dihayati dan diamalkan dalam kehidupan keluarga, mayarakat, berbangsa dan bernegara.
43
2. Nilai Pancasila
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang bersifat universal. Tilaar 1990
menyebutkan pancasila sebagai “Maha sumber nilai”, maka harus menjadi acuan utama dalam mengatur negara, bangsa dan masyarakat agar cita-cita
luhur bersama dapat diwujudkan Pranarka, 1985; Eka Darmaputera, 1987.
44
Pancasila adalah falsafah yang identik dengan pandangan hidup bangsa Indonesia juga sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai falsafah bangsa Indonesia pancasila merupakan sumber kehidupan bernegara, pancasila sebagai pandangan hidup yang berisikan ajaran yang
mengandung nilai-nilai luhur yang terkristalisasi dalam sila-silanya.
45
Dalam rangka membangun karakter anak bangsa, salah satu pendekatannya adalah pendekatan nilai-nilai luhur pancasila yang berakar
jati diri dan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur pancasila yang tercantum dalam sila-
sila pancasila sejatinya dihayati dan diamalkan, bukan sekedar semboyan semata yang dibaca pada setiap upacara apapun, baik di sekolah maupun
dalam upacara memperingati hari-hari besar nasional.
46
Sastrapratedja 2001, merinci nilai-nilai luhur pancasila, dalam pandangannya nilai-nilai luhur pancasila itu mencakup nilai dasar
humanistik dan universal.
47
Notonagoro Darji Darmodiharjo, 1995 mengelompokan nilai menjadi tiga bagian, yaitu:
48
43
Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011, cet. 1, h. 76.
44
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2012, cet. 1, h. 63.
45
Maswardi Muhammad Amin, op.cit., h. 94.
46
Ibid., h. 95.
47
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2012, cet. 1, h. 63.
a. Nilai materil, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani
manusia. b.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna untuk rohani
manusia. Nilai kerohanian sendiri dapat dibedakan menjadi empat macam: Nilai kebenaran yang bersumber pada akal budi manusia, nilai
keindahan yang bersumber pada unsur rasa manusia, nilai kebaikan atau moral uang bersumber pada unsur kehendak manusia, nilai
religius yang bersumber pada keyakinan manusia akan Tuhan.
3. Nilai Budaya
Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI kaya dengan budaya-
budaya daerah, terdiri dari ratusan etnis besar yang didalamnya terdapat etnis-etnis kecil. Budaya masing-masing etnis berbeda-beda, dan
perbedaan adalah rahmat Allah swt. Perbedaan membuat manusia menjadi maju, saling menghargai dan menghormati, nilai-nilai budaya merupakan
satu pendekatan dalam membangun karakter anak negeri ini. Kebudayaan dalam bentuk seni, bahasa suku, pakaian tradisional, upacara adat, cara
bergaul merupakan suatu nilai-nilai yang baik, yang diakui oleh masing- masing etnis. Berdasarkan budaya-budaya daerah yang tumbuh di tengah
masyarakat lahirlah apa yang disebut budaya bangsa.
49
Nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Indonesia berasal dari nilai-nilai luhur universal yaitu:
50
a. Cinta Tuhan dan ciptaan-Nya
b. Kemandirian dan tanggung jawab
c. Kejujuranamanah dan diplomatis
d. Hormat dan santun
48
Ibid., h. 64.
49
Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011, cet. 1, h. 86
50
Anas Salahuddin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter, Bandung : CV Pustaka Setia, 2013, cet. 1, h. 54.
e. Dermawan, suka tolong menolong, gotong royong, dan kerja sama
f. Percaya diri dan kerja keras
g. Kepemimpinan dan keadilan
h. Baik dan rendah hati
i. Toleransi, kedamaian dan kesatuan
4. Tujuan Pendidikan Nasional
Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, nilai karakter bangsa terdiri dari religious, jujur, toleransi, disiplin, patuh, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabatberkomunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
51
Dasar pendidikan karakter tersebut diterapkan sejak usia kanak- kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas
golden age karena usia dini terbukti sengat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukan
bahwa sekitar 50 variabilitas kecerdasan orang dewasa terjadi pada usia 8 tahun, dan 20 sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.
Dari sini sudah sepatuhnya pendidikan karakter dimulai dari dalam pendidikan keluarga, yang merupakan lingkungan keluarga pertama bagi
pertumbuhan karakter anak. Dari paparan di atas dapat ditarik pemahaman, bahwa nilai
pendidikan karakter merupakan sistem kepercayaan yang dapat menghasilkan suatu prilaku yang berdampak positif, bagi yang
menjalankan maupun bagi orang lain. Sebagai seorang muslim dan warga Indonesia pengembangan nilai-nilai karakter harus seimbang antara agama
dan negara yaitu dengan menjalankan nilai-nilai yang berada dalam al- Qur
’an dan hadits maupun nilai budaya dan pancasila. Hal ini agar terjadinya keseimbangan, persamaan nilai yang dapat diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
51
Ibid., h. 55.
