6. Prognosis 7.Penanganan KELAINAN LIKUOR AMNII A.

Hidramnion akut sering terjadi pada kehamilan awal: 4-5 bulan dan meningkat dengan cepat serta menyebabkan janin lahir sebelum 28 minggu premature. Gejala utama yang menyertai hidramnion terjadi karena sebab-sebab murni tekanan mekanis yaitu tekanan yang ada di dalam dan sekitar uterus dengan distensi berlebihan tersebut pada organ-organ sekitarnya. Kadangkala terjadi oliguria berat akibat obstruksi ureter oleh uterus. Pada hidramnion yang kronis, penumpukan cairan berlangsung secara bertahap dan pasien dapat mengadaptasi distensi abdomen yang berlebihan itu sehingga tidak begitu merasa terganggu. Hidramnion akut terjadi lebih dini dalam kehamilan daripada bentuk yang kronis, seringnya usia kehamilan 16-20 minggu dan hidramnion yang akut menyebabkan ekspansi uterus yang hipertonik sehingga mencapai ukuran yang luar biasa besarnya. Tanpa penanganan, rasa nyeri kemungkinan menjadi begitu intensif dan gejala dispnoe menjadi begitu berat sehingga pasien tidak dapat berbaring terlentang. Biasanya hidramnion akut menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu.

A. 5. Diagnosis

Diagnosis hidramnion ditegakkan bila ditemukan uterus yang lebih besar dari usia kehamilan, bagian kecil bayi sukar diraba dan denyut jantung janin kurang jelas, serta adanya edema pada ibu. Pada USG terlihat janin yang kecil di antara bayangan hitamecholusen air ketuban yang besar. Pada pemeriksaan rontgen tampak adanya tulang janin yang lebih kecil dari normal. Pembesaran uterus yang disertai dengan kesulitan untuk melakukan palpasi terutama bagian kecil janin dan kesulitan untuk mendengar bunyi jantung janin merupakan petunjuk diagnosis yang utama untuk hidramnion. Pada kasus yang berat, bahkan dikatakan mustahil untuk melakukan palpasi janin di seluruh bagian janin. Jika hal tersebut ditemukan, segera lakukan pemeriksaan USG guna menentukan jumlah cairan amnion dan menemukan janin yang mungkin berjumlah lebih dari satu atau mungkin menemukan anomaly janin.

A. 6. Prognosis

Kehamilan dengan hidramnion merupakan kehamilan yang beresiko: - Hidramnion yang berat, prognosisperinatal mortality-nya meningkat - Insidensi malformasi 20 - Prematuritas meningkat - Kejadian prolaps tali pusat meningkat, air ketuban yang jumlahnya berlebih memecahkan kantung ketuban, tali pusat ikut terhanyut keluar bersama air ketuban. Pengaruh pada ibu: - Solusio plasenta, terjadi akibat tekanan air ketuban yang berlebihan ataupun akibat tindakan amniosintesis yang mengenai plasenta - Inersia uteri - Perdarahan post partum

A. 7.Penanganan

Hidramnion yang ringan tidak perlu pengobatan. Jika terjadi sesak napas, perlu hospitalisasi atau bed rest. Pemberian diuretika dan pembatasan cairan yang masuk tidak efektif karena hanya berefek pada ibu tapi tidak berefek pada pengeluaran urin janin dan produksi air ketuban. Amniosintesis dilakukan jika ibu merasa tidak enaksesak napas, namun dapat berbahaya jika tidak berhati-hati karena dapat menyebabkan ketuban pecah, abruption plasenta dan pendarahan jika 148 punksi mengenai plasenta dan infeksi. Untuk mencegah terjadinya bahaya-bahaya tersebut diatas, diperhatikan hal-hal berikut : amniosintesisdilakukan dengan bimbingan USG, aseptic dan dilakukan secara perlahan-lahan sedikit demi sedikit. Pada persalinan untuk menghindari terjadinya inersia uteri dan prolaps tali pusat, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut : ketuban dipecahkan pada fase aktif, kemudian air ketuban dikeluarkan perlahan sedikit demi sedikit sambil bagian terendah janin ditekandimasukkan ke dalam pintu atas panggul. Perlu juga diberikan uterotonika profilaksis. Sebenarnya, tujuan dari amnisintesis adalah mengurangi penderitaan ibu tetapi jika amnisintesis dilakukan maka resiko untuk memulai proses persalinan walau hanya sebagian kecil cairan amnion yang dikeluarkan. Jika tidak dilakukan, maka ibu semakin menderita karena tidak bisa berbaring. Kasus-kasus yang menjalani amniosintesis satu kali dengan pengeluaran cairan amnion yang banyak, segera melahirkan bayi imatur sehingga tidak dapat bertahan hidup. Sedang yang menjalani amniosintesis berkali-kali tapi sedikit demi sedikit, ternyata melahirkan bayi yan cukup matur untuk terus bertahan hidup. Tindakan mengeluarkan amnion secara perlahan-lahan seperti di atas, membantu mengurangi bahaya prolaps, solusio dan sebagainya. Namun tindakan tersebut sulit dilakukan melalui kanalis servikalis karena tusukan kecil pada selaput ketuban biasanya dengan cepat akan menjadi robekan yang besar. Komplikasi yang jarang ditemukan pada amniosintesis abdominal untuk mengatasi hidramnion adalah tertusuknya pembuluh darah janin dan infeksi bakteri. Jadi pemeriksaan sonografi tidak hanya menemukan hidramnion dan anomaly janin yang menyertainya tetapi juga untuk menentukan letak plasenta sehingga memungkinkannya dilakukan amniosintesis pada tempat yang jauh dari plasenta.

B. OLIGOHIDRAMNION