Penerapan Sistem Informasi dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Hutan Pendidikan Gunung Walat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Informasi merupakan hal yang sangat fundamental dalam kehidupan, karena semua orang membutuhkan informasi baik untuk menetapkan tujuan maupun sebagai pemandu agar tujuan dapat dicapai secara efektif. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menyuratkan bahwa untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi, meliputi informasi mengenai kondisi hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis, kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber daya air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air. Pengelolaan sistem informasi ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain.
Berdasarkan narasi Undang-Undang tersebut dapat diartikan bahwa sistem informasi sumberdaya air sangat penting untuk diselenggarakan oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah dan pengelola sumber daya untuk mendukung keberhasilan pengelolaan sumberdaya air.
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan lahan berhutan yang berfungsi sebagai pengendali hasil air sehingga merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat, terutama masyarakat di sekitarnya, dan lebih khusus lagi bagi masyarakat yang tinggal di bagian selatan HPGW yang dialiri anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar yang berhulu di HPGW.
Pengelolaan HPGW berdampak terhadap masyarakat. Dampak tersebut terutama dampak yang terjadi melalui sistem hidro-orologi melalui jaringan-jaringan sungai yang berasal dari HPGW.
Kuantitas, kualitas dan waktu pengaliran dari HPGW dipengaruhi oleh banyak faktor, diantara iklim, sifat geologi dan tanah, morfologi, dan sifat penutupan lahannya. HPGW sebagai salah satu kawasan hutan dengan tujuan khusus yaitu untuk pendidikan telah banyak melakukan kegiatan pengelolaan dan
(2)
penelitian, Informasi mengenai hasil kegiatan dan hasil penelitian tersebut belum dikelola dengan baik, sehingga belum dapat dengan mudah diakses baik oleh pengelola, maupun pengguna, terutama untuk kegiatan yang terkait dengan hidrologi HPGW.
Untuk mengelola data dasar dan hasil-hasil kegiatan, baik pengelolaan maupun penelitian diperlukan sistem informasi yang berbais teknologi komunikasi dan informasi (information and communcation technology, ICT).
Penelitian ini mencoba membangun suatu Sistem Informasi Hidrologi dan Pengelolaan DAS di Hutan Pendidikan Gunung Walat sebagai instrumen pengelolaan dan penyampaian informasi yang lebih baik dan dapat diakses dengan lebih mudah oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mempermudah dalam pengambilan keputusan guna pembangunan HPGW selanjutnya.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Menghasilkan suatu rancangan proses dan basis data yang akan digunakan di dalam sistem informasi yang akan dihasilkan.
b. Menghasilkan suatu sistem informasi untuk:
1. Pendataan karakteristik-karakteristik kawasan HPGW berdasarkan DAS (Daerah Aliran Sungai).
2. Pengelolaan data, interpretasi data dan analisis data hidrologis di DAS HPGW.
3. Pengorganisasian data hasil penelitian di HPGW tentang hidrologi dan DAS yang pernah dilakukan.
4. Penyimpanan, pemeliharaan serta pembuatan laporan database pada sistem informasi hidrologis yang dibangun.
1.3 Manfaat
Penelitian ini memfokuskan kepada manajemen informasi mengenai karakteristik-karakteristik hidrologis dari sub DAS yang ada di HPGW, serta pengolahan data hidrologi (khususnya pendugaan erosi dan pendugaan debit air sungai) secara cepat dan efisien, sehingga diharapkan para pengambil kebijakan dalam instansi tersebut maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dapat
(3)
menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan dan pengelolaan DAS di HPGW.
1.4 Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini dan mengingat banyaknya komponen yang mempengaruhi dalam pengelolaan suatu areal, maka penulis membatasi permasalahan tersebut. Penulis membatasi pengaplikasian sistem informasi untuk pengelolaan HPGW, khususnya dibidang pengelolaan DAS.
(4)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Informasi
2.1.1 Konsep dasar sistem informasi
Menurut Sutabri (2004), sistem adalah sekelompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu dan informasi adalah data yang telah diklarifikasikan atau diolah atau diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Selanjutnya Suyatno (2003) menjelaskan informasi adalah data yang sudah diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi manusia.
Sistem informasi merupakan penerapan di dalam organisasi untuk mendukung informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkat manajemen. Telah diketahui bahwa informasi merupakan hal yang sangat penting bagi manajemen di dalam pengambilan keputusan. Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan (Sutabri, 2004).
2.1.2 Komponen sistem informasi
Menurut Jogiyanto (1999) mengatakan bahwa sistem informasi disebut sebagai istilah blok bangunan (building block), antara lain blok masukan (input block), blok model (model block), blok basis data (database block), blok teknologi (technology block) dan blok kendali (control block). Keenam blok tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lainnya membentuk satu kesatuan untuk mencapai sasarannya (Gambar 1).
1) Blok masukan, input mewakili data yang masuk ke dalam sistem informasi. Input disini termasuk metode-metode dan media yang digunakan untuk menangkap data yang akan dimasukan.
2) Blok model, terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan model matematik yang akan memanipulasi data input dan data yang tersimpan di basis data
(5)
dengan cara yang sudah ditentukan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan.
3) Blok keluaran, merupakan produk yang dihasilkan dari sistem informasi yang berupa informasi yang baik serta bermanfaat dan dokumentasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen semua pemakai.
4) Blok teknologi, merupakan suatu toolbox dalam sistem informasi. Teknologi digunakan untuk menerima masukan, menjalankan model, menyimpan dan mengakses data, menghasilkan dan mengirimkan keluaran dan membantu pengendalian dari sistem secara keseluruhan. Teknologi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu teknisi (humanware atau brainware), perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware).
5) Blok basis data, merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan untuk mengakses atau memanipulasinya digunakan perangkat lunak yang disebut dengan DBMS (Database Management System). Data perlu disimpan dalam basis data untuk keperluan penyediaan informasi lebih lanjut. Pengorganisasian terhadapa basis data sangat perlu dilakukan agar informasi yang dihasilkan baik dan efesien kapasitas penyimpanannya.
6) Blok kendali, perlu dirancang dan diterapkan untuk meyakinkan bahwal hal-hal yang dapat merusak sistem dapat dicegah ataupun dapat langsung segera diperbaiki. Hal yang dapat merusak sistem informasi seperti bencana alam, kecurangan-kecurangan, kegagalan-kegagalan yang terjadi di dalam sistem, ketidakefesienan, sabotase, dan lain-lain.
Gambar 1 Blok sistem informasi yang berinteraksi. Pemakai
Input Model Output
Teknologi Dasar data
Kendali
Pemakai Pemakai
Pemakai Pemakai
(6)
2.2 Basis Data
2.2.1 Konsep dasar basis data
Menurut Abdul (2003) diacu dalam Rachmat (2010) basis data (database) adalah suatu pengorganisasian sekumpulan data saling terkait sehingga memudahkan aktivitas untuk memperoleh informasi. Selanjutnya menurut Suyatno (2003), database adalah sebuah koleksi informasi yang terkomputerisasi sehubungan dengan topik tertentu. Database membantu manusia mengorganisasikan informasi yang mana informasi tersebut saling terkait dan menjadikannya sebuah bentuk yang logis untuk akses dengan mudah.
Stephen dan Plew (2000) diacu dalam Rachmat (2010) menyatakan bahwa basisdata adalah mekanisme yang digunakan untuk menyimpan informasi atau data. Dengan basis data pengguna dapat menyimpan data secara terorganisasi. Setelah data disimpan, informasi harus mudah diambil. Cara data disimpan dalam basis data yaitu menentukan seberapa mudah mencari informasi berdasarkan banyak kriteria. Data harus mudah ditambahkan kedalam basis data, dimodifikasi dan dihapus.
2.2.2 Sistem manajemen basis data
Menurut Ramakrishan dan Gehrke (2003) diacu dalam Rachmat (2010), sistem manajemen basis data (DBMS) adalah perangkat lunak yang didesain untuk membantu memelihara dan memanfaatkan kumpulan data yang besar. Selanjutnya Waljiyanto (2003) diacu dalam Pradipta (2010), sistem manajemen data adalah kumpulan program yang digunakan untuk membuat dan mengelola basis data. Suatu sistem manajemen basis data merupakan hasil sistem perangkat lunak yang secara umum dapat digunakan untuk melakukan pemrosesan dalam hal pendefinisian, penyusunan dan manipulasi basis data untuk berbagai aplikasi. Pendefinisian basis data meliputi spesifikasi tipe data, struktur dan pembatasan (constraints) dari data yang harus disimpan dalam basis data. Penyusunan basis data meliputi proses masukan data dalam media penyimpanan data yang harus dikontrol oleh sistem manajemen basis data. Manipulasi basis data meliputi pembuatan pertanyaan (query) untuk mendapatkan informasi tertentu, pembaharuan (updating) data dan pembuatan laporan (report generation).
(7)
disimpan dalam satu tempat di dalam pendekatan basis data dengan definisi data yang tetap sehingga dapat diakses oleh beberapa pemakai dengan berbagai program aplikasi melalui kontrol sistem manajemen basis data.
Karakteristik utama sistem manajemen basis data menurut Waljiyanto (2003) diacu dalam Rosadi (2010) adalah sebagai berikut:
1) Pendefinisian data. Basis data tidak hanya berisi data itu sendiri tetapi juga termasuk definisi atau deskripsi dari data yang disimpan. Definisi data disimpan dalam sistem katalog yang berisi informasi tentang struktur tiap berkas, tipe dan format penyimpanan tiap item data. Semua informasi yang disimpan dalam sistem katalog ini biasa disebut meta-data.
2) Pemisahan program data. Sistem manajemen basis data mengakses program ditulis secara terpisah untuk suatu tujuan tertentu. Struktur berkas data disimpan dalam sitem katalog yang terpisah dengan program aplikasi, yang biasanya disebut dengan program dan data saling bebas (program-data independent)
3) Penggunaan data. Basis data pada umumnya digunakan oleh beberapa pemakai untuk kepentingan penggunaan yang berbeda pula. Data yang diperlukan bisa saja bersifat secara eksplisit tersimpan dalam basis data atau pemakai harus melakukan pemrosesan tersendiri untuk memperoleh data atau informasi yang diinginkan. Dalam hal ini sistem manajemen basis data harus mampu mengakomodasi beberapa pemakai untuk beberapa kepentingan. 4) Pemakaian data bersama. Basis data dengan sistem manajemen basis data
memungkinkan beberapa pemakai mengakses data yang sama pada waktu bersamaan pula. Untuk menjamin bahwa data yang diakses tidak terjadi kesalahan maka harus ada kontrol yang terintegrasi terhadap basis data (concurrency control).
2.2.3 Model entity relationship
Fathansyah (2004) diacu dalam Rachmat (2010) menyatakan bahwa model data yang paling popouler digunakan dalam perancangan basis data adalah model keterhubungan entitas (entity relationship model). Selanjutnya Haryanto (2008) diacu dalam Pradipta (2010) menjelaskan bahwa pada model entity realationship, data sebenarnya diterjemahkan dengan memanfaatkan perangkat konseptual
(8)
menjadi sebuah diagram data, yang umumnya disebut dengan diagram entity relathionship atau diagram E-R. Ada dua komponen utama pembentuk E-R ini, yaitu entitas dan relasi. Kedua komponen tersebut dideskripsikan lebih jauh melalui sejumlah atribut atau property.
Menurut Haryanto (2008) diacu dalam Pradipta (2010), relasi di antara dua entitas dapat berupa:
1) Satu ke Satu (One to One), berarti setiap entitas pada himpunan entitas A berhubungan dengan paling banyak satu entitas pada himpunan entitas B. Sebaliknya setiap entitas pada himpunan entitas B berhubungan paling banyak satu entitas pada himpunan entitas A.
2) Satu ke Banyak (One to Many), berarti setiap entitas pada himpunan entitas A dapat berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan B, tetapi tidak sebaliknya, dimana setiap entitas pada himpunan entitas B berhubungan paling banyak satu entitas pada himpunan entitas A.
3) Banyak ke Satu (Many to One), berarti setiap entitas pada himpunan A dapat berhubungan dengan paling banyak satu entitas pada himpunan entitas B, tetapi tidak sebaliknya, dimana setiap entitas pada himpunan entitas B berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan entitas A.
4) Banyak ke Banyak (Many to Many), berarti setiap entitas pada himpunan entitas A dapat berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan entitas B, demikian juga sebaliknya.
2.3 Microsoft Visual Basic 6.0
Program Micrososft Visual Basic 6.0 adalah bahasa pemrograman berbasis Microsoft Windows. Sebagai bahasa pemrograman Micrososft Visual Basic 6.0 didesain untuk dapat memanfaatkan fasilitas yang tersedia dalam Microsoft Windows. Micrososft Visual Basic 6.0 juga merupakan bahasa pemrograman Object Oriented Programming (OPP), yaitu pemrograman yang berorientasi objek. Micrososft Visual Basic 6.0 menyediakan obyek-obyek yang sangat kuat, berguna dan mudah dipakai. Dengan fasilitas tersebut membuat Micrososft Visual Basic 6.0 menjadi diidamkan oleh programer (Agus, 2000).
Menurut Kurniadi (2000) diacu dalam Rachmat (2010), ada beberapa keistimewaan Micrososft Visual Basic 6.0 yaitu:
(9)
1) Menggunakan platform pembuatan program yang diberi nama Developer Studio, sehingga dapat belajar bahasa pemrograman lainnya dengan mudah dan cepat.
2) Memiliki compiler handal yang dapat menghasilkan file executable yang lebih cepat dan efesien dari sebelumnya.
3) Memiliki beberapa tambahan sarana Wizard, sehingga dapat mempermudah dalam pembuatan aplikasi dengan mengotomatisasi tugas-tugas tertentu. 4) Kemampuan membuat AxtiveX dan fasilitas internet yang lebih banyak. 5) Sarana akses data lebih cepat dan handal untuk membuat aplikasi database. 2.4 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Manan (1976) diacu dalam Hendrayanto (2003) menjelaskan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai terjemahan dari watershed secara harfiah diartikan sebagai setiap permukaan miring yang mengalirkan air. Dalam konteks unit kajian dan unit pengelolaan, DAS didefinisikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh topografi pemisah aliran (topographic divide), yaitu punggung-punggung bukit/gunung yang menangkap curah hujan kemudian menyimpan dan mengalirkannya melalui saluran-saluran pengaliran ke satu titik patusan (outlet). Titik patusan umumnya berupa muara sungai di laut, kadang-kadang di danau. Suatu DAS yang titik patusannya berada di sungai diistilahkan sebagai sub DAS dari sungai tempat titik patusan berada. Daerah Pengaliran Sungai (DPS) merupakan terminologi lain yang mempunyai arti yang sama dengan pengertian DAS.
Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai karakteristik khusus serta berkaitan erat dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, tata guna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Keberadaan hutan mutlak untuk dipertahankan pada suatu daerah aliran sungai guna menjaga fungsi ekologi, sosial budaya dan ekonomi (Dwiprabowo et al. 2001).
Ukuran DAS sangat bervariasi dari sangat kecil (beberapa hektar) sampai sangat besar (ribuan hektar). DAS berukuran sangat kecil dicirikan oleh adanya sungai utama berhulu dibukit-bukit yang berbatasan langsung dengan laut. Sungai utamanya umumnya bersifat intermittent, yaitu hanya berair pada saat hujan dan beberapa saat setelah hujan berhenti. DAS yang sangat besar berhulu di
(10)
pegunungan yang jauh dari laut. Sungai utamanya secara umum bersifat perennial, yaitu berair hampir sepanjang tahun (Hendrayanto, 2003).
2.4.1 Karakteristik fisik DAS 2.4.1.1Tanah
Tanah merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. Sebagai sumberdaya alam, tanah mempunyai dua fungsi utama, yaitu (1) sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, dan (2) sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan. Hilang atau menurunnya fungsi tanah inilah yang disebut dengan kerusakan atau degradasi tanah. Untuk fungsi tanah yang kedua dapat diperbaiki dengan pemupukan. Sedangkan hilangnya fungsi pertama tidak mudah diperbaiki atau di perbaharui karena memerlukan waktu yang lama untuk pembentukan tanah (Arsyad, 2006).
Menurut Riquir (1977) diacu dalam Arsyad (2006) kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1) kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, (2) terakumulasinya garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tumbuhan, (3) penjenuhan tanah oleh air (water logging) dan (4) erosi. Kerusakan tanah oleh satu atau banyak proses tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tumbuhan.
Menurut Arsyad (2006) berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah terosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan penghancuran agregat tanah oleh tumbukan butir-butir hujan dan aliran permukaan. Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah (a) tekstur, (b) struktur, (c) bahan organik, (d) kedalaman, (e) sifat lapisan tanah, dan (f) tingkat kesuburan tanah.
2.4.1.2 Iklim
(11)
waktu setahun waktu yang penyelidikannya dilakukan dalalm waktu yang lama (minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi. Di daerah beriklim basah, faktor/unsur iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi. Berikut adalah unsur-unsur dari iklim:
2.4.1.2.1. Suhu Udara
Suhu udara adalah kondisi panas atau dinginnya udara. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu di suatu daerah adalah: 1) Lama penyinaran matahari 2) Sudut datang Sinar matahari 3) Relief permukaan bumi 4) Banyak sedikitnya awan 5) Perbedaan letak lintang (Regariana, 2006).
Kondisi panasnya udara mempengaruhi siklus hirologi pada proses evaporasi dan intersepsi sehingga nanti siklus hidrologi bisa menjadi lebih aktif. Di daerah tropika basah siklus hidrologi terjadi secara aktif dan presipitasi dalam bentuk curah hujan lebih banyak daripada evaporasi. Di daerah gurun, energi mencukupi tetapi kelembaban kurang, evaporasi selalu terjadi setiap saat bila air tersedia tetapi presipitasi sangat jarang sehingga siklus hidrologi menjadi pasif (Handoko, 1993).
2.4.1.2.2. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun dalam suatu daerah pada waktu tertentu. Alat pengukur curah hujan disebut dengan Rain Gauge. Curah hujan diukur dalam rentang waktu harian, bulanan, tahunan. Faktor yang mempengaruhi curah hujan: 1.) Topografi, 2.) Jarak perjalanan angin di atas medan datar 3.) Arah angin sejajar Garis pantai 4.) Arah lereng medan.
Intensitas hujan menyatakan menyatakan besarnya hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam mm jam-1 atau cm jam-1(Regariana, 2006).
(12)
2.4.1.2.3. Kelembaban
Di udara terdapat uap air yang berasal dari penguapan samudera (sumber utama). Sumber lainnya berasal dari danau-danau, sungai-sungai, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Makin tinggi suhu udara, makin banyak uap air yang dapat dikandungnya. Hal ini berarti makin lembab udara tersebut. Alat untuk mengukur kelembaban udara disebut dengan Hygrometer. Ada dua macam kelembaban udara:
1. Kelembaban absolut, ialah banyaknya uap air yang terdapat di udara pada suatu tempat yang dinyatakan dengan banyaknya gram uap air dalam 1 m3 udara.
2. Kelembaban relatif udara, ialah perbandingan jumlah uap air dalam udara (kelembaban absolut) dengan jumlah uap air maksimum yang dapat dikandung oleh udara tersebut dalam suhu yang sama dan dinyatakan dalam persen (%).
Pada suatu wilayah belum tentu terjadi siklus hidrologi secara aktif. Siklus hidrologi memerlukan energi panas dan kelembaban yang cukup. Di daerah tropika basah siklus hidrologi terjadi secara aktif dan presipitasi dalam bentuk curah hujan yang diterima lebih besar dari evaporasi. Di daerah gurun, energi mencukupi tetapi kelembaban kurang, evaporasi selalu terjadi setiap saat bila air tersedia tetapi presipitasi sangat jarang sehingga siklus hidrologi menjadi pasif (Regariana, 2006).
2.4.1.2.4. Angin
Secara sederhana, angin dapat dibatasi sebagai gerakan horizontal udara relatif terhadap permukaan bumi. Dengan asumsi bahwa seluruh gerakan udara secara vertikal kecepatannya dapat diabaikan karena relatif rendah (<1ms-1) akibat diredam oleh gaya grativasi bumi. Walaupun aliran udara ke atas penting dalam pembentukan awan dan hujan, kecepatan pergerakan horizontal jauh lebih besar dan mempengaruhi proses- proses cuaca.
Agar siklus hidrologi setimbang, harus ada transfer air atau uap air. Angin merupakan faktor pendukung agar terjadinya siklus pertukaran lengas (uap air, air atau awan) antara daratan dan lautan. Transfer lengas ini terjadi melalui arus laut atau arus massa udara. Transfer uap air antara daratan dan lautan terjadi
(13)
bersama-sama dengan angin darat dan angin laut. Pada umumnya angin laut lebih lembab. Transfer ke laut juga terjadi melalui limpasan. Sebesar 20% dari presipitasi di daratan dikembalikan ke laut dan sisanya (80%) kembali ke atmosfer melalui penguapan. Karena daratan menerima presipitasi lebih besar daripada penguapan, maka kelebihan air ini (22000 km2 per tahun) dikembalikan ke laut melalui limpasan dan transfer uap air (Handoko,1993).
2.4.1.2.5. Tekanan Udara
Tekanan udara adalah gaya berat kolom udara dari permukaan tanah sampai puncak atmosfer per satuan luas. Gaya ini ditimbulkan oleh percepatan ke bawah berupa gravitasi (g) dan massa udara (m). Hasil perkalian keduanya disebut berat (W), oleh karena itu tekanan udara pada setiap titik (P) merupakan berat total udara di atas titik tersebut persatuan luas (A).
Menurut Handoko (1993), semakin jauh dari permukaan bumi tekanan udara akan berkurang karena lapisan atmosfer yang semakin tipis (persamaan hidrostatis). Perubahan tekanan dengan ketinggian tergantung dari kerapatan udara. Tekanan berubah sangat cepat dengan ketinggian kalau kerapatan udara tinggi sedang perubahannya akan lebih perlahan jika kerapatan udaranya rendah. Perubahan tekanan sebesar 200 mb terjadi dengan perubahan ketinggian 2 km pada lapisan yang paling bawah.
2.4.1.3 Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng (Arsyad, 2006).
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman lereng 45º. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkut aliran. Selain itu, dengan semakin besarnya miringnya lereng, jumlah butir-butir tanah yang terpercik kebagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak (Arsyad,2006).
(14)
permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana kemiringan lereng berubah demikian rupa sehingga kecepatan aliran permukaan berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng daripada bagian atas lereng. Akibatnya adalah bahwa tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas (Arsyad,2006).
Lereng permukaan tanah dapat berbentuk cembung (kovek) dan cekung (konkav). Pengamatan secara umum menunjukkan bahwa erosi lembar lebih hebat pada permukaan cembung daripada permukaan cekung. Sedangkan pada erosi cekung terbentuk erosi alur atau parit (Arsyad,2006).
2.4.1.4Geologi
Faktor-faktor geologi mempengaruhi siklus hidrologi khususnya pada air tanah. Faktor geologi yang mempengaruhinya adalah formasi geologi. Formasi geologi adalah formasi batuan atau material lain yang berfungsi menyimpan air dalam jumlah besar. Proses pembentukan air tanah tersebut dikenal dengan akifer (aquifer). Akifer pada dasarnya adalah kantong air yang berada dalam tanah. Akifer dibedakan menjadi akifer bebas (unconfined aquifer) dan akifer terkekang (confined aquifer) (Asdak, 1995).
Akifer bebas terbentuk ketika tinggi permukaan air tanah (water table) menjadi batas atas zona tanah jenuh. Tinggi permukaan air tanah berfluktuasi tergantung pada jumlah dan kecepatan air (hujan) masuk ke dalam tanah, pengambilan air tanah, dan permeabilitas tanah. Akifer terkekang juga dikenal sebagai artesis, terbentuk ketika air tanah dalam dibatasi oleh lapisan kedap air sehingga tekanan di bawah lapisan kedap air tersebut lebih besar daripada tekanan atmosfer. Formasi geologi tertentu, baik yang terletak pada zona bebas (unconfined aquifer) maupun zona terkekang (confined aquifer), dapat memberikan pengaruh tertentu pula terhadap keberadaan air tanah (Asdak, 1995). 2.4.2 Karakteristik Biologi DAS
Menurut Styzen dan Morgan (1995) dalam Asdak (1995), Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat
(15)
akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfer ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Oleh karena itu, ia mempengaruhi volume air yang masuk ke sungai dan danau, ke dalam tanah dan cadangan air tanah. Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada dalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran, menigkatkan kekuatan mekanik tanah.
Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif (Asdak,1995).
Sedangkan fauna mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap DAS. Fauna di daerah sekitar DAS sangat bergantung dengan ekositem dan kondisi dari DAS itu sendiri (Asdak, 1995).
2.4.3 Sosial ekonomi
Menurut Arsyad (2006), pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang diusahakannya akan rusak dan menjadi tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijakasana sehingga menjadi lebih baik dan memberikan pendapatan yang tinggi untuk jangka waktu yang tidak terbatas, antara lain (a) luas tanah pertanian yang diusahakannya, (b) jenis dan orientasi usaha taninya, (c) status penguasaan tanah, (d) tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi petani yang mengusahakannya, (e) perimbangan harga antara produk pertanian dan harga sarana produksi dan kebutuhan petani, (f) sistem perpajakan, (g) sumber modal yang diperlukan petani, (h) infrastruktur dan fasilitas kesejahteraan petani, dan (i) untuk petani kecil adalah keuntungan dalam waktu singkat yang akan mereka terima.
(16)
2.5 Hidrologi
Menurut US Federal Council for Science and Technology dalam Hendrayanto (2009), Hidrologi merupakan ilmu yang membahas air di bumi, terjadinya, sirkulasinya, dan agihannya (distribution), sifat-sifat kimia dan fisikanya dan reaksinya terhadap lingkungan, termasuk reaksinya terhadap benda -benda hidup. Jika salah satu komponen dari siklus hidrologi terganggu, maka akan berdampak pada komponen yang lain. Dampak yang ditimbulkan akibat terganggunya siklus antara lain, terjadinya kekeringan pada musim kemarau dan terjadinya banjir pada musim hujan akibat limpasan permukaan lebih besar dari kapasitas atau daya tampung sungai.
2.5.1 Siklus hidrologi
Secara global jumlah air tetap. Air global berubah dalam bentuk dan ketersediaannya. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Air juga merupakan bagian penting dari sumber daya alam yang memiliki karakteristik khusus dan berbeda dengan sumber daya lainnya. Air bersifat sumber daya terbarukan dan dinamis. Hidrologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya, peredaran dan distribusinya, sifat-sifat kimia dan fisikanya, serta reaksinya terhadap lingkungan termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup (Seyhan, 1990).
Air yang jatuh ke bumi (presipitasi) akan mengalami berbagai peristiwa, kemudian akan menguap ke udara (evapotranspirasi) menjadi awan (kondensasi) dan dalam bentuk hujan, salju, dan embun jatuh kembali ke bumi. Peristiwa ini terjadi terus berulang dan merupakan siklus tertutup ini dinamakan dengan siklus air atau siklus hidrologi (Arsyad, 2006).
Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebagian akan tertahan oleh tumbuhan dan sebagian lagi akan jatuh ke permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke permukaan tanah melalui permukaan batang (stem flow). Sebagian air yang sampai di permukaan tanah terinfiltrasi atau masuk ke dalam tanah dan bergerak ke bawah masuk ke dalam jalur tanah dibawah yang jenuh, dibawah muka air tanah. Air pada jalur ini mengalir perlahan melaui akuifer ke alur sungai atau langsung ke laut (Wilson, 1993).
(17)
2.5.2 Neraca air
Neraca air (water balance) merupakan penjelasan mengenai hubungan antara aliran masuk (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu. Jika perhitungan neraca air dilakukan pada suatu daerah tertentu yang terbatas maka aliran kedalam dan aliran keluar dari debit serta penambahan air tanah akan berbeda (Sosrodarsono & Takeda 2003, diacu dalam Hendrayanto 2009). Neraca air merupakan alat untuk mendekati nilai-nilai hidrologis proses yang terjadi di lapangan. Neraca air juga dapat didefinisikan sebagai selisih antara jumlah air yang diterima oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman beserta tanah melalui proses evapotranspirasi.
Menurut Hendrayanto (2009), peneracaan air adalah suatu metode kuantitatif untuk mempelajari keseimbangan antara masukan (inputs) dengan unsur-unsur pengambilan (extractions) dan luaran (output) sebagai hasil (yield). Secara global (menggunakan satuan sistem bumi, hydrosfer) nilai rata-rata dari setiap komponen dalam siklus hidrologi tersebut relatif konstan, tetapi dalam satuan yang lebih kecil (regional scale), misal pulau atau Daerah Aliran Sungai (DAS) besaran tersebut berubah-ubah menurut waktu dan bisa dikatakan tidak bersifat siklik, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai "aliran air" udara-daratan-badan air-udara. Sistem global merupakan sistem tertutup sementara dalam sistem regional merupakan sistem terbuka. Peneracaan air merupakan suatu perhitungan yang sederhana yang didasarkan atas prinsip konservasi massa. Anggapan utama yang digunakan dalam peneracaan air adalah jumlah dari semua unsur-unsur aliran adalah sama dengan nol apabila masukan diberi notasi positif dan kehilangan-kehilangan air untuk aliran ditandai negatif. Dalam suatu bentuk yang lebih umum, maka persamaan neraca air adalah:
Inflow + Outflow + Perubahan Penyimpanan = 0
di mana jumlah inflow (+) dan outflow (-) adalah sama dengan perubahan penyimpanan.
2.6 Aliran Permukaan
2.6.1 Persamaan aliran permukaan
Aliran permukaan terjadi ketika laju air hujan yang sampai ke tanah melebihi laju infiltrasi. Ketika air hujan jatuh ke tanah yang kering, laju infiltrasi
(18)
biasanya sangat tinggi, tetapi laju infiltrasi tersebut akan berkurang saat tanah berubah menjadi basah/jenuh. Ketika tanah sudah jenuh/terisi air maka proses runoff akan mulai terjadi. Menurut SWAT (Soil and Water Assessment Tools), ada 2 metode untuk melakukan pendugaan aliran permukaan : 1) metode kurva number SCS (Soil Conservation Service) dan 2) metode infiltrasi Green & ampt (Neitschs et all,2005).
2.6.2 Metode kurva number SCS (Soil Conservation Service)
Persamaan runoff SCS merupakan model empiris yang muncul dan sering digunakan pada tahun 1950an. Persamaan ini dikembangkan untuk melihat konsistensi runoff berdasarkan pendugaan jumlah runoff dibawah penggunaan lahan yang bervariasi dan tipe tanah areal tersebut.
Persamaan kurva number SCS adalah: Qsurf =
………..(1)
Qsurf merupakan akumulasi runoff (mm H2O), Rday merupakan curah hujan
harian (mm H2O), Ia merupakan konstanta/abstrak dari simpanan permukaan,
intersepsi dan infiltrasi untuk runoff (mm H2O) dan S merupakan parameter simpanan (mm H2O). Parameter simpanan bervariasi secara spatial karena perubahan pada tanah, penggunaan lahan, manajemen lahan dan kemiringan/slope dan secara temporal perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi kadar air tanah (Neitschs et all, 2005).
Persamaan untuk parameter simpanan adalah: S= 25.4 (
………(2)
CN merupakan kurva number untuk harian. Nilai Ia biasanya mendekati nilai 0.2S, sehingga persamaan menjadi:
Qsurf = ……….(3)
Runoff hanya akan terjadi ketika Rday>Ia.
Kurva number SCS merupakan fungsi dari kemampuan permeabilitas tanah, penggunaan lahan dan kondisi air tanah. Waktu puncak aliran permukaan diperlukan untuk membuat hidrograf desain bagi keperluan penguraian (routing) aliran permukaan melalui simpanan reservoir atau untuk menyatukan hidrograf dari beberapa DAS (Arsyad 2006).
(19)
Waktu surut suatu hidrograf segi tiga diambil sebesar 1,67 Tp, sehingga seluruh waktu untuk mengalir (Tb) adalah 2,67 Tp. Laju puncak aliran permukaan dari hidrograf segi tiga adalah :
q = 0,0021 Q A/Tp……….(4)
Q adalah volume aliran permukaan dalam m3, q adalah laju puncak aliran permukaan dalam m3 detik-1, A adalah luas DAS dalam hektar, dan Tp adalah waktu puncak dalam jam (Arsyad 2006).
2.6.3 Pengelompokan hidrolika tanah
U.S. Natural Resource Conservation Servie (NRCS) dalam Neitschs (2005) mengklasifikasikan tanah ke dalam 4 kelompok hidrologic berdasarkan karakteristik infiltrasi dari tanah tersebut. NRCS Soil Survey (1996) mendefinisikan kelompok hidrologic tanah tersebut sebagai kelompok tanah yang mempunyai kesamaan potensial runoff pada kondisi cuaca dan kondisi penutupan area sama. Keempat kelompok tanah tersebut adalah: A, B, C dan D. Definisi dari masing-masing kelas tersebut adalah:
A: (potensial runoff sedikit). Tanah ini memiliki laju infiltrasi yang tinggi bahkan ketika sudah jenuh. Grup tanah ini memiliki solum yang dalam, memiliki drainase yang baik sampai sangat baik. Grup tanah ini didominasi oleh pasir dan kerikil. Grup tanah ini memiliki laju transmisi air yang tinggi.
B: grup tanah yang memiliki laju infiltrasi sedang ketika jenuh. Grup tanah ini mempunyai solum tanah yang agak dalam sampai dalam, memiliki kemampuan drainase agak baik sampai baik dan memiliki tekstur tanah yang halus sampai agak kasar. Grup tanah ini memiliki laju transmisi air dengan tingkatan sedang.
C: grup tanah yang memiliki laju infiltrasi yang lambat ketika jenuh. Grup tanah ini memiliki lapisan yang menahan air bergerak ke bawah dan mempunyai tekstur agak halus sampai halus. Grup tanah ini memiliki laju transmisi air yang lambat.
D: (potensial runoff tinggi). Grup tanah ini mempunyai laju infiltrasi yang sangat lambat ketika jenuh. Grup tanah ini memiliki lapisan liat di dekat permukaan tanah hingga ke lapisan material yang kedap air. Grup ini memiliki laju transmisi air yang sangat lambat.
(20)
2.7 Erosi
Menurut Arsyad (2006), erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Proses yang terjadi pada erosi meliputi; pengikisan, pengangkutan dan pengendapan yang disebabkan oleh media alami yaitu angin dan air.
Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, umumnya erosi ini terjadi di daerah yang beriklim kering. Di daerah beriklim basah seperti indonesia peristiwa erosi lebih sering disebabkan oleh air. Energi kinetik yang disebabkan oleh air hujan dapat menyebabkan/ menghancurkan agregat tanah.
Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor dan erosi internal. Erosi lembar (sheet erosion) adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah. Kekuatan butir-butir hujan dan aliran permukaan yang merata diatas permukaan tanah merupakan penyebab erosi.
Erosi alur (rill erosion) adalah pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu pada permukaan tanah yang merupakan parit-parit kecil dan dangkal. Erosi alur terjadi karena air mengalir di permukaan tanah tidak merata tetapi berkonsentrasi pada alur tertentu sehingga pengangkutan tanah terjadi pada tempat aliran permukaan terkonsentrasi. Kecenderungan terjadinya erosi alur lebih dipengaruhi oleh cara bertanam dan sifat fisik tanah dari pada air hujan.
Erosi parit (gully erosion) proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi alur yang terbentuk sudah demikian besarnya sehingga tidak dapat lagi dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit dapat berbentuk V atau U, bergantung pada kepekaan erosi substratanya. Bentuk V adalah bentuk yang umum terdapat pada daerah-daerah yang substratanya mudah lepas dan umumnya berasal dari batuan sendimen.
Erosi tebing sungai (River bank erosion) terjadi sebagai akibat pengikisan tebing sungai oleh terjangan aliran sungai yang kuat pada belokan sungai. Erosi tebing akan terjadi lebih hebat, jika vegetasi penutup tebing tidak ada atau jika pengelolaan tanah dilakukan sampai ke pinggir tebing sungai.
Longsor (Landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan atau gerakan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar.
(21)
Berbeda dari bentuk erosi lainnya, pada tanah longsor pengangkutan tanah dalam volume besar terjadi sekaligus. Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan kedap air serta tanah yang jenuh.
Erosi internal adalah terangkutnya butiran-butiran tanah ke bawah ke dalam celah-celah atau pori-pori tanah, sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal mungkin tidak menyebabkan kerusakan berarti karena sebenarnya bagian-bagian tanah tidak terangkut keluar tempat tersebut, dan tanah akan baik kembali setelah dilakukan pengolahan tanah (Arsyad, 2006).
2.7.1 Universal Soil LossEquation (USLE)
Menurut Ispriyanto (2001), Universal Soil Loss Equation (USLE) memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau sedang digunakan. USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur di bawah keadaan tertentu. Perkiraan jumlah erosi yang akan terjadi pada suatu lahan bila pengolahan lahan tidak mengalami perubahan dilakukan dengan menggunakan rumus USLE :
A = R K x Ls C P...(5)
Dimana, A: Jumlah erosi (ton/ha/tahun), R: Faktor erosivitas hujan, K: Faktor erodibilitas tanah, LS : Faktor panjang dan kemiringan lereng, C: Faktor tanaman (penggunaan tanaman), P: Faktor teknik konservasi tanah.
Berdasarkan hasil perbandingan besarnya erosi hasil pengukuran pada petak erosi standar (Wischmeter plot) dan erosi hasil pendugaan diketahui bahwa model USLE memberikan dugaan yang lebih tinggi untuk tanah dengan laju erosi rendah, dan erosi dugaan yang lebih rendah untuk tanah dengan laju erosi tinggi. Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, model USLE disempurnakan menjadi RUSLE (Revised USLE) dan MUSLE (Modifed USLE) dengan menggunakan teori erosi modern dan data-data terbaru, tetapi masih tetap berbasis plot (Kundarto 2005). USLE menggunakan curah hujan sebagai indikator energi perusak agregat tanah, MUSLE dan RUSLE menggunakan jumlah aliran permukaan untuk mensimulasi erosi dan hasil sendimen. Subsitusi ini
(22)
memberikan beberapa keuntungan : ketepatan prediksi model tersebut meningkat, keperluan menggunakan rasio pelepasan dihilangkan dan hasil sendimen untuk satu peristiwa hujan dapat dihitung (Arsyad 2010).
2.7.2 Indeks Bahaya Erosi (IBE)
Persamaan USLE akan memberikan besarnya erosi tertinggi pada sebidang lahan jika kita menganggap faktor C dan P masing-masing bernilai satu, atau sering juga dikenal dengan istilah erosi potensial (potensial erosion risk). Sehingga persamaannya menjadi : (Arsyad, 2006)
A = R K x LS……….(6)
Menurut Hammer (1981) dalam Arsyad (2006) menjelaskan bahaya erosi dapat dinyatakan dalam indeks bahaya erosi yang didefinisikan sebagai berikut:
IBE =
………..(7)
Tolerable Soil Loss menyatakan besarnya erosi yang measih dapat dibiarkan atau ditoleransi. Hammer (1981) dalam Arsyad (2006) menggunakan konsep kedalaman ekivalen (equivalen depth) dan umur guna (resources life) tanah untuk menetapkan nilai T suatu tanah. Kedalaman ekivalen adalah kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi produktivitasnya berkurang dengan 60% dari tanah yang tidak terosi. Menurunnya produkktivitas tanah oleh erosi disebabkan oleh menurunnya kandungan unsur hara tanah dan menurunnya sifat-sifat fisik tanah.
Penentuan kategori (harkat) hasil perhitungan indeks bahaya erosi pada masing-masing satuan lahan di suatu DAS dapat ditentukan dengan cara memasukkan pada klasifikasi Indeks Bahaya Erosi yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar kriteria indeks bahaya erosi
Nilai Indeks Bahaya Erosi Harkat
< 1,0 Rendah
1,01-4,0 Sedang
4,01-10,0 Tinggi
>10,01 Sangat Tinggi
(23)
2.8 Dampak Erosi dan Aliran Permukaan
Menurut Arsyad (2006), hilangnya satu atau beberapa unsur hara dari daerah perakarannya menyebabkan merosotnya kesuburan tanah, sehingga tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara normal. Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 - 35 cm) memang telah banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisan tersebut menjadi tipis atau bahkan hilang (Kartasapoetra, 1986). Erosi dan sendimentasi menjadi penyebab utama berkurangnya produktivitas suatu lahan pertaniaan dan berkurangnya kapasitas saluran atau sungai akibat pengendapan material hasil erosi (Hardiyatmo, 2006).
Menurut Sihite (2001), banyak dampak yang terjadi dapat diamati pada badan-badan air yang ada seperti sungai, danau, atau waduk sehingga dampak yang ditimbulkan disebut dampak instream. Sedangkan dampak yang lain dapat terjadi sebelum partikel-partikel tanahtersebut mencapai badan-badan air atau sesudahnya seperti dijumpai pada kejadian banjir, penggunaan air untuk kebutuhan domestik, irigasi, atau yang lain sehingga dampak yang ditimbulkan disebut sebagai dampak off-stream. Dampak erosi tanah di tapak (on site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktivitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi, peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya mengakibatkan timbulnya tanah kritis. Dampak erosi tanah di luar penggunaan lahan (off site) merupakan dampak yang sangat besar pengaruhnya. Sendimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sendimen dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Bentuk dampak di luar penggunaan lahan antara lain adalah : (i) pelumpuran dan pendangkalan waduk; (ii) tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan; (iii) memburuknya kualitas air dan (iv) kerugian ekosistem perairan (Sihite 2001).
(24)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Cibadak. Perancangan aplikasi dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan Oktober 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah data curah hujan, data jenis tanah, data jenis tegakan, data karakteristik hidrologis tegakan dan data-data spasial HPGW, sedangkan alat yang yang digunakan adalah:
1) Seperangkat komputer atau laptop.
2) Software Microsoft Access dan EMS MySQL Serversebagai alat utama dalam pembuatan database.
3) Microsoft Visual Basic6.0, sebagai alat utama dalam disain sistem informasi.
4) Adobe Photoshop CS, CorelDRAW X4, ArcView 3.3, Seagate Crystal Report dan MySQL Connector sebagai alat tambahan dalam disain sistem informasi.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Secara garis besar, informasi yang terdapat pada Sistem Informasi Hidrologi-Daerah Aliran Sungai (SIH-DAS) yang nantinya akan dikembangkan ini terbagi atas beberapa kategori, yaitu informasi yang sifatnya menampilkan berbagai teori-teori dalam hidrologi, informasi yang menampilkan berbagai hasil penelitian mengenai hidrologi di HPGW dan informasi yang sifatnya hasil dari proses pengolahan data menggunakan software ini sendiri.
Pengumpulan data untuk informasi yang sifatnya teori-teori dan hasil penelitian tersebut didapatkan dari literatur/bahan pustaka atau berupa data sekunder. Informasi yang sifatnya proses pengolahan data, datanya berasal dari dataa lapangan di HPGW. Diagram alir kegiatan pengumpulan data disajikan dalam Gambar 2.
(25)
Gambar 2 Diagram alir pengumpulan data. 3.4 Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode pengembangan sistem informasi, yaitu cara penyelesaian persoalan terhadap masalah manajemen data dan informasi yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi sejumlah kebutuhan-kebutuhan informasi yang ada pada suatu sistem sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem informasi yang dianggap efektif. Metode pengembangan sistem informasi ini terdiri dari lima tahap, yaitu (1) tahap perencanaan sistem informasi, (2) tahap analisis sistem informasi, (3) tahap perancangan sistem informasi, (4) tahap implementasi sistem informasi dan (5) tahap validasi sistem informasi. Tahapan-tahapan tersebut disajikan dalam Gambar 3.
Studi literatur berkas dan dokumen
Data curah hujan
Data jenis tegakan
Data jenis tanah
Data kondisi HPGW
Rumus-rumus dan ketentuan-ketentuan dalam pengolahan data hidrologi
Mencukupi ?
Selesai
tidak ya
(26)
Gambar 3 Diagram alir pembuatan sistem informasi. 3.4.1 Tahap Perencanaan Sistem Informasi
Perencanaan sistem informasi (Gambar 4) merupakan langkah awal dalam membangun sebuah sistem informasi. Pada tahap ini ditentukan lingkup proyek atau sistem yang akan dituangkan dalam sistem informasi. Lingkup proyek atau batasan sistem adalah seluruh sub sistem yang melakukan aktifitas pengelolaan atau berkaitan dengan HPGW. Pada tahap ini juga direncanakan penamaan sistem informasi yang akan dibuat dan kebutuhan hardware dan software dalam membangun sistem informasi.
Memuaskan ?
ya
tidak
Sistem Informasi Hidrologi- Daerah Aliran Sungai
Mulai
Selesai Pengumpulan Data Perencanaan Sistem Informasi
Analisis Sistem Informasi Perancangan Sistem Informasi Implementasi Sistem Infomasi Validasi Sistem Informasi
(27)
Gambar 4 Diagram alir perencanaan sistem informasi. 3.4.2 Tahap Analisis Sistem Informasi
Tahap analisis sistem informasi (Gambar 5) terdiri dari tiga bagian, yaitu analisis kebutuhan informasi, formulasi masalah, dan identifikasi sistem informasi. Pada tahap analisis kebutuhan informasi dicari secara selektif kebutuhan informasi bagi masing-masing pelaku atau subjek dalam sistem pengelolaan HPGW.
Tahap formulasi permasalahan bertujuan merumuskan permasalahan yang ada dalam pengelolaan HPGW, khususnya mengenai pengelolaan DAS, baik itu masalah ekologi, ekonomi, maupun sosial. Permasalahan yang terjadi dapat diketahui dari studi berkas, literatur dan wawancara.
Identifikasi sistem informasi dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran sistem informasi secara garis besar. Identifikasi sistem informasi ini dilakukan dengan pembuatan dua diagram, yaitu (1) diagram lingkar sebab akibat (causal loop) yang bertujuan untuk menggambarkan hubungan antar komponen di dalam sistem informasi dan (2) diagram input-output yang bertujuan untuk menggambarkan masukan dan keluaran serta kontrol dari sistem informasi hidrologi-daerah aliran sungai.
Perencanaan Sistem Informasi Menentukan tujuan, batasan,
dan lingkungan sistem informasi
Sudah ditentukan?
Selesai
tidak ya
Tujuan, batasan, dan lingkungan sistem
(28)
Gambar 5 Diagram alir analisis sistem informasi. 3.4.3 Tahap Perancangan Sistem Informasi
Tahap perancangan sistem informasi disajikan dalam Gambar 6. Tahap ini menjelaskan perancangan sistem informasi yang akan dibuat. Perancangan sistem informasi mendesain suatu proses dihasilkannya informasi, yaitu terdiri dari proses input data, pengolahan data dan proses penyajian data (ouput data). Informasi akan dihasilkan dengan memanfaatkan data yang tersimpan pada basis data yang ada. Output atau informasi yang dihasilkan pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang membutuhkan. Tahap perancangan sistem informasi terdiri dari:
1. Perancangan cara kerja sistem dengan diagram blok. 2. Perancangan database.
3. Perancangan relasi tabel.
Perancangan cara kerja sistem dengan diagram blok merupakan pembuatan diagram blok yang bertujuan untuk menggambarkan garis besar cara kerja sistem
Analisis sistem informasi
Sudah sesuai ? Selesai tidak ya Tabel analisis kebutuhan pelaku sistem informasi Informasikebu tuhan pelaku sistem informasi Analisis kebutuhan pelaku sistem informasi
Permasalahan pengelolaan data informasi Formulasikan permasalahan Laporan mengenai permasalahan terkait
data dan informasi
Elemen-elemen yang terlibat dalam sistem informasi Membuat diagram
Diagram sebab akibat dan diagram input
(29)
informasi yang akan dibuat. Diagram blok juga berisi komponen-komponen yang terlibat dalam sistem informasi.
Database dapat diartikan sebagai kumpulan data yang terdiri atas satu ataulebih tabel yang terintegrasi satu sama lain, dimana setiap pemakai (user) diberi wewenang untuk dapat mengakses (mengubah, menghapus, menganalisa, menambah, memperbaiki) data dalam tabel-tabel tersebut. Tahapan-tahapan dalam melakukan perancangan database ialah:
1. Pembuatan tabel, tabel berfungsi sebagai tempat menyimpan data dan merupakan suatu kumpulan data yang berhubungan dengan topik tertentu. Penggunaan tabel bertujuan untuk menyederhanakan logika terhadap pandangan data.
2. Pembuatan field yang merupakan tempat dimana data atau informasi dalam kelompok yang sama atau sejenis dimasukan. Field itu pada umumnya tersimpan dalam bentuk kolom vertikal pada tabel.
3. Perancangan relasi tabel, dibuat dengan menggunakan diagram entity relationship. Relasi yang dibuat dengan tujuan untuk memperlihatkan hubungan antara tabel-tabel yang berada pada database. Relasi yang dibangun menggunakan relasional one to one ( satu ke satu) yang berarti setiap entity pada suatu himpunan dengan entity pada himpunan entity yang lainnya. One to many (satu ke banyak) yang berarti setiap entity pada suatu himpunan entity dapat berhubungan dengan banyak entity pada hubungan entity yang lainnya.
Secara garis besar relasi antar tabel dirancang untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi hidrologi di Hutan Pendidikan Gunug Walat, seperti informasi debit dan erosi. Informasi mengenai debit membutuhkan data sebagai berikut: data jenis dan pengelompokan tanah, data kondisi hidrologi suatu area, data curah hujan, data luas DAS, dan waktu debit puncak. Kemudian data ini digunakan pada persamaan SCS-CN ( Persamaan 3).
Informasi mengenai erosi membutuhkan data sebagai berikut: curah hujan bulanan untuk menentukan indeks erosivitas hujan bulanan (R), data jenis tanah untuk menentukan indeks erodibilitas tanah (K), data panjang dan kemiringan lereng untuk menentukan indeks kemiringan dan panjang lereng (LS), data jenis
(30)
penutupanan lahan dan upaya konservasi indeks penutupan lahan dan upaya konservasi (CP), data ketebalan solum tanah untuk menentukan nilai Tolerable Soil Loss (TSL). Kemudian data ini digunakan pada persamaan pendugaan erosi USLE ( Persamaan 5).
Gambar 6 Tahap Perancangan Sistem Informasi. 3.4.4 Tahapan Implementasi Sistem Informasi
Tahapan implementasi sistem mencakup coding (pengkodean program) dan instalasi (pemasangan program). Program aplikasi dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 dan penyimpanan data dilakukan pada Microsoft Access 2007 dan EMS MySQL Manager 3.
3.4.5 Tahap Validasi Sistem Informasi
Pada tahap ini dilakukan ujicoba sistem informasi yang telah disusun. Proses validasi ini diperlukan untuk memastikan bahwa sistem informasi yang dibangun sudah benar, sesuai karakteristik yang ditetapkan dan tidak ada kesalahan-kesalahan yang terkandung di dalamnya. Proses validasi dapat
Perancangan Sistem Informasi
Sudah benar ?
Selesai tidak
ya Diagram blok sistem
informasi Komponen yang terlibat dalam sistem
Membuat diagram blok
Pembuatan tabel dan field
Dengan Microsoft Accsess dan MySQL Manager
Input data sumberdaya dan lingkungan DAS dan Tegakan Database SIH-DAS Data Spasial
Membuat relasi tabel Proses dengan ArcView 3.3 Transpormasi ke
shapefile (SHP) Merancang Interface Interface Visual
Basic dan Map Object
(31)
dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, pengujian dilakukan dengan mengecek alur sistem secara keseluruhan. Pada tahap kedua dilakukan pengecekan dengan sample data dan dilakukan penelusuran yang sudah berjalan dengan benar dan beroperasi sesuai dengan logika sistem informasi. Tahap implementasi dan validasi sistem informasi disajikan dalam Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir implementasi dan validasi sistem informasi
ya Implementasi Sistem Pengkodeaan program
dengan Visual Basic
Uji coba sistem informasi Validasi sistem informasi
Memuaskan ?
Sistem Informasi Hidrologi- Daerah Aliran Sungai
(SIH-DAS)
Selesai
(32)
BAB IV
KONDISI UMUM
4.1 Lokasi dan Luas
Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)terletak di 2,4 km dari poros jalan Sukabumi-Bogor (Desa Segog). Dari Simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berda pada 106°48’27”sampai 106°50’29” Bujur Timur dan 6°54’23” sampai -6°55’23” Lintang Selatan (Gambar 8). Secara adminitrasi pemerintahan HPGW terletak di kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Sukabumi.
Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian.
Luas Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu blok Timur (Cikatomang) seluas 120 Ha, blok barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (Fahutan IPB,2009). 4.2 Topografi dan Iklim
HPGW terletak pada ketinggian 460-715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan bagian utara
(33)
mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl) dan KN 2.213 (720 m dpl). Kemiringan lereng di HPGW dibagi menjadi lima kelas yang disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2. Distribusi luas kemiringan lereng Kelas Kemiringan
Lereng
Luas
Ha %
0 - 8,0 44,44 12,38
8 -15,0 16,33 4,55
15,0 - 25,0 61,64 17,17
25,0 - 40,0 133,98 37,32
> 40 102,6 28,58
Total 359,00 100,00
Sumber :hasil analisis peta digital jenis tanah HPGW (1983)
Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B (14,3-33,3%), dengan nilai Q= 14,33-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar dari antara 1600 – 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29°C dan minimum 19°C di malam hari(Fahutan IPB, 2009).
4.2 Tanah dan Hidrologi
Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol, dan litosol dari batuan endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan daerah barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). Kelas tanah menurut tingkat kepekaannya di HPGW terdiri dari kelas tanah, agak peka, peka dan sangat peka. Distribusi luas jenis dan kelas kepekaan tanah disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi jenis dan kelas kepekaan tanah
Jenis Tanah Kelas Tanah Luas
Ha %
Latosol coklat Agak peka 104,97 29,24
Latosol Merah kuning Agak peka 189,52 52,79
Litosol Sangat peka 53,85 15,00
Podsolik merah kuning Peka 10,63 2,96
Total 359,00 100,00
Sumber :hasil analisis peta digital jenis tanah HPGW (1983)
(34)
HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipereu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (Fahutan IPB, 2009).
4.3 Vegetasi
Tegakan Hutan di HPGW di dominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla), dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis.Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul (Fahutan IPB, 2009).
4.4 Satwa
Di areal HPGW terdapat beraneka ragam jenis satwa liar yang meliputi jenis-jenis mamalia, reptilia, burung, dan ikan. Dari kelompok jenis mamalia terdapat babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp), meong congkok (Felis bengalensis), tupai (Callociurus sp.J), trenggiling (Manis javanica), musang (Paradoxurus hermaphroditic). Dari kelompok jenis burung (Aves) terdapat sekitar 20 jenis burung, antara lain Elang jawa, Empirit, Kutilang dll. Jenis-jenis reptilia antara lain biawak, ular, bunglon. Terdapat berbagai jenis ikan sungai seperti ikan lubang dan jenis ikan lainnya. Ikan lubang adalah ikan sejenis lele yang memiliki warna agak merah. Selain itu terdapat pula lebah hutan (odeng, tawon gung, Apis dorsata) (Fahutan IPB, 2009).
4.5 Penduduk Sekitar
(35)
memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam program agroforestry HPGW sebanyak 300 orang petani penggarap. Hasil pertanian dari lahan agroforestry seperti singkong, kapolaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi, sereh. Jumlah ternak domba/kambing di sekitar HPGW sebanyak 1.875 ekor, jika setiap ekor domba/kambing memerlukan 5 Kg rumput, maka diperlukan hijauan sebanyak 9.375 ton. Hijauan pakan ternak tersebut sebagian besar berasal dari HPGW. Kecamatan Cicantayan, khususnya desa Hegarmanah juga merupakan desa penghasil manggis dengan mutu eksport. Jumlah pohon manggis di desa Hegarmanah sebanyak 12.800 batang dan akan terus bertambah. Untuk menjadi sentra produksi doperlukan 40.000 pohon (Fahutan IPB, 2009).
(36)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rencana Sistem Informasi
Perencanaan sistem informasi merupakan langkah awal dari pengkajian sistem informasi. Berdasarkan perencanaan sistem informasi yang dilakukan diperoleh tujuan, batasan, dan lingkungan yang ada di dalam sistem informasi pengelolaan daerah aliran sungai Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).
Tujuan sistem informasi ini yaitu membantu pihak pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat dalam mengelola data sumberdaya dan lingkungan khususnya di daerah aliran sungai sehingga penyampaian suatu informasi menjadi lebih baik dan dapat diakses setiap saat oleh seluruh pelaku yang terlibat dalam pengelolaan HPGW khususnya untuk pengelolaan DAS di HPGW dan mempermudah dalam pengambilan keputusan guna pembangunan. Batasan dalam sistem ini mencakup data-data spasial, data sumberdaya dan data karakteristik HPGW dan DAS yang terdiri dari lingkungan fisik (iklim, tanah, geologi, topografi dan hidrologi), lingkungan biologi (flora dan fauna), karakteristik sosial, dan berbagai tools tambahan yang berguna untuk menduga nilai erosi dan debit. Lingkungan sistem adalah elemen-elemen di luar Pengelolaan DAS di HPGW.
Sistem informasi ini dinamakan dengan SIH-PDAS (Sistem Informasi Hidrologi-Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) HPGW. Untuk mengetahui kebutuhan informasi yang diinginkan oleh pengguna atau pelaku kegiatan pengelolaan HPGW dan DAS dapat diketahui pada langkah pendekatan sistem selanjutnya yaitu analisis sistem. Analisis sistem ini terdiri atas dua tahap yaitu analisis kebutuhan dan identifikasi sistem dengan diagram sebab akibat dan diagram input-output.
5.2 Hasil Analisis Sistem Informasi 5.2.1 Kebutuhan pelaku sistem informasi
Kebutuhan pelaku sistem informasi berguna untuk mengetahui dan menentukan jenis informasi yang dibutuhkan bagi masing-masing pelaku dalam Sistem Informasi Hidrologi-Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SIH-PDAS) HPGW. Pelaku yang terlibat dalam sistemadalah pengelola HPGW, mahasiswa
(37)
dan peneliti, LSM pemerhati lingkungan, masyarakat sekitar DAS dan pengguna data dan informasi lainnya (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil analisis kebutuhan pelaku terhadap sistem informasi hidrologi-pengelolaan daerah aliran sungai HPGW
No Pelaku Kebutuhan
1 Pengelola HPGW Kemudahan dalam mendapatkan data Pengambilan keputusan yang baik dan tepat Penyimpanan database pengelolaan DAS 2 Mahasiswa dan
peneliti
Data dan informasi untuk mendukung kegiatan penelitian di HPGW, khususnya di sekitar DAS 3 LSM pemerhati
Lingkungan
Data dan informasi untuk mengevaluasi pengelolaan lahan/wilayah yang dilakukan oleh pengelola HPGW
4 Pemerintah Data dan informasi untuk mengevaluasi pengelolaan lahan/wilayah yang dilakukan oleh pengelola HPGW
5 Masyarakat Kemudahan dalam mendapatkan data dan informasi HPGW, khususnya wilayah DAS yang dimanfaatkan masyarakat untuk sumber air minum
6 Pengguna data dan informasi lainnya
Kemudahan dalam mendapatkan data Pengambilan keputusan yang baik dan tepat.
5.2.2 Hasil Formulasi Masalah Sistem informasi
Berdasarkan tinjauan lapangan dan wawancara dengan pelaku yang ada dalam ruang lingkup sistem maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang ada di HPGW:
1. Para pelaku dan pengguna informasi lainnya sulit untuk mendapatkan informasi HPGW dan DAS yang dibutuhkan secara lengkap, cepat dan akurat.
2. Kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat terkait pengelolaan DAS HPGW, sementara masyarakat sekitar DAS sangat bergantung kepada mata air-mata air yang terdapat di HPGW.
3. Kurangnya informasi mengenai daerah sekitar aliran sungai HPGW sehingga proses pengelolaan tidak efektif.
(38)
4. Proses pengumpulan data tingkat tahunan sulit untuk dilakukan karena data yang ada masih tersimpan dalam bentuk softcopy, buku dan lembaran-lembaran yang tersusun acak.
5. Belum tersedianya sistem informasi sumberdaya dan lingkungan di HPGW khususnya di daerah DAS sehingga kurang atau lambatnya informasi yang diterima oleh pelaku sistem.
6. Data-data hasil penelitian dan konservasi belum tersusun dan terkelola dengan baik sehingga susah dalam menentukan perencanaan , pengelolaan DAS dan HPGW selanjutnya.
7. Proses pengelolaan data belum memanfaatkan teknologi komputer secara optimal.
8. Pemerintah daerah dan LSM kesusahan dalam memonitori dan mengevaluasi pengelolaan HPGW akibat lambatnya dan kurangnya informasi.
5.2.3 Hasil identifikasi sistem informasi a) Diagram lingkar sebab akibat
Diagram sebab akibat (causal loop) memberikan gambaran mengenai hubungan di antara elemen-elemen yang yang terlibat dalam sistem informasi pengelolaan daerah aliran sungai Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Setiap elemen saling berinteraksi dan memberikan pengaruh bagi sistem.
Elemen-elemen yang berinteraksi dalam pengelolaan daerah aliran sungai Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terdiri dari SIH-PDAS HPGW, masyarakat sekitar hutan/DAS, Dinas Kehutanan, manajemen dan pengelola HPGW, mahasiswa/peneliti, dan LSM. Elemen-elemen tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan masing-masing elemen akan menghasilkan dan dan informasi yang berguna sebagai bahan masukan sistem informasi. Diagram lingkar sebab akibat SIH-PDAS HPGW dapat dilihat pada Gambar 9.
(39)
Gambar 9 Diagram lingkar sebab akibat SIH-PDAS HPGW. SIH-PDAS Jenis Pemanfaatan Kebijakan dan pengelolaan DAS HPGW Data Sumberdaya dan Lingkungan Kegiatan pemanfaatan sumberdaya DAS
Sarana dan Prasarana
Kegiatan penelitian dan konservasi Masyarakat sekitar HPGW/DAS Manajemen HPGW + + + + + + + + + + + Mahasiswa dan peneliti + Dinas Kehutanan Kegiatan evaluasi + + LSM Kegiatan monitoring + + + + + +
(40)
Interaksi dan hubungan yang terjadi antar elemen-elemen dalam SIH-PDAS HPGW antara lain adalah:
1) SIH-PDAS HPGW menyediakan pengelolaan dan penyajian data sumberdaya dan lingkungan pengelolaan daerah aliran sungai yang cepat dan mudah diakses, sehingga akan berpengaruh positif terhadap masyarakat sekitar hutan/DAS, mahasiswa dan peneliti, Dinas kehutanan, LSM pemerhati lingkungan, dan pengguna informasi lainnya.
2) Masyarakat sekitar HPGW/DAS akan melakukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya dan melalui kegiatan tersebut dapat dihasilkan data mengenai sosial ekonomi masyarakat untuk kebutuhan sistem informasi hidrologi pengelolaan DAS. Sedangkan untuk pihak pengelola HPGW, data kegiatan masyarakat ini akan sangat membantu dalam menentukan kebijakan yang lebih efektif dan tepat sasaran.
3) Manajemen HPGW akan mudah melakukan pengumpulan data jenis sumberdaya dan kondisi lingkungan daerah aliran sungai sehingga penyajian informasi yang dibutuhkan guna berjalannya SIH-PDAS HPGW juga menjadi lebih baik. Kecepatan dan kemudahan penyajian informasi sangat dibutuhkan bagi Manajemen HPGW dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan pembangunan pengelolaan daerah aliran DAS. Semakin baik kebijakan yang dibuat maka akan berdampak baik terhadap peningkatan sarana prasarana sehingga kegiatan pemanfaatan, perlindungan dan pengelolaan sumberdaya DAS akan berjalan dengan efektif dan efesien. Semakin baik berjalannya kegiatan pemanfaatan, perlindungan, dan pengelolaan, maka data yang dihasilkan juga lebih cepat dan akurat. Selain itu pihak HPGW bekerja sama dengan mahasiswa atau badan peneliti lainnya melakukan kegiatan penelitian dan konservasi di lingkungan daerah aliran sungai untuk tahun-tahun selanjutnya sehingga dihasilkan data sumberdaya dan lingkungan yang tepat waktu, akurat dan penyajian informasi yang mudah.
4) Peningkatan sarana dan prasarana yang dilakukan oleh pihak HPGWakan berdampak baik juga terhadap masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya HPGW sehingga pemanfaatan yang dilakukan lebih optimal.
(41)
mendapatkan informasi yang cepat, sehingga kegiatan evaluasi dan monitoring juga bisa berjalan dengan baik. Kegiatan evaluasi dan monitoring ini sangat baik untuk peningkatan kualitas pengelolaan pada tahap berikutnya. Semua data dan informasi dicatat terlebih dahulu oleh manajemen HPGW khususnya yang bergerak di bidang lingkungan. Setelah diolah data tersebut akan menjadi bahan masukan bagi perancangan SIH-PDAS HPGW. Semakin baik pencatatan data maka semakin baik pula keluaran (output) yang dihasilkan oleh sistem informasi, sehingga data yang dikeluarkan oleh sistem informasi merupakan data yang akurat, valid dan tepat waktu. Data dan informasi ini akan dipergunakan sebagai bahan masukan dalam penentuan kebijakan pembangunan daerah aliran sungai selanjutnya.
b) Diagram Input-Output
Diagram input-ouput memberikan gambaran pengaruh input terkendali dan input tidak terkendali terhadap sistem informasi sehingga menghasilkan output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Diagram input-output SIH-PDAS HPGW dapat dilihat pada Gambar 10.
(42)
Gambar 10 Diagram input-output SIH-PDAS HPGW.
Lingkungan:
Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Input tidak terkendali
Lingkungan fisik (iklim,topografi, geologi,tanah dan hidrologi)
Lingkungan biologi (flora dan fauna)
Kondisi ekosistem hutan HPGW
Virus dan program-program malware yang dapat mengganggu kerja sistem informasi
Sistem Informasi Hidrologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai HPGW (SIH-PDAS
HPGW)
Input terkendali
Data Profil HPGW
Data Spasial HPGW
Data lingkungan (fisik,biologi,dan sosial ekonomi)
Data erosi dan sedimentasi
Sarana dan Prasarana pengelolaan daerah aliran sungai
Fasilitas Pengolahan data
Kondisi dan data sosial ekonomi
Output yang dikehendaki:
Data dan Informasi HPGW, Hidrologi dan Erosi-sedimentasi yang lengkap.
Peta manajemen lahan teliti dan akurat
Peta sebaran lingkungan daerah aliran sungai (fisik, biologi dan sosial ekonomi) yang tepat dan akurat
Pengolahan data yang cepat
Grafik dan laporan informasi yang bisa dicetak langsung
Sarana dan prasarna yang lengkap
Output yang tidak dikehendaki:
Kegagalan pencarian dan penyajian informasi lingkungan daerah aliran sungai
Kegagalan dalam mengolah data
Kegagalan pencetakan laporan
Kegagalan penyimpanan data dan pengorganisasian data
(43)
Diagram input-output memperlihatkan bahwa SIH-PDAS HPGW tidak bisa lepas dari peran lingkungan sekitar dan pemerintah dalam menetapkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang informasi maupun pengelolaan DAS. Input terkendali terdiri dari Data Profil HPGW, Data Spasial HPGW, Data lingkungan (fisik, biologi, dan sosial ekonomi), Data erosi dan sedimentasi, Sarana dan Prasarana pengelolaan daerah aliran sungai, Fasilitas Pengolahan data dan kondisi dan data sosial ekonomi. Data dan informasi yang dimasukan ke dalam sistem informasi masih bisa dikontrol oleh pengelola sistem informasi.
Input tidak terkendali teridiri dari kondisi lingkungan fisik (iklim, tanah, geologi, topografi dan hidrologi), lingkungan biologi (Flora dan Fauna), kondisi ekosistem DAS dan virus-virus komputer. Kondisi lingkungan ini tidak bisa dikendalikan oleh pengelola sistem informasi.
Komponen input terkendali dan tidak terkendali akan diolah oleh sistem informasi hidrologi pengelolaan daerah aliran sungai HPGW sehingga menghasilkan output yang dikendaki dan output yang tidak dikendaki. Output yang dikendaki adalah data dan Informasi HPGW, hidrologi dan erosi-sedimentasi yang lengkap, peta manajemen lahan teliti dan akurat, peta sebaran lingkungan daerah aliran sungai (fisik, biologi dan sosial ekonomi) yang tepat dan akurat, pengolahan data yang cepat, grafik dan laporan informasi yang bisa dicetak langsung, sarana dan prasarana yang lengkap. Kemudahan dalam pencarian informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu sangat dikehendaki sebagai keluaran dan sistem informasi.
Output yang tidak dikendaki merupakan Kegagalan pencarian dan penyajian informasi lingkungan daerah aliran sungai, kegagalan dalam mengolah data, kegagalan pencetakan laporan, kegagalan penyimpanan data dan pengorganisasian data. Manajemen pengendalian sangat perlu dirancang sehingga output yang tidak dikendaki dapat dikurangi atau diperbaiki. Manajemen pengendalian berfungsi untuk meminimalisir output yang tidak dikehendaki dalam sistem informasi, sehingga sistem informasi dapat berjalan dengan baik.
(44)
5.3 Rancangan Sistem Informasi
Rancangan sistem informasi ini memberikan gambaran secara umum kepada pengguna (user) tentang sistem yang dibangun. Perancangan SIH-PDAS HPGW terdiri dari tiga langkah yaitu perencanaan sistem dengan diagram blok, diagram alir data (data flow diagram), perancangan database dan entity relationship. 5.3.1 Diagram Blok
Cara kerja sistem secara garis besar dijelaskan dengan menggunakan diagram blok (Gambar 11).Komponen-komponen yang terlibat di dalam sistem terdiri dari lima macam, yaitu:
1) Administrator, berperan untuk mengatur segala proses pengelolaan data yang sudah terpusat. Administrator dapat melakukan penambahan, penghapusan, perubahan dan penyimpanan data. Kemudian sistem akan menyimpan data tersebut ke dalam database yang dapat dipergunakan oleh user menjadi sebuah informasi.
2) User, merupakan pengguna dapat mengakses SIH-PDAS HPGW untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan yang berasal dari database yang sudah dibangun.
3) Database, merupakan gudang data tempat terakhir data disimpan. Dalam database dilakukan pembagian data berdasarkan kelompok-kelompok data yang sejenis sehingga data tidak bercampuran dan tersusun dengan baik. 4) Informasi, merupakan data yang telah diolah oleh SIH-PDAS HPGW sesuai
dengan permintaan user.
5) SIH-PDAS HPGW, dirancang agar dapat menerima data masukan dari administrator dan mengolah data tersebut untuk kemudian menyimpannya ke dalam database. SIH-PDAS HPGW juga dirancang agar dapat menerima permintaan tertentu yang dilakukan oleh user untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkannya yang berasal dari database.
(1)
End If End Sub
Public Sub ReportMapCS(MapCS As Object) Dim strCSType As String
If MapCS.IsProjected Then
strCSType = "Projected Coordinate System" & vbNewLine & "Projection: " & MapCS.Projection.Name
Dim ParamStr As New mapobjects2.Strings Dim i As Integer
ParamStr.PopulateWithParameters (MapCS.Projection.Type) ParamStr.Add ("moParm_FalseEasting[3082]")
ParamStr.Add ("moParm_FalseNorthing[3083]") ParamStr.Add ("moParm_OriginLongitude[3080]") ParamStr.Add ("moParm_OriginLatitude[3081]")
LabCSMap.Caption = "Map CoordSys:" & vbNewLine & strCSType & vbNewLine & "Name: " & MapCS.Name & vbNewLine & "Unit: " & MapCS.Unit.Name & vbNewLine & "Datum: " & MapCS.GeoCoordSys.Datum.Name & vbNewLine & "Speroid: " & MapCS.GeoCoordSys.Datum.Spheroid.Name
For i = 0 To ParamStr.count - 1
LabCSMap.Caption = LabCSMap.Caption & vbNewLine & ParamStr.Item(i) & ": " & MapCS.GetParameter(stripProj(ParamStr.Item(i)))
Next i Else
strCSType = "Geographic Coordinate System"
LabCSMap.Caption = "Map CoordSys:" & vbNewLine & strCSType & vbNewLine & "Name: " & MapCS.Name & vbNewLine & "Type: " & MapCS.Type
End If End Sub
Private Sub addCoverage(basepath As String, filename As String) Dim dCon As New DataConnection
Dim gSet As GeoDataset Dim str As String
Dim textPos As Long, periodPos As Long Dim Test As Boolean
Dim tempChar As String
Dim fullFile As String, workspace As String, featAttTable As String fullFile = Trim$(CommonDialog1.filename)
textPos = Len(basepath) Test = False
Do While Test = False textPos = textPos - 1
tempChar = Mid$(basepath, textPos, 1) If tempChar = "." Then
periodPos = textPos
(2)
Test = True End If Loop
workspace = "[arc]" & Left$(basepath, textPos - 1) Dim coverage As String
Dim lenBasePath As Long Dim ext As String
ext = LCase(Right$(filename, 3)) lenBasePath = Len(basepath)
coverage = Right$(basepath, lenBasePath - textPos) If ext = "adf" Then
featAttTable = coverage & "." & Left$(filename, Len(filename) - 4) Else
featAttTable = coverage & "." & ext & Left$(filename, Len(filename) - 4) End If
featAttTable = LCase(featAttTable) workspace = LCase(workspace)
dCon.Database = workspace If dCon.Connect Then
Set gSet = dCon.FindGeoDataset(featAttTable) 'Find shapefile as GeoDataset in DataConnection
If gSet Is Nothing Then
MsgBox "Error opening coverage feature attribute table " & featAttTable Exit Sub
Else
ShpLayer.GeoDataset = gSet 'Set GeoDataset property of new MapLayer ShpLayer.Name = featAttTable 'Set Name property of new MapLayer End If
Else
MsgBox dCon.ConnectError, vbCritical, "Connection error" End If
(3)
104
10.Untuk tampilan informasi Throughfall dapat dilakukan dengan mengklik tombol dengan tulisan Throughfall . Informasi Throughfall meliputi teori Throughfall dan database Throughfall di HPGW. Tampilan informasi teori Throughfall adalah sebagai berikut:
Database Throughfall di HPGW dapat ditampilkan dengan mengklik tombol. Tampilan informasi database Throughfall HPGW adalah sebagai berikut:
(4)
105
(5)
RINGKASAN
HILHAMSYAH PUTRA HASKA, E14070042. Penerapan Sistem Informasi dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Dibimbing oleh HENDRAYANTO.
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), sebagai salah satu kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagai hutan pendidikan telah banyak melakukan pengambilan data mengenai hidrologi untuk penelitian, akan tetapi data dan hasil dari penelitian tersebut belum terorganisir dengan baik sehingga informasi kurang cepat dapat diperoleh, dan digunakan oleh para pelaku dalam sistem pengelolaan DAS.
Untuk dapat mengorganisasi data dengan lebih baik perlu dibangun Sistem Informasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang dapat menyampaikan informasi menjadi lebih baik dan dapat diakses dengan cepat oleh seluruh pelaku sistem pengelolaan DAS dan mempermudah dalam pengambilan keputusan guna pembangunan HPGW berdasarkan DAS.
Penelitian ini bertujuan merancang dan membangun sistem informasi pengelolaan data sumberdaya dan lingkungan HPGW khususnya data Daerah Aliran Sungaiyang berbasis komputer. Metode yang digunakan adalah analisis pengembangan sistem informasi yang bertujuan untuk menghasilkan sistem operasi yang efektif berdasarkan kebutuhan informasi para pengguna dengan menggunakan Microsoft Access dan Visual Basic 6.0.
Sistem informasi yang dihasilkan diberi nama Sistem Informasi Hidrologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SIH-PDAS). Sistem informasi yang dihasilkan terdiri dari enam menu utama, yaitu menu profil HPGW, hidrologi, erosi sedimentasi, pemetaan, perhitungan dan manajemen data. Setiap menu terkoneksi dengan menu yang lainnya sehingga mempermudah dalam pengaplikasiannya. Dengan adanya sistem informasi ini diharapkan memberikan kemudahan kepada pengguna dalam pengelolaan dan pencarian data hidrologi dan DASdi Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.
Kata kunci: sistem informasi, hidrologi, Daerah Aliran Sungai, Visual Basic 6.0, Hutan Pendidikan Gunung Walat.
(6)
SUMMARY
HILHAMSYAH PUTRA HASKA. Implementation of Information system for Watershed Management in Gunung Walat Education Forest (GWEF).Under Supervision of HENDRAYANTO.
Gunung Walat Education Forest (GWEF), as one of the forest areas with the special purpose for education, has been collecting hydrological datafor researches purposes. However, most of data and the research results are not organized well. Therefore, the information relatively slowly to retrieve and utilize by stakeholders and management as well.
In relation to provide information faster, Watershed Management Information System is needed to be developed.This Information System will help the decision maker to decide the right policy for GWEF development.
This research aims to design and build information systems data management of GWEF resources and environment based on watershed.
The method used is the development analysis of information systems in order to produce an effective operating system based on the needs of the users using Microsoft Access and Visual Basic 6.0. The information system is named as The Hydrology Information System of Watershed Management (HIS-WM).
The information system resulted from this research consists of six main menus, i.e GWEF profile, hydrology, soil erosion, sedimentation, mapping, calculation and data management. Each menu is connected each other to create user friendly operation. By this information system, searching hydrological and watershed data will be easier for users and all of the related stakeholders.
Keywords: information system, hidrology, watershed, Visual Basic 6.0, Gunung Walat Education Forest