persen, 1,86 persen, 5,87 persen, 7,21 persen, dan 3,14 persen. Sedangkan, Sri Lanka dan Pakistan tidak berpotensi dijadikan tujuan ekspor meskipun daya saing
produk yang diperoleh merupakan daya saing yang kuat karena terjadi penurunan ekspor sebesar 3,92 persen di Sri Lanka dan 0,44 persen di Pakistan. Di Lebanon
tidak diperoleh posisi pasar dan daya saing produk karena selama tahun analisis tidak diperoleh nilai perdagangan antar Indonesia dengan Lebanon.
Tabel 5.4. Hasil Estimasi EPD dan RCA Produk Teh
Sumber: UN Comtrade, 2012 diolah
5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor
Produk Makanan dan Minuman Olahan Indonesia di Pasar Non- Tradisional Asia Periode 2003-2010
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor produk makanan dan minuman olahan Indonesia di pasar non-tradisional Asia
digunakan analisis gravity model dengan metode data panel. Variabel-variabel yang digunakan adalah GDP per kapita riil negara non-tradisional Asia, populasi
negara non-tradisional Asia, jarak ekonomi, nilai tukar riil negara non-tradisional Asia terhadap dolar Amerika Serikat, harga ekspor relatif komoditi, dan nilai
ekspor tahun sebelumnya.
5.2.1. Hasil Estimasi Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Ekspor Produk Makanan dan Minuman Olahan Indonesia di Pasar Non-Tradisional Asia, 2003-2010
Hasil uji Chow menunjukkan model terbaik yang digunakan dalam estimasi produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis adalah model
Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Pasar
Pangsa Pasar Ekspor
Produk Bahrain
-25.00 3.55 Lost Opportunity
0.10 Lemah India
-4.64 1.86 Lost Opportunity
4.85 Kuat Camboja
1.88 1.85 Rising star
2.04 Kuat Lebanon
0.00 0.00
− −
− Sri Lanka
3.85 -3.92 Falling Star
1.10 Kuat Macao
-24.79 5.87 Lost Opportunity
0.05 Lemah Malaysia
-0.54 7.21 Lost Opportunity
11.93 Kuat Pakistan
-2.91 -0.44 Retreat
1.95 Kuat Thailand 86.65
3.34 Rising Star
3.79 Kuat Turki
-11.17 3.14 Lost Opportunity
11.49 Kuat Negara
Nilai EPD Posisi Pasar
Nilai RCA Daya Saing
fixed effect dengan nilai probabilitas 0,0000 yang lebih kecil dari taraf nyata
lima persen. Berdasarkan hasil evaluasi model dengan menggunakan kriteria ekonometrika dan kriteria statistika diperoleh bahwa model tersebut terbebas dari
pelanggaran asumsi klasik. Indikasi terdapatnya masalah heteroskedastisitas yang menghasilkan nilai Sum squared resid weighted 91,19 lebih kecil dari Sum
squared resid unweighted 101,43 dapat teratasi dengan melakukan pembobotan
pada cross section dengan metode cross section SUR. Pada model ini pun tidak terdapat adanya masalah multikolinearitas, hal ini ditunjukkan oleh nilai R-
squared yang tinggi dan hanya terdapat satu variabel yang tidak signifikan. Selain
itu, nilai Durbin-Watson 2,07 berada pada kisaran 1,55-2,46 sehingga model ini pun terbebas dari masalah autokorelasi.
Berdasarkan Tabel 5.5 diperoleh bahwa nilai probabilitas F-statistic 0,000000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen dan sepuluh persen. Hal ini
berarti bahwa secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata lima persen dan sepuluh
persen. Selain itu, nilai koefisien determinasi R-square yang diperoleh sebesar 0,995536. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 99,55 persen peubah dependen
dapat dijelaskan secara baik oleh variabel-variabel independennya, sedangkan sisanya sebesar 0,45 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak
terdapat dalam model. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan Fixed Effect Model FEM
diperoleh persamaan permintaan ekspor produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis di pasar non-tradisional Asia, yaitu:
LnX
ijt
= Cross
i
– 36,90 + 0,93 LnGDPC
jt
+ 1,53 LnPOP
jt
+ 0,68 LnJE
ijt
+ 1,24 LnER
ijt
+ 1,45 LnHR
it
+ 0,17 LnX
ijt-1
+ ε
it
Sementara itu, hasil dari Fixed Effect Cross yang menunjukkan perbedaan nilai intersep yang berbeda antar unit cross section menunjukkan
bahwa Bahrain yang memiliki nilai intersep paling tinggi. Hal ini berarti bahwa permintaan ekspor produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis ke
Bahrain memiliki rata-rata perubahan yang paling tinggi sebesar 7,59. Sedangkan, Turki merupakan negara yang memiliki efek paling kecil, yaitu sebesar -6,62.
Namun, karena di Turki tidak terdapat adanya nilai perdagangan tidak ada ekspor ke Turki sehingga negara yang memiliki nilai intersep paling kecil adalah
Camboja sebesar -5,43. Dengan demikian, kesimpulan yang diperoleh dari hasil Fixed Effect
Cross adalah Bahrain merupakan negara yang sangat potensial sebagai tujuan ekspor produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis,
sedangkan Camboja masih dapat dijadikan tujuan ekspor produk tersebut namun diperlukan suatu kebijakan terkait daya saing produk yang lemah di negara
tersebut seperti perolehan hasil dari estimasi RCA.
Tabel 5.5. Hasil Estimasi Gravity Model Produk Roti, Kue, Biskuit, dan
Produk Lainnya yang Sejenis Variabel Coefisien
Prob.
GDPC 0.93 0.0000
POP 1.53 0.0019
JE 0.68 0.1246
ER 1.24 0.0718
HR 1.45 0.0000
Xt-1 0.17 0.0060
C -36.90 0.0001
Fixed Effect Cross Bahrain
7.59 India -2.15
Camboja -5.43 Lebanon -5.38
Sri Lanka
-0.67 Macao
4.99 Malaysia
6.55 Pakistan -1.81
Thailand 2.95
Turki -6.62 Weighted Statistics
R-Square 0.995536 Sum square residual 91.19
Prob. F-Stat 0.000000 Durbin-Watson stat
2.07 Unweighted Statistics
R-Square 0.936536 Sum square residual
101.43 Durbin-Watson stat
2.01
Sumber: Lampiran 4.1 Catatan: signifikan pada taraf nyata 5
signifikan pada taraf nyata 10
Hasil uji Chow pada produk kembang gula pun menunjukkan bahwa fixed effect
sebagai model terbaik yang digunakan dalam mengestimasi produk kembang gula. Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa model terbebas
dari pelanggaran asumsi klasik. Indikasi adanya heteroskedastisitas yang ditunjukkan oleh nilai Sum squared resid weighedt 132,13 yang lebih kecil dari
Sum squared resid unweighted 228,42 dapat diatasi dengan melakukan
pembobotan pada cross-section dengan metode white cross-section. Sedangkan, tidak adanya masalah multikolinearitas ditunjukkan oleh nilai R-square yang
tinggi dan hanya terdapat dua dari enam variabel yang tidak signifikan. Dengan demikian, model terbebas dari masalah multikolinearitas. Nilai Durbin-Watson
1,67 yang diperoleh pun berada pada kisaran 1,55-2,46 yang menunjukkan bahwa model terbebas dari masalah autokorelasi.
Berdasarkan Tabel 5.6 diperoleh bahwa nilai probabilitas F-statistic 0,000000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen dan sepuluh persen. Hal ini
berarti bahwa secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata lima persen dan sepuluh
persen. Selain itu, nilai koefisien determinasi R-square yang diperoleh sebesar 0,964852. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 96,49 persen peubah dependen
dapat dijelaskan secara baik oleh variabel-variabel independennya, sedangkan sisanya sebesar 3,51 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak
terdapat dalam model. Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh maka dapat dituliskan
persamaan dari model permintaan ekspor produk kembang gula Indonesia di pasar non-tradisional Asia sebagai berikut:
LnX
ijt
= Cross
i
– 2,85 + 0,19 LnGDPC
jt
+ 0,87 LnPOP
jt
– 0,47 LnJE
ijt
+ 0,86 LnER
ijt
+ 0,55 LnHR
it
+ 0,13 LnX
ijt-1
+ ε
it
Sementara itu, hasil dari Fixed Effect Cross yang menunjukkan perbedaan nilai intersep yang berbeda antar unit cross section menunjukkan
bahwa Bahrain yang memiliki nilai intersep paling tinggi. Hal ini berarti bahwa permintaan ekspor produk kembang gula ke Bahrain memiliki rata-rata perubahan
yang paling tinggi, yaitu sebesar 6,88. Sedangkan, Camboja merupakan negara
yang memiliki nilai intersep paling kecil sebesar -5,67. Dengan demikian, kesimpulan yang diperoleh dari hasil Fixed Effect Cross adalah Bahrain
merupakan negara yang sangat potensial sebagai tujuan ekspor produk kembang gula, sedangkan Camboja masih dapat dijadikan tujuan ekspor produk tersebut
namun diperlukan suatu kebijakan terkait daya saing produk yang lemah di negara tersebut seperti perolehan hasil dari estimasi RCA.
Tabel 5.6. Hasil Estimasi Gravity Model Produk Kembang Gula
Variabel Coefisien Prob.
GDPC 0.19 0.0707
POP 0.87 0.0774
JE -0.47 0.1333
ER 0.86 0.1696
HR 0.55 0.0085
Xt-1 0.13 0.0000
C -2.85 0.7146
Fixed Effect Cross Bahrain
6.88 India -4.75
Camboja -5.67 Lebanon -0.77
Sri Lanka
-1.10 Macao
4.13 Malaysia
3.31 Pakistan -1.62
Thailand 0.55
Turki -0.95 Weighted Statistics
R-Square 0.964852 Sum square residual 132.13
Prob. F-Stat 0.000000 Durbin-Watson stat
1.67 Unweighted Statistics
R-Square 0.606548 Sum square residual
228.42 Durbin-Watson stat
1.97
Sumber: Lampiran 4.2 Catatan: signifikan pada taraf nyata 5
signifikan pada taraf nyata 10
Sementara itu, model Pooled Least Square PLS merupakan model terbaik yang digunakan dalam mengestimasi produk jus buah dan jus sayuran.
Pada model ini dilakukan pembobotan cross-section dengan metode white cross- section
untuk menghilangkan terjadinya heteroskedastisitas. Selain itu, nilai R- square
yang tinggi serta terdapatnya satu variabel yang tidak signifikan
menunjukkan bahwa model ini terbebas dari masalah multikolinearitas. Masalah autokorelasi pun tidak terdapat pada model ini, dikarenakan nilai Durbin-Watson
1,93 berada pada kisaran 1,55-2,46.
Tabel 5.7. Hasil Estimasi Gravity Model Produk Jus Buah dan Jus Sayuran
Variabel Coefisien Prob.
GDPC 1.24 0.0880
POP 0.49 0.0096
JE -1.25 0.0000
ER -0.36 0.1679
HR -0.79 0.0029
Xt-1 0.11 0.0227
C 4.80 0.5565
Weighted Statistics R-Square
0.689566 Sum square residual 929.33
Prob. F-Stat 0.000000 Durbin-Watson stat
1.93 Unweighted Statistics
R-Square 0.453278 Sum square residual
1112.87 Durbin-Watson stat
2.17
Sumber: Lampiran 4.3 Catatan: signifikan pada taraf nyata 5
signifikan pada taraf nyata 10
Berdasarkan Tabel 5.7 tersebut diperoleh bahwa nilai probabilitas F- statistic
0,000000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen dan sepuluh persen. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel bebas dalam model
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata lima persen dan sepuluh persen. Nilai koefisien determinasi R-square yang diperoleh sebesar
0,689566. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 68,96 persen peubah dependen dapat dijelaskan secara baik oleh variabel-variabel independennya, sedangkan
sisanya sebesar 31,04 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak terdapat dalam model.
Dengan demikian, berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh persamaan untuk permintaan ekspor produk jus buah dan jus sayuran yang dapat dituliskan
sebagai berikut: LnX
ijt
= 4,80 + 1,24 LnGDPC
jt
+ 0,49 LnPOP
jt
– 1,25 LnJE
ijt
– 0,36 LnER
ijt
– 0,79 LnHR
it
+ 0,11 LnX
ijt-1
+ ε
it
Model terbaik yang digunakan dalam mengestimasi produk teh juga adalah Pooled Least Square
PLS tanpa melakukan pembobotan pada cross section tetapi menggunakan metode white cross section untuk menghilangkan masalah
heteroskedastisitas. Nilai R-square yang tinggi serta hanya terdapat satu variabel yang tidak signifikan pada model, menunjukkan bahwa model ini pun terbebas
dari masalah multikolinearitas. Nilai Durbin-Watson 1,80 berada pada kisaran 1,55-2,46 yang berarti model ini pun terbebas dari masalah autokorelasi.
Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistic 0,000000 pada model lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Hal ini berarti
bahwa secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata lima persen. Selain itu, nilai
koefisien determinasi R-square yang diperoleh sebesar 0,863548. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 86,35 persen peubah dependen dapat dijelaskan
secara baik oleh variabel-variabel independennya, sedangkan sisanya sebesar 13,65 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak terdapat dalam
model. Adapun persamaan dari model permintaan ekspor produk teh di pasar non- tradisional Asia, yaitu:
LnX
ijt
= 45,20 – 2,17 LnGDPC
jt
– 0,12 LnPOP
jt
– 1,47 LnJE
ijt
– 0,67 LnER
ijt
+ 2,29 LnHR
it
+ 0,31 LnX
ijt-1
+ ε
it
Tabel 5.8. Hasil Estimasi Gravity Model Produk Teh
Variabel Coefisien Prob.
GDPC -2.17 0.0000
POP -0.12 0.7267
JE -1.47 0.0000
ER -0.67 0.0000
HR 2.29 0.0000
Xt-1 0.31 0.0000
C 45.20 0.0001
R-Square 0.863548 Prob. F-Stat
0.000000 Durbin-Watson stat
1.80
Sumber: Lampiran 4.4 Catatan: signifikan pada taraf nyata 5
5.2.2. Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Ekspor Produk Makanan dan Minuman Olahan Indonesia di Pasar Non-Tradisional Asia Periode 2003-2010
5.2.2.1. Produk Roti, Kue, Biskuit, dan Produk Lainnya yang Sejenis
Berdasarkan hasil uji-t untuk produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis terdapat satu variabel tidak signifikan, yaitu jarak ekonomi. Variabel
GDP per kapita riil negara non-tradisional Asia, populasi negara non-tradisional Asia, harga ekspor, dan nilai ekspor tahun sebelumnya signifikan pada taraf nyata
lima persen. Sedangkan, variabel nilai tukar riil signifikan pada taraf nyata sepuluh persen.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapat satu variabel signifikan yang menghasilkan tanda koefisien tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu variabel harga
ekspor produk. Tanda koefisien positif pada variabel tersebut sebesar 1,45 yang memberikan arti bahwa jika harga ekspor produk roti, kue, biskuit, dan produk
lainnya yang sejenis meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk tersebut meningkat sebesar 1,45 persen cateris paribus. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan daya beli yang tinggi terdapat pada masyarakat di pasar non-tradisional Asia terhadap produk tersebut sehingga harga yang mahal
tidak menjadikan masalah untuk membeli produk tersebut. Selain itu, hal ini pun memungkinkan bahwa produk yang diproduksi untuk masyarakat di pasar non-
tradisional Asia sudah sesuai dengan selera konsumsi masyarakat tersebut dan memiliki kualitas yang bagus sehingga mampu bersaing dengan negara eksportir
lainnya di pasar non-tradisional Asia. Fenomena ini pun terkait dengan tanda koefisien positif yang sesuai dengan hipotesis pada GDP per kapita riil dan
populasi negara non-tradisonal Asia yang mempengaruhi peningkatan permintaan ekspor produk tersebut.
Nilai koefisien sebesar 0,93 pada variabel GDP per kapita riil negara non- tradisonal Asia memberikan arti bahwa jika GDP per kapita negara non-tradisonal
Asia meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang sejenis meningkat sebesar 0,93 persen cateris
paribus . Nilai koefisien sebesar 1,53 pada variabel populasi negara non-
tradisional Asia memberikan arti bahwa jika populasi negara non-tradisional Asia
meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk tersebut meningkat sebesar 1,53 persen cateris paribus. Nilai koefisien sebesar 1,23 pada
variabel nilai tukar riil memberikan arti bahwa jika nilai tukar negara non- tradisional Asia terapresiasi sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk
tersebut meningkat sebesar 1,23 persen cateris paribus. Sedangkan nilai koefisien sebesar 0,17 pada variabel nilai ekspor tahun sebelumnya memberikan
arti bahwa jika terjadi peningkatan nilai ekspor pada tahun sebelumnya sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk tersebut meningkat sebesar 0,17
persen cateris paribus.
5.2.2.2. Produk Kembang Gula
Berdasarkan uji-t pada produk kembang gula, terdapat dua variabel yang tidak signifikan, yaitu variabel jarak ekonomi dan variabel nilai tukar riil. Variabel
GDP per kapita riil negara non-tradisional Asia signifikan pada taraf nyata sepuluh persen. Tanda koefisien pada variabel tersebut sesuai dengan hipotesis,
yaitu 0,19. Nilai tersebut memberikan arti bahwa jika GDP per kapita negara non- tradisional Asia meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk
kembang gula meningkat sebesar 0,19 persen cateris paribus. Variabel populasi negara non-tradisional pun signifikan pada taraf nyata sepuluh persen dengan
tanda koefisien yang sesuai dengan hipotesis, yaitu 0,87. Nilai tersebut memberikan arti bahwa jika populasi negara non-tradisional Asia meningkat
sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk kembang gula meningkat sebesar 0,87 persen cateris paribus. Sedangkan, variabel harga ekspor produk
kembang gula signifikan pada taraf nyata lima persen dengan tanda koefisien positif yang tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu 0,55. Nilai tersebut memberikan
arti bahwa jika harga ekspor produk kembang gula meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk tersebut meningkat sebesar 0,55 persen cateris
paribus . Hal ini dikarenakan produk kembang gula bukan merupakan produk
untuk kebutuhan pokok, selain itu produk ini sedang tren di konsumsi hampir seluruh negara di dunia yang mayoritas penduduknya berpendapatan tinggi dan
produk ini mampu bersaing dengan negara eksportir lainnya di pasar non- tradisional Asia. Hal tersebut juga dapat dilihat dari perolehan rataan nilai RCA
dari masing-masing negara non-tradisional Asia yang diteliti dimana terdapat daya saing produk yang kuat di sembilan negara dari sepuluh negara yang diteliti.
Dengan demikian, berdasarkan hasil estimasi GDP per kapita riil serta harga ekspor produk kembang gula di negara non-tradisional Asia menunjukkan bahwa
besarnya pendapatan penduduk non-tradisional Asia tidak mengurungkan negara tersebut untuk tidak membeli produk kembang gula yang harganya mahal. Nilai
koefisien sebesar 0,13 pada nilai ekspor tahun sebelumnya memberikan arti bahwa jika nilai ekspor produk tersebut pada tahun sebelumnya meningkat
sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk tersebut akan meningkat sebesar 0,13 persen cateris paribus.
5.2.2.3. Produk Jus Buah dan Jus Sayuran
Berdasarkan hasil uji-t pada produk jus buah dan jus sayuran hanya terdapat satu variabel yang tidak signifikan, yaitu nilai tukar riil. Variabel GDP
per kapita riil negara non-tradisional Asia signifikan pada taraf nyata sepuluh persen, sedangkan variabel populasi negara non-tradisional Asia, jarak ekonomi,
harga ekspor relatif produk tersebut, dan nilai ekspor tahun sebelumnya signifikan pada taraf nyata lima persen.
Tanda koefisien pada semua variabel yang signifikan sesuai dengan hipotesis. Nilai koefisien variabel GDP per kapita riil negara non-tradisional Asia
sebesar 1,24 memberikan arti bahwa jika GDP per kapita negara non-tradisional Asia meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk jus buah dan
jus sayuran meningkat sebesar 1,24 persen cateris paribus. Sedangkan, nilai koefisien pada variabel populasi sebesar 0,49 memberikan arti bahwa jika
populasi negara non-tradisional Asia meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk tersebut meningkat sebesar 0,49 persen cateris
paribus . Nilai koefisien pada variabel jarak ekonomi sebesar -1,25 memberikan
arti bahwa jika terjadi penurunan jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara non-tradisional Asia sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk tersebut
meningkat sebesar 1,25 persen cateris paribus. Sementara itu, nilai koefisien pada harga ekspor produk jus buah dan jus sayuran sebesar -0,79 memberikan arti
bahwa jika terjadi penurunan harga ekspor produk jus buah dan jus sayuran
sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk tersebut meningkat sebesar 0,79 persen cateris paribus.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan produk jus buah dan jus sayuran yang meningkat di negara non-tradisional Asia yang ditunjang dengan
besarnya GDP per kapita riil negara non-tradisional Asia dan harga ekspor produk jus buah dan jus sayuran yang murah menyebabkan negara tersebut berkeinginan
untuk membeli produk jus buah dan jus sayuran dalam jumlah yang banyak.
5.2.2.4. Produk Teh
Hasil uji-t yang diperoleh dari estimasi produk teh menunjukkan bahwa hanya terdapat satu variabel yang tidak signifikan pada model, yaitu variabel
populasi negara non-tradisional Asia. Variabel GDP per kapita riil negara non- tradisional Asia, jarak ekonomi, nilai tukar riil, harga ekspor relatif produk teh,
dan nilai ekspor tahun sebelumnya signifikan pada taraf nyata lima persen. Tanda koefisien negatif pada variabel GDP per kapita riil negara non-
tradisional Asia tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu -2,17. Nilai tersebut memberikan arti bahwa jika GDP per kapita negara non-tradisional Asia
meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk teh menurun sebesar 2,17 persen cateris paribus. Hal ini dikarenakan sebagian besar
penduduk di negara non-tradisional Asia mengkonsumsi teh dan negara-negara tersebut mampu menyediakan kebutuhan dalam negerinya. Sementara itu, tanda
koefisien negatif pada jarak ekonomi sesuai dengan hipotesis, yaitu -1,47 memberikan arti bahwa jika terjadi penurunan jarak ekonomi antara Indonesia
dengan negara non-tradisional Asia sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk teh meningkat sebesar 1,47 persen cateris paribus. Tanda koefisien
negatif pada nilai tukar riil tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu -0,67 memberikan arti bahwa jika nilai tukar negara non-tradisional Asia terdepresiasi sebesar satu
persen, maka permintaan ekspor produk teh menurun sebesar 0,67 persen cateris paribus
. Tanda koefisien positif yang tidak sesuai dengan hipotesis terdapat pada harga ekspor produk teh, yaitu 2,29. Nilai tersebut memberikan arti bahwa jika
terjadi peningkatan harga ekspor produk teh sebesar satu persen, maka permintaan ekspor produk teh meningkat sebesar 2,29 persen cateris paribus. Hal ini
dikarenakan produk teh yang dianalisis terdiri dari beragam jenis, seperti teh hijau dan teh hitam yang memiliki nilai jual yang mahal, sedangkan negara non-
tradisional Asia tidak mampu menyediakan teh-teh tersebut dalam jumlah yang banyak. Namun, karena alasan untuk kesehatan sehingga negara-negara tersebut
melakukan impor produk teh. Akan tetapi, walaupun harga teh yang mahal tetap akan dibeli, negara non-tradisional Asia menginginkan harga perdagangan yang
murah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil estimasi dari nilai tukar riil negara non- tradisional Asia yang menunjukkan jika harga perdagangan yang terlalu mahal
terhadap produk tersebut menyebabkan negara non-tradisional Asia tidak melakukan pembelian dalam jumlah yang besar.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN