digerakkan bebas pada mesenteriumnya dan merupakan dua-perlima bagian proksimal usus halus, sedangkan ileum merupakan sisa tiga-perlimanya. Kelokan-
kelokan jejunum menempati bagian pusat abdomen, sedangkan ileum menempati bagian bawah rongga. Terdapat perbedaan kecil dalam histologi mukosa ketiga
segmen usus halus itu, namun batas di antara ketiganya tidak jelas. Dinding usus halus terdiri atas empat lapis konsentris: mukosa, submukosa, muskularis, dan
serosa Fawcett, 1994. Mukosa terdiri dari empat lapisan: permukaan lapisan tunggal, membran basal, lamina propia dan lamina muskularis mukosa Deferme,
et al, 2008. Mukosa usus halus, kecuali yang terletak pada bagian atas duodenum berbentuk lipatan-lipatan atau disebut juga valvula conniventes. Lipatan-lipatan
inilah yang berfungsi sebagai permukaan penyerapan dan penuh dengan villi yang tingginya 0,75-1 mm dan selalu bergerak. Adanya vili ini lebih memperluas
permukaan mukosa penyerapan hingga 40-50 m
2
Aiache,dkk,1993. Bahan obat dari lambung masuk ke duodenum; fungsi utama duodenum
dan bagian pertama jejunum adalah untuk sekresi, sedangkan fungsi bagian kedua dari jejunum dan ileum ialah untuk absorpsi. pH usus halus meningkat dari
duodenum 4-6, jejunum 6-7, ileum 7-8. pH dalam usus halus berperan besar dalam hal absorpsi obat, sebagai akibat disolusi dari berbagai bentuk sediaannya.
Pada pH yang berbeda-beda absorpsi optimal suatu obat tergantung juga pada pKa obat Joenoes, 2002.
2.6 Spektrofotometri Ultraviolet-visibel
Spektrofotometer UV-vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan
elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV- vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam
larutan. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm
sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm Dachriyanus, 2004.
Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung pada panjang gelombang cahaya yang diserap. Sinar ultraviolet dan sinar tampak akan menyebabkan elektron tereksitasi
ke orbital yang lebih tingi. Sistem yang bertanggung jawab terhadap absorpsi cahaya disebut dengan kromofor Dachriyanus, 2004. Kromofor merupakan
semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak Rohman, 2007.
Hukum Lambert-Beer Beer’s law adalah hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis
dengan: A = ε. b. C
A = absorban serapan ε = koefisien ekstingsi molar M
-1
cm
-1
b = tebal kuvet cm C = konsentrasi M
10. ε
massa molar Pada beberapa buku ditulis juga:
A = E. b. C E = koefisien ekstingsi spesifik ml g
-1
cm
-1
b = tebal kuvet cm C = konsentrasi gram100 ml
Hubungan antara E dan ε adalah: E =
Pada percobaan, yang terukur adalah transmitan T, yang didefinisikan sebagai berikut:
T = IIo I = intensitas cahaya setelah melewati sampel
Io = intensitas cahaya awal Hubungan antara A dan T adalah
A = -log T = -log IIo Dachriyanus, 2004
Jika absorbansi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing
larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A = abc. Grafik ini disebut dengan plot hukum Lambert-
Beer dan jika garis yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang
diamati Rohman, 2007.
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian penetapan log P dan penentuan laju absorpsi pada usus halus yang dihomogenkan di
laboratorium dengan metode Rancangan Acak Lengkap.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah flask shaker Edmund Bühler, corong pisah, homogenizer mixer modifikasi, sentrifuge, vortex mixer Health,
spektrofotometer ultraviolet Shimadzu, neraca analitis Vibra AJ, stopwatch, politube, mikropipet, pH meter Hanna, buret, erlenmeyer, maat pipet, gelas ukur,
labu tentukur, statif, klem, corong, satu set alat bedah, dan alat-alat lain yang dibutuhkan.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah Asam Mefenamat baku, Ibuprofen baku, Ketoprofen baku, Kloroform p.a E.Merck, aquadest, Kalium dihidrogen
fosfat p.a E.Merck, Natrium Klorida p.a E.Merck, Etanol p.a E.Merck, Natrium Hidroksida p.a E.Merck, Kalium biftalat p.a E.Merck, Fenolftalein,
usus halus kelinci.
3.2 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan adalah kelinci jantan dengan berat 1,5-2 kg.