Analisis pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembalian serta dampaknya terhadap tanggungjawab sosial produk sabun mandi lifebuoy

(1)

ANALISIS PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PRODUK SABUN MANDI LIFEBUOY

Oleh

Fajri Wijayanto

NIM : 205081000695

JURUSAN MANAJEMEN (NON REGULER)

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fajri Wijayanto Tempat Tanggal Lahir : Medan, 31 Juli 1987

Alamat Asal : Komp. Alam Cirendeu. Jl. Galuh 4 Blok K.16

Ciputat - Tangerang Jenis Kelamin : Pria

Status : Belum Menikah Anak ke dari : 2 dari 3 bersaudara

Hobby : Membaca, dengar musik, nonton, jalan-jalan Telepon/HP : (021) 95132430 / 081219234835

Email : fajriwijayanto@gmail.com IPK Terakhir : 3.28

2005-2009 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Manajemen Pemasaran (S1) 2007-2008 : Interstudi School Of Public Relations

Jurusan Public Relations (D1) 2002-2005 : SMA Negeri 2 Medan

1999-2002 : SMP Al-Mukhlishin Medan 1993-1999 : SD Al-Azhar Medan

Telemarketing “Asuransi Cigna” (2008) Financial Advisor “BNI Life” (2008) Account Executive “Bee Magazine” (2009) I. I D EN TI TAS

II. PEN D I D I KAN FORM AL


(3)

o Workshop “ Perbankan” (2008)

Nama Ayah : Wahyu Widayat M,Sc Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 16 Agustus 1955

Alamat : Komp. Alam Cirendeu. Jl. Galuh 4 Blok K.16 Ciputat - Tangerang Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Nama Ibu : Anna Faurina

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 28 Agustus 1962

Alamat : Komp. Alam Cirendeu. Jl. Galuh 4 Blok K.16 Ciputat - Tangerang Pekerjaan : Ibu Rumah T angga

Telepon : 021-95132430

V. SEM I N AR D AN PELATI H AN


(4)

ABSTRACT

The study entitled "Impact Analysis of Brand Equity (Brand Equity) Upon purchase decision and its impact on Social Responsibility Products Bath Soap Lifebuoy". The purpose of this study is to determine how much influence the Brand Equity (Brand Equity) Upon purchase decision and its impact on Social Responsibility Bathroom Products Lifebuoy soap is among the community and surrounding areas ciputat. In this study analytical method used is the path analysis (path analysis) that consists of two structural equations. Execution path analysis methods using SPSS v.15.0 assistance and LISREL 8.50.

Structural equation the first to show that by using path analysis model found that the exogenous variables where Brand Loyalty, Brand Awareness, Perceived Quality and Brand Association has an influence on changes in Purchase Decision variable of 91.1%.

The second structural equation shows that by using a path analysis model found that the exogenous variables where the Brand Loyalty, Brand Association and the Purchase Decision, has an influence on changes in the endogenous variables of Corporate Social Responbility of 36.6% .

Keywords: Brand Loyalty, Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Association, Purchasing Decision, Corporate Social Responsibility


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Terhadap Keputusan Pembelian Serta Dampaknya Terhadap Tanggung Jawab Sosial Produk Sabun Mandi Lifebuoy”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Terhadap Keputusan Pembelian Serta Dampaknya Terhadap Tanggung Jawab Sosial Produk Sabun Mandi Lifebuoy yang ada dikalangan masyarakat wilayah ciputat dan sekitarnya. Dalam penelitian ini metode analisa yang digunakan adalah path analysis (analisis jalur) yang terdiri dari dua persamaan struktural. Pengerjaan metode analisis jalur dengan menggunakan bantuan SPSS v.15.0 dan LISREL 8.50.

Persamaan Struktural yang pertama menunjukkan bahwa dengan menggunakan model analisis jalur yang didapatkan dimana variabel eksogen yaitu Brand Loyalty, Brand Awareness, Perceived Quality dan Brand Association memiliki pengaruh terhadap perubahan variabel Keputusan Pembelian sebesar 91.1%.

Persamaan Struktural yang kedua menunjukkan bahwa dengan menggunakan model analisis jalur yang didapatkan dimana variabel eksogen yaitu Brand Loyalty, Brand Association dan Keputusan Pembelian, memiliki pengaruh terhadap perubahan variabel endogen Corporate Social Responbility sebesar 36.6%.

Kata kunci: Brand Loyalty, Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Association, Keputusan Pembelian, Corporate Social Responsibility.


(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga kepada penulis, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan agama ini dengan benar dan sempurna……….

Karya kecil ini, kupersembahkan untuk:

Papa- mamaku tercinta dan tersayang

Kakak-Adik ku tersayang

Kekasihku tercinta “Rini Shintawati”

Sahabat-sahabat terbaik ku.


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan seru sekalian alam atas berkat rahmat, taufiq, hidayah, dan limpahan petunjuk-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul:“ANALISIS PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PRODUK SABUN MANDI LIFEBUOY”

”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para Sahabatnya yang telah membawa petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana jenjang Strata 1 (S1) program Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bagi penulis tugas ini merupakan tugas yang berat, karena perjalanan tidak selamanya menyenangkan ada suka ada duka dan ketika seribu rasa kecemasan dan rasa enggan datang menyelimuti penulis dalam penyelesaian skripsi ini, bantuan dari berbagai pihak penulis rasakan sangat begitu berarti. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang telah berjasa memberi bantuannya baik secara moril maupun materiil dalam penyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

• Allah SWT atas Segala Berkah dan Nikmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tulisan ini tepat pada waktu yang telah direncanakan.

• Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

• Bapak Prof. Dr. Yahya Hamja. Selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini. • Bapak Suhendra, S.Ag. MM. selaku Dosen Pembimbing II yang dengan segala

kesungguhan dan keikhlasannya telah banyak mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan nasehat, bimbingan serta pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(8)

• Para dosen yang telah memberikan Ilmu kepada penulis di Fakultas Ekonomi dan Ilmu sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

• Yang paling Utama untuk kedua orang tuaku tercinta, yang menaruh harapan besar kepada penulis yang tak pernah berhenti memeras keringat dan air mata untuk merawat, membesarkan dan memberikan penulis pendidikan terbaik. Sehingga penulis mempunyai kesadaran dan semangat yang besar untuk menyelesaikan skripsi ini, dan doa kalian yang tiada akhir untuk keberhasilan penulis. Terimakasih atas segalanya, apa yang telah kalian berikan tidak akan terbalas sepanjang hidupku. Terima kasih Pa, Ma.

All of My Lovely Families. Terima kasih atas segala bantuannya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Jasa baik kalian tidak akan terlupa seumur hidupku.

• Buat saudara-saudaraku di Medan Khususnya nenek dan kakek ku tersayang. Terima kasih penulis ucapkan atas segala doanya dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah ini.

• Buat calon pendamping hidupku yang tercinta Rini Shintawati, yang telah memberikan semangat tersendiri kepada penulis. Terima kasih atas segala kesabaran dan kesetiaanya kepada penulis, ditengah kesibukannya masih mau menemani penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Doaku selalu demi harapan kita bersama.

• Untuk orang - orang terdekat penulis, sahabatku Dimas, Nia, Chafids, Endang, Letti, Arif, Arfin. Terima kasih atas segala bantuan dan nasehatnya. Kenangan manis yang pernah terukir selama kuliah tak akan pernak ku lupakan.

• Teman-teman seperjuangan di Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen khususnya Manajemen A dan Manajemen Pemasaran angkatan 2005. Empat tahun kita bersama menimba ilmu, semoga ilmu yang telah kita dapat bermanfaat.

• Dan terima kasih pula kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis. Terima kasih.


(9)

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi salah satu bahan literatur untuk Khazanah keilmuan. Kepada Allah SWT penulis kembalikan segalanya, semoga usaha yang mulia ini selalu dalam keridhaan-Nya. Amin.

Jakarta, 11 Desember 2009

Penulis,

Fajri Wijayanto


(10)

DAFTAR ISI

Daftar Riwayat Hidup... i

Abstract... iii

Abstrak... iv

Kata Pengantar... v

Daftar Isi... ix

Daftar Tabel... xii

Daftar Gambar... xiv

Daftar Lampiran... xv

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1. Tujuan Penelitian ... 12

2. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA... 14

A. Definisi Manajemen Pemasaran... 14

B. Pengertian Bauran Pemasaran ... 17

C. Rasio Keuangan... 23

D. Definisi Tanggung Jawab Sosial... 22

1. Evolusi Tanggung Jawab Sosial ... 22

2. Penerapan Tanggung Jawab Sosial di Indonesia ... 24

3. Definisi Tanggung Jawab Sosial... 25

4. Pemasaran Berbasis Tanggung Jawab Sosial ... 27

E. Definisi Brand Equity... 29

1. Definisi Brand... 29

2. Pengertian Ekuitas Merek ... 33


(11)

E. Dimensi Pembentukan Ekuitas... 41

1. Kesadaran Merek ... 42

2. Asosiasi Merek... 46

3. Persepsi Kualitas ... 51

4. Loyalitas Merek ... 55

5. Periklanan (Advertising) ... 60

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian ... 68

G. Jenis Perilaku Pembelian ... 73

H. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ... 74

I. Hasil Penelitian Terdahulu ... 77

J. Kerangka Pemikiran Konseptual... 79

K. Hipotesis... 82

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN... 83

A. Ruang Lingkup Penelitian... 83

B. Metode Penentuan Sampel ... 84

C. Sumber dan Metode Pengumpulan Data ... 84

1. Sumber Data ... 84

2. Metode Pengumpulan Data... 85

D. Metode Analisis Data... 86

1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 88

2. Uji Analisis Jalur... 90

E. Operasional Variabel Penelitian. ... 92

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 96

A. Gambaran Umum Objek Penelitian... 96

1. Sejarah Singkat Perusahaan... 96

2. Company Profile ... 97

3. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan ... 97

4. Gambaran Umum Kampanye CSR “Lifebuoy Berbagi Sehat” ... 98

5. Misi CSR “Lifebuoy Berbagi Sehat” ... 99


(12)

B. Validitas dan Reliabilitas... 99

Validitas... 99

2. Reliabilitas ... 99

C. Hasil dan Pembahasan... 103

1. Pengujian Hubungan Antar Sub Variabel... 103

2. Pengujian persamaan variabel Brand Loyalty (X1), Brand Awareness (X2), Perceived Quality (X3) dan Brand Association (X4) terhadap Keputusan Pembelian (Y) .... 107

3. Pengujian persamaan Brand Loyalty (X1), Brand Association (X4) dan Keputusan Pembelian (Y) terhadap Corporate Social Responbility (Z) ... 113

4. Persamaan Analisis Jalur Persamaan Analisis Jalur Variabel Brand Loyalty (X1), Brand Awareness (X2), Perceived Quality (X3) dan Brand Association (X4) terhadap Keputusan Pembelian (Y). ... 119

5. Persamaan Analisis Jalur Persamaan Analisis Jalur variabel Brand Loyalty (X1), Brand Association (X4) dan Keputusan Pembelian (Y) terhadap Corporate Social Responbility (Z)... 120

D. Diagram Analisis Jalur... 122

E. Pengaruh Total Keempat Variabel Terhadap Keputusan Pembelian ... 126

F. Pengaruh Total Ketiga Variabel Terhadap Corporate Social Responbility ... 129

BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI... 131

A. Kesimpulan... 131

B. Implikasi... 133

DAFTAR PUSTAKA... 135


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

3.1 Operasional Variabel Penelitian 92

4.1 Hasil Tryout Analisis Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Terhadap Keputusan Pembelian Serta Dampaknya Terhadap Tanggung Jawab Sosial Produk Sabun Mandi Lifebuoy 101

4.2 Koefisien Korelasi 104

4.3 Pengujian Hubungan Antar Sub Variabel 106

4.4 Hasil Pengujian Goodness of Fit 107

4.5 Hasil Pengujian Secara Individu (Parsial) 108

4.6 Pengujian Individual 113

4.7 Hasil Pengujian Goodness of Fit 113

4.8 Hasil Pengujian Secara Individu (Parsial) 115

4.9 Hasil Pengujian Individual 118

4.10 Nilai koefisien jalur (berdasarkan estimate) variabel Brand Loyalty (X1), Brand Awareness (X2), Perceived Quality (X3) dan Brand Association (X4) terhadap Keputusan Pembelian (Y) 119

4.11 Koefisien jalur variabel Brand Loyalty (X1), Brand Awareness (X2), Perceived Quality (X3) dan Brand Association (X4) terhadap Keputusan Pembelian (Y) 120

4.12 Nilai koefisien jalur (berdasarkan estimate) variabel Brand Loyalty (X1), Brand Association (X4) dan Keputusan Pembelian (Y) terhadap Corporate Social Responbility (Z) 121

4.13 Koefisien jalur variabel Brand Loyalty (X1), Brand Association (X4) dan Keputusan Pembelian (Y) terhadap Corporate Social Responbility (Z) 121

4.14 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Brand Loyalty (X1) Terhadap Keputusan Pembelian (Y) 123


(14)

4.15 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Brand Awareness (X2) Terhadap Keputusan Pembelian (Y) 124 4.16 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Perceived Quality (X3)

Terhadap Keputusan Pembelian (Y) 125 4.17 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

Brand Association (X4) Terhadap Keputusan Pembelian (Y) 126 4.18 Koefisien Determinasi (R2x1x2x3x4) 127 4.19 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Brand Loyalty (X1)

Terhadap Corporate Social Responbility (Z) 128 4.20 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Brand Association (X4)

Terhadap Corporate Social Responbility (Z) 128 4.21 Pengaruh Langsung Keputusan Pembelian (Y)

Terhadap Corporate Social Responbility (Z) 129 4.22 Koefisien Determinasi (R2x1x4y) 130


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Ekuitas Merek 34

2.2 Brain Equity Chain 36

2.3 Konseptualisasi Ekuitas Merek 37

2.4 Piramida Kesadaran Merek 43

2.5 Piramida Loyalitas 58

2.6 Model Perilaku Konsumen 73

2.7 Proses Pembelian Lima Tahap 76

2.8 Kerangka Pemikiran Konseptual 81

3.1 Model Korelasi Analisis Jalur 91

4.1 Logo Perusahaan 97

4.2 Logo “Lifebuoy Berbagi Sehat” 99


(16)

DAFATAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 147

2. Hasil Uji Korelasi 153

3. Hasil Uji Regresi Y = X1 + X2 + X3 + X4 153

4. Hasil Uji Regresi Z = X1 + X4 + Y 154


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyarakat semakin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga teralienasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya.

Perusahaan yang tidak memiliki kepedulian sosial dengan lingkungan sekitarnya akan banyak menemui berbagai kendala. Selain itu juga, globalisasi telah mendorong dan membawa dampak kepada semakin kompetitifnya persaingan di dunia bisnis. Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan (trend)


(18)

meningkatnya tuntutan publik atas transparansi dan akuntabilitas perusahaan sebagai wujud implementasi good corporate governance (GCG). Salah satu prinsip GCG adalah masalah pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. (Daniri, 2007:11).

Selain itu juga, terdapat tiga kepentingan publik yang oleh perusahaan cenderung terabaikan. Pertama, perusahaan hanya bertanggung jawab secara hukum terhadap pemegang sahamnya (shareholder), sedangkan masyarakat tempat di mana perusahaan tersebut berdomisili kurang diperhatikan. Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan semakin meningkat dan harus ditanggung oleh masyarakat sekitar. Sementara itu sebagian besar keuntungan manfaat hanya dinikmati oleh pemilik saham perusahaan saja. Ketiga, masyarakat sekitar perusahaan yang menjadi korban sebagian besar mengalami kesulitan untuk menuntut ganti rugi kepada perusahaan. Hal ini terjadi karena belum adanya hukum (regulasi) yang mengatur secara jelas tentang akuntabilitas dan kewajiban perusahaan kepada publik.

Selain tanggung jawab perusahaan kepada pemegang saham tanggung jawab lainnya menyangkut tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility-disingkat CSR) dan tanggung jawab atas kelestarian lingkungan hidup (sustainable environtment responsibility). Dalam era globalisasi, kesadaran akan penerapan CSR menjadi penting seiring dengan semakin maraknya


(19)

kepedulian masyarakat terhadap produk (barang) yang ramah lingkungan (Wibisono, 2007:19).

Ada empat manfaat yang diperoleh bagi perusahaan dengan mengimplementasikan CSR (Ambadar, 2008:10):

1. Keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra (image) yang positif dari masyarakat luas.

2. Perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap capital (modal).

3. Perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources)

yang berkualitas.

4. Perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management).

Pada saat ini CSR dapat dianggap sebagai investasi masa depan bagi perusahaan. Minat para pemilik modal dalam menanamkan modal di perusahaan yang telah menerapkan CSR lebih besar, dibandingkan dengan yang tidak menerapkan CSR. Melalui program CSR dapat dibangun komunikasi yang efektif dan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan masyarakat.

Seperti yang dikatakan oleh Philip Kotler, dalam buku CSR: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, membeberkan beberapa alasan tentang perlunya perusahaan menggelar aktivitas yang disebutkan CSR bisa membangun positioning merek, mendongkrak penjualan, memperluas pangsa


(20)

pasar, meningkatkan loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional, serta meningkatkan daya tarik korporat di mata investor.

Penelitian ini mengulas fenomena tanggung jawab sosial perusahaan

(corporate social responsibility) yang saat ini sedang marak dibicarakan di dunia bisnis termasuk di Indonesia. Secara khusus penelitian ini ingin melihat tanggung jawab sosial perusahaa dalam upayanya menghadirkan program yang layak dan pantas untuk dikonsumsi. Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan kewajiban perusahaan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif operasionalnya dan sebaliknya berusaha memberikan keuntungan positif bagi masyarakat.

Selain fenomena tanggung jawab sosial perusahaan penelitian ini juga mengulas bagaimana brand equity terhadap keputusan pembelian. Pada saat mengkonsumsi suatu produk selain keinginan (wants), (calon) konsumen juga di desak oleh kebutuhan (needs). Mereka juga harus mampu menjatuhkan pilihannya yang tepat pada merek produk yang akan dibeli. Sementara bagi produsen suatu produk yang dianggap bermanfaat jika ia sampai pada sasarannya dan sesuai dengan target yang dicanangkan.

Berbagai cara dilakukan produsan agar produknnya mencapai sasaran. Proses ini tidak sederhana, karena biasanya sasaran (pasar) sendiri sudah jenuh dengan produk sejenis yang menjamur belum lagi perilaku pasar sesungguhnya sulit ditebak. Kondisi pasar yang seperti inilah yang mendorong kalangan produsen berebut untuk mendapatkan perhatian dari (calon) konsumen. Dengan


(21)

perhatian dari konsumen ini setidaknya dapat diharapkan terjadinya interaksi produsen dan konsumen. Seperti diungkapkan Kerin dan Peterson (1995), tujuan utama pemasaran adalah menciptakan hubungan interaksi jangka panjang yang mengutungkan antara organisasi dan publik (individu atau organisasi).

Namun persaingan yang ketat dalam pasar mengakibatkan setiap produsen berusaha untuk selalu menekankan pentingnya produk/jasa yang mempunyai

symbolic image. Symbolic image ini seringkali lebih penting bagi kesuksesan suatu produk ketimbang atribut-atribut fisik aktual (Aiker:1991). Karenanya, dalam lingkuang bisnis yang hiperkompetitif ini, memposisikan brand equity

dengan baik merupakn suatu hal yang sangat penting, tujuannya agar produk yang beredar di pasar dapat bertahan dalam persaingan.

Dengan demikian brand equity dapat dianggap salah satu penentu kesuksesan bisnis. Brand equity juga menentukan dalam pengambilan keputusan konsumen untuk pembelian maupun pembelian ulang. Jika suatu produk mempunyai barand equity yang baik apalagi sejalan dengan self image yang dimiliki (calon) pelanggan, maka keputusan pembelian biasanya akan tergantung pada brand equity produk tersebut daripada karakteristik fisiknya. Bahkan brand equity yang baik dapat berpengaruh pada self image (calon) konsumen dalam pembelian suatu produk.

Pemasaran modern bukan sekedar mengembangkan produk yang baik, selain menetapkan harga yang bersaing, agar memungkinkan dijangkaunya pelanggan sasaran. Lebih dari itu, perusahaann (produsen) juga harus mampu


(22)

mengkomunikasikan diri dengan pelanggan yang ada maupun yang potensial. Dengan kata lain, perusahaan harus berperan sebagai komunikator dan promotor.

Perusahaan tidak hanya dituntun untuk memproduksi barang yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. Perusahaan juga harus mengetahui bagaimana menyajikan dan menawaarkan produknya kepada sasaranya dengan lebih baik, dengan apa yang dilakukan pesaingnya. Tujuannya adalah agar merek produk tersebut dapat menjadi pilihan utama atau top of mind dibenak konsumen. Pada akhirnya produk dapat diharapkan dapat berkenan di hati konsumen (heart share), dan konsumen selalu berimajinasi tentang produk (mind share). Manakala

mind sharenya besar, diharapkan market sharenya (bagian pasar yang dimiliki dari total pasar yang ada) juga besar.

Pada sisi lain konsumen akan berperilaku secara kompleks pada saat memilih atau melakukan evaluasi merek yang ditawarkan di pasar. Karena itu, selain perlu meperhatikan seberapa jauh tingkat kesamaan imagenya antara brand image dan self image maka produsen perlu memperhatikan tingkan korelasinya. Ini dikarenakan, banyak konsumen tidak hanya membeli kualitas fungsional dari suatu produk. Meyakinkan konsumen tentang harga dan kualitas produk, ternyata tidak cukup. Pemasar perlu menambah nilai psikologis pada produk-produk mereka. Ekuitas yang baik, yang diasosiasikan dengan merek, harus ditanamkan dalam ingatan konsumen. Konsumen yang cerdas apalagi makmur, membutuhkan nilai tambah dalam memanifestasikan kebutuhan mereka. Banyak pelanggan yang akan skeptis bila membeli produk yang tidak dikenal. Dengan demikian sangat


(23)

penting meyakinkan suatu merek agar berada dalam top of mind, ini bisa dilakukan melalui komunikasi. Bila hanya membangkitkan kesadaran

(awareness), tidak akan membantu banyak. Khususnya bila pelanggan (atau calon pelanggan) terlanjur mempunyai sikap negatif terhadap produk, karena itu sangat penting untuk memodifikasikan suatu produk, lewat komunikasi yang dapat diterima secara positif.

Dan Persaingan yang semakin ketat dalam dunia bisnis menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Untuk itu peranan marketing pada perusahaan pada saat ini, menjadi penting dimana perusahaan harus menggunakan konsep marketing secara tepat untuk dapat memenangkan persaingan bisnis, atau dengan kata lain menjadi

marketing company.

Suatu pemerekan yang tepat akan mempermudah penjualan produk, dan dapat menyedot animo massa untuk datang, melihat dan akhirnya memiliki produk itu. Brand (merek) yang mampu memberikan kesan yang berarti bagi konsumen akan lebih mudah mendapat perhatian khusus dari konsumen, artinya sebuah merek dapat mengerti apa keinginan konsumennya, agar konsumen dapat merasakan bahwa merek tersebut menjadi bagian dan kebanggaan bagi dirinya, sehingga kesetiaan merek (brand loyalty) akan lebih mudah dibentuk.

Sabun adalah salah satu produk yang merupakan hasil dari pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada saat ini. Terutama sabun mandi yang menjadi andalan konsumen dalam menjaga kebersihan dan kesegaran kulit tubuh,


(24)

produk yanh satu ini sangat bervariasai dan beragam mulai dari harga, bentuk, wangi, dan kegunaan atau khasiat.

Ditengah persaingan yang sangat ketat saat ini produsen sabun mandi berlomba-lomba untuk menawarkan produk dengan kelebihannya masing-masing pada konsumen. Perusahaan-perusahaan dengan produk serupa berusahan untuk menarik dan mendapatkan konsumen sebanyak-banyaknya untuk memperolah pangsa pasar (market share) yang sebesar-besarnya sehingga dengan hal tersebut suatu produk diharapkan dapat menjadi leader atau pemimpin pasar diantara produk-produk pesaingnya.

Banyak upaya yang dilakukan produsen untuk menarik minat konsumennya, diantaranya dengan memasarka produkyan ketangan konsumen. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, berkembangan dan memperoleh keuntungan.

Pada saat ini pemenuhan akan kebutuhan dan keinginan konsumen telah menjadi prioritas utama bagi setiap perusahaan sebagai salah satu strategi pemasaran yang diyakini paling gitu dalam menarik minat beli konsumen. Dalam rangka mencapai hal tersebut para pengusaha menyadari bahwa manfaat dari produk saja tidak cukup lagi untuk manarik minat beli konsumen. Banyak aspek-aspek lain yang juga harus mereka pertimbangkan dan salah satunya yang cukup penting adalah brand equity atau ekuitas merek.


(25)

Dalam era pasar modern brand equity telah menjadi salah satu pertimbangan utama dalam memasarkan suatu produk. Keberadaan suatu merek telah dianggap penting karena merek dapat mencerminkan suatu identitas dari suatu produk dan juga memberikan dampak tertentu kepada perusahaan dari ekuitas yang ditimbulkannya.

Setiap perusahaan akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga dan mempertahankan keunggulan dari brand equity produk mereka. Hal ini penting karena perusahaan menyadari sering mengasumsikan brand equity yang baik dengan kualitas produk itu sendiri. Brand equity juga telah dianggap sebagai suatu prestise yang dibutuhkan oleh para konsumen dalam mnegkonsumsi suatu produk. Dengan demikian, asumsi tersebut tentunya akan menjadi pedoman penting bagi perusahaan dalam mencapai pemgaruh positif yang ditimbulkan dari oleh brand equity produk mereka.

PT. Unilever Indonesia Tbk, yaitu perusahaan besar yang selama ini menjadi pelopor sekaligus produsen sabun mandi keluarga indonesia dengan menggunakan merek dagang lifebuoy. Lifebuoy dapat dikatakan cukup populer dan telah lama kita kenal sebagai sabun mandi keluarga, sebab hampir semua keluarga di indonesia pernah menggunakannya.

PT. Unilever Indonesia Tbk, sejak tahun 2004 melalui brand Lifebuoy melakukan kampanye hidup bersih dan sehat yang dinamakan Program Lifebuoy Berbagi Sehat (LBS). Berdasarkan survey Departemen Kesehatan pada tahun 2003 ratio penderita diare di Indonesia mencapai 300 penderita per 1000 orang.


(26)

LBS merupakan program tanggung jawab sosial yang ditujukan untuk membantu mengatasi masalah kesehatan tersebut. Program LBS dikategorikan dalam sosial marketing yaitu kampanye tanggung jawab sosial melalui perubahan perilaku yang dikaitkan dengan penjualan produk, artinya Unilever memiliki komitmen untuk memberi kontribusi atau donasi berupa prosentase dari hasil penjualan produk Lifebuoy. Iklan program LBS ditayangkan ditelevisi sejak tahun 2004. Iklan merupakan bentuk komunikasi persuasif dan dari penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa Unilever memang ingin membentuk image positif melalui program tanggung jawab sosial yang dijadikan spiritual capital dalam praktek bisnisnya. Iklan LBS telah membentuk image positif yang selanjutnya berimplikasi terhadap loyalitas konsumen dan akhirnya meningkatkan penjualan. Pemerhati media (YPMA) dan Lembaga Konsumen (LKJ) menilai Unilever hanyalah menggunakan iklan LBS untuk membentuk image positif yang bertujuan meningkatkan penjualan Lifebuoy.

Berdasarkan hal tersebut bahwa besarnya pengaruh tanggung jawab sosial (corporate social responsibility-CSR) dan ekuitas merek (brand equity) terhadap keputusan pembelian produk Lifebuoy belum diketahui secara pasti. Untuk itu penulis mencoba menelitinya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Serta Dampaknya Terhadap Tanggung Jawab Sosial Produk Sabun Mandi Lifebuoy.”

Sejalan dengan meningkatnya kegiatan bisnis baik secara internasional maupun domestik, persaingan dalam setiap perusahaan dari waktu ke waktu


(27)

menjadi semakin ketat. Untuk itu keberadan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang merupakan wujud kepedulian perusahaan terhadap masyarakat menjadi sangatlah penting.

Dari uraian diatas yang menjadi latar belakang PT. Unilever Indonesia Tbk dalam melakukan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dalam wujud Lifebuoy berbagi sehat, penulis mencoba mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimana tingkat penerimaan masyarakat di kawasan ciputat dan sekitarnya terhadap kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate Social Responsibility_CSR) yang dilakukan PT. Unilever Indonesia Tbk sebagai produsen sabun mandi Lifebuoy. (2) Bagaimana tingkat penerimaan Brand equity pada produk Lifebuoy dikalangan masyarakat di wilayah ciputat dan sekitarnya. (3) Apakah ekuitas Merek (Brand Equity) memberi dampak terhadap keputusan pembelian. (4) Apakah ekuitas Merek (Brand Equity) & Keputusan Pembelian berdampak terhadap program penerapan

Corporate Social Responsibility (CSR).

Dalam penelitian ini, penulis membatasi pembahasannya dalam ruang lingkup sebagai berikut: (1) Penelitian dilakukan pada produk lifebuoy. (2) Penelitian dilakukan pada konsumen pengguna produk sabun mandi Lifebuoy yang berdomisili di wilayah Ciputat dan sekitarnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:


(28)

a. Berapa besar pengaruh Loyalitas Merek (Brand Loyalty), Kesadaran Merek (Brand Awareness), Persepsi Kualitas (Perceived Quality), dan Asosisasi Merek (Brand Association) terhadap keputusan pembelian baik secara sendiri-sendiri (parsial) ataupun secara gabungan, variabel mana yang pengaruhnya paling besar?

b. Berapa besar pengaruh Brand Loyalty, Brand Association, dan keputusan pembelian terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility-CSR)?.

c. Berapa besar pengaruh Loyalitas Merek (Brand Loyalty), Kesadaran Merek (Brand Awareness), Persepsi Kualitas (Perceived Quality), dan Asosisasi Merek (Brand Association) secara tidak langsung melalui keputusan pembelian terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility-CSR)?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh Loyalitas Merek (Brand

Loyalty), Kesadaran Merek (Brand Awareness), Persepsi Kualitas (Perceived Quality), dan Asosisasi Merek (Brand Association) terhadap keputusan pembelian baik secara sendiri-sendiri (parsial) ataupun secara gabungan, variabel mana yang pengaruhnya paling besar?


(29)

b. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh Brand Loyalty, Brand

Association, dan keputusan pembelian terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility-CSR)?

c. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh Loyalitas Merek (Brand Loyalty), Kesadaran Merek (Brand Awareness), Persepsi Kualitas (Perceived Quality), dan Asosisasi Merek (Brand Association) secara tidak langsung melalui keputusan pembelian terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility-CSR)?

2. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan teoritis dan menambah wawasan mengenaitanggung jawab sosial (corporate social respnsibility),

ekuitas merek (brand equity), dan keputusan pembelian. b. Bagi Produsen

Sebagai sumber referensi dalam rangka mengembangkan program tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) dan mempertahankan ekuitas merek (brand equity) produk Lifebuoy dimata konsumen.

c. Bagi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Dapat dijadikan acuan atau studi literatur untuk penelitian lebih lanjut dan dapat memberikan masukan informasi mengenai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) dan ekuitas merek (Brand equity).


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Manajemen Pemasaran

Istilah manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.

Arti manajemen, yaitu asal kata dari manage dan dalam bahasa latin

manus, yang berarti memimpin, menangani, mengatur, dan membimbing. George R. Terry mendefinisikan manajemen adalah sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya.

Bila mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian, yaitu pertama, manajemen sebagai suatu proses, kedua, manajemen sebagai kolektivitas orang yang melakukan aktivitas manajemen, dan ketiga manajemen sebagai suatu seni (art)

dan sebagai suatu ilmu.

Manajemen sebagai suatu proses, berbeda-beda definisi yang diberikan oleh para ahli. Dalam Encyclopedian of the Science dikatakan bahwa menejemen adalah suatu proses dengan pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi. Menurut pengertian kedua, manajemen adalah kolektivitas orang


(31)

melakukan aktivitas manajemen, jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan terterntu disebut manajemen. Menurut pengertian ketiga, manajemen itu adalah ilmu. Chaster I Bernard dalam bukunya The Function of the Executive, menyatakan bahwa manajemen itu adalah “seni” dan juga sebagai “ilmu”. Demikian pula dengan Henry Fayol, Alfin Brown,

Harold Koontz dan Cyril O’Donnel, dan George R. Terry beranggapan bahwa manajemen itu adalah ilmu sekaligus seni. Manajemen sebagai seni berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau manfaat, sedangkan manajemen sebagai ilmu berfungsi menerangkan fenomena dan gejala, kejadian, keadaan, jadi memberikan penjelasan.

Dari berbagai definisi diatas, manajemen dapat diartikan sebagai “seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan”. (Manullang, 2004:3-5)

Sebagaimana perbedaan definisi tentang manajemen, definisi pemasaran pun didefinisikan berbeda-beda menurut para ahli. Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian pemasaran.

Menurut Kotler (2005:10) pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.

(Buchari Alma, 2000:1) : Menurut Charles F. Philips Ph.D and Delbert J. Duncan Ph.D, dalam bukunya Marketing Principles and Methods menyatakan


(32)

bahwa “Marketing wich is often reffered to as distribution by businessmen – includes all the activities necessary to place tangible goods in the hands of house hold consumers and users”. Artinya, marketing yang oleh para pedagang diartikan sama dengan distribusi dimaksudkan segala kegiatan untuk menyampaikan barang-barang ke tangan konsumen (rumah tangga) dan ke konsumen industri.

William J. Stanton mendefinisikan pemasaran adalah suatu system keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. (Briefcase Book Edukasi Professional Syariah, 2005:15). Sedangkan menurut Sofjan Assauri (2004:5) pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.

Pengertian tersebut di atas dapat memberikan gambaran bahwa pemasaran sebagai suatu sistem dari kegiatan yang saling berhubungan, ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang atau jasa kepada pembeli secara individual maupun kelompok pembeli. Kegiatan tersebut beroperasi dalam suatu lingkungan yang dibatasi sumber dari perusahaan, peraturan-peraturan, maupun konsekuensi sosial perusahaan.

Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat dari ahli mengenai arti dari manajemen pemasaran.


(33)

Menurut Ernie dan Kurniawan (2005:14) manajemen pemasaran adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk mengidentifikasi apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh konsumen, dan bagaimana cara pemenuhannya dapat diwujudkan.

Manajemen pemasaran adalah merupakan kegiatan menganalisis, merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan semua kegiatan yang terkait dengan perancangan dan peluncuran produk, pengkomunikasian, promosi dan pendistribusian produk tersebut, menetapkan harga dan mentransaksikannya, dengan tujuan agar dapat memuaskan konsumennya dan sekaligus dapat mencapai tujuan organisasi perusahaan jangka panjang. (Sofjan Assauri 2004).

Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2001:1) menyatakan manajemen pemasaran adalah analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli dengan sasaran demi mencapai tujuan organisasi.

B. Pengertian Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran adalah kiat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam pasar sasaran. Ada banyak kiat pemasaran. McCarthy mempopulerkan pembagian kiat ini dalam empat faktor yang disebut empat P : Product (produk), Price (harga), Place (tempat/distribusi), dan Promotion (promosi). Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang


(34)

dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan.

Perlu dicatat bahwa 4P menunjukkan pandangan penjual tentang kiat pemasaran yang tersedia untuk mempengaruhi. Dari sudut pandang pembeli, setiap kiat pemasaran dirancang untuk memberikan manfaat bagi pelanggan.

Robert Lauterborn berpendapat bahwa 4P berhubungan dengan 4C pelanggan: 4P 4C

Produk Kebutuhan dan keinginan pelanggan (Customer Needs andWants) Harga Biaya pelanggan (Cost to the Customer)

Tempat Kemudahan (Convenience) Promosi Komunikasi (Communication)

1. Product (produk/ jasa)

Menurut Philip Kotler seperti dikutip oleh Kamsir (2004, 136) mendefinisikan produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian untuk dibeli, untuk digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan.

2. Price (harga)

Menurut Fandy Tjiptono (2001 : 151), harga merupakan salah satu unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, distribusi, dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya (pengeluaran). Selain itu harga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, artinya dapat diubah dengan


(35)

cepat. Berbeda dengan karakteristik produk atau komitmen terhadap saluran distribusi. Keduanya tidak dapat diubah atau disesuaikan dengan mudah dan cepat karena biasanya menyangkut kebutuhan jangka panjang.

Penentuan harga ini merupakan salah satu keputusan yang penting bagi manajemen. Harga yang ditetapkan harus dapat menutup semua ongkos, atau bahkan lebih dari itu, yaitu untuk mendapatkan laba. Tetapi jika harga ditentukan terlalu tinggi akan berakibat kurang menguntungkan. Dalam hal ini pembeli akan berkurang. Salah satu prinsip manajemen dalam penentuan harga ini adalah menitikberatkan pada kemampuan pembeli untuk harga yang telah ditentukan dengan jumlah yang cukup untuk menutup ongkos-ongkos dan menghasilkan laba.

3. Place (tempat/ distribusi)

Dalam menentukan pilihan terhadap tempat atau saluran distribusi yang tersedia, perlu dicari yang efektif untuk dapat membina dan mendekati para pembeli, sehingga produk-produk dapat sampai kepada para konsumen dengan efektif. Setelah tujuan dan sasaran pasar ditentukan, maka perusahaan kemudian menetapkan macam saluran distribusi yang digunakan. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan saluran distribusi tersebut, yaitu : Jenis dan sifat produk, Sifat konsumen potensial, Sifat persaingan yang ada, dan Saluran (channels) itu sendiri. ( Sofjan Assauri, 2004:237-238)


(36)

4. Promotion (promosi)

Suatu produk/ jasa betapapun bermanfaat akan tetapi jika tidak dikenal oleh konsumen, maka produk/ jasa tersebut tidak akan dketahui manfaatannya dan mungkin tidak dibeli oleh konsumen. Oleh karena itu, perusahaan harus berusaha mempengaruhi para konsumen, untuk menciptakan permintaan atas produk/ jasa itu, kemudian dipelihara dan dikembangkan. Usaha tersebut dapat dilakukan melalui kegitan promosi, yang merupakan salah satu dari acuan/ bauran pemasaran.

Dimana promosi yang dapat digunakan oleh perusahaan adalah sebagai berikut :

a. Periklanan (Advertising)

Iklan adalah segala bentuk presentasi non-pribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus dibayar. Iklan merupakan promosi yang dilakukan dalam bentuk tayangan atau gambar atau kata-kata yang tertuang dalam spanduk, brosur, billboard, koran, majalah, televisi, internet dan radio. (Philip Kotler, 2005:277)

b. Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Promosi penjualan, unsur utama dalam kampanye pemasaran, adalah berbagi kumpulan alat-alat insentif, yang sebagian besar berjangka pendek, yang dirancang untuk merangsang pembelian produk atau jasa tertentu dengan cepat dan lebih besar oleh konsumen atau pedagang.


