25
Berdasarkan pengertian diatas, corporate governance didefinisikan sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan
utama mengelola resiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham
Effendi, 2009. Organization of Economic Corporation and Development
OECD, 2004 mendefinisikan corporate governance merupakan suatu sistem dimana sebuah
perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan itu, maka struktur dari Corporate Governance menjelaskan distribusi hak-hak dan
tanggungjawab dari masing-masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu antara lain Dewan Komisaris dan Direksi, Manajer, Pemegang saham, serta
pihak-pihak lain yang terkait sebagai stakeholders. Selanjutnya, struktur dari Corporate Governance
juga menjelaskan bagaimana aturan dan prosedur dalam pengambilan dan pemutusan kebijakan sehingga dengan melakukan itu semua
maka tujuan perusahaan dan pemantauan kinerjanya dapat dipertangungjawabkan dan dilakukan dengan baik.
Komite Nasional Kebijakan Governance atau KNKG 2006 menyatakan bahwa setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip-prinsip pokok GCG
diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Prinsip- prinsip pokok tersebut adalah :
26
1. Transparasi Transparency Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan
harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundangundangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas Accountability Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibilitas Responsibility
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
27
4. Independensi Independency Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan Fairness Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Good Coporate Governance merupakan komitmen, aturan main, serta
praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika yang mengatur hubungan antara shareholder dengan stakeholders untuk menciptakan nilai
tambah Value Added bagi perusahaan. Pada awalnya corporate governance lahir sebagai prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dikembangkan oleh perusahaan
agar tetap survive. Karena menyangkut prinsip dan nilai tersebut maka dalam praktiknya corporate governance muncul di setiap Negara dengan isu yang
berbeda-beda yang disesuaikan dengan sistem ekonomi yang ada disetiap Negara. Selain itu untuk dapat dilaksanakan, prinsip dan nilai corporate governance harus
disesuaikan dengan kondisi yang ada pada suatu perusahaan dan sangat tergantung dengan bentuk perusahaan, jenis perusahaan, dan komposisi
kepemilikan modal perusahaan Wulandari, 2009.
28
Mekanisme good corporate governance yang dapat mengontrol tindakan perataan laba diantaranya adalah komisaris independen dan kepemilikan publik.
a. Komisaris Independen
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UUPT pasal 1, Dewan Komisaris Dewan
Pengawas adalah organ perusahaan yang menjalankan tugas pengawasan secara umum danatau khusus sesuai dengan anggaran dasar yang telah
ditetapkan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi. Keberadaan komisaris maupun komisaris independen tidak hanya
sebagai pelengkap, karena dalam diri dalam komisaris melekat tanggung jawab secara hukum yuridis. Oleh karena itu, peranan komisaris sangatlah
penting. Namun, dalam praktik yang selama ini terjadi di Indonesia, terdapat kecenderungan bahwa komisaris sering kali melakukan intervensi terhadap
direksi dalam menjalankan tugasnya. Sementara, disisi lain, kedudukan direksi biasanya tidak kuat, bahkan ada direksi yang enggan membagi
wewenang serta tidak memberikan informasi yang memadai kepada komisaris. Selain itu, terdapat kendala yang cukup menghambat kinerja
komisaris yang masih lemahnya kompetensi dan integritas mereka. Hal ini dapat terjadi karena pengangkatan komisaris biasanya hanya didasarkan pada
penghargaan, hubungan keluarga, atau hubungan dekat lainnya nepotisme. Masalah independensi dan kapablitas komisaris merupakan sesuatu yang
29
sifatnya sangat mendasar fundamental. Oleh karena itu, dalam merekrut anggota komisaris, kedua hal ini menjadi prioritas utama agar GCG di
perusahaan dapat terwujud Effendi, 2009.
b. Struktur Kepemilikan Publik
Struktur kepemilikan adalah struktur kepemilikan saham yaitu perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata
lain struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan kepemilikan manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan Sugiarto,
2009. Struktur kepemilikan menurut Jensen dan Meckling 1976 dalam Yunitasari 2014 dibedakan menjadi tiga, yaitu kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan publik. Kepemilikan publik merupakan presentase kepemilikan saham yang
dimiliki oleh pihak luar outsider ownership. Tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan maka diperlukan pendanaan yang diperoleh
baik melalui pendanaan internal maupun pendanaan eksternal. Sumber pendanaan eksternal diperoleh dari saham masyarakat publik Yunitasari,
2014. Menurut Wijayanti 2009 kepemilikan publik adalah proporsi atau
jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh publik atau masyarakat umum yang tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan. Sedangkan
30
Febriantina 2010 menyatakan bahwa kepemilikan publik adalah kepemilikan saham perusahaan oleh masyarakat umum atau oleh pihak luar.
B. Keterkaitan Antarvariabel
1. Hubungan antara return on equity dengan praktik perataan laba
Hanafi
2009 menyebutkan bahwa Return on Equity ROE digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal
saham tertentu yang merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham diduga mempengaruhi tindakan perataan laba. ROE sering kali
menjadi rasio pertimbangan investor dalam memilih beberapa pilihan untuk berinvestasi. ROE ini merupakan bagian dari keuntungan return dalam
berinvestasi. Secara teoritis, return on equity merupakan ukuran profitabilitas dari segi investor dan alat ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
berdasarkan modal saham tertentu, return on equity seringkali menjadi pertimbangan investor dalam menentukan pilihan untuk berinvestasi Munawir,
2007.
Lubis 2012 dan Siregar 2015 menyatakan bahwa ROE berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Karena
return on equity merupakan salah satu
faktor penentu dasar dalam penentuan pertumbuhan tingkat pendapatan perusahaan yang merupakan indikator yang dapat mencerminkan kinerja
keuangan yang berkorelasi dengan earning perusahaan
yang bersangkutan. Perusahaan yang profitabilitasnya lebih rendah akan cenderung melakukan
31
praktik perataan laba karena untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang baik walaupun profitabilitasnya rendah Haryadi,
2011. Tingkat profitabilitas yang stabil smooth akan memberikan keyakinan pada investor bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang
baik dalam menghasilkan laba, karena investor lebih menyukai tingkat profitabilitas yang stabil disetiap tahunnya Amanza, 2012. Hal ini senada
Aini 2012 yang menyatakan bahwa profitabilitas yang rendah atau menurun memiliki kecenderungan bagi perusahaan tersebut untuk melakukan tindakan
perataan laba, terlebih lagi jika perusahaan menetapkan skema kompensasi bonus didasarkan pada besarnya profit yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka:
Ha1 : return on equity berpengaruh terhadap praktik perataan
laba income smoothing.
2. Hubungan antara net profit margin dengan praktik perataan laba
Net profit margin diduga mempengaruhi perataan laba karena secara
logis marjin ini terikat langsung dengan obyek perataan laba, terlebih lagi jika perusahaan menetapkan skema kompensasi bonus kepada pihak manajemen.
Diduga pihak manajemen akan melakukan praktik perataan laba untuk
mendapatkan bonus yang mereka inginkan Salno dan Baridwan, 2000.