Pembahasan Deskripsi penghayatan spiritualitas keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki keluarga Kudus Banteng, Yogyakarta.

74 kadang berdoa masing-masing sebelum tidur. Tapi ke gereja pada hari Minggu selalu menjadi perhatian keluarga kami’.

D. Pembahasan

1. Pandangan Keluarga Katolik tentang Spiritualitas Keluarga Kudus

Spiritualitas dapat diartikan sebagai hidup berdasarkan kekuatan roh Kudus yang mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih, atau sebagai sebuah usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus yang diwujudkan melalui pengalaman iman Kristiani dalam situasi konkrit Heuken, 1995: 277. Spiritualitas juga dimengerti sebagai hal yang paling fundamental, yakni kekuatan hidup yang harus menciptakan kehidupan yang kudus. Manusia hidup dan dipanggil untuk berbagi energi kehidupan yang diperoleh dari energi Ilahi yang bersumber pada Allah Darminta, 2007:63. Dalam tulisan lain bahwa spiritualitas sejati terwujud dalam kehidupan sosial- budaya, ekonomi dan politik, yang memampukan manusia untuk bertahan dalam mewujudkan tujuan dan pengharapannya serta berusaha untuk mencari dan mengenal jalan-jalan Allah Banawiratma, 1990:57. Dari hasil penelitian, hampir semua informan mengatakan, ‘.....semangat hidup keluarga Kudus adalah hidup sederhana, saling memaafkan, saling berbagi dengan sesama yang kekurangan, saling melindungi, menjaga rahasia keluarga agar tidak diketahui oleh orang lain, menyimpan semua perkara dalam hati dan kehidupan keluarga yang religius, kehidupan sosial masyarakat yang baik’. Ada juga informan yang lebih tertarik pada tokoh Yesus Maria dan Yosef sampai anak-anaknya diberi nama Maria, Yosef dan KristoYesus. Sementara jawaban 75 dari informan terakhir, yang merupakan keluarga sederhana, justru sangat relevan dengan konteks pertanyaan penulis, menurut mereka, ‘...keluarga Kudus adalah keluarga yang suci dan taat pada kehendak Allah ’. Sedangkan beberapa informan yang diminta pendapatnya tentang hal ini juga menjawab bahwa, ‘...spiritualitas keluarga Kudus itu lebih mengarah pada semangat hidup sederhana dan saling mengasihi dalam keluarga Kudus yang patut menjadi panutan bagi semua keluarga Katolik’. Dari pendapat di atas, sebenarnya ada temuan menarik, yakni jawaban salah satu informan yang pemaknaan spiritualitas keluarga Kudus justru berangkat dari pengalaman hidup keluarganya. Pemahaman informan ini tentang spiritualitas keluarga Kudus bahkan melampaui pengetahuannya sendiri, di mana justru mengarah pada ketaatan pada kehendak Allah atau dapat dikatakan searah dengan pendapat Heuken 1995 bahwa spiritualitas dapat diartikan sebagai hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus yang mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih, atau sebagai sebuah usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus yang diwujudkan melalui pengalaman iman Kristiani dalam situasi konkrit atau hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus. Oleh karena itu, pandangan para informan yang bervariasi tentang spiritualitas keluarga Kudus dan bahkan jauh dari arti yang sebenarnya mencerminkan adanya keterbatasan pemahaman keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan tentang makna substansial spritualitas keluarga Kudus itu sendiri. Namun demikian, dari keseluruhan jawaban informan menunjukkan bahwa keluarga Katolik di lingkungan itu masih cenderung terjebak pada hal-hal lahiriah, 76 terutama tindakan yang dilakukan oleh para tokoh dalam keluarga Kudus. Hal ini juga menandakan bahwa hampir semua keluarga di lingkungan itu belum memiliki pemahaman yang utuh dan mendalam tentang spritualitas keluarga Kudus. Sementara semangat yang dihidupkan oleh tokoh Yesus, Maria dan Yosef justru lebih mengarah pada sikap hidup yang mengandalkan kekuatan dari Tuhan, sikap hidup penuh penyerahan diri kepada kehendak Allah. Dalam hal ini Roh Kudus menjadi kekuatan hidup yang menciptakan kehidupan yang kudus yang memampukan manusia untuk berbagi energi kehidupan yang diperoleh dari energi Ilahi yang bersumber pada Allah. Di pihak lain, minimnya pemahaman akan spiritualitas keluarga Kudus oleh keluarga Katolik setidaknya sangat mempengaruhi pola hidup sehari-hari, khususnya dalam membangun keluarga seturut ajaran Kristiani. Merebaknya isu keretakan rumah tangga di kalangan sebagian keluarga Katolik, setidaknya menjadi salah satu tanda bahwa belum semua keluarga Kristiani memiliki semangat untuk berserah pada kehendak Allah. Oleh karena itu, peran pemimpin umat adalah berupaya untuk menanamkan dan menumbuhkembangkan spiritualitas keluarga Kudus di setiap keluarga. Ada hal menarik yang dapat menjadi pintu masuk bagi pemimpin umat dalam menginternalisasikan spiritualitas keluarga Kudus, yakni hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki keinginan yang besar menjadi keluarga yang ideal seperti keluarga Kudus. Dengan demikian, spiritualitas keluarga Kudus akan 77 semakin nyata dalam kehidupan konkrit, baik dalam membangun keluarga maupun dalam membangun gereja dan bangsa.

2. Cara Hidup Keluarga Kudus menjadi Model bagi Keluarga Katolik

Keluarga Kudus merupakan contoh yang senantiasa relevan sampai pada realitas hidup keluarga di zaman sekarang. Oleh sebab itu, keluarga Kudus Nasaret sendiri menjadi model yang sempurna, terutama mengenai kesatuan hati, saling memahami, ketaatan dan penyangkalan diri bagi yang lain. Bunda Maria dan Santu Yosef digambarkan sebagai dua pribadi yang disatukan dan diarahkan kepada Yesus. Dalam tulisannnya, Barthier mengungkapkan bahwa hati mereka disatukan kepada Yesus, mengarah kepada sikap takut akan Allah, untuk menyampaikan rasa terima kasih mereka atas pengampunan dosa dan penebusan umat manusia, sehingga kemuliaan Tuhan tinggal dalam hati Maria dan Yosef. Yesus, Maria dan Yosef dengan cara yang paling tinggi menaruh hormat dan berpasrah kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran Yoh 4:24 Sutrisnaatmaka, 1999: 240-246. Oleh karena itu, setiap orang Kristiani yang hendak membangun keluarga, hendaknya belajar dari Keluarga Kudus Nazaret. Menjadi teladan berarti seluruh kehidupan keluarga Yosef, Maria dan Yesus ditiru keteladanannya dalam hal iman, harapan dan kasih serta berpasrah kepada kehendak Allah. Keluarga kudus Nazaret adalah guru iman dan guru dalam kehidupan berkeluarga Hello, 2016:13. Sementara hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya memiliki keyakinan bahwa keluarga Kudus memang pantas dan patut menjadi model bagi setiap 78 keluarga Katolik dalam membangun rumah tangga, meskipun implementasi dalam kehidupan keluarga masih dihadapkan dengan berbagai kendala dan tantangan. Menurut para informan umumnya mengatakan, ‘...hidup keluarga Kudus sejak awal menjadi model bagi keluarga kami, terutama dalam hal kesederhaan, saling berbagi di antara anggota keluarga dan sesama di sekitar, rendah hati, dan selalu menghadiri misa untuk mendengarkan sabda Tuhan’. Selain itu beberapa informan mengatakan, ‘...prinsip dasar yang dihidupkan dalam keluarga Kudus yakni cinta kasih, saling mengampuni, saling memperhatikan di antara anggota keluarga dan sikap saling melayani dengan tulus’. Sedangkan informan 5 sendiri meniru contoh hidup keluarga Kudus, sebagaimana dikatakan, ‘....kami selalu bersyukur atas apapun yang diberikan oleh Tuhan, seperti yang diwariskan oleh Mbah Uti dan Kakung “tidak boleh neko-neko. Ikut jalan yang lurus. Harus ingat Tuhan Yesus selalu menyertai kita, Tuhan selalu melihat perbuatan yang kita lakukan. Oleh karena itu, dalam keluarga selalu berusaha untuk saling menghargai dan mamahami di antara suami istri maupun dengan anak- anak’. Demikian pula dengan uji validasi terhadap beberapa informan terungkap, ‘...keluarga Nasaret memang menjadi model bagi keluarga kami sejak pertama kali membangun rumah tangga. Salah satunya adalah sikap hidup saling berbagi, membangun komunikasi dengan sesama, membangun hidup doa, dan membangun suasana keluarga yang harmonis’. Dari pendapat para informan di atas jelas terlihat bahwa upaya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan untuk mengikuti contoh kehidupan keluarga Kudus memang sudah nampak dalam tindakan nyata sehari-hari. Namun 79 demikian, upaya yang dilakukan itu belum menyentuh hal substansial atau utama dari model yang ditawarkan oleh keluarga Kudus sendiri, yakni memusatkan semua perhatian kepada Allah sebagaimana ditunjukkan oleh keluarga Kudus melalui cara yang paling tinggi, yakni menaruh hormat dan berpasrah kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran Yoh 4:24. Komitmen Maria pun jelas terungkap dalam perkataannya ketika menerima kabar dari Malaikat Gabriel, ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan- Mu itu” Luk 1:38. Komitmen Yosef, ”sesudah bangun dari tidurnya, ia berbuat seperti apa yang dikatan Yesus kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya”Mat 1:24. Dalam konteks kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan sendiri, komitmen untuk taat pada kehendak Allah masih menjadi sebuah usaha yang panjang, belum final sebagaimana diungkapkan oleh beberapa keluarga bahwa hal itu membutuhkan iman yang besar. Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat dipahami bahwa hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan berusaha untuk mengikuti tindakan dari keluarga Kudus atau dengan kata lain terjebak dalam ‘ilusi perilaku’ tokoh keluarga Kudus. Selanjutnya sikap keluarga di lingkungan tersebut lebih mengarah pada usaha untuk membangun hubungan dengan sesama di sekitar, baik dengan istri, suami dan anak-anak maupun dengan masyarakat di sekitarnya. Demikian halnya dengan sikap orangtua yang menerima kenyataan hidup dan tetap semangat di tengah terpaan masalah keluarga semacam itu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 merupakan salah satu bukti bahwa kekuatan atau daya ilahi selalu diberikan oleh Roh Kudus bagi mereka untuk menanggapi berbagai persoalan hidup. Adanya sikap yang digambarkan di atas setidaknya merupakan cerminan bahwa keluarga tersebut mengikuti tindakan yang dilakukan keluarga Kudus yang berusaha untuk menyimpan semua hal di dalam hati, bukan menghayati spiritualitas keluarga Kudus. Menyimpan dalam hal ini bukan semata-mata berpasrah kepada Tuhan tetapi bisa juga untuk menyembunyikan suatu hal yang buruk. Padahal yang dimaksudkan di sini adalah menghindarkan tindakan tercela dari keluarga dengan melalui cara hidup yang selaras dengan jalan Allah, yang dikokritkan dengan senantiasa bertekun dalam doa. Sementara hasil observasi menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes belum berhasil memotivasi kaum muda untuk terlibat dalam kegiatan doa lingkungan. Akibatnya, anak muda yang sebenarnya menjadi pelopor hidup berkomunitas justru menghilang dan akhirnya orangtua yang lebih banyak mengambil peran dalam berbagai kegiatan rohani. Namun demikian, keinginan yang besar keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes untuk menjadikan keluarga Kudus sebagai model dalam membangun keluarga patut diberi apresiasi. Namun, menjadikan keluarga Kudus sebagai teladan Hello, 2016 berarti seluruh kehidupan dan keteladanan keluarga Yosef, Maria dan Yesus ditiru, terutama dalam hal iman, harapan dan kasih serta berpasrah kepada kehendak Allah. Dengan demikian komitmen untuk doa bersama, makan bersama, dan bercanda di antara anggota keluarga, yang selama ini dihalangi dengan kesibukan masing-masing harus dibangun kembali. Dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 semangat tersebut keluarga Katolik akan mampu membangun keluarga seturut contoh yang ditunjukkan oleh keluarga Kudus Nasaret.

3. Pengelolaan Pendapatan dan Pengeluaran Dalam Keluarga Katolik

Yesus dibesarkan dalam keluarga Maria dan Yosef, sehingga keluarga Kudus Nasaret menjadi gambaran historitas Yesus, sejak kanak-kanak sampai Ia tampil di muka umum. Sewaktu-waktu mereka juga harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari; tidak hanya makanan, pakaian, peralatan, melainkan juga kepuasan, kesenangan, kegembiraan, saling menolong. Oleh karena itu, setiap keluarga memiliki hak untuk mengembangkan diri dan memajukan kesejahteraannya tanpa harus dihalangi oleh negara Wignyasumarto, 2007. Keluarga Katolik sejak awal diajari untuk hidup dalam semangat sederhana, sebagaimana diwariskan oleh keluarga Kudus Nasaret. Santu Yosef yang bekerja sebagai tukang kayu adalah contoh bahwa kerja dan materi adalah bagian penting dalam kehidupan keluarga. Akan tetapi secara lugas pesan yang disampaikan Yosef melalui cara hidupnya bahwa materi bukan menjadi tujuan utama dalam bekerja, tetapi menjadi alat untuk memenuhi pelbagai kebutuhan manusiawi mulai dari kebutuhan primer sandang, pangan dan papan, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk mencinta serta dicintai, kebutuhan akan harga diri sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini kemudian meenginspirasi A.H. Maslow, seorang psikolog Amerika Serikat untuk membagi kebutuhan manusia dalam beberapa kategori Hommes, 2009: 137. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 Dalam membangun keluarga Kudus, Yosef dan Maria membangun sikap kesederhanaan dalam hidupnya. Dengan hidup sederhana, Yosef dan Maria menjadi pendidik yang berdaya guna. Hal ini juga menjadi daya tarik bagi keluarga Katolik untuk meneladani sikap hidup Maria dan Yosef, dalam membangun keluarga Kristiani sejati Nugroho, 2012:6-7. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis menunjukkan bahwa hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang menghasilkan pendapatan besar maupun pekerjaan serabutan yang sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada umumnya para informan mengatakan, ‘...pendapatan keluarga yang diperoleh dari kos-kosan, gaji dan berbagai hasil usaha yang digunakan secara cermat dengan prinsip mengutamakan kebutuhan paling mendesak dan menabung serta menempatkan kebutuhan yang kurang penting pada urutan yang terakhir. Berapapun pendapatan yang diperoleh harus dikelola dengan baik dan patut disyukuri atas semuanya itu. Dengan prinsip tersebut, maka pengelolaan keuangan keluarga tidak mengalami hambatan apalagi prinsip dasar pengelolaan keuangan adalah mengutamakan kebutuhan yang mendesak dan menabung’. Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa informan dalam uji validitas, yang mengatakan, ‘...pendapatan kami dari usaha warung di rumah, dari usaha angkringan dan kos- kosan, serta dari gaji sebagai dosen. Dalam mengelola keuangan kami selalu mengedepankan hidup sederhana dan berusaha untuk selalu mengutamakan kebut uhan daripada keinginan’. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 Hal ini menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya memiliki pekerjaan, meskipun sebagian kecil hanya bekerja serabutan dengan penghasilan yang relatif kecil. Menurut pengamatan dan pengalaman langsung penulis selama ini bahwa besar kecilnya pendapatan turut mempengaruhi keaktifan umat di lingkungan atau pun paroki. Keluarga yang berpenghasilan rendah cenderung menarik diri atau tidak terlibat aktif dalam lingkungan karena sibuk bekerja atau mencari pekerjaan sampingan. Sedangkan keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup, selain relatif lebih aktif di lingkungan, juga cenderung lebih mudah untuk mengelola pendapatan mereka. Kondisi pendapatan yang bervariasi demikian, tentu menjadi bagian dari perjuangan setiap keluarga, khususnya keluarga yang berpendapatan rendah untuk mengelola secara bijaksama agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan anggota keluarga secara baik. Oleh karena itu, semangat yang harus dikembangkan di sini adalah hidup sederhana dan mendahulukan kebutuhan, bukan keinginan dan gaya hidup mewah. Dari perspektif spiritualitas keluarga Kudus bahwa keteladanan Maria dan Yosef yang hidup sederhana setidaknya sudah diikuti oleh keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, terutama dalam pengelolaan keuangan keluarga. Dari hasil wawancara dengan para informan di atas ada hal menarik yang terungkap, yakni informan pada umumnya selalu bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Tuhan. Terlebih informan yang merupakan keluarga sederhana secara jujur mengatakan mereka hidup dalam suasana yang berkekurangan. Namun demikian, bagi mereka keterbatasan materi bukan menjadi halangan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 terus berpasrah pada Tuhan, yang dibuktikannya melalui kemampuan untuk menghadapi musibah, yakni kehilangan orang yang dicintai dalam sehari saja. Bagi mereka, menghadapi tantangan yang sebesar itu, tidak bisa mengandalkan materi tetapi justru iman dan hidup sederhana di depan Allah. Hal itu bahkan sudah dibuktikan oleh Maria dan Yosef sewaktu menempuh perjalanan ke Yerusalem setiap hari raya yang dilakukan dengan susah payah tanpa mengeluh, berjalan bersama masyarakat umum yang tidak memiliki banyak harta dan kendaraan mewah seperti masyarakat modern sekarang ini. Hasil wawancara tersebut juga dapat dipahami bahwa salah satu aspek yang menjadi basis bagi keluarga untuk menjalankan roda kehidupan rumah tangga secara baik adalah pendapatan atau materi. Suatu keluarga yang memiliki sumber penghasilan yang potensial dan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari lebih dimungkinkan untuk menata hidup keluarga secara lebih baik dan menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya secara baik pula. Sebaliknya, keluarga yang tidak memiliki sumber penghasilan atau kekurangan materi akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Kondisi kesejahteraan demikian setidaknya menjadi penyebab bagi keluarga Katolik untuk cenderung melalaikan tugas dan kewajiban di kelompok maupun paroki karena sibuk untuk mencari penghasilan tambahan guna menambah pendapatan keluarga. Dalam konteks kehidupan keluarga Katolik kekinian, materi tetap menjadi hal yang penting dalam membangun keluarga. Dengan kata lain, pendapatan memiliki hubungan erat dengan keaktifan suatu keluarga dalam berkomunitas atau bergereja. Akan tetapi yang menjadi keutamaan bagi keluarga Katolik adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 menempatkan materi sebagai hal yang bukan satu-satunya menjadi jaminan bagi suatu keluarga lebih beriman kepada Allah kalau tanpa usaha untuk hidup sederhana dan berbagi dengan sesama yang berkekurangan. Kemampuan keluarga untuk hidup sederhana dan berbagi itulah merupakan gambaran nyata sejauh mana penghayatan spiritualitas keluarga kudus dalam keluarga tersebut. Kemudian pengalaman iman dalam menjalankan hidup keluarga seperti ini setidaknya diamalkan oleh Keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Hidup penuh materi maupun berkekurangan tidak menjadi halangan bagi mereka untuk tetap setia dalam menjalankan panggilan untuk mencari jalan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa spiritualitas keluarga Kudus Nasaret senantiasa relevan dalam setiap derap perjuangan keluarga-keluarga Katolik sejagat sampai di jaman modern sekarang ini. Hal menarik dari hasil pengamatan penulis bahwa hampir sebagian besar keluarga Katolik yang menjadi informan memiliki mobil, motor dan tempat tinggal yang layak huni. Namun demikian, keluarga-keluarga ini tetap menampilkan kehidupan yang sederhana. Fasilitas yang dimiliki seringkali menjadi sarana untuk memperlancar kehidupan keluarga dalam menjalankan berbagai aktivitas. Hal yang menarik dari para informan ini adalah sikap saling berbagi dan kesiapsediaan untuk menolong sesama, misalnya ketika ada rekreasi, ziarah lingkungan, dan kunjungan orang untuk sakit kendaraan yang dimiliki tersebut selalu digunakan menjadi sarana pelancar bagi komunitas tersebut dalam kegiatan-kegiatan semacam itu. 86

4. Tanggung Jawab Keluarga Katolik Terhadap Pendidikan dan

Pengembangan Iman Anak Hal yang paling utama dalam keluarga Kudus adalah pendidikan kerohanian, doa bersama, melakukan kewajiban agama. Hal itulah yang mondorong Yusuf dan Maria untuk mengajak Yesus ke Yerusalem pada hari raya paskah. Hidup Yesus sendiri dibaktikan bagi pelayanan kepada kehendak Bapa yaitu pewartaan kerajaan Allah. Pewartaan Injil-Nya terungkap nyata dalam pelayanan kepada sesama manusia, terutama bagi yang miskin dan tersingkir dari masyarakat. Dikatakan bahwa “Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan dan menurut kebiasaan-Nya pada hari sabat Ia masuk ke rumah-rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab Komisi Kerasulan Kitab Suci KAS 2016:15. Sementara pendidikan tidak terbatas pada pendidikan formal di sekolah tetapi dapat juga dalam bentuk didikan dari orangtua sebagaimana dalam Ams., 13:1 bahwa “anak yang bijak mendengarkan didikan ayahnya KGK Art.2216. Oleh karena itu, kewajiban orangtua adalah mengupayakan pendidikan anak karena hal itu adalah begitu penting sehingga sulit untuk digantikan GE 3. Hak maupun kewajiban orangtua mendidik anak bersifat kakiki KGK Art.2221. Orangtua adalah orang-orang pertama yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Bapa suci Yohanes Paulus II berkata, keluarga merupakan tempat pertama panggilan kristiani dinyatakan. Keluarga adalah tempat partisipasi orang tua dalam misi imamat Kristus sendiri dinyatakan dalam derajatnya yang paling tinggi Eminyan, 2001:236. Di samping itu, keluarga Katolik merupakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 lingkungan pendidikan primer bagi setiap orang Kristiani, di mana anak memperoleh dasar-dasar keterampilan sensomotorik, dasar-dasar kecerdasan bahasa, alam pikiran dan dasar-dasar nilai hidup agama, adat, tata kelakuan. Keluarga memberikan penghiburan, perlindungan serta pertolongan. Penghiburan setelah pulang dari sekolah atau pekerjaan. Perlindungan dan keamanan terhadap ancaman dari luar Hommes, 2009:137. Dari hasil penelitian di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya para informan mengatakan, ‘...pendidikan dan kemajuan iman anak merupakan hal yang penting. Oleh sebab itu, mengembangkan iman anak telah dimulai sejak TK dan SD dengan cara mendorong anak-anak untuk mengikuti sekolah minggu, mendampingi secara langsung saat belajar. Selain itu, perhatian pada pendidikan anak di usia dini dan pendampingan dalam pengembangan iman juga dilakukan dengan cara membiasakan mereka untuk berdoa bersama, ke gereja bersama, aktif dalam doa lingkungan. Semua yang dilakukan pada informan bertujuan agar anak- anaknya dapat sekolah dan sukses serta menjadi orang yang bertakwa pada Tuhan’. Hal ini diperkuat lagi melalui uji validitas dengan meminta pendapat beberapa in forman lain, ‘...meskipun anak-anak kami masih kecil tetapi sejak dini sudah ditanamkan nilai-nilai Kristiani. Kami selalu melatih anak-anak untuk mengikuti perayaan misa di gereja’. Dari hasil penelitian, ada hal unik yang diperoleh dari informan yang merupakan keluarga sederhana di lingkungan itu. Berangkat dari persoalan keterbatasan ekonomi, maka anak-anak dari keluarga ini disekolahkan di sekolah negeri yang terdekat dengan pertimbangan biaya yang lebih murah. Ia 88 mengatakan, ‘....anak kami disekolahkan di SD Negeri karena lebih murah. Di sekolah itu semua siswa beragama Islam. Namun anak kami sangat berani untuk memimpin doa secara Katolik ketika diberi kesempatan oleh guru. Hal ini sudah ditanamkan oleh keluarga sejak dini semangat dan hidup iman dengan melatih berdoa, membacakan cerita-cerita orang kudus, mengajak berdoa bersama dan mengajak ke Gereja ’. Pengalaman hidup para informan di atas setidaknya selaras dengan pernyataan Paus Paulus II di atas yang bermakna bahwa pendidikan merupakan hal krusial bagi anak-anak di jaman modern ini. Pendidikan tidak semata-mata berhubungan dengan kehadiran anak di lembaga sekolah tetapi mulai dari rumah bersama orangtua dan seisi keluarga. Hal ini memungkinkan seorang anak bertumbuh menjadi pribadi yang unggul, yang diharapkan menjadi orang yang mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan secara baik di kemudian hari, termasuk dalam urusan dengan membangun hidup yang mandiri penuh iman kepada Allah. Dengan kata lain, setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan guna mencapai eksistensinya sebagai manusia yang mandiri dan dapat menyumbangkan pikiran maupun karya nyata kepada kemajuan masyarakat ataupun gereja. Sementara tantangan bagi keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan dalam mengembangkan iman anak muncul setelah anak-anak mulai sekolah SMP sampai kuliah. Berdoa atau makan bersama semakin sulit bagi orangtua untuk diwujudkan karena anak-anak semakin sulit diatur. Kemudian pergaulan dengan teman-teman di sekitar lingkungan juga menjadi faktor yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 menghambat upaya orangtua untuk menghidupkan kembali tradisi doa sebagaimana diajarkan oleh keluarga Kudus Nasaret. Dari hasil pembahasan pada bagian ini dapat dipahami bahwa pada umumnya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan dan perkembangan iman anak. Hal ini kemudian diimplementasikan melalui tindakan nyata, yakni mendorong dan mendampingi anak-anak untuk sekolah dan mengikuti kegiatan rohani di gereja. Khusus untuk keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup, cenderung memilih sekolah favorit bagi anaknya. Sementara keluarga yang tidak memiliki penghasilan yang besar lebih memilih sekolah yang murah. Dari hasil pengamatan sepintas penulis bahwa ada sebagian keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan menjadikan pilihan sekolah kepada anak sebagai indikator keberhasilan keluarga dalam membangun rumah tangga. Bahkan ada keluarga yang cenderung memilih sekolah anaknya pada lembaga yang terkenal dengan asumsi bahwa lembaga tersebut akan membantu perkembangan anak menjadi lebih cepat, khususnya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Namun demikian, dalam konteks spiritualitas keluarga Kudus bahwa perhatian para orangtua sudah selaras dengan apa yang dilakukan Santu Yosef dan Maria di Nasaret, yang mana telah mendidik dan mendampingi Yesus selama masa kecil hingga remaja. Hal ini menandakan bahwa semangat keluarga Kudus, terutama dalam hubungannya dengan pengembangan pendidikan dan iman anak sudah dihayati hampir semua keluarga di lingkungan tersebut. 90 Selain hal posistif, keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan tidak jarang dihadapkan dengan tantangan yang membutuhkan kesabaran dan penyerahan kepada kehendak Allah. Di satu sisi, para orangtua menginginkan anak-anak harus sukses. Namun di sisi lain, anak-anak sendiri lebih memilih untuk tidak sekolah karena sibuk dengan pekerjaan lain yang dianggapnya lebih sesuai dengan minatnya. Salah satu pengalaman menarik dari salah satu informan yang adalah seorang pensiunan salah satu Perguruan Tinggi Swasta terkenal di Jogja, justru mengeluh bahwa ada sebagian anaknya tidak mau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena pengaruh pergaulan dengan teman yang kebanyakan adalah remaja putus sekolah. Meski demikian, hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes memiliki kesadaran untuk menyekolahkan anak dan mengupayakan pengembangan iman anak. Bahkan bagi mereka bahwa pendidikan dan perkembangan iman anak merupakan bagian penting yang harus dipenuhi setiap keluarga Katolik, terutama dalam mempersiapkan generasi muda menjadi generasi yang berkualitas dan berguna bagi bangsa dan gereja.

5. Komunikasi Keluarga Katolik dengan Sesama Anggota Keluarga dan

Masyarakat di Sekitar Keluarga sebagai sel masyarakat mempunyai peranan yang pertama dan amat penting dalam mengembangkan masyarakat yang sehat. Ada tiga syarat yang menentukan kesehatan keluarga yakni; kesatuan keluarga monogami, kokohnya keluarga tak terceraikan dan pendidikan yang dilaksanakan oleh orangtua sebagai pendidik pertama dan utama dengan penuh tanggungjawab Paus Yohanes PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 Paulus II, art. 32. Hubungan antara keluarga dan masyarakat menuntut sikap terbuka dari keluarga dan masyarakat untuk bekerjasama membela dan mengembangkan kesejahteraan setiap orang. Dengan demikian identitas kekristenan keluarga Kristiani mengandung makna bahwa keluarga sejatinya dipanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja di tengah dunia. Keluarga Kristiani wajib mewujudkan dirinya menjadi “Gereja Mini” Paus Yohanes Paulus II, 1994, art. 49. Sebagaimana cara hidup jemaat perdana, keluarga kristiani perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap segi iman. Dalam perjalanan dan pergulatan hidup, hendaknya iman semakin digali unsur wawasannya, diungkapkan atau dirayakan dalam doa, dihayati dalam hubungan persaudaraan, diwujudkan dalam tindakan nyata, yang membawa sukacita bagi sesama di sekitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya mampu membangun komunikasi, baik di dalam keluarga maupun dengan masyarakat, meskipun dalam keluarga sendiri seringkali menghadapi banyak hambatan, terutama kesibukan masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh para informan, ‘...keluarga kami sudah dibiasakan untuk terbuka, saling bertukar pikiran, ngobrol antara orangtua dan anak-anak atau bercerita tentang situasi di kantor atau sekolah, menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar dan terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang ada di RT atau Dukuh. Komunikasi dalam keluarga belum ada hambatan. Bagi kami, senyum, sapa dan perhatian adalah kunci untuk menjalin relasi dengan masyarakat seperti yang diajarkan oleh orangtua. Kami selalu berusaha untuk saling memahami kebutuhan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 di antara anggota keluarga dan saling memberi perhatian’. Demikian pula hasil uji validitas dengan tiga informan, ‘..selama ini tidak ada kesulitan bagi kami untuk membangun komunikasi dengan sesama karena keluarga karena sejak awal dibiasakan untuk menjalin hubungan sosial dengan masyarakat sekitar. Selain itu, kami selalu mengkuti kegiatan di lingkungan atau dukuh secara aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan’. Dari pendapat para informan di atas dapat dimaknakan bahwa dalam membangun komunikasi dengan sesama di sekitar setidaknya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes sudah mampu mencerminkan penghayatan terhadap spiritualitas keluarga Kudus, meskipun konsep tentang spirit dimaksud ada yang belum dipahami seperti yang terungkap di bagian awal pembahasan ini. Hal ini merupakan hal mendasar yang harus dimiliki manusia sebagai makluk sosial, di mana setiap orang terlibat dalam interaksi dengan orang lain, baik terjadi melalui komunikasi maupun dalam perjumpaan sehari-hari. Dengan demikian, komunikasi menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, terutama dalam membangun komunitas dalam ruang lingkup yang lebih luas. Temuan lain dari penelitian di lapangan juga menunjukkan hal yang menarik bahwa keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya selalu berupaya untuk menjaga keseimbangan dalam hidup bertetangga dan bermasyarakat, termasuk dalam berkomunikasi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh budaya Jawa, yang merupakan budaya yang dianut sebagian besar umat di mana selalu berusaha untuk tidak campur dalam urusan orang lain, meskipun dalam 93 konteks tertentu hal ini menjadi penghambat, terutama dalam melakukan kontrol kepada sesama umat lingkungan yang kurang aktif. Dengan demikian, umat di lingkungan ini bahkan dipandang sebagai teladan bagi tetangga atau searah dengan harapan Paus di atas yang mengajak seluruh keluarga Katolik agar menjadi teladan dalam masyarakat. Dengan teladan tersebut, keluarga Katolik akan semakin mudah untuk membangun komunikasi, terutama dengan masyarakat yang berkeyakinan berbeda. Sementara untuk membangun komunikasi dalam keluarga, berdasarkan hasil wawancara para informan bahkan memulainya dengan cara yang sederhana, yakni diwujudkan dalam bentuk saling memperhatikan dan mendukung. Menurut mereka bahwa saling menghargai dan memberi kebebasan kepada anak-anak untuk mengekspresikan kebutuhan mereka merupakan bentuk komunikasi yang efektif. Bagi mereka yang berpendidikan rendah, komunikasi sama dengan mengobrol sambil menasihati anak-anak, sambil nonton TV dan pada saat sedang santai. Komunikasi pun bukan sekedar basa-basi tetapi harus memuat nilai saling mendidik, menasihati, mencintai, menghargai orang lain dan saling memberi perhatian. Berkaitan dengan pembahasan tentang membangun komunikasi di dalam keluarga dan masyarakat dipahami bahwa komunikasi merupakan aspek penting di dalam kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Namun dalam melakukan komunikasi, setiap keluarga memiliki strategi dan cara yang berbeda, sesuai dengan karakter keluarga masing-masing. Namun demikian, tidak dapat disangkal bahwa komunikasi telah berperan sangat penting dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 pembiasan nilai-nilai spiritualitas Keluarga Kudus, baik kepada seluruh anggota keluarga dan masyarakat di sekitar. Komunikasi juga menjadi bagian dari penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus secara konkrit.

