Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi Dan Menyampaikan SPT PPH 21 Orang Pribadi : studi kasus pada KPP pratama Bekasi utara

(1)

Pengaruh Kualitas Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan

SPT PPh 21 Orang Pribadi

(Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)

Skripsi

:

Oleh

Subki Abdul Qodir 103082029473

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PENGARUH PELAYANAN APARATUR PAJAK TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN

MENGISI DAN MENYAMPAIKAN SPT PPH 21 ORANG PRIBADI

(Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)

Skripsi

Ditujukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Subki Abdul Qodir NIM. 103082029473

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr. Abdul Hamid, MS Rahmawati, SE., Ak., MM

NIP. 131 474 891 NIP. 150 377 441

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGARUH PELAYANAN APARATUR PAJAK TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN

MENGISI DAN MENYAMPAIKAN SPT PPH 21 ORANG PRIBADI

(Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara) Skripsi

Ditujukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh:

Subki Abdul Qodir NIM. 103082029473

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof Dr. Abdul Hamid, MS Rahmawati, SE, MM

NIP. 131 474 891 NIP. 150 377 441

Penguji Ahli

Rini, SE, AK., M.Si NIP .150 370 231

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

Hari ini Senin Tanggal 24 Maret 2008 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Subki Abdul Qodir NIM: 103082029473 dengan judul Skripsi “PENGARUH PELAYANAN APARATUR PAJAK TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN MENGISI DAN MENYAMPAIKAN SPT PPh 21 ORANG PRIBADI” (Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara). Memperhatikan kemampuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Maret 2008 Tim Penguji Ujian Komprehensif

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Drs Abdul Hamid Cebba, Ak. MBA Ketua Sekretaris

Hepi Prayudiawan, SE.Ak.MM Penguji Ahli


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Subki Abdul Qodir Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Juni 1984 Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Swadaya Raya Rt 08/Rw 02 Jakasampurna Bekasi Barat , Kode Pos 17145

No. telepon : 085710279029

e-mail : subkiqodir_qodir@yahoo.com

Pendidikan

1991-1997 SDN Kedaung 01

1997-2000 MTs Asshidiqqiah Batu Ceper Tangerang

2000-2003 SMU Islam Assyafiiyah 02 Pondok Gede Bekasi 2003-2008 Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Negeri Syarif


(6)

ABSTRAK

Subki Abdul Qodir. Judul Skripsi “Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)”. Strata Satu (S1). Jurusan Akuntansi Konsentrasi Perpajakan pada Fakultas Ekonomi Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta 2008 M/1429 H.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21 orang pribadi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan melalui rumus koefisien korelasi yaitu mengukur keeratan hubungan antara pelayanan dan kepuasan wajib pajak, selain itu peneliti juga menggunakan metode analisis regresi sederhana dalam menguji hipotesis, selain itu peneliti juga menggunakan analisis uji t dan uji f. Data diperoleh dengan menyebarkan kuisioner terhadap 41 Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak, yang penentuan sampel ditentukan dengan rumus solvin.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tabel nilai t hitung berdasarkan output SPSS 15 adalah sebesar 6,097. Dalam kasus ini nilai t hitung > t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen pelayanan aparatur pajak secara individual mempengaruhi secara signifikan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen kepuasan wajib pajak. Sedangkan uji f menunjukkan bahwa uji f test didapat nilai f hitung sebesar 37,169 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pelayanan aparatur pajak atau dapat dikatakan bahwa kepuasan wajib pajak berpengaruh terhadap pelayanan aparatur pajak.


(7)

ABSTRACT

Subki Abdul Qodir. Title Skripsi " Influence of Performance of Tax Aparatur To Taxpayer Satisfaction in Fulfilling Obligation Fill and Submit the SPT PPH 21 Personal People ( Case Study at KPP Pratama North Bekasi)". Strata One ( S1). Majors of Accountancy of Taxation Concentration at Faculty Of Economics of Social Science State Islam University Syarif Hidayatullah Jakarta 2008 M / 1429 H.

Purpose of this research is to know what will be influence of performance of tax aparatur to taxpayer satisfaction in fulfilling obligation fill and submit the SPT PPh 21 personal people. This research use the descriptive method qualitative through formula of correlation coefficient that is measure the relation of among performance and taxpayer satisfaction, others researcher also use the method analyse the simple regresi in testing hypothesis, others researcher also use the analysis test the t and test the f. Data obtained by propagating kuisioner to 41 Taxpayer at Office of tax performance, what determination sampel determined with the formula solvin.

Result of this research is show that value t calculate pursuant to output SPSS 15 equal to 6,097. In this case assess the t calculate > t of tables, inferential hence that independent variable performance of tax aparatur individually influence by signifikan representing indicate which signifikan to variable dependen taxpayer satisfaction. While test f indicate that the test f could by a f value calculate equal to 37,169 by probabilitas 0,000. Because probabilitas much more small from 0,05 hence model the regresi applicable to predicate performance of aparatur Iease or can be said that taxpayer satisfaction have an effect to performance of tax aparatur


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur penulis panjatkan le hadirat Allah SWT. Yang Maha Melihat, Mendengar, Maha Berkehendak dan. Maha Kuasa telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Baginda Rasullullah SAW. keluarga dan para sahabatnya yang telah menjadi jalan bagi umatnya dalam menempuh keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Skripsi ini berjudul ““Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)”.

”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Jurusan Akuntansi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam hal penyusunan, pengalaman, dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, saran menuju perbaikan sangat penulis harapkan.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapi, namun berkat rahmat, taufiq dan hidayah Allah SWT. serta dorongan dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya:

1. Orang Tua tercinta (Bapak dan Ibu). Ibu makasih, limpahan kasih sayangnya, motivasi moril dan materilnya, jerih payahnya untuk kelangsungan studi penulis, cucuran air matanya yang menjadi penyejuk hati penulis untuk


(9)

senantiasa bangkit berjuang dalam belajar. Dan yang terpenting adalah do’anya. Semoga alunan do’a dan jerih payah itu menjadi saksi bahwa Ibu telah berjuang membimbing dan melaksanakan amanah dari Allah SWT. Untuk Bapak. Bapak makasih juga warisannya. Warisan ilmu yang tak ternilai oleh apapun, dan motivasinya selama penulis menyelesaikan studi di UIN. Semoga lelah dan letih dengan bercucuran keringat memperoleh rizki demi keberlangsungan studi penulis..

2. Bapak Drs. Moh. Faisal Badroen, MBA., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, dan Bapak Prof.Dr. Abdul Hamid, MS., selaku Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.

3. Bapak Abdul Hamid Cebba, SE., Ak., MBA., selaku Ketua Jurusan Akuntansi, dan Bapak Amilin SE., Ak., MSi., selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi.

4. Prof.Dr. Abdul Hamid.,MS., selaku pembimbing satu yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran selama penyusunan skripsi ini, dan Ibu Rahmawati SE., MM., selaku pembimbing dua, yang telah memberikan bimbingan dengan penuh pengertian dan kesabaran.

5. Para Dosen dan Staf Administrasi FEIS yang telah memberikan ilmu dan pelayanannya.

6. kakakku bang Ipul, makasih atas nasihatnya, Fita, puput, Agung, makasih atas bantuannya

7. Yopi, Agus ‘jenggot’,Ardial (Al”Quantum”), Eko ganteng, Jauji, Wahid, Yopi, andri, yuli, enthie, ulfah, laeli, deki, oky, farid dan Syaechu, Nova, Fauzah, dan sahabat-sahabat di Akuntansi D yang senantiasa menyuntikan inspirasi dan semangat kepada penulis.

8. Petugas rental alicia, makasih ya atas bantuannya, juga bang budi makasih atas bantuannya.

Bekasi, Mei 2008


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. i

ABSTRACT ……….. ii

ABSTRAK ……… iii

KATA PENGANTAR ……….. iv

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ……… 1

B. Perumusan Masalah ………. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis ……… 9

1. Gambaran Tentang Pelayanan ……….. 9

2. Pelayanan Pelanggan………... 10

3. Pelayanan Perpajakan………... 11

4. Sistem dan Prosedur ……….…... 16

5. Aparatur Pajak ……….. 19

6. Kualitas Pelayanan ……… 21

7. Kepuasan Pelanggan ……… ….. 24

8. Pengertian Pajak ………. 25

9. Fungsi Pajak ……… 27

a. Fungsi Penerimaan ……… 27

b. Fungsi Mengatur ………... 28


(11)

11. Wajib Pajak ………. 30

12. Surat Pemberitahuan (SPT) ………. 31

a. Pengertian dan Fungsi ……… 31

b. Fungsi SPT ………. 32

c. Pengisian, Penyampaian dan Pembetulan SPT …… 33

d. Lampiran SPT ………. 35

e. Jenis SPT ………. 35

f. Batas Waktu Penyampaian SPT ……….. 36

g. Perpanjangan Penyampaian SPT ……….. 37

h. Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana Sehubungan Dengan SPT ………. 38

13. Pajak Penghasilan Pasal 21 ………. 39

a. Pengertian ……… 39

b. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 ……….. 40

c. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 … 42 d. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 ……… 43

e. Pengecualian Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 ….. 46

B. Kerangka Pemikiran ……… 47

C. Perumusan Hipotesis ………... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ……… 50

B. Metode Pemilihan Data .……… 50

C. Metode Pengumpulan Data ……….. 52

D. Metode Analisis ………... 52

1. Uji Kualitas Data ……….. 53

a. Uji Reliabilitas ……….. 53

b. Uji Validitas ……….. 53

2. Uji Normalitas ……….. 54

3. Uji Hipotesis ……… 55


(12)

1. Batasan Operasional Variabel ………... 58

a. Pelayanan Aparatur Pajak ……… 58

b. Kepuasan Wajib Pajak ………. 60

2. Pengukuran Variabel ……….………. 61

a. Pengukuran Variabel Pelayanan Aparatur Pajak ….. 62

b. Pengukuran Variabel Kepuasan Wajib Pajak ……… 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kantor Pelayanan Pajak Bekasi Utara ……….. 66

1. Sejarah dan Gambaran Umum KPP ………. 66

2. Struktur Organisasi KPP Pratama Bekasi ……… 67

B. Gambaran Pelayanan SPT PPh 21 ………. 67

C. Profil Responden ……… 69

D. Uji Kualitas Data ……… 70

1. Uji Reliabilitas ……….. 70

2. Uji Validitas ……….. 73

E. Uji Normalitas ……….. 73

F. Uji Hipotesis ……… 74

G. Pembahasan Terhadap Hasil Uji Hipotesis dan Analisis Pengaruh ………... 78

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ……….. 81

B. Implikasi ………. 82

DAFTAR PUSTAKA ……… 83

LAMPIRAN ……….. 85


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

3.1. Level Koefisien Korelasi 56

3.2. Skala Likert 61

3.3. Pengukuran Variabel Kenyataan 62

3.4. Pengukuran Variabel Kehandalan 62

3.5. Pengukuran Variabel Ketanggapan 63

3.6. Pengukuran Variabel Jaminan 63

3.7. Pengukuran Variabel Memahami 63

3.8. Pengukuran Variabel Prosedur Tidak Sulit 64

3.9. Pengukuran Variabel Persyaratan Simpel 64

3.10. Pengukuran Variabel Tarif Pajak 65

3.11. Pengukuran Variabel Pengamanan 65

3.12. Pengukuran Variabel Pelayanan yang sesuai harapan 65

4.1. Statistik Deskriptif 70

4.2. Uji Reliabilitas Pelayanan Pajak 71

4.3. Uji Reliabilitas Kepuasan Pajak 71

4.4. Nilai Skewness dan Kurtosis 74

4.5. Coeficient 75

4.6. Model Summary Kepuasan Wajib Pajak 76

4.7. Uji Signifikan Simultan (Uji Statistuk F) 77


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran 47

LAMPIRAN Lampiran Judul Halaman Lampiran 1 Kuesioner Penelitian dan Perincian Responden 85

Lampiran 2 Skor Penelitian 90

Lampiran 3 Pengujian-Pengujian 92

Lampiran 4 Sturuktur KPP 108


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kepentingan rakyatnya dengan melaksanakan pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan dana yang tidak sedikit, dimana kebutuhan dana pembangunan tersebut setiap tahun semakin meningkat sering dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan dapat bersumber dari penerimaan dalam negeri dan penerimaan luar negeri. Penerimaan luar negeri yang berasal dari pinjaman ini hanya sebagai pelengkap dari pembangunan. Sumber penerimaan dalam negeri dapat diperoleh dari minyak dan gas bumi (migas). Penerimaan non migas berasal dari penerimaan pajak dan non pajak (Rudi Hartono,1999:14).

Hingga Pelita III dilaksanakan, sumber penerimaan dalam negeri sangat bertumpu pada satu pilar penerimaan, yaitu penerimaan dari migas. Setelah tahun 1980 hingga dekade sekarang ini, dimana harga minyak di pasaran dunia semakin tidak menentu dan cenderung semakin menurun, maka keadaan yang demikian tersebut sangat berpengaruh pada penerimaan negara. Untuk itu Pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk menyelamatkan penerimaan negara, terutama dengan menggali penerimaan di luar sektor migas. Kebijaksanaan yang ditempuh adalah menjadikan penerimaan pajak sebagai andalan penerimaan negara (Rudi Hartono,1999:14).


(16)

Untuk maksud tersebut, maka pemerintah telah mengeluarkan serangkaian penyempurnaan sistem perpajakan. Dengan dilakukannya perubahan yang mendasar di bidang perpajakan (national tax reform) sistem pemungutan pajak yang semula sangat tergantung pada peran aktif pihak perpajakan (official assessment system) sekarang ini wajib pajak diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk berperan aktif melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang (self assestment system). Sejak diberlakukannya peraturan perpajakan yang baru tersebut, jumlah penerimaan pajak terus meningkat. Pada tahun 1984/1985 pajak hanya memberikan kontribusi penerimaan sekitar 30,1% terhadap total penerimaan dalam negeri, namun pada tahun-tahun selanjutnya kontribusi pajak semakin meningkat hingga mencapai 74,74% pada tahun 1997/1998 (Rudi Hartono,1999:14).

Untuk mengemban tugas pencapaian target tersebut, Direktorat Jenderal Pajak mau tidak mau harus melakukan upaya peningkatan pajak secara optimal. Peranan fiskus di dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak sebaik-baiknya sangat diperlukan. Di dalam dunia usaha yang mana pelanggannya adalah para konsumen, maka di dalam organisasi Direktorat Jenderal Pajak, para wajib pajak merupakan pelanggan yang harus dijaga hubungannya dengan baik. Sehingga masyarakat wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan penerimaan pajak. Wajib pajak dapat menikmati pelayanan yang baik, jika kebutuhan dan harapannya dapat terpenuhi. Berdasarkan hasil kepuasan para wajib pajak atas pelayanan aparat pajak, maka pimpinan harus


(17)

melakukan koreksi atas kinerja yang ditunjukan selama ini (Syarif Hidayat, 2004:13).

Saat globalisasi tidak dapat dihindarkan lagi dan tuntutan rakyat terhadap sistem demokrasi sudah sedemikian kuatnya, maka fungsi aparatur pajak (fiskus) yang menjadi sorotan dan tuntunan masyarakat adalah fungsi pelayanan (Boediono, 2003:80). Tugas fiskus (aparatur pajak) saat ini tidak lagi melakukan tugas merampungkan atau menetapkan semua jumlah pajak yang harus dibayar, melainkan melakukan tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan (Sahrul Alam, 2003:4).

Dalam melaksanakan tugas sebagai publik service, Kantor Pelayanan Pajak mempunyai pelayanan langsung kepada masyarakat yakni kepada wajib pajak yang mempunyai kewajiban kepada negara. Oleh karenanya, agar wajib pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan baik, dituntut adanya pelayanan yang prima dari KPP beserta fiskusnya agar kepentingan dan harapan dalam proses kewajiban tersebut dapat berjalan dengan lancar yang pada gilirannya dapat meningkatkan penerimaan negara melalui pajak (Syarif Hidayat, 2004:16).

Salah satu pelayanan yang dilakukan fiskus terhadap wajib pajak adalah dalam hal melayani pengisian dan penyampaian SPT. Mengisi dan menyampaikan SPT secara benar, lengkap, jelas dan serta menandatangani dan menyampaikannya ke KPP dengan tepat waktu merupakan kewajiban setiap wajib pajak sebagaimana tercantum dalam pasal 3 dan 4 Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2000(Wirawan dan Waluyo, 2004:44).


(18)

“Setiap wajib pajak wajib mengambil, mengisi dengan benar, lengkap, jelas, menandatangani dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) ke Direktorat Jenderal Pajak dalam wilayah wajib pajak bertempat tinggal atau bertempat kedudukan dengan batas waktu penyampaian SPT Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak dan SPT Tahunan selambat-selambat-lambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak” (Wirawan dan Waluyo, 2004:45)

Surat Pemberitahuan Pajak ini sangat penting, Surat Pemberitahuan Pajak berperan sebagai sarana melapor dan mempertanggungjawabkan penghitungan pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu SPT juga berperan sebagai sarana pelaporan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Jika seandainya wajib pajak tersebut tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU sehubungan dengan SPT akan dikenakan sanksi administrasi dan atau sanksi pidana seperti yang tercantum dalam pasal 39 ayat 1a Undang-Undang No. 6 Tahun 1983. Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan (Bagiyo Ardananto, 2003:20).

Mengisi dan menyampaikan SPT sebagaimana mestinya merupakan hal yang mudah, akan tetapi pada faktanya masih banyak wajib pajak yang belum melakukan hal ini. Dalam hal ini pihak Direktorat Jenderal Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak yang menangani wajib pajak secara langsung harus benar-benar kreatif dan bekerja keras dalam memberikan pelayanan yang


(19)

prima agar jumlah wajib pajak yang melakukan kewajiban perpajakan semakin meningkat.

Penelitian mengenai kualitas pelayanan aparatur perpajakan sudah banyak dilakukan. Namun, penelitian mengenai kualitas pelayanan pengisian dan penyampaian SPT jumlahnya amat terbatas. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya Rudi Hartono (1998) dan Rahmianto (2003). Rudi Hartono (1998:22) menganalisis tingkat kepuasan wajib pajak terhadap kinerja pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa tingkat kepuasan wajib pajak terhadap kinerja pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang Tahun Anggaran 1997/1998 adalah sebesar 68,34%. Rahmianto (2003:10) menganalisis pengaruh pelayanan dan kinerja lembaga terhadap kepuasan wajib pajak kendaraan bermotor Kantor Bersama Samsat DKI Jakarta. Dalam melakukan analisis kepuasan wajib pajak, Rahmianto (2003:10) menggunakan variabel seperti; Prosedur tidak sulit, persyaratan simpel, tarif pajak yang dapat dijangkau, pengamanan, dan pelayanan yang sesuai harapan. Tingkat peranan kualitas terhadap pembentukan kepuasan wajib pajak hanya memberikan kontribusi sebesar 12.67% menggambarkan bahwa pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan wajib pajak relatif rendah.(Rahmianto, 2003:18).

Penelitian ini dilakukan dengan alasan peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap tingkat kepuasan wajib pajak di KPP Pratama Bekasi Utara, khususnya yang berkaitan dengan pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi. Dalam penelitian ini,


(20)

menggunakan sampel wajib pajak PPh 21 orang pribadi dengan pertimbangan jumlah pajak yang dipungut dari PPh 21 jumlahnya signifikan terhadap pendapatan negara dan wajib pajak PPh 21 orang pribadi bersifat heterogen, artinya wajib pajak orang pribadi PPh 21 di KPP Pratama Bekasi Utara terdiri dari berbagai profesi sehingga diharapkan dapat mewakili persepsi dari setiap profesi.

Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap hubungan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. Dalam rangka mengembangkan suatu mekanisme pemberian pelayanan yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan, diperlukan komitmen pemberi pelayanan (aparatur perpajakan) (Rudi Hartono,1999:15).

Berdasarkan uraian diatas dan menyadari betapa pentingnya pelayanan kepada masyarakat, maka penulis mencoba memfokuskan permasalahan pada masalah pelayanan pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 wajib pajak orang pribadi. Berkaitan dengan hal itu, penulis mengambil judul penelitian: “Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP Pratama Bekasi Utara)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan penulisan ini adalah: Bagaimanakah pengaruh pelayanan aparatur pajak


(21)

terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21 Orang Pribadi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh 21 orang pribadi. D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis

Menambah pemahaman dan pengetahuan penulis dalam dunia perpajakan pada umumnya dan mengenai pelayanan perpajakan dalam hal pengisian dan penyampaian SPT pada khususnya. Mengasah cakrawala berpikir penulis dalam menganalisis kepuasan wajib pajak terhadap pelayanan aparatur pajak.

2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak

Memberikan masukan kepada Kantor Pelayanan Pajak dalam memberikan pelayanan prima agar wajib pajak merasa terpuaskan. Membantu Kantor Pelayanan Pajak dalam mengevaluasi kinerjanya dilihat dari kepuasan wajib pajak, sehingga dari masa kemasa Kantor Pelayanan Pajak senantiasa memperbaiki kinerjanya dan jumlah wajib pajak yang patuh terhadap perundang-undangan pajak senantiasa meningkat dan jumlah pajak yang masuk ke kas negarapun semakin bertambah.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis

1. Gambaran Tentang Pelayanan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1995:888) kata pelayanan berarti kegiatan yang dilakukan oleh pelayan atau suatu usaha untuk membantu menyiapkan atau mengurusi apa yang diperlukan orang lain. Menurut Liberty Pandiangan (2005:3) pengertian pelayanan adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa suatu kegiatan pelayanan itu memerlukan sebuah proses manajemen (mengatur dan mengarahkan) dalam rangka mencapai tujuan organisasi itu sendiri.

Kaitannya dengan pendapat Liberty Pandiangan tersebut, maka pemerintah sebagai agen pelayanan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan di KPP harus bertindak sebagai pelayan masyarakat. Birokrasi pelayanan bukan diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta untuk menciptakan kondisi memungkinkan untuk setiap anggota masyarakat, mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Syarif Hidayat,2004:44).

Menurut Murdick dkk., (1990) dalam penelitian Syarif Hidayat (2004:42) pelayanan didefinisikan sebagai: “Kegiatan ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk dan keperluan psikologis. Pelayanan juga dapat didefinisikan sebagai kontras daripada produk manufaktur”. Pengertian


(23)

pelayanan menurut Poerwadarminta (1987) dalam penelitian Sahrul Alam (2003:40) yang berarti suatu kegiatan menolong, menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain (tamu, pembeli dan sebagainya).

Gasperz (1997) dalam Bagiyo Ardananto (2003:20), pelayanan (jasa) adalah suatu output yang tidak berbentuk (intangible output), tidak standar, serta tidak dapat disimpan dalam inventory melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi. Produk akhir pelayanan sangat tergantung pada proses interaksi yang terjadi antara pemberi layanan dengan konsumen. 2. Pelayanan Pelanggan

Istilah customer dapat diartikan dengan pelanggan, atau pengguna jasa, atau wajib pajak dalam hal pelayanan oleh birokrasi perpajakan. Tentang pelanggan, secara populer dapat digambarkan sebagai berikut (Boediono, 2003:38)

a. Pelanggan adalah orang yang paling penting untuk dilayani dari kehadirannya. Sebab, pelanggan adalah pihak yang selalu benar (the customer is always rights).

b. Pelanggan tidak tergantung pada birokrasi, sebaliknya birokrasi tergantung pada pelanggan. Tanpa adanya pelanggan, birokrasi tidak ada pekerjaan. c. Pelanggan bukanlah gangguan terhadap tugas birokrasi, melainkan

pelanggan merupakan tujuan pekerjaan birokrasi.

d. Birokrasi yang berorientasi pada pelanggan tidak merasa berjasa dalam hal melayani pelanggan, sebaliknya justru pelanggan merupakan pihak yang


(24)

berjasa karena memberikan kesempatan kepada birokrasi untuk melayaninya.

e. Tugas birokrasi menangani keinginan pelanggan, sehingga menguntungkan pelanggan termasuk birokrasi sendiri.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan pelanggan adalah sesuatu yang unik dan wajib mendapatkan perhatian dan kepedulian secara sungguh-sungguh dalam hal organisasi berorientasi kepada pelanggan, sehingga mampu bertahan pada era persaingan mutu yang semakin lama semakin marak (Boediono, 2003:48).

Berdasarkan arti dan pengertian pelanggan sebagaimana diuraikan diatas, maka yang dimaksud dengan pelayanan pelanggan (customer service) adalah upaya atau proses yang secara sadar dan terencana dilakukan organisasi atau badan usaha agar produk/jasanya menang dalam persaingan melalui pemberian/penyajian pelayanan kepada pelanggan yang mampu memberikan kepuasan optimal kepada pelanggan dan dilakukannya sebagai integral dari proses menentukan visi, misi, dan strategi serta sistem yang diterapkan dalam organisasi (Boediono, 2003:49).

Kepuasan pelanggan berarti efektivitas dari sistem organisasi yang keberhasilannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam pasar yang penuh dengan persaingan, terdapat dua pilihan mendasar, yaitu:

a. Melalui menekan biaya.


(25)

Dalam hubungan dengan menekan biaya untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin ternyata terbatas pada jangka waktu tertentu dan dalam jangka waktu pendek, sedangkan pada konsep mencari keuntungan dengan memuaskan pelanggan dapat berlangsung dalam jangka waktu panjang (Boediono, 2003) dalam penelitian Siti Sopianti (2007:23).

Walaupun kepuasan pelanggan dapat digunakan sebagai ukuran, namun untuk mengetahui apakah pelanggan tersebut menjadi puas atau belum, inilah yang menjadi masalah. Untuk itulah diperlukan suatu standar pelayanan (Boediono, 2003) dalam penelitian Siti Sopianti (2007:23).

3. Pelayanan Perpajakan

Yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi atau lembaga lain yang tidak termasuk badan usaha swasta, yang tidak berorientasi pada laba (profit). Pelayanan ini, menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 disebut dengan pelayanan umum (Boediono, 2003) dalam penelitian Siti Sopainti (2007:23).

Pemberian pelayanan oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat. Kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pembentukannya (Sahrul Alam, 2003:26).


(26)

Pelayanan unsur aparatur negara dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No. 81 Tahun 1993 dan kemudian disempurnakan dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat; Disebutkan bahwa pelayanan umum merupakan segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di tingkat pusat/daerah dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Ruang lingkup pelayanan umum yang diberikan oleh aparatur pemerintah meliputi: melayani, mengayomi, dan menumbuhkan prakarsa serta peran aktif masyarakat dalam pembayaran (Bagiyo Ardananto, 2003:21).

Thoha (1993) dalam Bagiyo Ardananto (2003:23) mengemukakan bahwa pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik, dan memberikan kepuasan terhadap publik. Munir (1991) dalam Bagiyo Ardananto (2003:24) menyatakan bahwa pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi orang lain sesuai haknya.

Barang atau jasa yang diproduksi pemerintah harus memenuhi beberapa syarat antara lain: (a) dimaksud untuk memuaskan suatu kebutuhan tertentu dari masyarakat, (b) didasarkan pada standar kualitas tertentu, (c) kualitasnya


(27)

sesuai dengan permintaan masyarakat yang memerlukannya, (d) harganya ditentukan sedemikian rupa sehingga benar-benar terjangkau oleh masyarakat pemakainya, (e) mudah memperolehnya setiap kali dibutuhkan, (f) disampaikan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan (Bagiyo Ardananto,2003:26).

Agar pekerjaan yang diberikan pemerintah dapat memenuhi syarat-syarat tadi, pemerintah harus menyiapkan berbagai perangkat yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan tersebut. Perangkat tersebut seperti kebijakan publik mengenai pelayanan, organisasi, personil, dana yang cukup, peralatan yang memadai dan berbagai perangkat lainnya yang secara interaktif akan menciptakan sistem pemberian pelayanan yang berkemampuan untuk menghasilkan layanan berkualitas (Bagiyo Ardananto, 2003:26).

Dari sudut pandang ekonomi, pemerintah sebagai penyedia layanan adalah produsen yang menginginkan produknya laku terjual. Sementara masyarakat sebagai penerima layanan bertindak sebagai konsumen yang menginginkan produk yang dibelinya atau dikonsumsinya adalah produk yang berkualitas. Namun, karena dalam pelayanan umum pemerintah seringkali bertindak sebagai produsen yang monopolistik, maka kadang pemerintah mengabaikan perlunya upaya menjaga kualitas layanan (Bagiyo Ardananto, 2003:22).

Pentingnya menjaga kualitas layanan dalam konteks bisnis diperlukan untuk menjaga kesetiaan pelanggan. Sementara dalam konteks layanan publik, seperti pada KPP, adalah menjaga kualitas pelayanan dalam bentuk layanan yang profesional untuk menjaga kepatuhan wajib pajak. Dalam rangka


(28)

menjaga kualitas layanan publik yang diberikan oleh pemerintah, Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No. 81 Tahun 1993 menetapkan beberapa azas pelayanan umum sebagai berikut (Bagiyo Ardananto, 2003:22):

a. Hak dan kewajiban pemberi penerima layanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.

b. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar.

c. Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat di pertanggungjawabkan.

d. Apabila pelayanan umum ternyata harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara itu, efektivitas pelayanan dapat diukur dengan menggunakan beberapa kriteria (Bagiyo Ardananto, 2003:24):

a. Tepat, dalam arti apa yang diberikan atau dilakukan benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

b. Cepat, dalam arti masyarakat memperoleh apa yang diinginkannya dengan cepat.

c. Murah, dalam arti masyarakat memperoleh apa yang diinginkannya dengan biaya murah.


(29)

d. Ramah, dalam arti pelayanan atau hubungan antara petugas dan masyarakat dengan sopan dan berpedoman pada etika profesi.

Menurut Dirjen Pajak dan Depkeu RI, pelayanan prima merupakan nilai yang strategis bagi Dirjen Pajak sebagai salah satu instansi pemerintah yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Nilai pelayanan prima memberikan landasan yang kuat pembentukan sikap dan perilaku dalam pelaksanaan tugas pelayanan. Nilai ini menuntut agar setiap unit kantor dan setiap aparat Dirjen Pajak senantiasa mampu bersikap dan bertindak memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan kualitas yang terbaik (KPP PMB, 2001) dalam Bagiyo Ardananto (2003:25). Oleh karena itu, hakikat dari pelayanan umum yang prima adalah (Boediono, 2003:62):

a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.

b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tatalaksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdayaguna dan berhasilguna (efisien dan efektif).

c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pelayanan jasa publik yang prima adalah pelayanan jasa yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan (Boediono, 2003:67).


(30)

4. Sistem dan Prosedur

Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terutang (self assestment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak. Self assestment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar (Sahrul Alam, 2003:27).

Tujuan utama dari administrasi pajak yang modern adalah untuk menciptakan kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance). Kepatuhan pajak tidak akan ada tanpa adanya administrasi pajak yang efektif. Administrasi pajak yang efektif adalah administrasi pajak yang mampu merealisasikan tujuan atau target pajak. Administrasi pajak yang efektif dipengaruhi oleh prosedur perpajakan yang berlaku seperti tentang bagaimana menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakan. Apabila sistem dan prosedur yang berlaku sangat berbelit-belit dan sulit dipahami maka hal tersebut akan mengurangi tingkat kepuasan tingkat wajib pajak terhadap pelayanan yang diterimanya, akibatnya wajib pajak enggan untuk berurusan dengan kantor pajak dan hal ini tentu akan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak yang bersangkutan.


(31)

Ketidakpatuhan wajib pajak akan mengakibatkan tingkat tax gap yang tinggi, yaitu selisih jumlah pajak yang dibayar oleh wajib pajak dengan jumlah pajak yang seharusnya dibayar oleh wajib pajak sesuai dengan Undang-Undang Pajak (Sahrul Alam, 2003:29).

