Penerapan Teknologi Sebagai Faktor Risiko Kesehatan Pertanian Kualitas Kesehatan Petani Indonesia

Banyak wilayah kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan utaman daerah PAD. Di dalam sektor pertanian termasuk diantaranya subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Dengan demikian, angkatan kerja yang termasuk petani adalah mereka yang bekerja pada pertanian tanaman pangan seperti padi, jagung, sagu, pemetik teh, pemetik kelapa, petani gula, kelapa, kopra, perkebunan lada, karet, tanaman hortikultura sayur mayur, dan lain lain. Berdasarkan catanan yang ada, petani tanaman pangan masih merupakan jumlah terbesar. Oleh sebab itu, sudah selayaknya kesehatan petani, baik kesehatan sebagai modal awal untuk bekerja, maupun risiko bekerja, harus dikelola dengan baik dan professional.

2.3.1. Penerapan Teknologi Sebagai Faktor Risiko Kesehatan Pertanian

Tanaman Pangan Persoalan utama higiene perusahaan dan kesehatan kerja di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan adalah lokasi dan beroperasinya perusahaan yang biasanya berada di daerah rural pedesaan, sehingga higiene dan kesehatan pedesaan langsung mempengaruhi keadaan higiene dan kesehatan masyarakat petani dan pekebun serta masyarakat kehutanan. Selain itu tenaga kerja menghadapi risiko aneka penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja serta perlunya penyesuaian terhadap perkembangan cara kerja dan proses produksi dengan menggunakan teknologi baru Suma’mur,2009. Dalam perspektif kesehatan, penerapan teknologi adalah health risk. Baik teknologi yang bersifat software maupun hardware. Oleh sebab itu, ketika terjadi Universitas Sumatera Utara perubahan ataupun pemilihan sebuah teknologi, secara implisit akan terjadi perubahan ataupun pemilihan sebuah teknologi, secara implisit akan terjadi perubahan faktor risiko kesehatan. Teknologi mencangkul kini digantikan traktor, akan mengubah faktor risiko kesehatan yang dihadapi petani. Menurut Achmadi, masyarakat petani tanaman pangan dapat didentifikasi menjadi tiga kelompok : a. Kontak tani, dikenal sebagai petani yang berpengetahuan luas, mudah mengadopsi teknologi baru, memiliki jiwa kepemimpinan. b. Tani maju, petani yang berpengetahuan luas dan mudah menerima pengetahuan baru. c. Tani naluri, yang hanya mengikuti petani a dan b. Ketiga jenis petani diarahkan untuk berkelompok dan bekerja sama dalam dalam kelompok kelompok tani, yang secara hamparan lahan pertanian menjadi lebih luas dan tentu saja lebih efektif serta produktif.

2.3.2. Kualitas Kesehatan Petani Indonesia

Untuk mendukung perekonomian wilayah kabupaten, sekaligus perekonomian nasional maka sudah selayaknya kualitas petani khususnya aspek pendidikan dan kesehatannya dikelola dengan baik. Kesehatan merupakan salah satu dari 3 tiga unsur pokok penentu Indeks Perkembangan Manusia Human Development Index bersama dengan status sosial ekonomi dan pendidikan. Kualitas petani, langsung maupun tidak, berhubungan dengan tingkat Indeks Perkembangan Manusia IPM ini. Untuk menghadapi persaingan nasional maupun global indeks Perkembangan Universitas Sumatera Utara Manusia IPM dapat digunakan sebagai indikator kesiapan wilayah kabupaten dan kota. Dalam Indeks Perkembangan Manusia IPM kesehatan petani harus dilihat dalam dua aspek perspektif. Yakni, kesehatan sebagai modal kerja, dan aspek penyakit kaitannya dengan pekerjaan, khususnya faktor risiko akibat penggunaan teknologi baru dan agrokimia. Bekerja sebagai petani memerlukan modal awal. Selain stamina, kondisi fisik harus mendukung pekerjaan tersebut. Seorang petani jangan sampai sakit sakitan. Kemudian tingkat pendidikan dan kesehatan petani diperlukan untuk mendukung produktivitas. Salah satu masalah yang mengganggu perkembangan kualitas kesehatan petani adalah sanitasi dasar. Sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, jamban keluarga, serta sarana rumah sehat yang memadai. Aksesibilitas petani dan masyarakat miskin terhadap air bersih dan sangat rendah. Demikian pula terhadap jamban. Banyak keluarga penduduk pedesaan tidak memiliki jamban keluarga. Dari data Riskesdas yang ada menunjukkan bahwa rata-rata nasional, penduduk yang akses terhadap sarana air bersih pada tahun 2002, hanya 72,3. Sedangkan yang memiliki jamban keluarga hanya 63,85. Secara proporsional aksesibilitas terhadap air bersih penduduk perkotaan lebih baik ketimbang penduduk pedesaan Ditjen PPML 2003 dalam Achmadi, 2012. Sanitasi dasar merupakan salah satu faktor risiko utama timbulnya penyakit- penyakit infeksi baik yang akut seperti kolera, hepatitis A, maupun kronik seperti disentri, infeksi cacing, bakteri Coli, maupun penyakit infeksi kronik lainnya. Setiap Universitas Sumatera Utara petani akan mengalami kesakitan morbiditas. Apabila seseorang menderita diare kronik jelas akan mengganggu produktivitas bekerja. Demikian pula batuk pilek kronik, akibat ventilasi atau kondisi perumahan yang buruk. Penderita gizi buruk dan kecacingan tidak bisa bekerja dengan baik. Penyakit kronik yang berkaitan dengan sanitasi dasar yang buruk, merupakan contributor terhadap tingginya absentiisme di kalangan petani dan lebih lanjut penurunan produktivitas.

2.3.3. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan Petani