(37)

Promosi penjualan mencakup alat untuk promosi konsumen

(sampel, kupon, tawaran uang kembali, potongan harga, cinderamata, hadiah, hadiah berlangganan, pengujian gratis, garansi, promosi bersama, promosi silang, pajangan di tempat pembelian dan peragaan); promosi perdagangan (potongan harga, dana iklan dan pajangan, dan barang gratis); serta promosi bisnis dan tenaga penjualan (pameran dan konvensi perdagangan, kontes untuk perwakilan penjualan, dan iklan khusus). (Philip Kotler, 2005:298)

c. Hubungan Masyarakat (Publisitas/publicity)

Perusahaan tersebut tidak hanya harus berhubungan secara konstruktif dengan pelanggan, pemasok, dan penyalur, melainkan juga harus berhubungan dengan sejumlah besar masyarakat yang berkepentingan. Hubungan masyarakat (public relation) meliputi berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produk/ jasanya. (Philip Kotler, 2005:306)

d. Pemasaran Langsung (Direct Marketing)

Pemasaran langsung (direct marketing) adalah penggunaan saluran-saluran langsung konsumen (CD-consumer-direct) untuk menjangkau dan menyerahkan barang dan jasa kepada pelanggan tanpa menggunakan perantara pemasaran. Saluran-saluran ini mencakup surat langsung


(38)

dan peralatan bergerak (mobile divice). Pemasaran langsung adalah salah satu cara yang tumbuh paling pesat untuk melayani pelanggan.

Pemasaran langsung ada dua jenis, yaitu pemasaran pesanan langsung (direct-order-marketing) adalah pemasar langsung satu tanggapan yang dapat diukur, khususnya pesanan pelanggan. Dan pemasaran hubungan pelanggan (customer relationship marketing)

adalah pemasar langsung menggunakan pemasaran langsung untuk membina hubungan jangka panjang dengan pelanggan. (Philip Kotler, 2005:311)

e. Penjualan Tatap Muka (Personal Selling)

Personal selling menekankan aspek penjualan melalui proses komunikasi

person-to-person. Peranan personal selling cenderung bervariasi antara perusahaan, tergantung pada sejumlah faktor seperti karakteristik produk atau jasa yang dipasarkan, ukuran organisasi, dan tipe industri. Program personal selling yang menggunakan wiraniaga (salespeople) dan menekankan dyadic communication (komunikasi antar dua orang atau kelompok) memungkinkan perancangan pesan secara lebih spesifik dan

customized, komunikasi yang lebih personal, dan pengumpulan umpan balik secara langsung dari para pelanggan. (Gregorius Chandra, 2002:208).


(39)

C. Definisi Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) 1. Evolusi Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility)

Awal pembahasan mengenai CSR dimulai pada tahun 1953. berdasarkan literature dan penelitian terdahulu, Howard R Bowen dipercaya sebagai peneliti yang mengawali pembahasan tentang CSR secar ilmiah lewat karyanya yang berjudul “Social Responsibility of The Businessman”. Dalam karyanya itu, Bowen mengatakan bahwa CSR adalah “…Obligation of businessman to pursue those policies, to make those decision or to follow those lines of action which are desinable in term of the objectives and values of our society (Bowen, 1953)” sejak karya Bowen mengenal CSR muncul, pada tahun 1950an banyak peneliti yang berusaha untuk memberikan definisi yang lebih formal mengenai CSR. David (1971) mengutarakan Iron law of Responsibility yang mengatakan bahwa : “ in the long run, those who don’t use power in a way that society considers to be responsible will tend to have their power taken from them.” Yang intinya adalah tanggung jawab social perusahaan berbanding lurus dengan power (kekuatan) yang dimiliki oleh perusahaan tersebut (Wibisono, 2007).

Dengan kata lain, semakin besar power yang dimiliki oleh perusahaan maka harapan Stakeholder terhadap pelaksanaan CSR perusahaan tersebut juga akan semakin besar. Oleh sebab itu, perusahaan yang tidak menggunakan kekuasaannya dengan cara yang disetujui olek masyarakat maka perusahaan tersebut akan kehilangan kekuasaannya. Selain itu, memberi cara pandang dari sudut yang berbeda, David menggunakan istilah corporate atau perusahaan pada


(40)

masa ini. McGuire (1963), dalam penelitiannya memberi istilah corporate citizenship yang menyatakan “ the idea of social responsibilities supposes that the corporation has not only economic and legal obligations but also certain responsibilities to society which extent beyond there obligations.” dengan kata lain, kewajiban perusahaan tidak hanya terbatas dalam profit ekonomi dan legalitas usaha namun perusahaan juga harus bertanggung jawab pada seluruh permasalahan sosial kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu perusahaan harus bertindak dan berkelakuan “baik”, sebagaimana warga Negara (citizent) yang baik

Dalam pandangan McGuire, perusahaan dianggap sebagai warga negara. Pembahasan yang signifikan sehubungan dengan konsep profit, people, and planet yang disingkat 3P disumbangkan oleh Elkington (2005) dituangkan dalam bukunya yang berjudul “cannibal with forks, the triple bottom line of twentienht century business”. Pendapat dari elkington sebenarnya hamper sama dengan pendapat Thurow, namun Elkongton menyebutkan faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam menjalankan CSR.

Pertumbuhan dari konsep CSR dari waktu ke waktu tidaklah berjalan semulus itu. Terdapatbeberapa golongan yang tidak setuju dengan pengadaan aktivitas CSRpada perusahaan. Pandangan ini mengatakan bahwa masalah sosial bukanlah tujuan utama dari berhasil atau tidaknya sebuah bisnis. Preston dan O’bannon (1997 :22 ) berpendapat bahwa golongan tersebut mengatakan bahwa CSR akan mengurangi maksimalisasi laba karena biaya yang akan digunakan


(41)

untuk melakukan investasi membutuhkan modal awal yang sangat besar, dengan mengurangi biaya untuk investasi maka akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk bersaing dalam alokasi biaya yang dapat diinvestasikan. Selain itu, in efisiensi dalam penggunaan sumber daya (modal) sering kali muncul ketika manager berusahan memuaskan kepentingan. Stakeholders yang sangat beragam. Pada akhirnya hal ini dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan menurut Aupperle dan Carroll (1999 : 30). Ducker (1984) mengusulkan Win-Win Solution bagi perusahaan dengan mengubah masalah social menjadi economic opportunity dan benefit. Dengan kata lain menggunakan CSR sebagai strategi untuk mendapatkan economic profit.

2. Penerapan Tanggung Jawab Sosial di Indonesia

Diantara negara-negara di Asia, pertumbuhan CSR di Indonesia dapat dikatagorikan sebagai yang terendah. Pada tahun 2005, perusahaan yang memberikan laporan atas pertanggung jawaban social yang telah mereka lakukan hanya sejumlah 27 perusahaan, perhitunga ini dilalukan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang pada tahun 2005 hngga sekarang menyelenggarakan Indonesia Sustainability Report Award (ISRA). Penghargaan ini diberikan pada perusahaan di Indonesia yang mendaftarkan diri serta membuat laporan terbaik mengenai aktivitas CSR. Pada tahun 2007, diadakan perubahan katagori dengan menghilangkan katagori impressive dan progressive, namun menambahkan penghargaan khusus berupa commendation for sustainability reporting: first time sustainability report. Sampai dengan ISRA 2007, perusahaan tambang, otmotif,


(42)

dan BUMN mendominasi keikutsertaan perusahaan yang terdaftar dalam ISRA. Peruahaan yang menerima penghargaan-pengharagaan tersebut akan dinilai baik oleh para pemangku kepentingan , baik internal maupun eksternal. Beberapa perusahaan yang telah mengikuti kontes CSR ini adalah TELKOM, Bukit Asam, Astra Argo lestari dll (www.csrindo.com).

3. Definisi Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility)

Konsep tanggung jawab social (corporate social responsibility-disingkat CSR) sendiri sebenarnya bukanlah baru dan pengertiannya tidaklah statis. CSR pertama kali muncul dalam diskursus resmi-akademik sejak munculnya tulisan Howard Bowen, Social Responsibility of the Businessmen pada 1953 (Harper & Row, New York dalam wibisono, 2007:4). CSR yang dimaksudkan Bowen mengacu pada kewajiban pelaku bisnis untuk membuat dan melaksanakan kebijakan, keputusan, dan pelbagai tindakan-tindakan yang harus mengikuti tujuan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat.

World Bank Group mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai The commitment of businesses to behave ethically and to contribute to sustainable economic development by working with all relevant stakeholders to improve their lives in ways that are good for business, the sustainable development agenda, and society at large. Merupakan komitmen perusahaan dalam bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat,


(43)

partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya (wibisono, 2007:7).

Menurut Minow, 1996 dalam esrock & leichty berpandangan bahwa CSR merupakan perwujudan dari tanggung jawab utama perusahaan (swasta) terhadap masyarakat.

Dalam pandangan Falck dan Heblich (2007), CSR merupakan perangkat sebuah perusahaan untuk menciptakan ketertiban masyarakat sekaligus memperoleh keuntungan, CSR dipertimbangkan sebagai strategi manajemen yang efisien bagi perusahaan untuk mempromosikan kecenderungan sosial baru dalam masyarakat melalui aktivitas baik yang bersifat jangka pendek seperti donasi dalam kegiatan sosial maupun melalui sejumlah aktivitas lainnya yang bersifat investasi sosial jangka panjang.

Pengertian tersebut di atas dapat menimbulkan strategi dalam pengelolaan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility-disingkat CSR) dalam perusahaan. Menurut sumber Robert Kreitner, 5th edition, Houghton Mifflin Company, 1992, strategi pengelolaan tanggung jawab perusahaan digambarkan sebagai berikut:


(44)

Philip Kotler, dalam buku CSR: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, membeberkan beberapa alasan tentang perlunya perusahaan menggelar aktivitas itu. Disebutkannya, CSR bisa membangun positioning merek, mendongkrak penjualan, memperluas pangsa pasar, meningkatkan loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional, serta meningkatkan daya tarik korporat di mata investor.

4. Pemasaran Berbasis Tanggung Jawab Sosial

Pemasaran internal yang efektif harus disesuaikan dengan perasaan yang kuat akan tanggung jaqab social. Perusahaan butuh mengevaluasi pakah mereka sungguh-sungguh malakukan pemasaran etis dan berbasis tanggung jawab social. Beberapa tekanan mendorong perusahaan-perusahaan untuk melakukan tanggung jawab perusahaan yang lebih tinggi tingkatnya. Meningkatnya harapan pelanggan,

Rendah ---Tingkat Tanggung Jawab Sosial--- Tinggi

Reaktif

Cenderung Menolak tanggung Jawab Sosial

Akomodatif

Melakukan tanggung jawab sosial untuk menghindari tekanan dari masyarakat

Defensif

Cenderung membela diri dalam menghindari tanggung jawab sosial

Proaktif

Mengambil inisiatif dalam tanggung jawab sosial; Membentuk model industri yang bertanggung jawab sosial


(45)

berubahnya harapan pelanggan, peraturan dan tekanan pemerintah, ketertarikan investor pada criteria social dan berubahnya praktik pengadaan bisnis.

suksesnya bisnis dan pemuasan pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya secara terus menerus berhubungan erat dengan pengambilan dan penerapan standar pengerjaan bisnis dan pemasaran yang tinggi. Perusahaan-perusahaan yang sangat disegani di dunia mematuhi kode melayani kepentingan masyarakat , bukan hanya mereka sendiri.

Praktek bisnis acap kali dibawah tekanan dikarenakan situasi-situasi bisnis manghadapi dilemma etika secara rutin. Isu-isu tersebut rumit, tidaklah mudah untuk menggambarkan garis yang jelas antara praktik pemasaran yang biasa dan perilaku yang tidak etis. Diwaktu yang bersamaan praktik-praktik bisnis tertentu jelas-jelas tidak etis atau illegal. Ini menyangkut penyogokan atau pencurian rahasia dagang: iklan yang salah dan menyesatkan, kesepekatan yang ekskusif dan persetujuan yang mengikat: kecacatan kualitas dan keamanan; jaminan yang salah; pencantuman yang tidak akurat; penghargaan yang tetap atau diskriminasi yang sesuai; dan hambatan untuk msuk dan kompetisi yang kejam (kotler & keller, 2006: 652)

Sekarang perusahaan-perusahaan yang tidak berkinerja secara etis atau baik berada dalam risiko untuk diketahui, berkat internet. Di massa lampau, pelanggan yang menggerutu hanya berbicara hal yang buruk tentang manufaktur atau pelanggan kepada 12 orang saja; sekarang ia dapat menggapai ribuan orang di internet, Microsoft, sebagai contoh. Telah manarik membuat website


(46)

Microsoft, termasuk hate Microsoft dan boycolt Microsoft. Kenaikan tingkat pemasaran berbasis tanggung jawab social mengundang tiga tekanan terhimpit yang berdasarkan atturan yang tepat, etika dan perilaku yang bertanggung jawab.

D. Definisi Brand Equity (Ekuitas Merek) 1. Definisi Brand (Merek)

American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. (Kotler, 2005:82)

Menurut David Aaker “Merek adalah nama dan atau symbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu”. (Rangkuti, 2002:36)

Menurut William J. Stanton “Merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsure-unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual (Rangkuti, 2002:36)

Merek adalah nama, sebutan, tanda, lambang, atau kombinasinya, yang dipakai penjual mengenali dari barang dan jasa pesaing (kamus istilah manajemen 1994) atau dapat diartikan sebagai metode untuk


(47)

mengidentifikasikan dan membedakan berbagai produk dari produk pesaing (Jeff Madura, 2001:101)

Merek adalah suatu simbol yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian (Kotler, 2005:82) :

a) Atribut: Merek mengingatkan atribut-atribut tertentu. Mercedes menyiratkan mobil yang mahal, kokoh, direkayasa dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi.

b) Manfaat: Atribut-atribut yang harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional.

c) Nilai: Merek tersebut juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya. d) Budaya : merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya tertentu. e) Kepribadian: Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadin tertentu f) Pemakai: Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau

menggunakan produk tersebut.

Sedangkan menurut UU Merek No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Definisi ini memiliki kesamaan dengan versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator. (Fandy Tjiptono, 2005:2).


(48)

Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti (Durianto dkk. :2004:2) :

a) Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil.

b) Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Contoh yang paling fenomenal adalah Coca-Cola yang berhasil menjadi “Global Brand”, diterima dimana saja dan kapan saja di seluruh dunia.

c) Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan

brand image (citra merek).

Pada umumnya konsumen akan membeli barang-barang dengan merek yang sudah dikenal, karena para konsumen tersebut merasa aman dengan sesuatu yang sudah dikenal. Merek yang sudah dikenal dianggap dapat diandalkan dan memiliki kemampuan dalam bisnis serta memiliki kualitas yang bisa dipertanggungjawabkan. Tetapi merek itu juga harus dilengkapi dengan citra yang baik di benak konsumen sehingga dapat dipercaya, diingat, dan dikenal oleh konsumen. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk


(49)

secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas.

Menurut Keller (2003) merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen merek berperan sebagai :

a) Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian, persediaan, dan pencatatan akuntansi.

b) Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.

c) Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu.

d) Sarana penciptaan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.

e) Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hokum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. f) Sumber financial return, terutama menyangkut pendapatan masa datang.

Bagi konsumen merek bisa memberikan beraneka macam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Ambler (2000) mengelompokkan merek ke dalam tiga kategori :

a) Manfaat ekonomik

i) Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk saling bersaing memperebutkan pasar.


(50)

ii) Konsumen memilih merek berdasarkan value for money yang ditawarkan berbagai macam merek.

iii) Relasi antara merek dan konsumen dimulai dengan penjualan. b) Manfaat fungsional

i) Merek memberikan peluang bagi differensiasi. Selain memperbaiki kualitas (differensiasi vertical), perusahaan-perusahaan juga memperluas mereknya dengan tipe-tipe produk baru (differensiasi horizontal).

ii) Memberikan jaminan kualitas.

iii) Pemasar merek berempati dengan para pemakai akhir dan masalah yang akan diatasi merek yang ditawarkan.

iv) Merek memfasilitasi letersediaan produk secara luas. v) Merek memudahkan iklan dan sponsorship

c) Manfaat psikologis

i) Merek merupakan penyederhanaan atau simplikasi dari semua informasi produk yang perlu diketahui konsumen

ii) Pilihan merek tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional. iii) Merek bisa memperkuat citra diri dan persepsi orang lain terhadap

pemakainya/pemiliknya.

iv) Brand symbolism tidak hanya berpengaruh pada persepsi orang lain, namun juga pada identifikasi diri sendiri dengan obyek tertentu.


(51)

Suatu citra merek yang kuat memberikan beberapa keunggulan utama bagi perusahaan. Nama merek membedakan suatu produk dari produk-produk pesaing. Sebuah identitas merek yang kuat menciptakan suatu keunggulan bersaing utama. Merek yang dikenal oleh pembeli mendorong pembelian secara berulang-ulang. (Bilson dikutip dari David W. Cravens 1996:19).

2. Pengertian Ekuitas Merek

Menurut Aaker (1997:22) “Brand equity as a set of assets and liabilities linked to a bramd that add to or subtract from the value of a product or service to a company and/or its customer. The assets or liabilities that underlie brand equity must be linked to the name and/or symbol of brand”. Dapat diartikan bahwa sekumpulan asset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.

Selanjutnya Aaker (1997:23), mengutarakan agar asset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, keduanya mesti berhubungan dengan nama atau symbol sebuah merek. Keduanya dapat dikelompokan kedalam lima katagori (konsep multidimension), yang terdiri dari kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty) dan asset-aset merek lainnya (other


(52)

proprietary brand assets) seperti paten dan merek dagang yang mampu menambah atau mengurangi nilai bagi pelanggan dan bagi perusahaan.

Gambar 2.1 Ekuitas Merek

Sumber: David A. Aaker, Manajemen Ekuitas Merek, Memenfaatkan nilai dari suatu merek (1997:25)

Durianto (2001:4), menyatakan ekuitas sebagai seperangkat aset dan liabilitas merek terkait dengan suatu merek, nama atau simbol. Ekuitas merek mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau simbolnya. Dengan demikian, jika dilakukan

Persepsi kualitas

Ekuitas merek Asosiasi merek Kesadaran merek Asset-aset merek lainnya Loyalitas merek

Memberikaan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat: • Efisiensi dan efektivitas

program pemasaran • Brand loyalty • Harga atau laba • Perluasan merek

• Peningkatan perdagangan • Keuntungan kompetitif Memberikan nilai kepada

pelanggan dengan memperkuat:

• Interpretsi atau proses informasi

• Rasa percaya diri dalam pembelian


(53)

perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas akan berubah pula.

Adapun menurut Feldwick (1996) dalam (Fandy Tjipto, 2005:45), konsep ekuitas merek sering digunakan untuk menggabarkan hubungan antar pelanggan dengan merek. Ekuitas merek mempunyai tiga pengertian berbeda, yaitu:

a. Brand valuation atau brand value, yaitu nilai total sebuah merek sebagai aset yang terpisah. Kebutuhan akan penilaian merek dalam konteks ini dipicu oleh dua situasi utama: (1). Penentuan harga sebuah merek saat dijual dan (2). Penentuan nilai merek sebagai asset intangible dalam laporan neraca perusahaan.

b. Brand strength atau brand loyality, yaitu ukuran yang menyangkut berapa kuat konsumen terikat dengan merek tertentu.

c. Brand image atau brand description, yaitu deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadapmerek tertentu.

Lebih lanjut Feldwick menyatakan brand value lebih mencerminkan situasi transaksi bisnis actual atau dugaan. Sementara brand strength dan

brand description berfokus pada konsumen yang dalam prakteknya, brand strength dan brand description sering disebut juga consumer brand equity

untuk membedakannya dengan makna brand equity sebagai penilaian aset. Namun demikian, ketiga makna tersebut tidak saling terpisah, melainkan berkaitan sangat erat, seperti yang digambarkan berikut ini:


(54)

Gambar 2.2 Brand Equity Chain

Sumber: Fandy Tjipto, Brand Management & Strength (2005:49)

Adapun Sriyastava dan Shocker (1991) dalam Wood (2000), mendefinisikan ekuitas merek sebagai penjumlahan tiga hal yaitu, keseluruhan sikap dan pola perilaku pikiran konsumen, saluran distribusi dan orang yang memberi pengaruh yang akan meningkatkan keuntungan dimasa depan dari aliran kas jangka panjang. Semetara itu Winter (1991) dalam Wood (2000), menghubungkan ekuitas merek dan nilai tambah dengan mengatakan bahwa ekuitas melibatkan kesadaran nilai tambah terhadap suatu produk melalui pengorganisasian dan persepsi konsumen karena adanya nama merek meskipun tidak mampu menjelaskan bagaimana nilai tambah tersebut digunakan (Usahawan,2004).

Sedangkan Kanuk et.al (2001), menyatakan ekuitas merek adalah nilai

inherent dari nama merek yang dikenal dan nilai tambah dari produk yang diperoleh dari persepsi konsumen tehadap asosiasi merek. Hawkins et.al

(2001) mendefinisikan ekuitas merek sebagai the value consumers terhadap merek berdasarkan karakteristik fungsional produk. Dan dari sisi konsumen Knapp (2001), mendefinisikan ekuitas merek sebagai totalitas dari persepsi merek yang mencakup kualias relatif dari produk atau jasa, kinerja keuangan,


(55)

loyalitas pelanggan, kepuasan dan keseluruhan penghargaan terhadap merek (Sitinjak, 2005).

Keller (1993) dalam (Usahawan, 2004), berpendapat bahwa ekuitas merek konsumen terbentuk pada saat pengetahuan akan merek yang dimiliki konsumen memberikan dampak pada respon konsumen yang berbeda terhadap pemasaran suatu merek. Pengetahuan akan merek dari konsumen merupakan hal terpenting dalam mengkonseptualisasikan dan mengelola ekuitas merek. Karena merek akan menambah nilai pada produk jika konsumen memiliki pengetahuan positif tentang merek (Usahawan, 2004). Yoo et.al (2000) dalam Fandy Tjipto (2005:52) memiliki konsep tersendiri mengenai ekuitas merek. Dalam konseptualisasinya seperti yang terdapat pada (gambar 2.3), menyatakan bahwa ekuitas merek selain dibentuk oleh dimensi ekuitas merek seperti kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek, juga dibentuk oleh usaha-usaha pemasaran yang disebutnya sebagai antecedents dari ekuitas merek.

Gambar 2.3 Konseptualisasi Ekuitas Merek

Sumber: Yoo et.al dalam Fandy Tjipto, Brand Management & Strategy (2005:52) Aktivitas

Pemasaran

Dimensi Ekuitas

Merek

Ekuitas Merek

Nilai bagi pelanggan Nilai bagi perusahaan


(56)

Menurutnya usaha-usaha pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dapat meningkatkan atau bahkan mengurangi ekuitas merek. Antara lain, disisi konsumen, sehingga meningkatkan rasa percaya diri konsumen dalam keputusan pembelian dan pencapaian kepuasan konsumen. Sedangkan disisi perusahaan, ekuitas merek dapat mempengaruhi pengambilan keputusan untuk merger atau akuisisi, meningkatkan respon pasar saham, menentukan perluasan nama merek, meningkatkan peluang memilih merek, keinginan untuk membayar harga premium. Keefektifan komunikasi pemasaran, kesempatan lisensi merek dan menurunkan kerapuhan terhadap tindakan-tindakan pesaing pemasaran.

3. Peranan Ekuitas Merek

Ekuitas merek merupakan aset yang paling penting sebagai dasar keunggulan bersaing yang berkelanjutan pada era globalisasi. Secara umum ekuitas merek dapat menambah atau mengurangi nilai bagi pelanggan atau bagi perusahaan. Dalam kotler (2003: 86), keuntungan kompetitif yang dapat diperoleh dari tingginya ekuitas merek adalah:

a. Merek tersebut memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang kompetitif.

b. Lebih mudah meluncurkan perluasan merek karena kredibilitasnya yang tinggi.


(57)

c. Mampu menetapkan harga yang lebih tinggi dari pesaing karena terdapat keyakinan konsumen terhadap kredibilitas produk tersebut.

d. Posisi yang lebih kuat dalam negosiasi dangan distributor dan pengecer sebab pelanggan mereka memiliki merek tersebut.

e. Menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena tingkat kesadaran dan kesetiaan merek tinggi.

Ekuitas merek merupakan aset sebuah produk yang dapat memberikan nilai tersendiri dimata pelanggan. Aset yang terkandung didalamnya dapat membantu pelanggan dalam menfsirkan, memproses dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Sehingga dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau pendekatan dan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.

Disamping memberikan nilai bagi konsumen, ekuitas merek juga dapat memberikan nilai bagi perusahaan (Durianto, 2001:6), yaitu:

a. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika merek sudah dikenal. Ekuitas merek yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap ekuitas merek. b. Empat dimensi ekuitas merek yang meliputi kesadaran merek, asosiasi merek,

persepsi kualitas dan asset merek lainnya dapat mempengaruhi alas an pembelian sebuah produk oleh konsumen. Bahkan, seandainya kesadaran


(58)

merek, asosiasi merek, dan persepsi kualitas tidak begitu penting dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap mempengaruhikeinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek-merek lain.

c. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon inovasi yang dilakukan para pesaing. Layalitas merek adalah salah satu katagori ekuitas merek yang dipengaruhi oleh katagori ekuitas merek lainnya. Katagori-katagori lainnya juga saling berhubungan satu sama lain. Persepsi kualitas dapat dipengaruhi ola kesadaran merek. Nama merek dapat memberikan kesan bahwa produk dibuat dengan baik (perceived quality),

yang diyakinkan oleh asosiasi dan loyalitas (seorang konsumen yang loyal tidak akan menyukai produk yang memiliki kualitas yang rendah).

d. Asosiasi merek juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun strategi perluasan produk. Suatu analisa terhadap portofolio merek sangat diperlukan untuk mengetahui efektivitas dari perluasan merek yang telah dilakukan.

e. Salah satu cara memperkuat ekuitas merek adalah dengan melakukan promosi besar-besaran yang tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menetapkan premium price (biaya premium) dan mengurangi ketergantungan pada promosi sehingga dapat diperoleh laba yang tinggi. f. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan


(59)

baru terkait. Tanpa ekuitas merek yang kuat, biaya yang dibutuhkan untu perluasan merek akan jauh lebih mahal.

g. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan Karena mampu memciptakan loyalitas saluran distribusi. Seperti toko, supermarket dan tempat-tempat penjualan lainnya tidak akan ragu-ragu menerima suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat dan sudah terkenal untuk dijual kepada konsumen. Produk dengan karakteristik tersebut akan dicari oleh pedagang, karena pedagang yakin bahwa produk dengan merek tersebut akan memberikan keuntungan bagi pedagang. Dengan ekuitas merek yang kuat, saluran distribusi dapat berkembang sehingga semakin banyak tempat penjualan yang pada akhirnya akan membesar volume penjualan produk tersebut.

h. Aset-aset merek lainnya dapat memberikan keuntungan yang kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki oleh pesaing. Biasanya, bila dimensi utama dari ekuitas merek sudah sangat kuat, secara otomatis aset lainnya juga akan kuat. Sebagai contoh, kesetiaan perantara maupun pemasar (dealer, grosir) sangat bergantung pada kekuatan empat elemen utama dari ekuitas merek. Pada umumnya, pemasaran tidak ragu lagi terhadap perusahaan yang memiliki ekuitas merek yang kuat, sehingga kepercayaan untuk memasarkan produknya semakin meningkat. Karena itu, penekanan riset ekuitas merek diberikan pada keempat elemen


(60)

utamanya. Adapun aset lainnya akan secara otomatis terimbas oleh kekuatan dari keempat elemen utama tersebut.

E. Dimensi Pembentukan Ekuitas

Yoo et.al (2000) dalam Fandy Tjipto (2005:52) menyusun kerangka konseptual brand equity berdasarkan model Aaker, kerangka tersebut didasari bahwa ekuitas merek selain dibentuk oleh dimensi ekuitas merek seperti kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek, juga dibantuk oleh usaha-usaha pemasaran yang disebutnya sebagai antecedents dari ekuitas merek yang dapat menambah atau mengurangi nilai bagi pelanggan ataupun perusahaan.

1. Kesadaran Merek (brand awareness)

Menurut Aaker (1997:90), kesadaran merek menunjukan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali, bahwa suatu merek merupakan bagian dari katagori produk tertentu.

Bagian dari suatu katagori produk ini perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara katagori produk dengan merek yang dilibatkan. Kesadaran merek memerlukan jangkauan kontinum dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya. Dengan demikian, konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam kelompok produk.


(61)

Menurut John R. Rossiter (1989), jangkauan kontinum menjadi terwakili oleh tiga tingkatan kesadaran merek yang berbeda. Peran kesadaran merek dalam ekuitas merek bergantung pada tingkatan akan pencapaian kesadaran merek didalam benak konsumen (Usahawan, 2002). Tingkat kesadaran merek tersebut meliputi:

a. Unaware of brand (tidak menyadari merek), kataori ini termasuk merek yang tetap tidak dikenal walaupun sudah dilakukan pengingatan kmbali dengan bantuan (aided recall).

b. Brand Recognition (pengenalan merek), katagori ini meliputi merek produk yang dikenal oleh konsumen setelah dilakukan pengingatan kembali dengan bentuan (aided recall).

c. Brand recall (pengingatan kembali merek), katagori ini meliputi merek dalam katagori suatu produk yang disebutkan atau diingat konsumen tanpa harus dilakukan pengingatan kembali diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall).

d. Top of Mind (puncak pikiran), katagori ini meliputi merek produk yang pertama kali muncul dibenak konsumen pada umumnya.

Berikut merupakan gambar yang menunjukan tingkatan kesadaran merek yang berbeda:


(62)

Gambar 2.4 Piramida Kesadaran Merek

Sumber: David A. Aaker, Manajemen Ekuitas Merek, Memanfaatkan Nilai Dari Suatu Merek (1997:92)

Prakash Nedungadi (1990) dalam Usahawan (2002), membuktikan bahwa pengingatan terhadap merek mempengaruhi pembelian pelanggan. Hasil temuannya menunjukan bahwa pengingantan kembali adalah kompleks dan bahwa posisi yang kuat dalam subkatagori bias menciptakan pengingatan kembali dengan menarik perhatian pada subkatagoti serta dengan memberi keterangan pada merek tersebut.

Penelitian yang lain (Woodside, Arch G dan Wilson, 1985 dalam Usahawan 2002), menyebutkan bahwa memang terdapat hubungan antara pengingatan kembali puncak pikiran dan sikap atau perilaku pembalian

Top Of Mind Brand Recall

Brand Recognition


(63)

ternyata terdapat perbedaan yang amat mencolok dalam preferensi dan kemungkinan pembelian, tergantung pada apakah merek tersebut merupakan merek yang pertama, kedua atau ketiga dalam penigasan pengingatan kembali tanpa bantuan.

Dan dapat disimpulkan bahwa ternyata kesadaran merek bisa menjadi faktor independent yang penting dalam perubahan sikap, implikasinya, kesadaran dipengaruhi oleh perilaku yang bersifat mengingatkan kambali dimana akan mempengaruhi keputusan pembelian (Aaker, 1997:100).

Adapun kesadaran merek (brand awareness) mampu menciptakan nilai-nilai sebagai berikut:

a. Jangkar tempat tautan berbagai asosiasi

Suatu produk atau layanan baru sudah pasti diarahkan untuk mendapatkan pengenalan, jarang sekali suatu keputusan pembalian terjadi tanpa pengenalan. Pengetahuan mengenai berbagai bagian dan manfaat dari produk baru sangat sulit tanpa terlebih dahulu mendapatkan pengakuan. Pengakuan merek merupakan langkah dasar pertama dalam tugas kominikasi. Sebuah merek biasanya dikomunikasikan melalui atribut asosiasinya. Dengan pengenalan yang mapan, tugas selanjutanya dalah mencantelkan suatu asosiasi batu, seperti produk.

b. Keakraban atau rasa suka

Pengakuanmerek memberikan suatu kesan akrab dan konsumen menyukai sesuau yang akrab. Terdapat hubungan yang positif antara jumlah


(1)

pada merek sabun mandi Lifebuoy, tetapi faktor ini sangat menentukan peningkatan loyalitas konsumen pada merek sabun mandi Lifebuoy secara keseluruhan.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, keputusan pembelian konsumen terhadap produk sabun mandi lifebuoy secara signifikan dipengaruhi oleh brand equity (ekuitas merek) dan berdampak terhadap tanggung jawab sosial perusahaan. Implikasi dalam penelitian ini adalah :

1. Keputusan konsumen dalam melakukan pembelian sabun mandi lifebuoy ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh variabel Brand Loyalty, Brand Awareness, Perceived Quality dan Brand Association, akan tetapi juga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dibahas dalam oleh penulis seperti faktor kepercayaan dan tingkat kepuasan.

2. Variabel Brand Loyalty, Brand Association dan Keputusan Pembelian ternyata mempunyai dampak yang cukup lumayan terhadap jalannya program Corporate Social Responsibility. Namun, masih banyak variabel lain yang mempunyai dampak besar terhadap Corporate Social Responsibility yang tidak dibahas dalam oleh penulis.

3. Sebagai market leader, mempertahankan konsumen agar tetap loyal terhadap merek produknya merupakan hal yang sangat penting. Perusahaan sebaiknya


(2)

mempertahankan citra bahwa sabun lifebuoy memiliki tingkat kualitas produk dengan kesesuain harga serta terus melakukan inovasi produk baru yang lebih baik sehingga keputusan untuk membeli sabun lifebuoy semakin meningkat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A, “Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari Suatu Merek”, Mitra Utama, Jakarta, 1997.

Achda, B. Tamam., ”Konteks Sosiologi Perkembangan CSR dan Implementasi di Insonesia”, Seminar Nasional: A Promise of gold Rating: Sustainable CSR, Jakarta, 2006.

Alma, Buchari, “Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa”, Alfabeta, Bandung, 2000.

Ambadar, Jackie., “CSR dalam Praktik Di Indonesia”, Jakarta : PT.Elex Media Komputindo, 2008.

Ardana, I Komang, “Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial”, BULETIN STUDI EKONOMI Volume 13 Nomor 1 Tahun 2008.

Assauri, Sofyan, “Manajemen Pemasaran”, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2004. Becker Olsen, Karen L., B. “The Impact of Perceived CSR on Consumer Behavior”.

Journal of Business Research, 2006.

Benny Frengki Manurung, “Pengaruh Brand Equity Teh Botol Sosro Terhadap Keputusan Pembelian Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan”, Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan, 2007

Brink, et. Al. ” the effect of strategic and tactical cause related marketing on consumers brand loyalty”, The Journal of Consumer Marketing. 2006.

Carrol, Archie, B. “CSR: Evolution of a Defitional Contruct”, Business and Society.1999.

Daniri, mas ahmad, “Good Corporate Governance”, Konsep dan Penerapnya Dalam Konsep Indonesia, Ray Indonesia, Jakarta, 2007.

Dewi Kinorika, Jurnal, Menciptakan Brand Equity Melalui Kepuasan Pelanggan, 2003.


(4)

Elkongton, J. and Thorpe, J. “ Cannibal with Forks the triple bottom line of twentieth century business. McGill Internatinal Review. Spring, 2005.

Ernie Trisnawati & Kurniawan Saefullah, “Pengantar Manajemen”, Edisi Pertama, Prenada Media, Jakarta, 2005.

Gibson, doneli, ivancevich, “manajemen” edisi ke-9 jilid satu, PT. Gelora Aksara Pratama, 1997.

Kiroyan, Noke, ” Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility: Adakah Kaitan diantara Keduanya”, Edisi III, Economic Business Accounting Review, 2006.

Kodrat, David Sukardi, ”Studi Penerapan Corporate Social Responsibility untuk menciptakan Sustainable Growth di Indonesia”, The 2nd National Conference UKMWS, Surabaya, 2008.

Kotler, Philip, “Manajemen Pemasaran”, Jilid 1 dan 2, Edisi Kesebelas, PT. Indeks, Jakarta, 2005.

Kotler, Philip, “Manajemen Pemasaran”, Edisi Milenium Jilid 1 dan 2, Prenhallindo, Jakarta, 2002.

Kotler, Philip, “Manajemen Pemasaran”, Edisi Millenium, PT. Indeks, Jakarta, 2001.

Kotler, Philip dan Amstrong, “Dasar-dasar Pemasaran”, Jilid 5, Prenhallindo, Jakarta, 2001.

Kotler, Philip dan Susanto, AB. Manajemen Pemasaran di Indonesia_, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Salemba Empat, Jakarta, 2000.

Kotler, Philip dan Nancy Lee “Corporate Social Responsibility”, Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, John Wiley & Son,INC, New Jersey, 2005.

Kuniawan, Teguh, ”Penerapan Corporate Social: Perspektif Administrasi Publik”, 2008.

O’bannon, D.P and L, E, Preston, ”The Corporate Social Financial Performance Relationship: A Typology and Analysis”, Paper and Presented at the, 1993.


(5)

Maignan, Isabele and O. C. Ferrell.”CSR and Marketing: An Integrative Framework”, Academy of Marketng ScienceJournal, 2004.

Manullang, M, “Dasar-dasar Manajemen”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2004.

Medianingsih, Rina, “ Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Mowen, Jhon C dan Minor Michel, “Perilaku Konsumen”, Jilid 1 edisi 5, Erlangga, Jakarta, 2002.

Mustopa, Fitriani Ramadhani, “Pengaruh Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada AirPlane Systm: (Survey Pada Mahasiswa Universitas Widyatama)”, Skripsi Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, 2008.

Pappu, Ravi, Consumer-based Brand equity: improving the measurement, Journal of Product and Brand management. 2005.

Prameswaran, “Managemen Brand Building Advertising”, Mc. Graw Hill, New Delhi, 2001.

Rangkuti, Freddy, “The Power of Brands, Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002. Syakhroza, Ahmad, ” Makalah Mengenai Penerapan Corporate Governance”, 2002. Schiffman, Leon G. dan Kanuk, “Consumer Behaviour” 5th edition, New Jersey,

Prentice Hall International, Inc, 1994.

Sekaran, Uma, “Research Method fo Business”, John Wiley & Son,INC.

Simamora, Bilson, “Memenangkan Pasar Dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.

Sugiyono, “ Metode Penelitian Bisnis”, CV. Alfabet, Bandung, 2003.


(6)

Trunbull, Shann, ”Corporate Governance: Theories, Challenger and Paradigms Governance”, Review Internasional, Vol.1 No.1, 2000.

Umar, Husein, ”Studi Kelayakan Dalam bisnis Jasa”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

Wibisono, Yusuf. “Membedah Konsep Dan APlikasi CSR”, Gresik: Fascho Publishing, 2007.

www.unilever.com www.csrindo.com www.csrindonesia.com