molekul dibebaskan pada permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya Syukri, 2002.
Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan adanya suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok molekul. Oleh sebab itu
dapat terjadi persaingan beberapa molekul yang berafinitas tinggi dapat menghambat kompetisi transpor dari molekul yang berafinitas lebih rendah.
Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor ini memerlukan energi yang diperoleh
dari hidrolisa adenosin trifosfat ATP dibawah pengaruh suatu ATP-ase Syukri, 2002.
Gambar 7. Transpor trans membran transpor aktif Joenoes, 2002
d. Difusi sederhana dipermudah = fasilitas
Difusi sederhana merupakan cara pelintasan membran yang memerlukan suatu pembawa dengan karakteristik tertentu kejenuhan, spesifik dan kompetitif.
Pembawa tersebut bertanggungjawab terhadap transpor aktif, tetapi di sini perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan tanpa pembebasan energi
Syukri, 2002.
Gambar 8. Transpor trans membran transpor yang dipermudah Joenoes, 2002
e. Pinositosis
Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh molekul- molekul besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut. Perlintasan terjadi
dengan pembentukan vesikula bintil yang melewati membran Syukri, 2002.
Gambar 9. Transpor trans membran pinositosis Joenoes, 2002
f. Transpor oleh pasangan ion Transpor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan membran dari
suatu senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH fisiologik. Perlintasan terjadi dengan pembentukan kompleks yang netral pasangan ion dengan
senyawa endogen seperti musin, dengan demikian memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut melalui membran Syukri, 2002.
Gambar 10. Transpor trans membran transpor pasangan ion Joenoes, 2002
2.3 Permeabilitas
Suatu senyawa obat untuk dapat memberikan aktivitas harus mampu menembus membran biologis dan mencapai jaringan target dalam jumlah yang
cukup untuk menimbulkan aktivitas. Parameter sifat fisika kimia yang paling berperan dalam proses ditribusi tersebut adalah parameter lipofilik Siswandono
dan Soekardjo, 2000. Membran-membran biologis dengan sifat lipoid, biasanya lebih permeabel
terhadap zat-zat yang larut dalam lemak. Oleh karena itu pengangkutan melewati membran-membran ini sebagian tergantung pada kelarutan lemak dari jenis zat
yang mendifusi. Kelarutan dalam lemak dari suatu obat ditentukan oleh adanya gugus-gugus nonpolar dalam struktur molekul obat tersebut, sebagaimana gugus-
gugus yang dapat terion dipengaruhi oleh pH setempat Lachman, dkk, 1989. Sering dikatakan bahwa molekul yang terionisasi tidak menembus
membran, kecuali untuk ion dengan diameter kecil. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena terdapatnya membran karier untuk beberapa ion, yang mana efektif
akan melindungi atau menetralisasi muatan bentuk pasangan ion. Ketika obat merupakan suatu asam atau basa lemah, dalam bentuk tak terionisasi, dengan
memiliki koefisien partisi melewati membran biologis lebih cepat daripada bentuk
terionisasi, bahwa hanya bentuk tidak terionisasi yang dikaitkan dengan penembusan membran Gennaro, 2001.
Koefisien partisi dari obat tergantung pada polaritas dan ukuran dari molekul. Obat dengan momen dipol yang tinggi, walaupun tidak terionisasi,
mempunyai kelarutan dalam lemak rendah, dan oleh karena itu sedikit terpenetrasi. Ionisasi bukan saja mengurangi kelarutan dalam lemak sangat besar
tetapi juga menghalangi perlintasan melewati membran yang bermuatan Gennaro, 2001. Umumnya koefisien partisi lemakair dari suatu molekul
merupakan indeks yang berguna dalam kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif Lachman, dkk, 1989.
Koefisien partisi minyakair merupakan ukuran sifat lipofilik suatu molekul, ini merupakan rujukan untuk sifat fase hidrofilik atau lipofilik. Koefisien
partisi harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien partisi P menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam
pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air Ansel, 1989. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans
membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat
rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif Aiache, dkk, 1993.
Suatu senyawa yang dapat larut dalam dua pelarut yang tidak saling campur maka senyawa akan terdistribusi ke dalam fase polar misal: air dan fase
non polar misal: oktanol, kloroform, karbontetraklorida. Setelah tercapai kesetimbangan ternyata kadar senyawa dalam kedua pelarut tersebut selalu tetap
pada suhu yang tetap sehingga dapat ditentukan nilai koefisien partisinya Siswandono dan Soekardjo, 2000. Menurut Nernst, koefisien partisi dapat
disederhanakan sesuai dengan persamaan: P = CoCw atau
Log P = log Co – log Cw Co adalah kadar molal dalam fase non-air dan Cw kadar molal dalam air, setelah
mengalami kesetimbangan partisi Sardjoko, 1993. Nilai P seringkali dinyatakan dengan nilai log P. Sebagai contoh nilai log
P 1 setara dengan nilai P 10. Nilai P = 10 merupakan nilai P untuk senyawa tertentu yang mengalami partisi ke dalam pelarut organik dalam jumlah yang
sama. P = 10 berarti bahwa 10 bagian senyawa berada dalam lapisan organik dan 1 bagian berada dalam lapisan air Rohman, 2007.
2.4 Membran Sel