C. Pengertian Budaya Sekolah
Secara etimologi, “budaya berasal dari kata budi dan daya budi daya
atau daya upaya atau power dari sebuah budi, kata budaya digunakan sebagai singkatan dari kebudayaan dengan arti yang sama” Koetjoroningrat,
1980:81. Dalam bahasa Inggris disebut dengan culture, berasal dari bahasa latin colere yang berarti mengolah atau mengerjakan, dengan demikian culture
diartikan sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah alam. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, juga tidak terlihat dengan tegas
perbedaan penger tian budaya dan kebudayaan. “Budaya diartikan sebagai
buah atau hasil kegiatan dan penciptaan bathin akal budi manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat Pusbinbangsa, 1983.
52
Menurut Maswardi Muhammad Amin, budaya adalah keseluruhan ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, kebiasaan, serta
kemampuan lain yang diperoleh sebagai angota masyarakat. Budaya pula diartikan sebagai keseluruhan cara hidup, warisan sosial, cara berpikir,
kepercayaan, cara kelompok bertingkah laku, gudang pelajaran yang dikumpulkan, tindakan baku untuk mengatasi masalah, peraturan bertingkah
laku dalam acara tertentu. Subtansi dari budaya dalam kehidupan sehari-hari tampak pada kebiasaan, adat istiadat, pola pergaulan, sikap dan prilaku yang
berulang-ulang yang khas dalam kehidupan bermasyarakat.
53
Zamroni 2011:111 memberikan batasan bahwa budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, prinsi-prinsip, tradisi-tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang
terbentuk dalam perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu yang lama dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh
warga sekolah sehingga mendorong muncul sikap dan perilaku warga sekolah. Warga sekolah menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional terdiri dari peserta didik, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendidik
52
Zulfikri Anas, Sekolah Untuk Kehidupan, Jakarta: AMP Press, 2013, cet. 1, h. 193.
53
Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011, cet. 1, h. 73.
serta komite sekolah. Salah satu subyek yang diambil dalam penelitian budaya sekolah ini yaitu peserta didik siswa.
54
Menurut Banks 1993, Deal dan Peterson 1998 budaya sekolah ialah sistem sosial yang mempunyai budaya yang tersendiri. Ia terdiri dari norma
institusi, struktur sosial, kepercayaan, nilai, simbol, tradisi, matlamat dan tujuan yang tersendiri untuk membentuk organisasi tersendiri.
55
Menurut Uhar Suharsaputra 2013 budaya sekolah adalah keyakinan, nilai-nilai serta norma yang menjadi panduan seluruh anggota organisasi
sekolah dalam melaksanakan peran dan tugasnya masing-masing.
56
Budaya sekolah merupakan tempat pengembangan budaya intelektual peserta didik
yang meliputi nilai-nilai inteletual yang akan menumbuhkan sikap ingin tahu, berfikir logis, kreatif, terbuka dan siap dikritik.
57
Menurut Djohar 2003 mengatakan, bahwa budaya sekolah dapat dinyatakan sebagai budaya akademik yang terstruktur, yang mengembangkan
kompetensi intelektual peserta didik. Tetapi di-dalamnya juga terdapat sosial budaya dan psikologis.
58
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan
komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang
dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta
dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh
unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, pendidik, karjawan, pesrta
54
Albertin Dwi Astuti, “Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Karakter Siswa Kelas X
Jurusan Tata Boga SMK Negeri 3 Klaten”, Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2015, h. 12. tidak dipublikasikan.
55
http:budaya-sekolah.blogspot.co.id diakses pada hari Rabu, 05 Oktober 2016, pukul
13.16.
56
Uhar Suharsaputra, Menjadi Guru Berkarakter, Bandung: PT Refika Aditama, 2013, cet. 1, h. 118.
57
Muhammad Ja’far Anwar, Membumikan Pendidikan Karakter, Jakarta: CV Suri Tatu’uw, 2015, cet. 1, h. 66.
58
Muhammad Mustari, “Budaya Sekolah pada Sekolah Menengah Pertama di Indonesia”, Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan, Vol. 1, 2013, h. 186.
didik dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
59
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa budaya sekolah adalah suatu kebiasaan berupa nilai, prinsip, unsur, komponen,
symbol, norma institusi, struktur sosial, kepercayaan, tradisi, tuntunan kebijakan sekolah, tempat pengembangan intelektual, dan di dalamnya
terdapat pula unsur psikologis serta diyakini oleh seluruh warga sekolah sehingga mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah. yang
dilaksanakan melalui waktu yang panjang dengan tujuan untuk mengarahkan prilaku dan membentuk karakter yang terpuji.
D. Unsur-Unsur Budaya Sekolah
Menurut Ahyar mengutip Sastrapratedja, mengelompokkan unsur-unsur budaya sekolah dalam dua kategori, yakni:
1. Unsur kasat mata visual terdiri dari visual verbal dan visual material.
Visual verbal meliputi 1 visi, misi, tujuan dan sasaran, 2 kurikulum, 3 bahasa dan komunikasi, 4 narasi sekolah, 5 narasi tokoh-tokoh, 6
struktur organisasi, 7 ritual, 8 upacara, 9 prosedur belajar mengajar, 10 peratutan, sistem ganjaran dan hukuman, 11 pelayanan psikologi sosial,
12 pola interaksi sekolah dengan orang tua. Unsur visual material meliputi 1 fasilitas dan peralatan, 2 artifak dan tanda kenangan, 3
pakaian seragam.
2. Sedangkan unsur yang tidak kasat mata meliputi filsafat atau pandangan
dasar sekolah.
Semua unsur merupakan sesuatu yang dianggap penting dan harus diperjuangkan oleh sekolah. Oleh karena itu harus dinyatakan dalam bentuk
visi, misi, tujuan, tata tertib sasaran yang lebih terperinci yang akan dicapai sekolah.
Menurut Ajat Sudrajat 2011:13 mengutip pendapat Nursyam, setidaknya ada tiga budaya yang perlu dikembangkan di sekolah, yaitu kultur
59
https:akhmadsudrajat.wordpress.com20100304manfaat-prinsip-dan-asas pengembangan-budaya-sekolah
diakses pada hari Rabu, 05 Okt 2016, pukul 13.04.
akademik, kultur sosial budaya, dan kultur demokratis. Ketiga kultur ini harus menjadi prioritas yang melekat dalam lingkungan sekolah.
Pertama, kultur akademik. Kultur akademik memiliki ciri pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini didukung dengan dasar akademik
yang kuat. Artinya merujuk pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang teruji. Budaya akademik juga dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari
kehidupan dan kegiatan yang berhubungan dengan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga
pendidikan tinggi dan lembaga penelitian. Dengan demikian, kepala sekolah, pendidik, dan peserta didik selalu berpegang pada pijakan teori dalam
berpikir, bersikap dan bertindak dalam kesehariannya. Kultur akademik bersikap, serta kepiawaian dalam berpikir dan berargumentasi. Ciri-ciri warga
sekolah yang menerapkan budaya akademik yaitu bersifat kritis, objektif, analitis, kreatif, terbuka untuk menerima kritik, menghargai waktu dan
prestasi ilmiah, memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, dinamis, dan berorientasi ke masa depan. Kesimpulannnya, kultur akademik lebih
menekankan pada budaya ilmiah yang ada dalam diri seseorang dalam berfikir, bertindak dan bertingkah laku dalam lingkup kegiatan akademik.
Kedua, kultur sosial budaya. Kultur sosial budaya tercermin pada pengembangan sekolah yang memelihara, membangun, dan mengembangkan
budaya bangsa yang positif dalam kerangka pembangunan manusia seutuhnya serta menerapkan kehidup sosial yang harmonis antar warga sekolah. Sekolah
akan menjadi benteng pertahanan terkikisnya budaya akibat gencarnya serangan budaya asing yang tidak relevan seperti budaya hedonisme,
individualisme, dan materialisme. Di sisi lain sekolah terus mengembangkan seni tradisi yang berakar pada budaya nusantara. Kultur sosial budaya
merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari- hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial
budaya. Kultur sosial meliputi suatu sikap bagaimana manusia itu berhubungan dan berinteraksi satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan
bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain. Sedangkan kultur budaya adalah totalitas
yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
diperoleh dari turun temurun oleh suatu komunitas. Kesimpulannnya, kultur sosial budaya lebih menekankan pada interaksi yang berhubungan dengan
orang lain, alam dan interaksi yang cakupannnya lebih luas lagi yang diperoleh berdasarkan kebiasaan atau turun-temurun.
Ketiga, kultur demokratis. Kultur demokratis menampilkan corak berkehidupan yang mengakomodasi perbedaan untuk secara bersama
membangun kemajuan suatu kelompok maupun bangsa. Kultur ini jauh dari pola tindakan disksriminatif serta sikap mengabdi atasan secara membabi
buta. Warga sekolah selalu bertindak objektif dan transparan pada setiap tindakan maupun keputusan. Kultur demokratis tercermin dalam pengambilan
keputusan dan menghargai keputusan, serta mengetahui secara penuh hak dan kewajiban diri sendiri, orang lain, bangsa dan negara. Memperhatikan paparan
tersebut, maka dapat diambil pemahaman bahwa budaya yang harus dikembangkan di sekolah ada 3 macam yaitu kultur akademik, kultur sosial
budaya dan kultur demokratis.