6. Menyikapi Perbedaan antara Cita-Cita Anak dan Keinginan Orangtua

Rasa hormat dari anak-anak kepada orangtua atau sebaliknya merupakan kecenderungan kodrati yang mempersatukan anggota keluarga satu sama lain KGK Art.2214, 1995:565. Penghormatan anak-anak untuk orangtuanya kasih sayang sebagai anak muncul dari rasa terima kasih mereka atas kehidupan yang diberikan oleh orangtua, sehingga memungkinkan mereka bertumbuh dalam kebebasan, kebijaksanaan dan rahmat KGK Art. 2216. Kasih sayang kepada orang tua nyata dalam kepatuhan dan ketaatan yang baik “anak yang bijak mendengarkan didikan ayahnya Ams. 13:1 KGK Art.2216, kasih sayang kepada orang tua mendukung keserasian kehidupan seluruh keluarga juga m empengaruhi hubungan antar saudara sekandung” hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjuklah kasihmu dalam hal saling membantu” Ef, 4:2 KGK Art.22. Didikan orangtua begitu penting sehingga sulit untuk digantikan GE 3. Hak maupun kewajiban orangtua mendidik anak bersifat kakiki KGK Art.2221. Orangtua adalah orang-orang pertama yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Pendidikan tentang kebajikan dimulai dari rumah dan orang mempunyai tanggungjawab yang besar, memberi contoh yang baik kepada anak KGK Art. 2223. Dewasa ini, keluarga seringkali dihadapkan dengan hambatan yang tidak kecil, termasuk dalam hal mewujudkan keinginan terhadap cita-cita dan masa 95 depan anak-anaknya agar menjadi orang sukses. Di satu sisi, para orangtua tanpa disadari terkesan memaksakan kehendak kepada anak untuk memilih lembaga pendidikan maupun jurusan yang sesuai dengan keinginan, tanpa memberi kesempatan kepada anak untuk memilihnya dengan kehendak bebas. Akibatnya, anak-anak mengalami kegagalan dan bahkan depresi karena apa yang dikehendaki orangtua berbeda dengan minat ataupun kemampuan akademis yang mereka miliki. Temuan penelitian terkait dengan hal ini setidaknya menarik perhatian penulis bahwa sebagian keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan pun tidak luput dari tantangan dalam mendidik dan membesarkan ataupun mengembangkan kepribadian anak, yang mana cita-cita anak seringkali berbeda dari harapan orangtua. Oleh karena itu, salah paham dan bahkan percekcokan sering terjadi dalam kehidupan keluarga. Demikian halnya dengan sikap sebagian anak-anak di lingkungan ini bahkan kurang kooperatif atau tidak searah dengan keinginan orangtua, termasuk dalam memilih pendidikan atau menuruti keinginan orangtua untuk melanjutkan pendidikan. Hal ini diungkapkan oleh para informan, ‘...awalnya kami sedikit memaksakan harapan kami, terutama keinginan agar anak menjadi pemain bola, sehingga kami menyuruh untuk mengikuti kursus main bola. Tetapi keinginan kami ternyata berbeda dengan minat anak karena pada saat kuliah dan kerja anak lebih berminat pada desain grafis. Secara otodidak mereka juga belajar elektronik dan mesin. Melihat minat anak seperti ini, kami berusaha untuk mendukung, terutama membeli perlengkapan yang dibutuhkan anak untuk mengembangkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 keterampilannya. Oleh sebab itu, kami memberikan kebebasan kepada anak untuk menentukan cita-cita dan kami sebatas mendukung saja. Artinya, kami orangtua tetap bertanggungjawab untuk memberi perhatian, dukungan kepada anak atas pilihannya’. Kondisi komunikasi demikian tentu berbeda dengan informan dari keluarga sederhana, yang mengatakan, ‘...kami beryukur, anak-anak kami selama ini bisa diajak bicara dan diatur, termasuk dalam memilih sekolah. Anak-anak memahami keadaan di dalam keluarga karena kami selalu memberitahu mereka bahwa kita orang tak punya ’. Sementara pendapat informan lain dalam uji validitas, ‘....‘meskipun anak-anak kami masih kecil tetapi sejak awal kami berniat untuk menyerahkan semua keputusan kepada anak-anak. Kami hanya menjadi pengarah, membimbing dan memberi pertimbangan agar mereka nanti tidak salah dalam menentukan pilihan atau cita-cita. Menurut kami bahwa saat ini adalah memahami bakat anak-anak dan menyiapkan dana untuk membiayai pendidikan anak sesuai dengan cita- cita mereka’. Dari hasil penelitian di atas dapat dipahami bahwa dalam menyikapi perbedaan cita-cita anak dengan keinginan orangtua membutuhkan sikap bijaksana. Orangtua harus lebih sabar untuk memberi masukan kepada anak agar memilih lembaga pendidikan yang memiliki peluang kerja bagi masa depan anak. Hal ini sebenarnua juga dialami oleh Maria dan Yosef yang dengan susah payah menempuh perjalanan jauh untuk kembali mencari Yesus di Yerusalem karena sedang berdiskusi dengan ahli Taurat. Perjalanan jauh di sini dapat dimaknakan sebagai upaya yang penuh sabar dan bijaksana, bukan berputus asa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 Dari perspektif spiritualitas keluarga Kudus di atas, maka sikap sebagian orangtua di Lingkungan St. Yohanes Kentungan khususnya dalam konteks ini setidaknya sudah mencerminkan semangat keluarga Kudus Nasaret. Meski demikian, hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki kecenderungan untuk memaksakan keinginan kepada anak, termasuk dalam hal cita-cita, baik melalui pemilihan sekolah maupun kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat. Sebaliknya, anak-anak justru memiliki pilihan sendiri yang dilandasi dengan alasan sesuai dengan bakat passion. Namun di pihak lain, tidak sedikit fakta yang menunjukkan bahwa banyak juga anak-anak yang gagal dalam mencapai cita-cita karena diberi kebebasan sepenuhnya oleh orangtua, termasuk dalam menentukan pilihan sekolah tanpa mempertimbangkan manfaat dari pendidikan dan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan pendidikan yang ditempuh. Oleh karena itu, pemilihan lembaga maupun jenis pendidikan sesungguhnya menjadi aspek penting yang harus diperhitungkan secara matang oleh anak-anak bersama orangtua mengingat persaingan untuk memperoleh pekerjaan dewasa ini semakin ketat dan cenderung menuntut spesialisasi keilmuan yang sesuai dengan bidang kerja dimaksud. Hal ini mesti menjadi perhatian bersama antara orangtua dan anak sepanjang proses untuk mendampingi anak-anak.

7. Hidup Doa, Menggereja dan Hambatannya bagi Keluarga Katolik

Doa biasanya dilakukan dalam liturgi, doa pribadi ataupun doa secara bersama-sama. Sikap yang perlu dibina dalam doa adalah mendengarkan Allah yang bersabda kemudian kita menjawab Harjawiyata 1979. Kemudian identitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 kekristenan keluarga Katolik mengandung makna bahwa keluarga tersebut dipanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja yang wajib mewujudkan dirinya menjadi “Gereja Mini”. Sebagaimana cara hidup jemaat perdana, keluarga kristiani perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap segi iman. Dalam perjalanan dan pergulatan hidup, hendaknya iman semakin digali unsur wawasannya, diungkapkan atau dirayakan dalam doa, dihayati dalam hubungan persaudaraan, diwujudkan dalam tindakan nyata, yang membawa sukacita bagi sesama Paus Yohanes Paulus II, 1994, art.49. Oleh karena itu, hidup doa dan menggereja menjadi hal yang utama bagi keluarga Katolik dalam membangun keluarga yang ideal. Keluarga Kristiani mempunyai tugas pokok dalam mengembangkan misi Gereja yang mengacu pada hidup Yesus sebagai Nabi, Imam, dan Raja. Tugas kenabian yaitu bersikap kritis terhadap situasi berkenaan dengan kehendak Allah dengan mewartakan sabda Paus Yohanes Paulus II, 1994 art.51. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama bagi hidup anak-anak menjadi tempat subur bagi pewartaan Sabda Allah, pembinaan iman dan katekese dalam keluarga. Tugas imamat keluarga Kristiani yaitu menyucikan yang dilaksanakan lewat pertobatan dan saling mengampuni, serta memuncak dalam penyambutan Sakramen Tobat Paus Yohanes Paulus II, art.58. Tugas pengudusan dari orang tua dilaksanakan dalam doa bersama yang terpusat pada peristiwa hidup berkeluarga. Hal ini sudah dicontohkan oleh keluarga Kudus dalam membangun pendidikan kerohanian, doa bersama, melakukan kewajiban agama seperti yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 dilakukan Yusuf dan Maria yang mengajak Yesus ke Yerusalem pada hari raya paskah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, khususnya yang memiliki anak yang sudah dewasa mengatakan, ‘...berdoa bersama dalam keluarga sudah jarang dilakukan, meskipun waktu anak-anak masih kecil masih ada doa bersama, doa rosario bersama. Semenjak anak-anak sudah kuliah semakin susah untuk berdoa bersama keluarga kami jarang doa bersama karena ada hambatan untuk doa bersama dalam keluarga. Kalau dalam hidup menggereja kami berusaha aktif mengikuti kegiatan di lingkungan, koor dan doa rosario. Namun hambatan bagi kami waktu yang sangat terbatas, terkadang anak pulang sudah malam dengan tugas-tugas sekolah yang harus diselesaikan. Anak-anak sudah lelah, tidak memungkinkan untuk mengajak mereka berdoa bersama. Hambatan lain karena kesibukan masing- masing dan kemauan setiap anak juga sangat berbeda. Oleh karena itu, anak-anak ada yang jarang ke gereja ’. Sementara sebagian keluarga atau informan yang memiliki anak yang masih kecil mengatakan, ‘..kami mengajarkan anak-anak untuk berdoa saat bangun pagi, makan, belajar dan sebelum tidur. Kami sebagai orangtua memberi teladan, mengingatkan anak-anak untuk berdoa. Kami memberi berkat kepada anak-anak sebelum tidur dan berangkat ke sekolah. Doa rosario bersama dalam keluarga setiap malam minggu sudah berjalan meskipun masih bolong-bolong. Kami juga membiasakan diri mengikuti misa harian, hari minggu dan hari raya lainnya secara bersama’. Khusus untuk informan 5 mengatakan, ‘melalui berdaoa 100 bersama kami mengajarkan anak-anak untuk selalu bersyukur kepada Tuhan atas apapun yang diterima. Keluarga kami pernah mengalami peristiwa kehilangan saudara kandung dari istri dan anak kandung dalam satu hari. Pengalaman ini membuat kami semakin rajin berdoa dan ke Gereja ’. Sementara uji dalam uji validitas para informan mengungkapkan, ‘..doa merupakan hal penting bagi kita. Tetapi seringkali kami tidak dapat melakukan itu bersama keluarga karena berbagai kesibukan pekerjaan. Apalagi dalam kondisi fisik yang sudah lelah karena bekerja seharian kami kadang berdoa masing- masing sebelum tidur. Tapi ke gereja pada hari Minggu selalu menjadi perhatian keluarga kami’. Dari pengalaman dan gambaran yang diperoleh penulis dari para informan tentang hidup doa dan menggereja bahwa hampir semua keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan mengalami kesulitan untuk berdoa bersama dalam keluarga. Selain karena sibuk dengan berbagai urusan, terabaikannya kebiasaan doa dalam keluarga tersebut lebih disebabkan oleh pengaruh pergaulan anak-anak di jaman sekarang ini yang cenderung lebih memilih untuk bermain di luar rumah dari pada berkumpul bersama dengan orangtua. Oleh karena itu, setiap anggota keluarga merasa tidak memiliki waktu untuk berdoa bersama, diskusi bersama, dan makan bersama. Di pihak lain, doa adalah hal yang utama dalam kehidupan keluarga Katolik. Pengalaman iman seorang informan yang kehilangan dua orang yang dicintai dalam sehari, namun tetap kuat justru karena doa yang memampukan mereka tetap tegak untuk menerima kenyataan tersebut. Hal ini mesti menjadi 101 pelajaran yang patut dipetik maknanya bahwa doa merupakan kekuatan untuk menghadapi masalah dalam kehidupan berkeluarga. Oleh karena itu, keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan selalu berjuang untuk menghidupkan semangat doa dalam keluarganya masing-masing, meskipun dihadapkan dengan tantangan yang besar, terutama setiap anggota keluarga merasa tidak memiliki waktu yang cukup ataupun sedetikpun untuk berdoa bersama. Hal ini menjadi modal bagi kehidupan menggereja yang dihidupkan mulai dari setiap keluarga Katolik dan seluruh umatnya. Di samping itu, unsur pokok untuk membangun spiritualitas di dalam kehidupan keluarga adalah iman yang melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia, yang dihayati dan diamalkan terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari yang diawali dengan membangun kebiasan atau tradisi doa dalam keluarga. Hal ini berarti bahwa meskipun setiap keluarga dibangun di atas landasan iman kepada Yesus sendiri tetapi tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui tindakan konkrit doa, maka sesungguhnya hal itu adalah sia-sia. Artinya, yang paling utama di sini adalah penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan konkrit, bukan terjebak dalam simbolisasi Yesus semata. Dengan demikian, spritualitas keluarga Kudus dapat menghasilkan banyak buah yang dimanifesasikan dalam sikap hidup dan tindakan yang mendatangkan kebahagian kepada semua orang.

E. Usulan Program Untuk Meningkatkan Penghayatan Keluarga Katolik