Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bagi umat muslim membaca Al- Qur’an adalah wujud ibadah. Ibadah yang dimaksud adalah ibadah manusia yang ditujukan kepada Sang Pencipta. Ibadah akan lebih sempurna ketika ilmu yang manusia miliki dapat diajarkan kepada manusia lain. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits: Dari Usman bin Affan ra. telah berkata: Rasulullah saw. bersabda, Sebaik-baik manusia di antara kamu adalah orang yang mempelajari Al- Quran dan mengajarkannya Terjemahan H.R. Bukhari. Sebaik-baik manusia yang mempelajari Al- Qur’an untuk dirinya sendiri masih kalah baik dengan mereka yang mengajarkannya kepada orang lain. Namun, perlu diketahui bahwa dalam membaca Al- Qur’an tidak cukup dengan membaca sedapatnya saja. Maksud membaca sedapatnya disini adalah membaca tanpa disertai ilmu tajwid. Dalam Ulumul Qur’an, tajwid diartikan sebagai sikap menata huruf Al- Qur’an sesuai dengan tempat keluarnya. Ilmu tajwid ini yang menjadi penyempurna dalam membaca Al-Qu r’an dimana setiap huruf dalam Al- Qur’an memiliki bunyi dan tekanan lafazh yang berbeda. Seseorang yang mampu membaca Al- Qur’an dengan ilmu tajwid yang benar kelak ia akan mendapatkan kenikmatan tak terkira yang dapat dinikmati di akhirat kelak. Hal ini pun telah dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan sebagai berikut: 2 “Orang yang membaca Al-Qur’an sedangkan dia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di dalam Syurga bersama-sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al- Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan nampak agak berat lidahnya belum lancar, dia akan mendapat dua pahala .” Terjemahan H.R. Bukhari Muslim Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa seseorang yang mahir membaca Al- Qur’an sesuai qaidah ilmu tajwid kelak akan mendapat tempat terbaik di Syurga dan seseorang yang kurang lancar dalam membaca Al- Qur’an tetap akan mendapat dua pahala. Namun dengan pemahaman tersebut bukan berarti seseorang dengan mudahnya mencukupkan bacaan Al- Qur’annya yang kurang lancar tanpa mengindahkan qaidah-qaidah yang berlaku dalam ilmu tajwid. Hadits tersebut justru ingin mengajak seseorang agar memahirkan bacaan serta memperbaiki bacaan Al- Qur’an yang kurang benar dengan menggunakan qaidah-qaidah ilmu tajwid. Pengetahuan mengenai ilmu tajwid masih belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Masih banyak ditemukan kekeliruan-kekeliruan saat melantunkan ayat-ayat Al- Qur’an. Contoh ketika membaca “bismillahirrahmanirrahim” terdapat hukum bacaan mad di dalam kata tersebut, jika seseorang mengabaikannya dengan tidak membaca hukum bacaan mad yang ada, hal tersebut menjadi tidak benar karena akan merubah makna dari bacaan yang seharusnya. Hal tersebut biasanya disebabkan kurangnya pemahaman akibat tidak terpenuhinya kebutuhan akan pengetahuan membaca Al-Quran yang baik dan benar. Selain itu cara pengajaran dan dukungan fasilitas yang kurang memadai juga akan berdampak pada proses penerimaan pengetahuan yang disampaikan. Begitu 3 juga dalam membaca Al- Qur’an, bukan perkara mudah membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang baik apalagi membacanya sesuai qaidah ilmu tajwid. Untuk itu sudah menjadi tugas para pelaku pendidikan keagamaan untuk memberikan pengajaran yang tepat khususnya dalam membaca Al- Qur’an. Taman Pendidikan Al- Qur’an atau lebih dikenal sebagai TPQ merupakan salah satu sarana yang dapat memfasilitasi seseorang belajar membaca Al- Qur’an sejak usia rendah. Para pengajar TPQ meyakini bahwa mengajarkan hal baik seperti membaca Al- Qur’an, pembentukan akhlak, serta pengajaran keagamaan lain akan jauh lebih baik jika diberikan pada usia muda dibandingkan saat seseorang sudah menginjak usia dewasa. Hal tersebut seperti diibaratkan bagai mengukir di atas batu. Dari hasil observasi di Taman Pendidikan Al- Qur’an Asy-Syams, dapat dikatakan bahwa pembelajaran kelas Al- Qur’an yang diikuti oleh anak-anak dengan rentang usia 6-10 tahun berjalan dengan cukup baik. Anak-anak memiliki antusiasme yang besar dan dapat menerima pelajaran dengan respon yang positif. Sehingga hal tersebut dapat menjadi peluang bagi para pengajar untuk memberikan pelajaran mengenai ilmu-ilmu agama termasuk mengajarkan ilmu tajwid Al- Qur’an dengan lebih baik. Ketika dilakukan pengamatan secara lebih mendalam, yaitu dengan mengikuti keseluruhan rangkaian pembelajaran dengan para santri di Taman Pendidikan Al- Qur’an Asy Syams khususnya di kelas Al-Qur’an peneliti menemukan adanya indikasi yang memperlihatkan kurangnya pemahaman santri tentang materi ilmu tajwid. Hampir seluruh santri kelas Al- Qru’an 4 masih belum menunjukkan kemampuan membaca yang baik sesuai qaidah- qaidah ilmu tajwid. Pembelajaran ilmu tajwid dilakukan secara bersamaan dengan qira’ati qur’an. Para santri membaca Al-Qur’an di hadapan pengajar dan pada saat yang sama pengajar menyimak bacaan santri sambil memperbaiki bacaan santri yang belum sesuai ilmu tajwid. Dalam memperbaiki bacaan, pengajar menyisipkan pengetahuan tentang ilmu tajwid yang disampaikan dalam bentuk verbal ucapan. Namun, pengajar merasa bahwa pembelajaran dengan verbal tersebut masih kurang maksimal jika tidak didukung media pembelajaran lain yang dapat menggambarkan materi secara lebih jelas. Pengajar mengaku sering kesulitan ketika menjelaskan materi ilmu tajwid kepada santrinya, begitu pula dengan para santri yang mengaku sulit memahami materi tanpa penggambaran yang konkrit. Sampai disini, peneliti kemudian menyimpulkan bahwa baik pengajar maupun santri sama-sama membutuhkan media pembelajaran untuk memudahkan proses pembelajaran ilmu tajwid di Taman Pendidikan Al- Qur’an Asy-Syams. Kebutuhan alat bantu ajar dalam suatu pembelajaran memang tidak dapat diabaikan. Alat bantu ajar atau sering disebut sebagai media pembelajaran merupakan alat penyampai pesan dari pengirim kepada penerima. Pesan yang dimaksud tentulah segala materi yang berkaitan dengan pembelajaran yang ingin disampaikan pengajar kepada siswanya. Melalui media pula pembelajaran akan menjadi lebih menarik dan efektif jika digunakan dengan tepat sesuai kebutuhan. 5 Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2005: 2, penggunaan media dalam suatu proses pembelajaran dapat mempertinggi proses pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa media pembelajaran memiliki peran yang cukup penting dalam suatu kegiatan pembelajaran kaitannya dalam pencapaian hasil belajar secara lebih maksimal. Pembelajaran dengan pemahaman tingkat tinggi yang hanya mengandalkan aspek verbal dimana santri yang mengikuti pembelajaran kelas Al- Qur’an didominasi oleh anak-anak dengan rentang usia 6-10 tahun tentu kurang efektif. Anak-anak akan sulit menangkap pesan yang disampaikan pengajar apabila tidak dibarengi dengan penggambaran secara konkrit. Dari persoalan tersebut, perlu adanya pemecahan masalah. Dalam hal ini, penggunaan media khususnya media berbasis visual dapat menjadi solusi yang tepat dalam mengajarkan ilmu tajwid kepada para santri TPQ. Secara lebih mendalam, ditemukan fakta yang mengungkapkan bahwa media pembelajaran visual memiliki potensi yang cukup tinggi dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan media lain. Azhar Arsyad yang menerjemahkan pernyataan Baugh dan Dale, memperkuat fakta tersebut dengan menyatakan bahwa kurang lebih 90 hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 5 diperoleh melalui indera dengar dan 5 lagi dengan indera lainnya. Dari sini kemudian dapat disimpulkan bahwa penggambaran dalam bentuk visual akan memberikan pengalaman belajar siswasantri secara lebih konkrit. 6 Bertolak dari latar belakang tersebut, peneliti kemudian tertarik untuk mengembangkan media pembelajaran flipchart untuk materi ilmu tajwid yang dirumuskan dalam judul penelitian “Pengembangan Media Flipchart Sebagai Alat Bantu Pembelajaran Ilmu Tajwid Bagi Santri Taman Pendidikan Al- Qur’an Asy- Syams Kulon Progo”. Materi ilmu tajwid memerlukan perhatian yang cukup tinggi dalam mempelajarinya. Oleh karena itu, penggunaan media flipchart diharapkan dapat lebih memperjelas materi ilmu tajwid secara lebih konkrit dimana sebelumnya materi ilmu tajwid hanya disampaikan pengajar secara verbal. Media flipchart tersebut dipilih karena murah dan mudah didapatkan serta dapat digunakan dalam situasi apapun tanpa memerlukan media ataupun alat bantu lainnya dalam penggunaannya.

B. Identifikasi Masalah