62 melebihi batas. Keadaan ini bertolak belakang dengan konsep ekonomi
sumberdaya dan lingkungan itu sendiri yaitu pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatasi kemacetan
yang terjadi di setiap tempat agar pembangunan yang berkelanjutan dapat terwujud.
6.2.2. Perhitungan Besarnya Penghasilan yang Hilang Akibat Kemacetan
Pertumbuhan ekonomi tidak bisa lepas dari peranan sektor transportasi. Transportasi membuat distribusi barang dan jasa serta mobilitas pelaku ekonomi
menjadi lebih cepat, mudah, dan efisien. Apabila terjadi kemacetan lalu lintas, maka arus transportasi pun terhambat sehingga dampaknya akan berpengaruh
besar pada aktivitas ekonomi dan produktivitas masyarakat. Supir yang terjebak kemacetan merasakan kerugian ekonomi yang paling
besar dibanding dengan jenis pekerjaan lainnya. Pengeluaran yang semakin meningkat untuk operasional kendaraan mengurangi penghasilan para supir. Para
supir mengalami penurunan penghasilan karena mereka harus membeli BBM lebih banyak dibanding saat lalu lintas berjalan normal. Misalnya untuk dua kali
trip operasi biasanya menghabiskan Rp 20.000,00. Namun karena sering terkena macet, konsumsi pembelian BBM pun bertambah menjadi Rp 30.000,00. Supir
angkutan umum biasanya dalam sehari dapat beroperasi sebanyak 12 kali trip, menjadi 8 kali trip karena sering terjebak macet. Karena itu, kemacetan dapat
menyebabkan berkurang atau hilangnya penghasilan masyarakat khususnya supir. Hasil penelitian terhadap 240 responden, 116 responden diantaranya
berprofesi sebagai supir. Berikut adalah perhitungan terhadap 116 responden yang berprofesi sebagai supir yang penghasilannya hilang akibat adanya kemacetan
63 dengan asumsi PNS, pekerja swasta, wiraswasta dan pelajar atau mahasiswa tidak
masuk dalam perhitungan walau terjebak kemacetan karena berdasarkan hasil survei, keterlambatan tidak akan mempengaruhi penghasilan mereka. Hasil
perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Perhitungan Penghasilan Supir yang Hilang
Supir Kendaraan Umum
Total Durasi Kemacetan menit per trip 3.870
Jumlah Responden 116
Rata-rata durasi kemacetan menit per trip 33,36
Rata-rata pendapatan per bulan Rp 1.900.431,03
Rata-rata jumlah jam kerja per hari jam 11
Rata-rata jumlah hari kerja per minggu hari 7
Rata-rata jumlah jam kerja per bulan 30 hari x rata-rata jam kerja per hari jam
330 Rata-rata penghasilan Rata-rata penghasilan per
bulan : jam kerja Rp 5.758,88
95,98
Rata-rata penghasilan yang hilang satu kali jalan Rp
3.202,14
Jumlah perjalanan per hari trip 12
Rata-rata penghasilan per hari Rp 38,425,68
Jumlah supir kendaraan umum 970
Total penghasilan yang hilang per hari Rp 37.272.909,60
Total penghasilan yang hilang per bulan Rp 1.118.187.288,00
Total penghasilan yang hilang per tahun Rp 13.418.247.456,00
Sumber : Data Primer, 2011 Keterangan :
= per jam = per menit
= jumlah perjalanan supir untuk enam rit
Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata durasi kemacetan yang dialami oleh supir yaitu 33,36 menit. Rata-rata penghasilan responden per bulan yang
berprofesi sebagai supir yaitu sebesar Rp 1.900.431,03. Rata-rata jam kerja supir dalam sehari adalah 11 jam yaitu pada saat aktivitas ekonomi cukup tinggi yang
biasanya terjadi pada pukul 06.00 – 19.00 WIB dan selalu bekerja setiap hari. Bila jumlah jam kerja supir dalam satu bulan yaitu 330 jam, maka penghasilan supir
per jam yaitu Rp 5.758,88. Durasi kemacetan supir selama 33,36 menit sehingga penghasilan supir yang hilang yaitu sebesar Rp 3.202,14 untuk satu kali
perjalanan dimana daerah Cicurug-Parungkuda memiliki kecenderungan terjadi kemacetan sepanjang waktu.
64 Seorang supir dalam sehari beroperasi sebanyak 12 kali trip maka jumlah
penghasilan seorang supir yang hilang dalam sehari yaitu sebesar Rp 38.425,68. Bila masyarakat yang berprofesi sebagai supir berjumlah 970 orang dengan
rincian 400 supir angkutan umum, 400 orang supir angkutan Bogor-Sukabumi, dan 170 supir merupakan supir bis dengan asumsi satu kendaraan umum
dikemudikan oleh satu orang supir dan jumlah operasional untuk semua kendaraan umum sama yaitu 12 kali trip, maka total penghasilan supir yang hilang
dalam sehari yaitu sebesar Rp 37.272.909,60, sehingga penghasilan supir yang hilang dalam satu bulan yaitu sebesar Rp 1.118.187.288,00. Total penghasilan
supir yang hilang per tahun yaitu sebesar Rp 13.418.247.456,00. Jumlah penghasilan supir yang hilang karena adanya kemacetan dalam
penelitian ini yaitu sebesar Rp 13.418.247.456,00. Nilai ini lebih kecil dibanding dengan penghasilan supir yang hilang di Kota Bogor dalam Sapta 2009 yaitu
sebesar Rp 27.598.380.000,00. Hal ini karena penghasilan untuk supir per jam di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda lebih kecil dibanding dengan supir yang
berada di Kota Bogor sehingga jumlah penghasilan supir yang hilang untuk satu tahun di Cicurug-Parungkuda lebih kecil dibanding dengan penghasilan supir di
Kota Bogor. Hilangnya potensi ekonomi ini merupakan nilai yang belum pernah
diketahui sebelumnya oleh masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini setidaknya masyarakat bisa mengetahui penghasilan mereka yang hilang akibat
sering terjebak macet sehingga mereka bisa lebih mengefisienkan waktu agar tidak hilang akibat adanya kemacetan.
65
VII. ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI