kelebihan likuiditas yang dialami,
sementara pada saat yang sama terjadi beberapa penyebab yang membuat perbankan syariah tidak menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan kepada
sektor riil, diantaranya faktor risiko. Hal ini juga diperkirakan berarti bahwa penempatan dana pada SWBI cukup menarik perbankan syariah pada saat terjadi
kelebihan likuiditas, oleh karena itu diduga penempatan dana pada SWBI mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah, begitu juga dengan PUAS dimana
tingkat PUAS diduga cukup menarik pihak perbankan syariah untuk menempatkan dananya, sehingga diduga bahwa tingkat bonus PUAS
mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan nasabah kepada sektor
perbankan yang selama ini diakui sebagai lembaga perantara antara pemilik modal dan pengguna modal.
7
Bank Indonesia, peratuaran BI tentang SWBI, peraturan Bi No. 6 7 PBI 2004 Tanggal 16 Februari 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 20 DPM. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 4386 DPM. Pasal 1 dan pasal 13
Kini, Bank syariah memiliki alternatif tambahan dalam pengelolaan dana investasinya. Bank Indonesia BI telah menerbitkan instrumen moneter berbasis
syariah yang bernama Sertifikat Bank Indonesia syariah SBIS. Instrumen khusus untuk perbankan syariah ini menggantikan Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia SWBI yang selama ini berlaku sebagaimana Peraturan Bank Indonesia No. 1011PBI2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang
telah diterbitkan. Penerbitan instrumen investasi syariah yang kompetitif untuk menyerap
akses likuiditas perbankan syariah. Instrumen ini bisa diterbitkan oleh Bank Indonesia, pemerintah, maupun pihak swasta. Terbitnya SBIS dan Surat Berharga
Syariah Negara SBSN merupakan instrumen investasi yang diperlukan untuk memacu perkembangan perbankan syariah. Instrumen Sertifikat Wadiah bank
Indonesia SWBI dengan tingkat return yang relatif menyebabkan perbankan syariah tidak memiliki banyak pilihan instrumen investasi yang kompetitif ketika
terjadi ekses likuiditas, sehingga ekspansi penghimpunan dana menjadi tertahan. Keberadaan SBI Syariah dengan tingkat return yang setara atau mendekati tingkat
bunga SBI konvesional akan menjadi pilihan instrumen investasi yang menarik ketika masih diperlukannya waktu analisis sebelum penyaluran pembiayaan yang
prudent dan berkualitas.
8
8
http:www.bi.go.id200 diakses pada tanggal 05 Juli 2008
Sebagaimana instrument moneter syariah yang sudah ditetapkan peraturannya oleh Bank Sentral, penulis berkeinginan menggambarkan
bagaimana aplikasi instrumen ini dalam prakteknya, perkembangannya dan pengaruhnya terhadap Financing To Deposit Ratio FDR Perbankan Syariah.
Maka bertolak dari hal itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hal tersebut, dan penulis mencoba menuangkannya dalam sebuah
skripsi yang berjudul:
“Pengaruh Penempatan Dana Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS dan Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah PUAS terhadap
Financing to Deposit Ratio FDR Perbankan Syariah”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah