Seluruh contoh pembatas ini merupakan petunjuk bahwa penutur tidak hanya sadar tentang maksim-maksim, tetapi mereka ingin menunjukkan bahwa mereka
mencoba untuk meneliti maksim-maksim itu dan menyampaikan kepedulian penutur bahwa pendengar memutuskan untuk menjadi pasangan-pasangan percakapan yang
koperatif.
2.4 Sifat-Sifat Implikatur Percakapan
Implikatur merupakan bagian dari informasi yang disampaikan namun penutur selalu dapat memungkiri bahwa mereka ingin menyampaikan maksud-
maksud tertentu. Implikatur-implikatur tersebut dapat dipungkiri secara eksplisit dengan cara yang berbeda. Contoh, ada sebuah implikatur baku yang dikaitkan
dengan menyatakan suatu besaran dan penutur hanya memaksudkan jumlah angka itu, seperti berikut.
Anda telah mendapatkan bonus lima puluh ribu rupiah hanya lima puluh ribu Namun, untuk menangguhkan implikatur itu hanya lima puluh ribu bagi
penutur cukup mudah, yaitu dengan menggunakan ungkapan ’kira-kira’, atau membatalkan informasi dengan memberikan informasi tambahan dengan ungkapan
’sebenarnya’. Anda telah mendapatkan bonus kira-kira lima puluh ribu rupiah
Anda telah mendapatkan bonus kira-kira lima puluh ribu rupiah, tapi sebenarnya Anda sudah mendapatkan bonus tujuh puluh lima ribu rupiah
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Implikatur dapat diperhitungkan oleh pendengar melalui inferensi. Jadi dengan demikian sifat implikatur adalah, implikatur-implikatur percakapan dapat
diperhitungkan, ditangguhkan, dibatalkan, dan ditegaskan kembali.
2.5 Kesantunan: Prinsip dan Maksim
Prinsip sopan santun merupakan komplemen yang perlu dalam menjelaskan implikatur percakapan dengan lebih baik. Untuk menjalin hubungan yang baik dan
demi tercapainya tujuan dalam berkomunikasi perlu mempertimbangkan segi sopan- santun berbahasa. Sopan-santun dalam berkomunikasi dapat dipandang sebagai usaha
untuk menghindari konflik antara penutur dengan mitrabicara. Dalam hal ini, kesopansantunan merupakan 1 hasil pelaksanaan kaidah, yaitu kaidah sosial, dan 2
hasil pemilihan strategi komunikasi. Konsep strategi kesantunan yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson
diadaptasi dari konsep face yang diperkenalkan oleh seorang sosiolog bernama Erving Goffman 1956 Renkema 2004: 24-25. Face merupakan gambaran citra diri
dalam atribut sosial yang telah disepakati. Dengan kata lain, face dapat diartikan kehormatan, harga diri self-esteem, dan citra diri di depan umum public self-image
dalam Peccei, 1999: 64. Menurut Goffman 1956 setiap partisipan memiliki dua kebutuhan dalam setiap proses sosial: yaitu kebutuhan untuk diapresiasi dan
kebutuhan untuk bebas tidak terganggu. Kebutuhan yang pertama disebut positive face, sedangkan yang kedua disebut negative face.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Berdasarkan konsep face yang dikemukakan oleh Goffman ini, Brown dan Levinson 1978 membangun teori tentang hubungan intensitas kesantunan yang
terrealisasi dalam bahasa Renkema 2004: 25. Intensitas ini diekspresikan dengan bobot atau weight W yang mencakup tiga parameter sosial, yaitu: pertama, tingkat
gangguan atau rate of imposition R, berkenaan dengan bobot mutlak absolute weight tindakan tertentu dalam kebudayaan tertentu, misalnya permintaan May I
borrow your car? mempunyai bobot yang berbeda dengan permintaan May I borrow your pen?; kedua, jarak sosial atau social distance D antara pembicara
dengan lawan bicaranya, misalnya bobot kedua permintaan di atas tidak terlalu besar jika kedua ungkapan tersebut ditujukan kepada saudara sendiri; dan ketiga, kekuasaan
atau power P yang dimiliki lawan bicara Renkema 2004:26. Peerhatikan ilustrasi berikut.
1. Maaf, Pak, boleh tanya? 2. Numpang tanya, Mas?
Dalam contoh di atas terlihat jelas, ujaran 1 mungkin diucapkan pembicara yang secara sosial lebih rendah dari lawan bicaranya, misalnya mahasiswa kepada dosen
atau yang muda kepada yang tua; sedangkan ujaran 2 mungkin diucapkan kepada orang yang secara sosial jaraknya lebih dekat.
Seseorang yang mengetahui yang mengetahui dan menyadari jarak atau kedekatannya kepada mitrabicara dan menggunakan bahasa dengan baik sesuai
dengan jarak atau kedekatannya itu disebut menggunakan bahasa secara santun atau
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
melakukan kesantunan bahasa. Dengan prinsip pengetahuan atau kesadaran tentang jarak dan kedekatan itu, jika pembicara dengan mitra bicara memiliki jarak dan
memakai bahasa dengan prinsip kedekatan akan menimbulkan salah pengertian dan melanggar kesantunan bahasa. Demikian juga sebaliknya, orang yang dekat dengan
mitrabicara yang menggunakan bahasa yang berindikasi jarak akan merusak kesantunan pemakaian bahasa karena mitrabicara akan merasa bahwa pembicara
berupaya menjauhkan diri daripadanya. Hal ini memberi kesan bahwa mitrabicara tidak santun dalam berkomunikasi Saragih, 2008:17.
Kesantunan yang beorientasi kepada jarak sosial antarpembicara akan menimbulkan sikap hormat respect dan kesantunan yang berorientasi untuk
menjaga muka atau marwah karena kedekatan disebut akrab, persahabatan friendliness dan solidaritas solidarity. Tindak ancaman terhadap muka atau
marwah face threatening act adalah ucapan yang mengancam penghargaan atau pengharapan seseorang atas muka atau marwahnya. Tindak penyelamatan muka face
saving act merupakan ucapan yang menyelamatkan atau mengurangi ancaman terhadap marwah seseorang. Sebagai contoh seorang ayah melakukan tindak ancaman
marwah sedang si ibu melakukan tindak penyelamatan marwah ketika salah seorang anak tetangga mereka memukuli anak lelakinya, seperti dalam percakapan berikut.
Ayah : Biar ku beri pelajaran anak bandel itu. Seenaknya saja memukuli anak orang.
Ibu : Mungkin, lebih baik berbicara saja dahulu dengan orang tuanya. Biar mereka yang menasehatinya.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Tindak peneyelamatan muka yang berorientasi kepada muka atau marwah negative akan menghasilkan atau berasosiasi dengan ucapan hormat, ucapan maaf dan
pengakuan atas keunikan atau kekuasaan seseorang. Kesantunan yang dilakukan dengan orientasi ini disebut kesantunan negatif negative politeness. Keunikan atau
kekuasaan seseorang dapat terjadi oleh beberapa faktor, seperti umur, keturunan, status sosial, pengetahuan, sex, asal darah, dan lain-lain. Tindak penyelamatan muka
atau marwah yang berorientasi ke muka atau marwah positif menghasilkan ucapan solidaritas, kesamaan nasib dan tujuan, keakraban. Kesamaan atau solidaritas ini
disebut kesantunan positif positive politeness. Realisasi aspek bahasa yang digunakan untuk strategi kesantunan positif
adalah bahasa formal, dialek, slang, penggunaan gelar, keterlibatan kita, menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Sedangkan aspek bahasa yang digunakan untuk
strategi kesantunan negatif adalah hindari ucapan slang, penggunaan gelar, hindari bahasa informal, nirpersona, keterlibatan orang ketiga, dan dinyatakan dengan tidak
langsung Saragih, 2008: 17. Seperti dalam contoh berikut. Strategi Kesantunan Positif : Mari kita pergi ke pesta pernikahan anak Bu Tuti.
Strategi Kesantunan Negatif : Bapak diundang ke pesta pernikahan anak Bu Tuti. Anda diundang ke pesta pernikahan anak Bu Tuti.
Dari contoh tersebut diketahui bahwa aspek bahasa yang digunakan untuk kesantunan positif adalah dengam menggunakan bahasa yang formal dan menyatakan sesuatu
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
dengan tidak langsung. Berbeda halnya dengan kesantunan negatif yang menggunakan aspek bahasa yang informal serta dinyatakan secara langsung.
Dalam hubungannya dengan kesopansantunan, R. Lakoff mengusulkan tiga kaidah sopan-santun seperti dituturkan oleh Gunarwan, 1993: 8 yaitu 1
formalitas, artinya jangan menyela, tetaplah bersabar, dan jangan memaksa, 2 kebebasan pilihan keluwesan, artinya buatlah sedemikian rupa sehingga mitrabicara
Anda dapat menentukan pilihan dari berbagai tindakan, 3 kesekawanan kesederajatan, artinya bertindaklah seolah-olah antara Anda dengan mitrabicara
Anda sama atau sederajat, dan buatlah agar mitrabicara Anda merasa senang. Dengan demikian, sebuah ujaran akan dinilai santun apabila penutur tidak terkesan memaksa,
ujaran itu memberikan alternatif pilihan tindakan kepada mitrabicara, dan mitrabicara merasa senang. Dalam hal ini, berbagai bentuk strategi komunikasi dapat ditempuh
agar ujaran bernilai sopan-santun tinggi. Dalam berkomunikasi terdapat dua kaidah kompetensi pragmatik yang sangat penting, yakni “buatlah perkataan Anda jelas”
make yourself clear, dan “bersopan-santunlah” be polite. Di samping tiga kaidah sopan-santun yang diusulkan Lakoff tersebut, Leech
1999: 194-195 mengemukakan adanya tiga skala yang perlu dipertimbangkan untuk menilai derajat kesopansantunan suatu ujaran, yaitu yang disebut “skala pragmatik”.
Ketiga skala pragmatik itu adalah 1 skala biaya-keuntungan cost and benefit, 2 skala keopsionalan, dan 3 skala ketaklangsungan.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Leech 1999: 205 membahas teori kesantunan dalam kerangka retorika interpersonal. Dalam hal ini, Leech menyebutkan enam maksim kesantunan, yaitu 1
Maksim Kebijaksanaan Tact Maxim yaitu buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin, 2 Maksim
Kedermawanan Generosity Maxim yaitu buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin, buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin, 3 Maksim Pujian
Approbation Maxim yaitu kecamlah orang lain sedikit mungkin, pujilah orang lain sebanyak mungkin, 4 Maksim Kerendahan Hati Modesty Maxim yaitu pujilah diri
sendiri sedikit mungkin, kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin, 5 Maksim Kesepakatan Aggreement Maxim yaitu usahakan agar ketidak sepakatan antara diri
dan lain terjadi sedikit mungkin, usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak mungkin, 6 Maksim Simpati Sympathy Maxim yaitu kurangilah
rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin, tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain.
Karena semua maksim ini menganjurkan agar mengungkapkan keyakinan- keyakinan yang sopan dan bukan keyakinan- keyakinan yang tidak sopan, maksim-
maksim ini dimasukkan ke dalam prinsip sopan santun. Empat maksim yang pertama melibatkan skala-skala berkutub dua: skala untung-rugi dan skala pujian-kecaman.
Dua maksim lainnya melibatkan skala-skala yang hanya satu kutubnya, yaitu skala kesepakatan dan skala simpati.
Walaupun antara skala yang satu dengan yang lain ada kaitannya, setiap maksim berbeda dengan jelas, karena setiap maksim mengacu pada sebuah skala
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
penilaian yang berbeda dengan skala penilaian maksim-maksim lainnya. Skala untung-rugi pada maksim kearifan dan kedermawanan memeringkatkan untung-rugi
orang lain dan diri sendiri akibat suatu tindakan di masa depan, sedangkan skala-skala pada maksim pujian dan maksim kerendahan hati memeringkatkan baik tidaknya
penilaian yang diungkapkan oleh diri sendiri mengenai orang lain dan mengenai diri sendiri Leech, 1993: 209.
Maksim-maksim ini ditaati sampai batas-batas tertentu saja dan bukannya ditaati sebagai kaidah-kaidah absolut, khususnya berlaku bagi submaksim-submaksim
yang lebih lemah, seperti ‘kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin’. Seseorang yang terus menerus merendahkan dirinya pada setiap kesempatan akan menjadi orang yang
sangat membosankan. Sehingga dia akan dinilai sebagai orang yang tidak tulus, yang tidak sungguh. Jika terjadi demikian Prinsip Kerja sama Maksim Kualitas akan
menghalangi kita agar tidak terlalu merendahkan diri; sebaliknya, dalam situasi yang lain Prinsip Kerja sama juga akan menghalangi kita agar tidak terlalu arif. Perhatikan
contoh berikut. A: Mereka baik sekali kepada kita.
B: Ya, betul. Kalimat ini menunjukkan bahwa memang sopan kalau kita sependapat dengan pujian
orang lain, kecuali kalau pujian itu ditujukan kepada diri sendiri. Namun pada kalimat berikut.
A: Anda baik sekali kepada saya. B: Ya, betul.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Kalimat ini melanggar submaksim yang pertama Maksim Kerendahan Hati yang berarti membual, dan ini merupakan suatu pelanggaran sosial bila kemurahan hati ini
dibesar-besarkan.
2.6 Kajian Terdahulu