Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
dikumpulkan BAMUIS BNI sebagian besar berasal dari zakat para pegawai BNI serta lingkungan keluarga BNI lainnya, yaitu para pensiunan BNI,
pegawai Lembaga-lembaga BNI seperti Dana Pensiun BNI, Yayasan Kesejahteraan Pegawai, Koperasi Pegawai serta pegawai perusahaan-
perusahaan anak dari BNI, dan lembaga BNI lainnya.
8
Kini, Lembaga Amil Zakat di Indonesia bisa bernapas lega setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan uji materi Undang-undang
Nomor 232011 tentang Pengelolaan Zakat pada 31 Oktober 2013. Wakil Sekretaris BAZNAS, Fuad Nasar berpendapat, gugatan ini semakin
memperkuat posisi lembaga zakat dan pengaturannya. Gugatan ini untuk merapikan koordinasi serta menjaga profesionalisme LAZ.
9
Dengan direvisinya Undang-undang Pengelolaan Zakat, LAZ bisa leluasa berkirah
seperti semula bahkan mempunyai banyak peluang untuk meningkatkan kinerja guna menggali potensi zakat di Indonesia.
Meskipun begitu, masih terdapat kendala dan kekurangan yang harus diperbaiki. Suatu LAZ danBAZ dapat dikatakan efektif dan efisien apabila
program-program yang dirancang dapat berjalan dan berhasil mencapai tujuan perubahan sosial, yaitu masyarakat miskin yang berdaya, mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi.
10
8
Baitulmal Umat Islam Bank Negara Indonesia, Laporan Tahunan 2010, Jakarta: BAMUIS BNI, 2010, h.10.
9
Amri Amrullah dan Ahmad Islamy Jamil, “MK Revisi UU Zakat”, Republika, 1 November 2013, h.1.
10
Achmad Subianto, Ringkasan dan Bagaimana Membayar Zakat, Jakarta: Yayasan Bermula dari Kanan, 2009, h.40.
5
Dana zakat yang berhasil dikumpulkan masih jauh dari potensi yang telah disebutkan diatas. Dari potensi Rp 217,3 triliun, penghimpunan zakat
nasional hanya mencapai sekitar Rp 1,7 triliun.
11
Selain itu, dana yang disalurkan baik dalam bentuk konsumtif maupun produktif juga belum
mencapai hasil yang maksimum, merata, dan memberikan dampak yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa LAZ harus bekerja secara profesional,
amanah, transparan, dan akuntabel. Oleh karena itu, dibutuhkan optimalisasi potensi zakat, salah satunya dengan efisiensi.
Efisiensi adalah ketepatan cara usaha, kerja dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya.
12
Dalam ilmu ekonomi, efisiensi digunakan untuk merujuk sebuah konsep yang terkait pada
pemanfaatan sumber daya untuk mendapatkan hasil yang optimal. Efisiensi merupakan salah satu instrument dalam mengukur kinerja perusahaan atau
lembaga yang memiliki laporan keuangan, dalam hal ini, LAZ memiliki pedoman tersendiri, yaitu PSAK 109.
Lembaga zakat dapat dikatakan sehat, kredibel, efektif, dan efisien apabila memenuhi berbagai indikator-indikator, di antaranya; pertama, tujuan
dan kegiatan lembaga sesuai dengan kebutuhan masyarakat; kedua, program- program yang dilakukan sejalan dengan misi dan rencana strategis; ketiga,
mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk memastikan bahwa setiap program bisa mencapai sasaran dan tujuannya.
13
11
Irfan Syauqi, “Penataan Zakat Nasional di Masa Transisi”, Republika, 26 Juli 2012, h.8.
12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.IV, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h.352.
13
Devani Sukma, “Daftar Perencanaan Penilaian Assesment bagi Organisasi Nirlaba”, Artikel diakses pada tanggal 26 Oktober 2012 dari
http:www.keuanganlsm.com..daftar- perencana
..
6
Berdasarkan keterangan yang telah diuraikan di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji lebih lanjut seberapa efisien lembaga amil zakat
dalam mengalokasikan berbagai sumber input untuk menghasilkan berbagai output. Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah
“EFISIENSI LEMBAGA AMIL ZAKAT DALAM MENGELOLA DANA ZAKAT DI
INDONESIA Studi Kasus: PKPU, Rumah Zakat, dan BAMUIS BNI ”