Hubungan Sumber Daya Ikan Layang dengan Faktor Oseanografi

terbentuk pada wilayah-wilayah perairan yang kondisi lingkungannya sesuai dengan sumber daya ikan, termasuk ketersediaan makanan. Selain itu, juga ditunjang dengan kondisi lingkungan perairan yang mendukung habitat yang sesuai dengan spesies ikan tersebut.

2.7 Hasil Penelitian Terkait

Penelitian yang telah dilakukan mengenai daerah penangkapan ikan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dalam menentukan parameter oseanografi SPL dan klorofil-a menjadi bahan masukan untuk penelitian yang sedang dilakukan. Andrius 2007 meneliti mengenai model spasial informasi daerah penangkapan ikan layang Decapterus spp. di antara perairan Selat Makasar dan Laut Jawa. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa distribusi ikan layang pada bulan Juli terdapat di antara Pulau Lumu-Lumu dan Lari-Larian hingga ke Utara Pulau Bawean. Pola migrasinya dimulai dari Pulau Lumu-Lumu dan Lari-Larian hingga ke Utara Perairan Pulau Bawean dengan informasi oseanografinya 27-30 o C untuk SPL, 0,01-1,5 mgL untuk klorofil-a, 1-2 knot untuk kecepatan arus dan 33-34 ‰ untuk salinitas. Pada bulan Agustus ditunjukkan bahwa distribusi ikan layang terdapat pada Timur Pulau Sambergalang hingga mendekati Perairan Lepas Pantai Selatan Kalimantan. Pola migrasinya dimulai dari Pulau Bawean hingga ke Utara Pulau Madura dengan informasi oseanografinya 27-28 o C untuk SPL, 0,5-2 mgL untuk klorofil-a, 1,5-2 knot untuk kecepatan arus dan 33,75-34,5 ‰ untuk salinitas. Muklis 2008 juga melakukan penelitian tentang pemetaan daerah penangkapan ikan Cakalang Katsuwonus pelamis dan Tongkol Euthynnus affinis di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan parameter SPL dan klorofil-a dengan menggunakan satelit Aqua MODIS. Hasil penelitiannya memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara SPL dan klorofil-a terhadap hasil tangkapan per upaya penangkapan CPUE ikan Cakalang dan Tongkol. Almuthahar 2005 melakukan penelitian dengan judul analisis SPL dan klorofil-a dari data satelit dan hubungannya terhadap hasil tangkapan ikan kembung Rastrelliger spp. di perairan Natuna-Laut Cina Selatan. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa validasi spasial antara daerah potensial penangkapan ikan hasil pengolahan data satelit terhadap daerah penangkapan ikan yang dipilih nelayan memperlihatkan kecocokan daerah hingga ±40. Akan tetapi, musim penangkapan ikan kembung adalah pada musim peralihan I. Pada penelitian ini juga diperlihatkan adanya hubungan yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan kembung terhadap kondisi oseanografi. Amri 2002 melakukan penelitian mengenai hubungan kondisi oseanografi SPL, klorofil-a dan arus dengan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan Selat Sunda. Hasil penelitain tersebut memperlihatkan hubungan yang erat antara kondisi oseanografi dan hasil tangkapan ikan pelagis kecil. Dengan kondisi SPL optimum dan kanungan klorofil-a tinggi berarti kesuburan perairan tinggi, hasil tangkapan ikan pelagis kecil juga tinggi. Pada hasil penelitian ini juga diperoleh perbedaan SPL antara hasil pengukuran satelit dan hasil pengukuran in- situ pada beberapa tempat, dan juga ada kesamaan di tempat yang lain. Silvia 2009 melakukan penelitian mengenai analisis daerah DPI Cakalang Katsuwonus pelamis berdasarkan suhu permukaan laut dan sebaran klorofil-a di perairan Mentawai, Sumatera Barat. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa suhu permukaan laut dan klorofil-a tidak ada pengaruhnya terhadap hasil tangkapan cakalang, akan tetapi suhu permukaan laut dan klorofil-a berpengaruh terhadap ukuran panjang ikan cakalang. Sinaga 2009 melakukan penelitian mengenai analisis hasil tangkapan pukat ikan kaitannya dengan kandungan klorofil-a dan suhu permukaan laut di perairan Tapanuli Tengah. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa penyebaran ikan di perairan Tapanuli Tengah bervariasi secara temporal dan spasial. hasil penelitian ini juga mengatakan bahwa SPL dan klorofil-a tidak berpengaruh terhadap penyebaran ikan.