Sistem dan prosedur yang baik adalah yang efektif dan efisien yaitu yang mampu memfasilitaskan wajib pajak dalam melakukan kewajibannya. Sistem dan prosedur yang berbelit dan sulit dipahami membuat wajib pajak kesulitan dalam menerima informasi yang diberikan oleh kantor pajak terutama karena peraturan pajak seringkali mengalami perubahan atau penyesuaian. Akibat dari kesulitan menerima informasi tersebut, ketika wajib pajak diminta untuk mengisi formulir pajak atau surat pemberitahuan, seringkali terjadi kesalahan dalam melaporkan jumlah penghasilan, jumlah biaya dan dalam membayar hutang pajak atas negara. Tetapi tidak semua ketidakpatuhan adalah karena faktor ketidaksengajaan. Banyak wajib pajak yang sengaja memperkecil penghasilan atau memperbesar biaya, sehingga jumlah hutang pajak atas negara menjadi kecil (Sahrul Alam, 2003:35).

Sistem pemungutan pajak supaya berhasil, harus memenuhi beberapa syarat Bird (1992) dalam penelitian Bagiyo Ardananto (2003:38) menyatakan sebagai berikut:

a. The existence of a predominantly monetary economy, b. A high standar of literacy among tax payer,

c. Prevelance of accounting records honestly and reliably maintained, d. A large degree of “voluntary” compliance on the part of tax payer,

e. Absence of “wealth groups” with the political power to block tax measures,

f. Honest and efficient administration (the minimal acceptable standard of which werw said to be higher for income taxes than form any other taxes).


(32)

Dari berbagai kriteria yang disebutkan diatas terlihat bahwa faktor kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu unsur yang turut membuat suatu sistem berjalan dengan baik. Kepatuhan itu juga tidak lepas dari kejujuran dan efisiensi administrasi baik dari pihak wajib pajak maupun pemerintah.

Bentuk dari informasi dan bantuan yang diberikan oleh kantor pajak kepada wajib pajak dijelaskan oleh James (1984) dalam penelitian Syarif Hidayat (2004:46) sebagai berikut:

a. Informasi dan penyuluhan pajak (informing and education the public). Dalam rangka memberikan informasi dan penyuluhan pajak kepada masyarakat, instansi pajak (Dirjen Pajak) secara rutin menerbitkan surat edaran yang menjelaskan tentang perubahan didalam Undang-Undang Pajak.

Ketidaksengajaan wajib pajak dalam melaporkan penghasilan dan biaya dan dalam membayar hutang pajak atas negara adalah akibat dari pemberian informasi dan penyuluhan pajak dari instansi yang masih kurang.

b. Mentargetkan penyuluhan pajak (targeting education program).

Tujuan dari penyuluhan pajak adalah agar wajib pajak memperoleh informasi yang akurat dan relevan sehingga bermanfat dan dapat


(33)

dimengerti. Sebab, informasi yang banyak mempersulit pemahaman wajib pajak tentang pajak. Penyuluhan ini terutama ditargetkan pada wajib pajak yang tingkat kepatuhannya rendah.

c. Formulir pajak (forms and publication)

Tugas kantor instasi pajak adalah untuk menterjemahkan (mentransformasikan) peraturan perundang-undangan pajak yang kompleks menjadi formulir pajak yang jelas dan mudah dimengerti.

5. Aparatur Pajak

Aparat pajak adalah orang yang melakukan pelayanan pajak pada wajib pajak.mengenai aparat pajak, Direktorat Jenderal Pajak menyadari bahwa aparat pajak belumlah sempurna. Tahap demi tahap diusahakan sebagai upaya untuk memperbaikinya. Sekarang hal ini sudah mulai menampakkan hasilnya, baik dalam bidang pelayanan, keramahtamahan, maupun yang menyangkut bidang kode etik sebagai pegawai negeri dan petugas pajak (Asikin, Noorjaya, dan Himawati, 1991) dalam penelitian Bagiyo Ardananto (2003:26).

Meskipun demikian, terus diupayakan agar: (a) citra masyarakat terhadap petugas pajak terus tumbuh dan berkembang semakin baik, (b) pengaturan wewenang dapat berlangsung terus sehingga asas self assessment dapat dijalankan secara konsisten, (c) menumbuhkan atau mengembangkan munculnya pihak ketiga yang independen dan cukup kuat untuk dijadikan penengah antara aparat pajak dan wajib pajak sehingga peranan aparat pajak dalam proses interaksi tidak menjadi sangat dominan, dan (d) mengusahakan semaksimal mungkin agar organisasi perpajakan semakin memenuhi tuntutan


(34)

kebutuhan sejalan dengan pelaksanaan pembaruan perpajakan (Bagiyo Ardananto, 2003:26).

Saat globalisasi tidak dapat dihindarkan lagi dan tuntutan rakyat terhadap sistem demokrasi sudah sedemikian kuatnya, maka fungsi aparatur pajak (fiskus) yang menjadi sorotan dan tuntunan masyarakat adalah fungsi pelayanan (Boediono, 2003:44). Tugas fiskus (aparatur pajak) saat ini tidak lagi melakukan tugas merampungkan atau menetapkan semua jumlah pajak yang harus dibayar, melainkan melakukan tugas: pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan (Sahrul Alam, 2003:5).

Namun demikian, pada prinsipnya seluruh aparat perpajakan dapat melakukan tugas pelayanan perpajakan kepada masyarakat wajib pajak, dan untuk tertib pelaksanaan pelayanan serta adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. Dorongan dari nilai ini harus dapat membentuk sikap aparat Ditjen Pajak senantiasa mampu meletakan posisi dirinya secara proporsional sebagai pihak yang harus melayani dan bukan sebaliknya yaitu sikap sebagai penguasa atau yang dilayani. Menjadi model pelayanan masyarakat merupakan salah satu cita-cita utama yang ingin dituju dalam visi Direktorat Jenderal Pajak, yaitu merefleksikan cita-cita untuk menjadi contoh pelayanan masyarakat bagi unit-unit instansi pemerintah lainnya (Bagiyo Ardananto, 2003:28).

6. Kualitas Pelayanan

Dari uraian sebelumnya, dalam pelayanan kepada pelanggan terdapat dua pihak yang mendominasi, yaitu (Boediono, 2003:40):


(35)

a. Pihak yang melayani atau organisasi yang memberikan pelayanan, dalam pelayanan administrasi publik disebut dengan birokrasi.

b. Pihak yang dilayani atau organisasi yang menerima pelayanan atau pengguna jasa, yang dalam bahasa bisnis disebut pelanggan (customer). Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Dengan demikian, yang dikatakan kualitas disini adalah kondisi dinamis yang bisa menghasilkan:

a. Produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b. Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

c. Suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. d. Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Atau dengan kata lain, dalam hal produk tersebut tidak memenuhi harapan pelanggan, berarti kurang berkualitas. Demikian pula dengan jasa dari suatu instansi, selama tidak memenuhi harapan pelanggan, berarti jasa pelayanannya tidak berkualitas. Begitu pula dengan proses pelayanan, dalam hal tidak memenuhi harapan pelanggan, seperti berbelit-belit (tidak sederhana), berarti kualitas pelayanannya kurang. Arti kualitas tidak hanya memuaskan pelanggan, tetapi menyenangkan pelanggan, memberikan inovasi kepada pelanggan, dan membuat pelanggan menjadi kreatif (Zeithaml et. al., (1990) dalam Syarif Hidayat (2004:36).


(36)

Pengukuran tingkat kualitas pelayanan dilakukan melalui penggunaan instrumen yang tepat yang dapat digunakan untuk lebih memahami mengenai persepsi dan harapan pelanggan atau wajib pajak (Zeithaml, Parasuraman, Berry, 1990) dalam Syarif Hidayat (2004:36).

Kualitas pelayanan pelanggan diidentifikasi menggunakan Servqual-Instrumen lima variabel yang digunakan kepada para pelanggan dalam menilai suatu kualitas pelayanan pada suatu organisasi swasta maupun pemerintah berdasarkan persepsi dan harapannya, yaitu sebagai berikut (Zeithaml, Parasuraman, Berry, 1990) dalam Syarif Hidayat (2004:37):

a. Kenyataan (Tangible): Dimensi ini merupakan berbagai fasilitas yang dapat dilihat dan digunakan perusahaan dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan: bangunan gedung/kantor, peralatan komputer yang canggih yang dimiliki perusahaan.

b. Keandalan (Reliability); Keandalan petugas dalam melayani pelanggan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat terpercaya seperti dalam menepati janji, kemampuan dalam memecahkan masalah pelanggan. c. Ketanggapan (Responsiveness); Dimensi ini dimaksudkan sebagai sikap

tanggap mau mendengarkan dan merespon pelanggan dalam upaya memuaskan pelanggan atau kemampuan dalam membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan dengan cepat dan tepat serta antusias. Seperti kemampuan perusahaan untuk memberi informasi dengan cepat, tepat dan akurat.


(37)

d. Jaminan (Assurance); Keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan dengan sopan santun, rasa hormat, perhatian, profesional, kejujuran dari pemberi pelayanan sehingga pelanggan merasa bebas dari budaya atau resiko/kerugian.

e. Memahami (Empathy); Petugas memberikan kepedulian dan kemudahan untuk mencapai sarana pelayanan kepada pelanggan, perusahaan mengerti kemauan dan keinginan pelanggan, dapat mendengar keluhan pelanggan, kenyamanan dan operasional perusahaan bagi pelanggan, mempelajari kebutuhan pelanggan sebelum mengambil tindakan apapun.

7. Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan terpenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik (Liberty Pandiangan,2005:6).

Kepuasan pelanggan berarti efektivitas dari sistem organisasi yang keberhasilannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam pasar yang penuh dengan persaingan, terdapat dua pilihan mendasar, yaitu: a. Melalui menekan biaya


(38)

b. Memaksimalkan kepuasan pelanggan.

Dalam hubungan dengan menekan biaya untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin ternyata terbatas pada jangka waktu tertentu dan dalam jangka waktu pendek, sedangkan pada konsep mencari keuntungan dengan memuaskan pelanggan dapat berlangsung dalam jangka waktu panjang (Boediono, 2003:39).

Rahmianto (2003:10) dalam mengukur tingkat kepuasan wajib pajak menggunakan variabel seperti; Prosedur tidak sulit, persyaratan simpel, tarif pajak yang dapat dijangkau, pengamanan, dan pelayanan yang sesuai harapan.

Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Liberty Pandiangan, 2005:7). Walaupun kepuasan pelanggan dapat digunakan sebagai ukuran, namun untuk mengetahui apakah pelanggan tersebut menjadi puas atau belum, inilah yang menjadi masalah. Untuk itulah diperlukan suatu standar pelayanan (Boediono, 2003).

8. Pengertian Pajak

Para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Adriani (1991) dalam Waluyo (2000:3): “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang


(39)

gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 yang telah berubah menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dalam definisi ini lebih memfokuskan pada fungsi budgetair dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur. Sedangkan pengertian pajak menurut Soemitro (1992:4) dalam buku pengantar singkat hukum pajak menyebutkan bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919) dalam buku hukum pajak Suandy (2005:25) mengatakan: “Pajak adalah bantuan uang yang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan dimana terjadi sesuatu Tatbestand (sasaran perpajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak”.

Soemahamidjaja (1964) dalam penelitian Sahrul Alam (2003:43) mengidentifikasikan pajak sebagai berikut: “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.


(40)

Dari penjelasan diatas, ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi itu adalah:

a. Pajak adalah peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah. b. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta

aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.

d. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

e. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai investasi publik.

f. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.

g. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung. 9. Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu: (Ilyas dan Waluyo, 2004:8).

a. Fungsi Penerimaan (Budgetair).

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah Contohnya, dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.


(41)

b. Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah. 10.Sistem Self Assestment

Sistem self assestment adalah suatu sistem yang memberikan kepercayaan sepenuhnya untuk memenuhi kewajiban perpajakannya seperti menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya. Keberhasilan sistem self assestment pada dasarnya sangat tergantung tingkat kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajaknnya (Ardananto, 2003).

Fiskus nantinya akan memeriksa ketaatan kewajiban perpajakan tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh Mitchelson (1996) dalam Bagiyo Ardananto (2003:67):

“Self assestment means individuals are assessed on their tax liability. Under this systems (self assestment) tax payers are assessed before (if ever) the tax department examines their taxation return in detail”.

Dari pengertian diatas jelaslah bahwa wajib pajak berkewajiban menyelesaikan sendiri kewajiban perpajakannya; menghitung, membayar dan melaporkan pajak terutang, sebelum fiskus memeriksa secara lengkap kebenaran laporan wajib pajak tersebut. Yang perlu ditekankan bahwa sistem self assestment bukan berarti bahwa wajib pajak bebas untuk


(42)

menentukan besarnya pajak yang terutang, namun wajib pajak tetap terikat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Bagiyo Ardananto, 2003:67).

Penerapan sistem self assestment di Indonesia dalam sistem perpajakan di Indonesia dinyatakan dalam penjelasan undang-undang No. 16 Tahun 2000 sebagai berikut (Waluyo: 2000:11):

a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pelayanan, pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. c. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat

melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terutang (self assestment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali,


(43)

sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak.

Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut diatas, wajib pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang berada pada wajib pajak sendiri. Selain daripada itu, wajib pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pelaksanakan administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokrasi rumit akan dihilangkan (Bagiyo Ardananto, 2003:68).

11.Wajib Pajak

Dalam pasal 01 UU Perpajakan No. 16 Tahun 2000 menyebutkan bahwa: “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu” (Waluyo, 2000:3).

Wajib pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan BUT. Wajib pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal/berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Yang dimaksud wajib pajak orang pribadi


(44)

dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia (Waluyo, 2000:4). Menurut Waluyo (2000:6) yang dimaksud dengan wajib pajak orang pribadi luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia/berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia/luar Indonesia sedangkan subjek pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang biasa dari sumber penghasilan di Indonesia (Waluyo, 2000:10).

12. Surat Pemberitahuan (SPT) a. Pengertian dan Fungsi

Pasal 1 huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 menyebutkan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(45)

Fungsi SPT dapat dilihat dari wajib pajak, pengusaha kena pajak dan pemotong/pemungut pajak sebagai berikut (Waluyo, 2000:30):

1) Fungsi SPT bagi wajib pajak yaitu (Waluyo, 2000:31):

a) Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan penghitungan pajak yang sebenarnya terutang.

b) Melapor pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

c) Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak, sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2) Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak yaitu (Waluyo, 2000:31):

a) Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang.

b) Melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.

c) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak,


(46)

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3) Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak

Fungsi SPT dalam hal ini adalah sebagai sarana melapor dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetor (Waluyo, 2000:31).

c. Pengisian, Penyampaian dan Pembetulan SPT

Wajib pajak harus mengambil sendiri formulir SPT pada Kantor Pelayanan Pajak setempat dan mengisi formulir SPT dengan benar, jelas, dan lengkap serta menandatangani sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan (Waluyo, 2000:31).

SPT yang telah diisi diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam batas waktu yang ditetapkan, dan meminta bukti penerimaan SPT. Apabila SPT dikirim melalui PT. Pos Indonesia (POSINDO) harus dilakukan secara tercatat, dan tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan (Waluyo, 2000:32).

Apabila dalam pengisian SPT ternyata terdapat kesalahan, maka wajib pajak atas kemauan sendiri dapat membetulkan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah


(47)

saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, dengan syarat (Waluyo, 2000:33):

1) Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pembetulan SPT tersebut berakibat utang pajak menjadi lebih besar, maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT.

2) Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan. Selanjutnya wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar.

Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, wajib pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkannya dalam suatu laporan tersendiri. Tentang ketidakbenaran pengisian SPT atas pengungkapan wajib pajak berakibat (Waluyo, 2000:34):

1) Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar. 2) Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil. 3) Jumlah harta menjadi lebih besar.


(48)

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sebelum laporan disampaikan.

d. Lampiran SPT

Hal yang perlu dilampirkan dalam SPT (Waluyo, 2000:35):

1) Wajib pajak yang melakukan pembukuan, SPT-nya harus dilampiri/dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

2) Wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan, dalam SPT-nya harus dilampiri/dilengkapi peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.

e. Jenis SPT

Memperhatikan saat pelaporanya SPT dibedakan menjadi dua (Waluyo, 2000:36):

1) SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.

2) SPT-tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.


(49)

Sesuai pasal 3 ayat 3 UU No. 9 Tahun 1994 tentang KUP bahwa batas waktu penyampaian SPT diatur (Waluyo, 2000:36):

1) Untuk SPT Masa, selambat-lambatnya dua puluh hari setelah akhir masa pajak.

2) Untuk SPT Tahunan, selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak.

Bagi wajib pajak yang melakukan pembukuan SPT Tahunan PPh harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan penghasilan laba rugi serta keterangan lain yang digunakan sebagai dasar menghitung penghasilan kena pajak (Waluyo, 2000:37).

Walaupun SPT disampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan, tetapi SPT tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan atau dokumen yang dapat berupa antara lain surat kuasa, surat keterangan tentang perkawinan dengan pihak harta dan penghasilan, dokumen yang berkenaan dengan impor/ekspor dan surat setoran pajak, maka SPT dianggap tidak disampaikan (Waluyo, 2000:37).

g. Perpanjangan Penyampaian SPT

Sekalipun batas penyampaian SPT diatas telah ditetapkan, tetapi wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan dengan mengajukan surat permohonan perpanjangan batas waktu penyampaian SPT Tahunan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan disertai (Waluyo, 2000:38):


(50)

2) Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terhutang dalam satu tahun pajak.

3) Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut perhitungan sementara tersebut.

Dalam hal permohonan wajib pajak tersebut disetujui dan ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari batas waktu yang selambat-lambatnya kewajiban menyampaikan SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran.

h. Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana Sehubungan dengan SPT Wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU sehubungan dengan SPT dikenakan sanksi administrasi dan atau sanksi pidana (Waluyo, 2000:39):

1) Wajib pajak yang menyampaikan terlambat SPT dikenakan sanksi administrasi berupa denda untuk SPT-Masa sebesar Rp. 25.000,00 dan untuk SPT-Tahunan sebesar Rp. 50.000,00.

2) Pasal 38 UU No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994 menyatakan bahwa, apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT


(51)

tetapi isinya tidak lengkap atau menyampaikan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang terutang.

3) Pasal 39 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 1994, menyatakan apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang terutang.

13. Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Pengertian

Menurut Siti Resmi (2007:135) “Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.”

Undang-undang Pajak penghasilan Nomor. 17 tahun 2000 mengatur tentang penghasilan yang diperoleh wajib pajak. Berdasarkan pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan bahwa penghasilan itu adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun (Waluyo, 2000:25).


(52)

Pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang diterima oleh wajib pajak ada empat sumber, antara lain (Waluyo, 2000:26):

1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan hubungan kerja dan pekerjaan bebas.

2) Penghasilan dari usaha dan kegiatan. 3) Penghasilan dari modal.

4) Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan utang, dan sebagainya.

Pajak yang dikenakan atas penghasilan kena perusahaan maksudnya seseorang yang bergabung dalam perusahaan, pasti mereka akan mendapatkan penghasilan yang sudah dipotong pajak (Waluyo, 2000:28). Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasan, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi atau usaha tertentu (Waluyo, 2000:29).

b. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Siti Resmi (2007:138) Subjek PPh Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 17 Tahun 2000 untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk Subjek PPh Pasal 21 adalah: 1) Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan termasuk


(53)

perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

2) Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan.

3) Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT).

4) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status wajib pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. 5) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar

honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status wajib pajak luar negeri.

6) Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga kepanitiaan,


(54)

asosiasi, perkumpulan, organisasi masa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

7) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan permagangan.

c. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Siti Resmi (2007:139) yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan PPh 21 antara lain:

1) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia (WNI) dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

2) Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 574/KMK.04/2000 tentang organisasi-organisasi internasional dan pejabat perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan keputusan


(55)

Nomor 601/KMK.03/2005, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

d. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Siti Resmi (2007:141) Objek PPh 21 antara lain:

1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau pemerintah secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.

2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, tratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap.


(56)

3) Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau pemegang yang merupakan calon pegawai. 4) Uang tebusan, uang tabungan hari tua atau jaminan hari tua, uang

pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).

5) Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, yang terdiri atas:

a) Tenaga ahli.

b) Musisi, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

c) Olahragawan

d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.


(57)

f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial.

g) Agen iklan

h) Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberian jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat.

i) Pembawa pesan atau yang menemukan langganan. j) Peserta perlombaan.

k) Petugas penjaja barang dagangan. l) Petugas dinas luar asuransi.

m) Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai.

n) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

6) Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya.

7) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak selain pemerintah, atau wajib pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang


(58)

dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

e. Pengecualian Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Siti Resmi (2007:143) yang tidak termasuk dalam objek PPh pasal 21 antara lain:

1) Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

2) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh pemerintah maupun wajib pajak.

3) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah di sahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

4) Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.

5) Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Pennyelenggara Jamsostek, yang jumlah brutonya tidak melebihi Rp. 25.000.000,00.

6) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan/atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.


(59)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Kualitas Pelayanan 1. Kenyataan (Tangible) 2. Kehandalan (Reliability) 3. Ketanggapan

(Responsiveness) 4. Jaminan (Assurance) 5. Memahami (Empathy)

Pengaruh Pelayanan Aparatur Pajak Terhadap Kepuasan

Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan SPT PPh 21 Orang

Pribadi di

KPP Pratama Bekasi Utara

Kepuasan Wajib Pajak 1. Prosedur Tidak Sulit 2. Persyaratan Simpel

3. Tarif Pajak yang Dapat Dijangkau

4. Pengamanan

5. Pelayanan yang Sesuai Harapan Dalam Pengisian dan Penyampaian SPT PPh 21

•Uji Regresi Sederhana •Koefisien Determinasi

•Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

•Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)


(60)

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh pelayanan aparatur pajak terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT PPh Pasal 21. Pelayanan pajak diukur dengan menggunakan lima variabel; Kenyataan, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan memahami.

Sedangkan kepuasan wajib pajak diukur dengan menggunakan variabel-variabel seperti; Prosedur tidak sulit, persyaratan simpel, tarif pajak yang dapat dijangkau, pengamanan, dan pelayanan yang sesuai harapan (Rahmianto, 2003:10). Adanya permasalahan masih rendahnya tingkat kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, maka perlu adanya penekanan terhadap unsur-unsur yang dapat meningkatkan kepuasan wajib pajak.

Pemerintah sebagai agen pelayanan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan di KPP harus bertindak sebagai pelayan masyarakat. Birokrasi pelayanan bukan diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta untuk menciptakan kondisi memungkinkan untuk setiap anggota masyarakat, mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.

Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan terpenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif.


(61)

Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik (Liberty Pandiangan, 2005:8).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kuallitas pelayanan aparatur pajak dalam melayani wajib pajak sangat penting. Pelayanan yang prima akan membuat wajib pajak senantiasa terbantu dalam melakukan kewajiban perpajakannya secara benar. Pelayanan jasa publik yang prima adalah pelayanan jasa yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan. C. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan model analisa dan penjelasan diatas, maka dalam penelitian ini hipotesis yang dapat diajukan adalah:

Ho: Pelayanan aparatur pajak tidak berpengaruh positif secara signifikan terhadap kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Ha: Pelayanan aparatur pajak berpengaruh positif secara signifikan terhadap


(1)

DAFTAR PERTANYAAN

TINGKAT PELAYANAN KEPADA WAJIB PAJAK

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama Responden :

2. Berapa lama anda sebagai wajib pajak? : Tahun Tahun Tahun

3. Pendidikan ? : SMA S1

S2

4.Tanggungan? : Orang

JAWABAN

NO. PERTANYAAN Sangat

tidak penting

Tidak penting

Cukup

penting penting

Sangat penting

1 2 3 4 5

I Tangible (Kenyataan)

1. Prosedur pelayanan dalam pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi tidak berbelit-belit (tidak rumit) 2. Formulir-formulir berkaitan tentang

pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi mudah didapat/diperoleh 3. Formulir-formulir perpajakan SPT PPh 21

Orang Pribadi mudah digunakan dan diisi 4. Petugas pajak memberikan perhatian

terhadap keinginan dan kebutuhan Wajib Pajak.

II. Reliability (Kehandalan)

5. Petugas pajak memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur kepada Wajib Pajak 6. Kecepatan dalam pemrosesan dan

penyampaian (tepat waktu) layanan 7. Kepedulian petugas pajak terhadap

kebutuhan Wajib Pajak 8 Penjelasan tentang pengisian dan

penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi diberikan oleh petugas pajak

III. Responsiveness (Ketanggapan)

9. Pegawai tegas dan tepat dalam penerapan peraturan perpajakan 10. Kejujuran petugas pajak dalam hal


(2)

JAWABAN

NO PERTANYAAN Sangat

tidak penting

Tidak penting

Cukup

penting penting

Sangat penting

1 2 3 4 5

11. Pegawai menguasai peraturan perpajakan dan terampil dalam tugasnya 12. Kemudahan pembayaran pajak dengan

sistem MP3 di Bank Penerimaan Pembayaran.

IV. Pengamanan

13. Keamanan parkir kendaraan Wajib Pajak. 14. Keamanan kantor ketika berada diruang

tunggu TPT. 15. Pengawasan terhadap standar pelayanan

yang diberikan kepada Wajib Pajak.

V. Pelayanan yang Sesuai Harapan

16. Penyampaian informasi tentang pelayanan perpajakan yang benar

17. kemudahan untuk menghubungkan petugas pajak guna mendapatkan

pelayanan perpajakan 18. Waktu yang diberikan dalam memberikan

pelayanan kepada Wajib Pajak 19. Penanganan pelayanan perpajakan pada

saat Wajib Pajak yang melapor, khususnya pada saat terakhir lapor

DAFTAR PERTANYAAN

TINGKAT KEPUASAN WAJIB PAJAK

JAWABAN

NO. PERTANYAAN Sangat

tidak puas

Tidak puas

Cukup

puas Puas

Sangat puas


(3)

I. Prosedur tidak sulit

1. Prosedur pelayanan dalam pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi tidak berbelit-belit (tidak rumit) 2. Formulir-formulir berkaitan tentang

pengisian dan penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi mudah didapat/diperoleh 3. Formulir-formulir perpajakan SPT PPh 21

Orang Pribadi mudah digunakan dan diisi 4. Petugas pajak memberikan perhatian

terhadap keinginan dan kebutuhan Wajib Pajak.

II Persyaratan Simpel

5. Petugas pajak memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur kepada Wajib Pajak 6. Kecepatan dalam pemrosesan dan

penyampaian (tepat waktu) layanan 7. Kepedulian petugas pajak terhadap

kebutuhan Wajib Pajak 8 Penjelasan tentang pengisian dan

penyampaian SPT PPh 21 Orang Pribadi diberikan oleh petugas pajak

III. Pelayanan Dapat dijangkau

9. Pegawai tegas dan tepat dalam penerapan peraturan perpajakan 10 Kejujuran petugas pajak dalam hal

ketetapan dan penetapan peraturan. 11. Pegawai menguasai peraturan perpajakan

dan terampil dalam tugasnya. 12. Kemudahan pembayaran pajak dengan

sistem MP3 di Bank Penerimaan Pembayaran.

IV Pengamanan

13. Keamanan parkir kendaraan Wajib Pajak. 14 Keamanan kantor ketika berada diruang

tunggu TPT. 15. Pengawasan terhadap standar pelayanan

yang diberikan kepada Wajib Pajak.

V. Pelayanan yang Sesuai Harapan

16. Penyampaian informasi tentang pelayanan perpajakan yang benar


(4)

petugas pajak guna mendapatkan pelayanan perpajakan 18. Waktu yang diberikan dalam memberikan

pelayanan kepada Wajib Pajak 19. Penanganan pelayanan perpajakan pada saat Wajib Pajak yang melapor, khususnya pada saat terakhir lapor

No Nama L/P Pddkn Pekerjaan Tnggungnn

1 Susi Herawati P S1 Swasta > 3 Orang

2 Andi Solihin R. L S1 PNS 3 Orang

3 Kosim L S1 Swasta > 3 Orang

4 Lamran L S1 Swasta > 3 Orang

5 Koessartuti H. P S1 Swasta 2 Orang 6 Laurin Febriani P S1 Swasta 1 Orang

7 Asep Asmara L S2 PNS > 3 Orang

8 Wijayanti P S1 Swasta 1 Orang

9 Guntur Haryono L SLTA Swasta 1 Orang

10 Arifuddin L SLTA PNS > 3 Orang

11 Moulinda P SLTA Jasa 2 Orang

12 Eli P S1 Swasta 2 Orang


(5)

14 Sekar Setiawan L S1 Swasta 2 Orang 15 Hartono Ali M. L SLTA Swasta > 3 Orang 16 Hani Herlina P SLTA Swasta 2 Orang

17 Saptono L SLTA Swasta 1 Orang

18 Gindo Arisandy L S1 Swasta 1 Orang 19 Erwin Ginanjar L S1 Swasta 2 Orang

20 Azhari L S1 Swasta 3 Orang

21 Tri Wahono L SLTA Swasta 3 Orang

22 Yoga Bagus L S1 Swasta > 3 Orang

23 Nursam L S1 Swasta > 3 Orang

24 Roy Slamet K. L S1 Swasta 2 Orang 25 Hari Dumirat O. L SLTA Swasta 1 Orang

26 Salbani L S1 Swasta > 3 Orang

27 Anton Iskandar L S1 Swasta 2 Orang

28 Abdul Majid L S1 Swasta > 3 Orang

29 Lilik Hermawan L S2 Swasta 2 Orang

30 Nurcahyo L SLTA Swasta 3 Orang

31 Susanto L S1 Swasta 2 Orang

32 Abdul Gafur L S1 Swasta > 3 Orang

33 Eri L SLTA Swasta > 3 Orang

34 Sulaeman L S1 Swasta 3 Orang

35 Dadam D. L SLTA Swasta 3 Orang

36 Sutikno L S1 Swasta > 3 Orang

37 Suyitna L SLTA Swasta > 3 Orang

38 Effendi L SLTA Wiraswasta > 3 Orang

39 M. Yamin L SMK Swasta 2 Orang

40 Dedeng M. L S1 Swasta 2 Orang

41 Wiwiet Hidayat L S1 Swasta 3 Orang

Daftar Pertanyaan tingkat pelayanan kepada Wajib Pajak

5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 3 5 3 3

5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 5 4 5

5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 3 5 3 4 3 5

5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4

5 4 5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3

5 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 5 4 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 5 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 3 3

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 3 4


(6)

5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5

5 4 4 3 5 4 5 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 4

5 3 4 3 5 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 5

5 3 4 3 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 5 5

5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4

5 5 5 4 4 4 4 4 3 3 5 3 3 3 5 4 3 4 3

4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 5 5 4 3 4 4

4 4 4 5 4 4 4 3 3 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5

5 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 5 5 4 5 4 4 4 4

5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4

4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5

5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5

5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 3 3 5

3 3 4 4 5 3 4 4 4 3 4 3 3 4 5 5 5 4 4

4 4 4 5 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 5 4 5 5 5

4 5 5 5 5 4 4 4 3 3 4 3 4 4 5 4 4 4 4

3 3 4 5 5 3 3 4 3 3 4 3 3 4 5 4 4 4 4

4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4

5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4

5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5

3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 5 5


Dokumen yang terkait

Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Terhadap Pembayaran Pajak dan Pelaporan SPT Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

5 119 74

Pelaksanaan Pengawasan Penerimaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

1 59 110

Pelaksanaan Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

0 64 63

Ekstensifikasi Dan Intensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Medan Kota

1 27 69

Kesadaran Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan

0 41 60

Pelaksanaan Kewajiban Mengisi Dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pada Koperasi Swadharma Medan

1 65 51

Analisis Determinan Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Di Provinsi Sumatera Utara

5 46 82

Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

0 57 56

PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MENYAMPAIKAN SPT MASA DAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA METRO

4 30 49

Pengaruh Kualitas Pelayanan Account Representative terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan: Survei terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Bandung Karees.

0 1 20