1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketika ditanya apakah etika itu penting? Semua akan menjawab dengan cepat, etika itu sangat penting. Namun ketika ditanya, lantas bagaimana cara kita
untuk menegakkan etika? Bagaimana kita menegakkan etika dalam dunia politik dan khususnya dunia legislatif? Semua akan terdiam sesaat untuk menjawabnya.
Pasca reformasi Mei 1998 di Indonesia, kesadaran untuk menuju demokrasi yang berbudaya semakin tinggi. Etika menjadi sub pokok dalam progres pemerintahan.
Etika menjadi perhatian penting terhadap pejabat negara terutama anggota dewan yang notabane dipilih langsung oleh rakyat. Maraknya kasus korupsi, rendahnya
integritas anggota dewan, dan bobroknya moral anggota dewan berdampak terhadap buruknya citra lembaga perwakilan.
Pada tahun 2004 Badan Kehormatan BK DPR, sebuah alat kelengkapan tetap yang bertugas untuk menegakkan kode etik anggota dewan terbentuk. BK
DPR adalah salah satu bentuk perwujudan tanggung jawab moral anggota dewan kepada rakyat. Pembentukan BK DPR merupakan tanggapan atas sorotan publik
terhadap kinerja buruk sebagian anggota DPR. Beberapa kasus pelanggaran kode etik
1
oleh anggota DPR juga sempat memunculkan desakan agar Badan Kehormatan segera dibentuk, misalnya dalam kasus suap yang diduga melibatkan
1
Kode etik yang dimaksud adalah Pasal 1 kode etik DPR, kode etik sebagai norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku
maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh anggota.
2
anggota Komisi Keuangan, Perbankan dan Perencanaan Pembangunan DPR dalam periode 1999-2004 untuk melancarkan divestasi Bank Niaga oleh Badan
Penyehatan Perbankan Nasional BPPN. Demikian juga ketika muncul indikasi keengganan sebagian anggota DPR untuk menyerahkan formulir daftar kekayaan
yang diserahkan oleh Komisi Penyelidik Kekayaan Pejabat Negara KPKPN
2
. Kini telah digantikan perannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK.
BK merupakan alat kelengkapan tetap yang paling muda saat ini di DPR. Pada awal pembentukannya bernama Dewan Kehormatan DK lalu menjadi
Badan Kehormatan BK. Dulunya BK termasuk dalam alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara, namun dengan perubahan UU No. 22 Tahun 2003 dan
revisi terbaru UU No. 27 Tahun 2009, alat kelengkapan ini berubah menjadi alat kelengkapan tetap DPR. Berikut perbedaan pengaturan BK DPR dari awal
pembentukkan hingga periode 2014.
Tabel 1.I Perubahan Badan Kehormatan DPR
No. Point
pengaturan Dewan
Kehormatan DK
1999-2004 Badan Kehormatan
BK Periode 2004-2009
Badan Kehormatan BK
Peroide 2009- 2014.
1 Legalitas Hukum
UU No. 4 Tahun 1999 dalam Pasal
37. Dibentuk sebagai
alat kelengkapan yang
bersifat sementara.
UU No.22 Tahun 2003 dalam Pasal 56.
Dibentuk sebagai alat kelengkapan
bersifat tetap.
UU No.27
Tahun 2009 dalam Pasal
123. Dibentuk sebagai alat
kelengkapan DPR
yang bersifat tetap.
2 Jumlah dan
Komposisi Tidak ada pasal.
Tidak diketahui
tentang jumlah
anggota. UU No.22 Tahun 2003
dalam Pasal 57. Berjumlah tiga belas
orang,
terdistribusi UU
No.27 Tahun
2009 dalam Pasal 124.
Berjumlah sebelas
2
Diambil dari www.parlement.netbadankehormatan. Diakses pada l 4 November 2012.
3
menurut komposisi
Fraksi. orang
dengan pertimbangan
dan pemerataan
jumlah Fraksi
3 Pengangkatan
Anggota BK Tidak
ada penjelasan.
UU No.22 Tahun 2003 Pasal 57.
Dipilih dan
dapat diganti sewaktu-waktu
oleh Fraksi UU
No.27 Tahun
2009 Pasal 124. Dipilih
dan dapat
diganti sewaku-waktu oleh Fraksi.
4 Pemilihan
Pimpinan BK DPR
Pemimpin terdiri dari satu orang
dan wakil dua orang.
Dipilih
oleh anggota
dewan kehormatan.
Pasal 58. Pimpinan terdiri dari
satu orang dan wakil dua orang.
Dipilih
berdasarkan musyawarah
dan mufakat .
Pasal 125. Pemimpin terdiri dari
satu orang dan wakil dua orang.
Dipilih
berdasarkan musyawarah
dan mufakat
dan proposional
dengan memperhatikan
komposisi perempuan menurut perimbangan
menurut jumlah
Fraksi. 5
Tugas dan Wewenang
Penyelidikan dan verifikasi
atas pengaduan.
Memangil yang
teradu dan
pengadu. Pasal 59.
Penyelidikan dan
verifikasi atas
pengaduan. Memanggil teradu dan
pengadu. Pasal 127.
Penyelidikan dan
verifikasi atas
pengaduan. Memanggil
teradu dan pengadu.
6 Sifat Rapat
Tidak ada
penjelasan. Pasal 59.
Bersifat tertutup. Tartib DPR Tahun
2011 dalam pasal 15. Rapat
bersifat tertutup.
7 Sanksi
Sanksi administrasi
hingga diberhentikan
menjadi anggota DPR.
Pasal 62 dan 63. Sanksi
teguran dan
larangan menjadi
pimpinan alat
kelengkapan. Tartib DPR Tahun
2011 dalam pasal 38. Sanksi
berupa teguran,
pemberhentian sementara
hingga pemberhentian
dari anggota DPR.
8. Skema Tata
Beracara Tidak
ada pengaturan
mengenai skema tata beracara.
Mulai dibuat
UU khusus
mengenai skema tata beracara BK
DPR yaitu, Peraturan DPR
No.2 Tahun
20072008. Direvisi kembali pada
Peraturan DPR No.2 Tahun
2011 mengenai skema tata
beracara BK DPR.
Sumber: UU No. 4 Tahun 1999, UU No. 22 Tahun 2003, Tartib DPR Tahun 2004 dan UU No.27 Tahun 2009 dan Peraturan DPR No.2 Tahun 2011.
4
Perbedaan pada tabel adalah perbedaan secara struktural. Perubahan terlihat dari nama, sifat ketetapan, pengangkatan dan jumlah komposisi anggota hingga
sanksi. Perubahan dalam struktur BK 2004-2014 terlihat bahwa Fraksi masih dominan. Dominasi Fraksi dapat dideteksi dalam jumlah anggota, komposisi
anggota, pemilihan dan pengangkatan anggota hingga sifat rapat yang tertutup. Pada penjelasan mengenai jumlah komposisi anggota BK terbaru disebutkan
bahwa “anggota komposisi BK berjumlah 11 sebelas orang dengan memperhatikan jumlah angggota Fraksi”. Artinya setiap Fraksi mempunyai wakil
anggotanya dalam BK, namun hingga sekarang terdapat 2 dua Fraksi yang tidak ada dalam komposisi BK, yaitu Fraksi Gerindra dan Hanura. Komposisi BK ini
terlihat menekankan kepentingan Fraksi yang memiliki suara terbanyak diperlemen.
Begitupun dalam hal pengangkatan pimpinan dan anggota BK, semestinya komponen anggota ditetapkan masa tugasnya. Untuk jangka berapa lama anggota
BK bertugas, tidak semestinya anggota BK dapat silih berganti sesuai keinginan Fraksi. Apabila terjadi sidang kasus dan ada terjadi pergantian komposisi anggota
BK, ditakutkan anggota BK yang baru tidak mengerti mengenai kasus yang disidangkan. Sungguh sangat disayangkan sampai saat ini sifat rapat BK DPR
masih bersifat tertutup. Akuntabilitas penanganan kasus seakan ditutupi untuk melindungi teman satu Fraksi dan kepentingan.
Partai politik dan politisi saat ini tidak bisa bersikap jujur terkait kasus- kasus yang melibatkan anggotanya. Kasus-kasus yang terkait etika harusnnya bisa
lebih diproses cepat ketimbang yang lebih bersifat hukum. Seharusnya anggota
5
dewan yang dipilih langsung oleh rakyat haruslah bertanggung jawab kepada rakyat. Sidang pelanggaran kode etik DPR yang tertutup demikian membuat
rakyat menduga BK DPR hanya “bersidang-sidangan” untuk menutupi kejelekan etik angggota dewan. BK seharusnya memposisikan diri bukan lagi bagian dari
partai politik di DPR, karena kedudukan anggota partai politik di dalam tubuh BK sangat rentan dibajak oleh pihak parpol yang anggotanya bermasalah di BK
Revisi Paket Undang-undang Politik terutama revisi atas Undang-undang No. 22 Tahun 2003 menjadi UU No. 27 Tahun 2009 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPRD dan DPD akan meninjau kembali fungsi, kewenangan dari lembagai perwakilan. Proses ini sangat penting dikawal untuk
memastikan perubahan yang berarti dari pelaksanaan kewenangan lembaga perwakilan sekaligus alat kelengkapan yang ada di dalamnya, termasuk Badan
Kehormatan DPR RI
3
. Tugasnya dalam menegakan kode etik anggota dewan membuat alat
kelengkapan ini di satu sisi sangat berguna dan di sisi lain memiliki tantangan yang sangat berat. Maraknya kasus indikasi pelanggaran kode etik yang kongruen
dan berjalan paralel dengan skandal kasus publik seperti korupsi juga membuat alat kelengkapan ini tugasnya semakin berat. Ada persoalan kewajiban
melaksanakan fungsi alat kelengkapan sesuai dengan amanat undang-undang, tata tertib dan kode etik di satu sisi. Namun, di satu sisi yang lain BK juga berada
dalam dilema antara membela kepentingan publik dan menjaga citra, baik citra kelembagaan DPR RI maupun citra Partai Politik serta anggota DPR. Beratnya
3
Ibrahim Z.Fahmi Badoy. Penguatan Fungsi Pengawasan Badan Kehormatan DPR RI. Jakarta. 2005. Diunduh dari
www.parlement.net diakses pada tanggal 4 November 2012.
6
tugas dan tanggung jawab Badan Kehormatan memerlukan penguatan kewenangan yang dapat menunjang pelaksanaan fungsinya menegakan citra DPR.
Pengaturan terkait Badan Kehormatan DPR harus juga mampu memperkuat dari sisi kelembagaan sehingga kinerjanya dapat ditingkatkan.
BK DPR kini telah berusia delapan tahun, usia yang masih terbilang baru untuk sebuah lembaga penegak etik. Berbagai macam permasalahan kode etik
para anggota DPR masih banyak kerap terjadi. Fungsi penegakkan etika anggota dewan oleh BK DPR terlihat mengalami dilema dalam dua kasus berikut.
Pertama, mengenai kasus pornografi yang dilakukan anggota dewan yang bernama Karolina Margaret Natasa dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan F-PDIP. Kedua, kasus pemerasan Badan Usaha Milik Negara BUMN yang dilakukan sejumlah anggota dewan berdasarkan laporan dari
Menteri BUMN, Dahlan Iskan. Penulis sengaja mengambil dua kasus ini sebagai studi penelitian
dikarenakan dua kasus ini adalah kasus yang berbeda dari segi pengaduan. Kasus dengan pengaduan dan kasus tanpa melalui pengaduan langsung ke sekretariat
BK. Dua kasus ini sudah muncul karena sudah ramai dibicarakan oleh berbagai media. Melihat ini penulis beranggapan bahwa mau tidak mau BK harus bertindak
secara aktif untuk menangani dua kasus ini, kasus video pornografi Karolina Margaret Natasa dan kasus upaya pemerasan BUMN.
Pertengahan April 2012, sebuah video porno yang kabarnya melibatkan seorang anggota dewan sempat menggemparkan Senayan. Video itu diduga
melibatkan anggota Komisi IX DPR. Gemparnya video porno yang diduga
7
anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan F-PDIP yang sekaligus putri Gubernur Kalimantan Barat Cornellis ini pertama kali diunggah di
situs www.kilikitik.net. Namun video itu kini sudah ditarik dan situs itu sudah tidak bisa dibuka
4
. Karolina Margaret Natasa adalah seorang anggota dewan Komisi IX dari
Fraksi PDIP dapil Kalimantan Barat. Dia tersandung kasus pornografi dengan tersebarnya video tidak senonoh dengan seorang pria yang juga anggota dewan
DPR dan berasal dari Fraksi yang sama yaitu Aria Bima wakil ketua Komisi VI DPR. Kasus ini diusut oleh BK pada April 2012 namun sampai saat ini kasus ini
hilang dari peredaran dan anggota dewan tersebut masih bertugas di Senayan. Kasus ini membuat prasangka terhadap BK, bahwa BK menghadapi dilema dalam
menegakkan kode etik anggota dewan dan rela melindungi teman satu Fraksi. Selain itu, pada kasus upaya pemerasan Badan Usaha Milik Negara
BUMN yang dilakukan oleh sejumlah anggota dewan menjadi kasus terbesar sepanjang berdirinya BK DPR. Dalam kasus upaya pemerasan BUMN, ada tiga
BUMN yang dilaporkan Dahlan Iskan mengalami pemerasan. Pertama, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP,
Sumaryoto, yang dilakukannya seorang diri terhadap direksi PT Merpati Nusantara Airlines. Kedua, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan dalam
sebuah rapat pertemuan pada 1 Oktober antara beberapa anggota Komisi XI dan
4
www.tempo.com Kasus Video Porno, BK DPR Undang Tim Ahli Telematika. Diakses pada tanggal 5 November 2012.
8
direksi Merpati. Sejumlah politisi yang diadukan Dahlan Iskan, yakni Zulkilfliemansyah F-PKS, Achsanul Qosasi, Linda Megawati, Saidi Butar-butar
F- Demokrat, dan I Gusti Agung Ray Wijaya F-PDI Perjuangan. Ketiga, kasus dugaan pemerasan Idris Laena terhadap direksi PT PAL Indonesia dan PT Garam.
BK dalam proses penyelidikannya sudah memeriksa satu per satu anggota dewan yang diduga memeras dan juga direksi BUMN yang mengaku diperas. BK juga
sudah mempertemukan pihak-pihak yang dilaporkan dalam satu forum konfrontasi
5
. Meskipun Badan Kehormatan DPR telah memberikan sangsi kepada empat
tersangka dan tiga tersangka lainnya telah dibersihkan namanya dikarenakan tidak terbukti, tapi kasus ini menjadi menarik perhatian untuk dikaji lebih jauh.
Pelaksanaan tugas BK DPR banyak mendapat apresiasi bagi perbaikkan internal DPR. BK DPR mengalami dilema, ada persoalan kewajiban BK dalam
melaksanakan fungsi alat kelengkapan sesuai dengan amanat Undang-undang, Tata tertib dan Kode Etik di satu sisi. Di sisi yang lain, BK juga harus berada di
dalam dilema antara membela kepentingan publik dan menjaga citra, baik citra kelembagaan DPR RI maupun citra Partai Politik serta anggota DPR.
Beratnya tugas dan tanggungjawab BK memerlukan penguatan kewenangan yang dapat menunjang pelaksanaan fungsinya menegakan citra DPR. Pengaturan
terkait BK DPR harus juga mampu memperkuat dari sisi kelembagaan sehingga kinerjanya dapat ditingkatkan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin
5
http:nasional.kompas.comread2012120613113268Tuduhan.Pemerasan.Empat.Ang gota.DPR.Langgar.Etika?utm_source=WPutm_medium=Ktpidxutm_campaign=. Diakses pada
tanggal 20 April 2013.
9
mengkaji lebih jauh tentang “Dilema Badan Kehormatan BK DPR RI Sebagai Penegak Etika Anggota Dewan dan Kepentingan studi kasus video pornografi
Karolina Margaret Natasa dan kasus upaya pemerasan BUMN.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah