BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Situasi pasar saat ini semakin kompetitif dengan persaingan yang semakin meningkat pula diantara para produsen. Menurut Kartajaya 2004:144, merek
brand merupakan nilai utama pemasaran. Peran pemasaran akan semakin meningkat seiring dengan situasi persaingan yang semakin meningkat pula dan pada
saat yang sama peran brand akan semakin penting. Dengan demikan, brand bukan hanya sebagai sekedar identitas suatu produk dan sebagai pembeda dari produk
pesaing saja, melainkan lebih dari itu, brand memiliki ikatan emosional istimewa yang tercipta antara konsumen dengan produsen. Pesaing bisa saja menawarkan
produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.
Merek brand akan menjadi sumber daya saing yang bisa berlangsung lama dan bisa menjadi penghasil arus kas bagi perusahaan dalam jangka panjang Janita,
2005:15. Produk yang memiliki brand yang kuat akan sulit ditiru karena persepsi konsumen atas nilai suatu brand tertentu tidak akan mudah diciptakan. Dengan
ekuitas merek brand equity yang kuat, konsumen yang memiliki persepsi akan mendapatkan nilai tambah dari suatu produk yang tak akan didapatkan dari produk-
produk lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Produk dengan kualitas, model, features karakteristik tambahan dari produk, serta kualitas yang relatif sama, dapat memiliki kinerja yang berbeda-beda di pasar
karena adanya perbedaan persepsi dari produk di benak konsumen. Membangun persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek, karena merek yang sangat bernilai
mampu mempengaruhi pilihan atau profesi konsumen yang membantu konsumen dalam melakukan keputusan pembelian, yang pada akhirnya mampu menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan. Kebutuhan akan produk ini telah menjadi lahan bisnis bagi para produsen.
Produsen saling merebut pasar market share yang ada. Pemasaran adalah suatu alat utama untuk memenangkan persaingan tersebut. Perkembangan dunia pemasaran para
era globalisasi sekarang ini telah menjadi begitu kompleks. Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Kekuatan merek terletak pada
kemampuannya untuk mempengaruhi perilaku pembelian. Merek diyakini mempunyai kekuatan untuk memikat orang untuk membeli produk yang diwakilinya.
Menurut Aaker 1997:23, ekuitas merek brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya,
yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.
Aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek dapat dikelompokkan kedalam lima kategori, yaitu: loyalitas merek brand loyalty, kesadaran merek
brand awareness, kesan kualitas perceived quality, Asosiasi merek brand association, dan aset merek lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Loyalitas merek brand loyalty mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama
jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain. Persepsi kualitas perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas yang diharapkan. Konsumen akan menyukai dan mungkin menjadi loyal terhadap produk dengan persepsi kualitas yang tinggi. Asosiasi merek
brand association adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi merupakan pijakan dalam keputusan pembelian dan loyalitas
merek. Keputusan pembelian lebih sering didasarkan pada pertimbangan merek
daripada hal-hal lain. Banyak variasi produk untuk jenis produk yang sama tetapi dengan merek yang berbeda pula. Dengan adanya merek maka akan mempermudah
perusahaan untuk mengenalkan produknya kepada para konsumen sehingga merek harus selalu hidup dan dapat diterima pasar.
PT. Unilever Indonesia adalah pemimpin pasar di industri consumer goods di Indonesia. Komitmennya adalah mengembangkan The Leading Power Brand sebagai
kekuatan sekaligus daya saing Unilever. PT Unilever Indonesia Tbk juga senantiasa mempelajari kebutuhan dan keinginan pelanggan, melakukan inovasi, serta terus
membangun citra produk. Rangkuti 2002:7 menyatakan bahwa brand value juga mencerminkan brand
equity secara real sesuai dengan customer value-nya. Berdasarkan data dari majalah SWA, untuk kategori produk toiletris pasta gigi pepsodent merupakan produk dengan
Universitas Sumatera Utara
brand value tertinggi kedua setelah sunlight yaitu sebesar 478,2, sementara sunlight 507,3. Namun untuk kategori pasta gigi, pepsodent mencapai brand value dan brand
share yang sangat jauh di atas produk pasta gigi terkenal lainnya.
Tabel 1. 1 Pemetaan produk: Unilever di antara kepungan
Pasta gigi
Unilever Wings
Grup Orang Tua
Pepsodent Ciptadent Formula
Harga 8 varian
Rp.4.610-Rp. 6.42065 gr
3 varian Rp. 3.750120 gr
4 varian Rp. 2.620-Rp.
320075 gr Budget iklan
Rp juta 39.468 17.236 24.903
Brand value 478,2 55,1 9,7
Brand share 80,4 9,5 1,4
Close Up
- Harga 4
varian Rp. 3.02065 gr
Budget iklan Rp. Juta
20.240 Brand Value
33,1 Brand share
6,1
Sumber : Riset SWA, MARS, dan Nieksen Media Research 2011 Brand value : nilai merek
Brand share : merek yang paling banyak digunakan
Pasta gigi Pepsodent adalah salah satu produk dari PT Unilever Indonesia Tbk yang telah memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia selama lebih dari 30 tahun.
Pasta gigi Pepsodent juga merupakan salah satu dari merek PT Unilever Indonesia Tbk yang telah meraih penghargaan dalam Indonesian Best Brands Awards IBBA
Universitas Sumatera Utara
yang diselenggarakan oleh majalah SWA dan biro riset MARS. IBBA merupakan program reguler pemberian penghargaan terhadap The Most Valueable Brand untuk
setiap kategori produk, dengan berpijak pada suatu survei nasional terhadap beragam merk www.unilever.co.id.
Pasta gigi Pepsodent merupakan pasta gigi pertama di Indonesi yang memperkenalkan pasta flouride dan satu-satunya pasta gigi di Indonesia yang secara
aktif mendidik dan mempromosikan kebiasaan menyikat gigi dan memberikan layanan pemeriksaaan gigi gratis untuk meningkatkan persepsi kualitas perceived
quality di benak konsumen. Selain itu, Pepsodent menggunakan ” Irgi Ahmad Fahrezy ” untuk memperkuat asosiasi merek brand association Pasta gigi.
Loyalitas pelanggan merupakan tujuan produsen, karena menarik pelanggan baru membutuhkan biaya yang lebih mahal daripada mempertahankan pelanggan
yang sudah ada. Dari sekian banyaknya merek pata gigi yang tersedia di pasar, Pepsodent terbukti mendapatkan tempat khusus di hati masyarakat Indonesia. Jika
dibandingkan dengan produk sejenis lainnya, mungkin tidak banyak perbedaan yang didapat, bahkan dari segi harga, pepsodent relatif lebih mahal dibanding pasta gigi
merek lain. Menurut Kotler dan Keller 2009:184, keputusan pembelian seseorang
merupakan hasil dari suatu proses yang terdiri dari lima tahapan yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, pengevaluasian alternatif, keputusan pembelian, dan
perilaku setelah pembelian itu sendiri. Ia juga menambahkan bahwa keputusan
Universitas Sumatera Utara
pembelian yang dilakukan oleh konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis dan karakteristik konsumen itu sendiri.
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara USU karena berdasarkan hasil prasurvei dengan metode wawancara menyatakan
bahwa 13 dari 15 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara lebih menyukai menggunakan pasta gigi merek Pepsodent dibandingkan dengan merek-
merek pasta gigi lainnya. Penulis berpendapat bukan karena faktor harga mereka memilih produk tersebut melainkan faktor merek itu sendiri. Alasan lainnya adalah
karena mahasiswa pada umumnya mengambil keputusan pembelian sendiri untuk setiap produk yang dibeli sesuai dengan selera dan kebutuhannya. Dengan ini
diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti tertarik untuk membuat suatu penelitian
yang berjudul: ”Pengaruh Perceived Quality, Brand Association, dan Brand Loyalty Terhadap Keputusan Pembelian Pasta Gigi Merek Pepsodent Pada
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara”
1.2 Perumusan Masalah