BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kepentingan rakyatnya dengan melaksanakan pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan,
negara membutuhkan dana yang tidak sedikit, dimana kebutuhan dana pembangunan tersebut setiap tahun semakin meningkat sering dengan
peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan dapat bersumber dari penerimaan dalam negeri dan penerimaan
luar negeri. Penerimaan luar negeri yang berasal dari pinjaman ini hanya sebagai pelengkap dari pembangunan. Sumber penerimaan dalam negeri dapat
diperoleh dari minyak dan gas bumi migas. Penerimaan non migas berasal dari penerimaan pajak dan non pajak Rudi Hartono,1999:14.
Hingga Pelita III dilaksanakan, sumber penerimaan dalam negeri sangat bertumpu pada satu pilar penerimaan, yaitu penerimaan dari migas. Setelah
tahun 1980 hingga dekade sekarang ini, dimana harga minyak di pasaran dunia semakin tidak menentu dan cenderung semakin menurun, maka keadaan
yang demikian tersebut sangat berpengaruh pada penerimaan negara. Untuk itu Pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk menyelamatkan penerimaan
negara, terutama dengan menggali penerimaan di luar sektor migas. Kebijaksanaan yang ditempuh adalah menjadikan penerimaan pajak sebagai
andalan penerimaan negara Rudi Hartono,1999:14.
Untuk maksud tersebut, maka pemerintah telah mengeluarkan serangkaian penyempurnaan sistem perpajakan. Dengan dilakukannya perubahan yang
mendasar di bidang perpajakan national tax reform sistem pemungutan pajak yang semula sangat tergantung pada peran aktif pihak perpajakan official
assessment system sekarang ini wajib pajak diberikan kepercayaan
sepenuhnya untuk berperan aktif melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang self assestment system. Sejak diberlakukannya
peraturan perpajakan yang baru tersebut, jumlah penerimaan pajak terus meningkat. Pada tahun 19841985 pajak hanya memberikan kontribusi
penerimaan sekitar 30,1 terhadap total penerimaan dalam negeri, namun pada tahun-tahun selanjutnya kontribusi pajak semakin meningkat hingga
mencapai 74,74 pada tahun 19971998 Rudi Hartono,1999:14. Untuk mengemban tugas pencapaian target tersebut, Direktorat Jenderal
Pajak mau tidak mau harus melakukan upaya peningkatan pajak secara optimal. Peranan fiskus di dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak
sebaik-baiknya sangat diperlukan. Di dalam dunia usaha yang mana pelanggannya adalah para konsumen, maka di dalam organisasi Direktorat
Jenderal Pajak, para wajib pajak merupakan pelanggan yang harus dijaga hubungannya dengan baik. Sehingga masyarakat wajib pajak akan memenuhi
kewajiban perpajakannya dengan baik, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan penerimaan pajak. Wajib pajak dapat menikmati pelayanan
yang baik, jika kebutuhan dan harapannya dapat terpenuhi. Berdasarkan hasil kepuasan para wajib pajak atas pelayanan aparat pajak, maka pimpinan harus
melakukan koreksi atas kinerja yang ditunjukan selama ini Syarif Hidayat, 2004:13.
Saat globalisasi tidak dapat dihindarkan lagi dan tuntutan rakyat terhadap sistem demokrasi sudah sedemikian kuatnya, maka fungsi aparatur pajak
fiskus yang menjadi sorotan dan tuntunan masyarakat adalah fungsi pelayanan Boediono, 2003:80. Tugas fiskus aparatur pajak saat ini tidak
lagi melakukan tugas merampungkan atau menetapkan semua jumlah pajak yang harus dibayar, melainkan melakukan tugas pembinaan, pelayanan,
pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan Sahrul Alam, 2003:4. Dalam melaksanakan tugas sebagai publik service, Kantor Pelayanan
Pajak mempunyai pelayanan langsung kepada masyarakat yakni kepada wajib pajak yang mempunyai kewajiban kepada negara. Oleh karenanya, agar wajib
pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan baik, dituntut adanya pelayanan yang prima dari KPP beserta fiskusnya agar kepentingan dan
harapan dalam proses kewajiban tersebut dapat berjalan dengan lancar yang pada gilirannya dapat meningkatkan penerimaan negara melalui pajak Syarif
Hidayat, 2004:16. Salah satu pelayanan yang dilakukan fiskus terhadap wajib pajak adalah
dalam hal melayani pengisian dan penyampaian SPT. Mengisi dan menyampaikan SPT secara benar, lengkap, jelas dan serta menandatangani
dan menyampaikannya ke KPP dengan tepat waktu merupakan kewajiban setiap wajib pajak sebagaimana tercantum dalam pasal 3 dan 4 Undang-
Undang KUP No. 16 Tahun 2000Wirawan dan Waluyo, 2004:44.
“Setiap wajib pajak wajib mengambil, mengisi dengan benar, lengkap, jelas, menandatangani dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak SPT
ke Direktorat Jenderal Pajak dalam wilayah wajib pajak bertempat tinggal atau bertempat kedudukan dengan batas waktu penyampaian SPT Masa selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak dan SPT Tahunan selambat-lambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak” Wirawan dan Waluyo, 2004:45
Surat Pemberitahuan Pajak ini sangat penting, Surat Pemberitahuan Pajak berperan sebagai sarana melapor dan mempertanggungjawabkan penghitungan
pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu SPT juga berperan sebagai sarana pelaporan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Jika seandainya wajib pajak tersebut tidak
memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU sehubungan dengan SPT akan dikenakan sanksi administrasi dan atau sanksi pidana seperti yang
tercantum dalam pasal 39 ayat 1a Undang-Undang No. 6 Tahun 1983. Surat Pemberitahuan Pajak SPT juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur bagi wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan Bagiyo Ardananto, 2003:20. Mengisi dan menyampaikan SPT sebagaimana mestinya merupakan hal
yang mudah, akan tetapi pada faktanya masih banyak wajib pajak yang belum melakukan hal ini. Dalam hal ini pihak Direktorat Jenderal Pajak khususnya
Kantor Pelayanan Pajak yang menangani wajib pajak secara langsung harus benar-benar kreatif dan bekerja keras dalam memberikan pelayanan yang
prima agar jumlah wajib pajak yang melakukan kewajiban perpajakan semakin meningkat.
Penelitian mengenai kualitas pelayanan aparatur perpajakan sudah banyak dilakukan. Namun, penelitian mengenai kualitas pelayanan pengisian dan
penyampaian SPT jumlahnya amat terbatas. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya Rudi Hartono 1998 dan Rahmianto 2003. Rudi
Hartono 1998:22 menganalisis tingkat kepuasan wajib pajak terhadap kinerja pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa tingkat kepuasan wajib pajak terhadap kinerja pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang Tahun Anggaran 19971998
adalah sebesar 68,34. Rahmianto 2003:10 menganalisis pengaruh pelayanan dan kinerja lembaga terhadap kepuasan wajib pajak kendaraan
bermotor Kantor Bersama Samsat DKI Jakarta. Dalam melakukan analisis kepuasan wajib pajak, Rahmianto 2003:10 menggunakan variabel seperti;
Prosedur tidak sulit, persyaratan simpel, tarif pajak yang dapat dijangkau, pengamanan, dan pelayanan yang sesuai harapan. Tingkat peranan kualitas
terhadap pembentukan kepuasan wajib pajak hanya memberikan kontribusi sebesar 12.67 menggambarkan bahwa pengaruh kualitas pelayanan terhadap
kepuasan wajib pajak relatif rendah.Rahmianto, 2003:18. Penelitian ini dilakukan dengan alasan peneliti ingin mengetahui
bagaimana pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap tingkat kepuasan wajib pajak di KPP Pratama Bekasi Utara, khususnya yang berkaitan dengan
pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi. Dalam penelitian ini,
menggunakan sampel wajib pajak PPh 21 orang pribadi dengan pertimbangan jumlah pajak yang dipungut dari PPh 21 jumlahnya signifikan terhadap
pendapatan negara dan wajib pajak PPh 21 orang pribadi bersifat heterogen, artinya wajib pajak orang pribadi PPh 21 di KPP Pratama Bekasi Utara terdiri
dari berbagai profesi sehingga diharapkan dapat mewakili persepsi dari setiap profesi.
Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang
tanggap terhadap hubungan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. Dalam rangka
mengembangkan suatu mekanisme pemberian pelayanan yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan, diperlukan komitmen pemberi
pelayanan aparatur perpajakan Rudi Hartono,1999:15. Berdasarkan uraian diatas dan menyadari betapa pentingnya pelayanan
kepada masyarakat, maka penulis mencoba memfokuskan permasalahan pada masalah pelayanan pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 wajib pajak orang
pribadi. Berkaitan dengan hal itu, penulis mengambil judul penelitian:
“Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan SPT PPh 21
Orang Pribadi Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara”. B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan penulisan ini adalah: Bagaimanakah pengaruh pelayanan aparatur pajak
terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi?
C. Tujuan Penelitian