Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Menteri Perdagangan, dan lain lain. Dapat pula berupa regulasi dari pemerintah dan Bank Indonesia. Peraturan daerah dibuat dengan pendekatan terhadap daerah masing-masing dengan merujuk kepada peraturan pusat dengan tujuan agar peraturan tersebut dapat lebih berhasil dalam pelaksanaannya. Hal terpenting adalah arah dan kebijakan industri nasional yang disepakati bersama, sangat dibutuhkan agar industri tidak tumbuh secara alami tanpa kejelasan akan bentuk bangun industri yang akan terjadi, yang akan menimbulkan dampak pemborosan sumber daya pembangunan inefisiensi dan tidak terwujudnya tujuan pembangunan industri yang diinginkan. Semua pihak yang bersangkutan dan berkepentingan mempunyai kewajiban untuk berpartisipasi aktif terhadap peraturanregulasi yang telah dibuat agar dapat mencapai hasil yang optimal sehingga peraturanregulasi tersebut tidak sia-sia.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam perekonomian dengan menggunakan analisis Input-Output telah banyak dilakukan. Diantaranya ialah penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian, penelitian terhadap sektor pertanian dan industri pengolahan, dan sebagainya. Pada umumnya setiap penelitian memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan, baik keterkaitan langsung ke depan direct forward linkage , keterkaitan langsung ke belakang direct backward linkage, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Keterkaitan Penelitian Keterkaitan Ke Depan Keterkaitan Ke Belakang No Lokasi Tahun Langsung Langsung Tidak Langsung Langsung Langsung Tidak Langsung 1 2 3 Sumatera Barat Pertanian Agroindustri Non Agroindustri Jawa Tengah Industri Pengolahan Pandeglang Padi Melinjo Pertanian Lainnya 2001 2005 2008 0,433 0,256 0,205 1,709 0,01 0,01 0,02 1,582 1,341 1,230 2,102 1,01 1,02 1,04 0,106 0,596 0,413 0,437 0,01 0,01 0,02 1,138 1,746 1,560 1,606 1,03 1,02 1,03 Sumber : Putri 2001, Mustikasari 2005, Ramanto 2008. Secara umum, nilai keterkaitan langsung ke depan relatif kecil, kecuali untuk Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebesar 1,709 pada sektor industri pengolahan, nilai ini lebih besar daripada nilai keterkaitan langsung ke belakangnya yaitu sebesar 0,437. Hal ini mengartikan bahwa sektor industri pengolahan secara langsung lebih peka dalam menciptakan kenaikan output apabila terjadi peningkatan satu-satuan permintaan akhir terhadap sektor industri dibandingkan dengan kemampuannya untuk mendorong pertumbuhan sektor yang menyediakan input bagi keperluan proses produksi. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang paling mencolok juga ditunjukkan oleh data Provinsi Jawa Tengah untuk sektor industri pengolahan yaitu sebesar 2,102 meskipun keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang tetap memiliki nilai yang lebih kecil yaitu sebesar 1,606. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan secara langsung dan tidak langsung lebih kuat mendorong peningkatan produksi terhadap sektor yang membutuhkan input dari sektor ini dibandingkan dengan kemampuannya untuk mendorong pertumbuhan sektor yang menyediakan input untuk keperluan proses produksinya. Tabel 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Multiplier Penelitian Multiplier No Lokasi Tahun Output Pendapatan Tenaga Kerja Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II 1 2 3 Sumatera Barat Pertanian Agroindustri Non Agroindustri Jawa Tengah Industri Pengolahan Pandeglang Padi Melinjo Pertanian Lainnya 2001 2005 2008 1,738 1,746 1,510 1,606 1,0858 1,1511 1,2326 1,176 1,834 1,608 2,132 1,1688 1,1225 1,3401 1,192 1,506 1,383 1,314 1,3986 3,9292 1,3776 1,260 1,593 1,462 1,586 1,6214 4,552 1,5972 1,075 8,268 1,521 4,774 1,0296 1,1076 1,152 1,690 8,760 1,689 7,397 1,0391 1,1146 1,2065 Sumber : Putri 2001, Mustikasari 2005, Ramanto 2008. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai multiplier output tipe I terbesar ditunjukkan oleh Provinsi Sumatera Barat pada sektor agroindustri sebesar 1,746. Sedangkan multiplier output tipe II terbesar oleh Provinsi Jawa Tengah pada sektor industri pengolahan sebesar 2,123. Untuk multiplier pendapatan tipe I dan II, nilai terbesar ialah 3,9292 dan 4,552 keduanya dari Kabupaten Pandeglang pada sektor melinjo. Dan untuk multiplier tenaga kerja terbesar ditunjukkan oleh Provinsi Sumatera Barat pada sektor agroindustri baik untuk tipe I maupun untuk tipe II yaitu sebesar 8,268 dan 8,760. Perbedaan multiplier tipe I dan II ialah pada faktor rumah tangga, dimana pada multiplier tipe I rumah tangga dianggap sebagai faktor eksogen sedangkan pada multiplier tipe II rumah tangga sebagai faktor endogen. Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Dampak Penyebaran Penelitian Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran No Lokasi Tahun 1 2 3 Sumatera Barat Pertanian Agroindustri Non Agroindustri Jawa Tengah Industri Pengolahan Pandeglang Padi Melinjo Pertanian Lainnya 2001 2005 2008 0,875 1,342 1,160 1,168 0,24 0,47 0,65 1,216 1,831 0,945 1,528 0,95 0,46 0,76 Sumber : Putri 2001, Mustikasari 2005, Ramanto 2008. Tabel 2.3. memperlihatkan bahwa nilai dari koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran bervariasi. Nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu menandakan bahwa sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk menarik sektor hulunya. Dan nilai kepekaan penyebaran lebih besar dari satu berarti sektor tersebut memiliki kemampuan untuk mendorong sektor hilirnya. Dari tabel di atas nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran terbesar diperoleh Provinsi Sumatera Barat dari sektor agroindustri yaitu 1,342 dan 1,831, artinya sektor agroindustri selain mampu menarik sektor hulunya melalui distribusi manfaat dari pengembangan sektor tersebut terhadap perkembangan sektor yang lainnya, juga mampu untuk mendorong perkembangan sektor hilirnya. Analisis Input-Output telah banyak digunakan sebagai alat untuk penelitian ekonomi. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan meneliti salah satu sektor perkonomian saja yaitu sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis