- Diare berdarah
- Nyeri perut
- Mual dan muntah
- Berat badan menurun
- Kadang kadang terjadi prolaps dari rectum yang melalui pemeriksaan
proktoskopi dapat dilihat adanya cacing cacing dewasa pada kolon atau rektum penderita
Pemeriksaan darah pada infeksi yang berat, hemoglobin dapat berada di bawah 3 g dan menunjukkan gambaran eosinofilia eosinofil 3. Pemeriksaan
tinja dapat menemukan telur cacing yang khas bentuknya. Pada tahun 1976, bagian parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan
trikuriasis berat, semuanya menderita diare yang menahun selama 2-3 tahun. Kini kasus berat trikuriasis tidak pernah dilaporkan lagi di Jakarta.
Infeksi berat Trichus trichiura sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau
sama sekali tanpa gejala; parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja urin.
e. Diagnosis
untuk menegakkan diagnosis pasti, dilakukan pemeriksaan tinja untuk menemukan telur cacing yang khas bentuknya. Pada infeksi yang berat pemeriksaan
proktoskopi dapat menunjukkan adanya cacing dewasa pada rektum penderita.
f. Pengobatan
Sebaiknya diberikan kombinasi obat-obat cacing yaitu:
Universitas Sumatera Utara
- Pirantel pamoat 10 mgkg berat badan dan oksantel pamoat 10-20 mgkg
berat badanhari yang diberikan bersama dalam bentuk dosis tunggal, atau -
Kombinasi Mebendazol dan pirantel pamoat. -
Pemberian satu jenis obat dapat diberikan: -
Mebendazol dengan dosis 2 x 100 mghari selama 3 hari berturut turut; -
Levamisol dapat diberikan dengan dosis tunggal 2,5 mgkg berat badanhari.
Bila terdapat anemia, diberikan preparat besi disertai dengan perbaikan gizi penderita.
g. Pencegahan
Pencegahan penularan trikuriasis dilakukan melalui pengobatan penderita atau pengobatan masal untuk terapi pencegahan terhadap terjadinya reinfeksi di daerah
endemis.Memperbaiki higiene sanitasi perorangan dan lingkungan, agar tak terjadi pencemaran lingkungan oleh tinja penderita, misalnya membuat WC atau jamban
yang baik disetiap rumah. Memasak makanan dan minuman dengan baik dapat membunuh telur infektif cacing Soedarto,2008.
h. Epidemiologi
Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira
kira 30 C. di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan
sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30-90.
Universitas Sumatera Utara
Didaerah yang sangat endemic infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi
dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri-negeri
yang memakai tinja sebagai pupuk Gandahusada, dkk, 2006
2.2.4. Strongyloides stercoralis
Cacing benang threadworm yang menyebabkan strongiloidiasis ini merupakan cacing zoonosis yang tersebar luas di daerah tropis yang tinggi
kelembapannya. Cacing betina dewasa hidup parasitik di dalam membran mukosa usus halus, terutama di daerah duodenum dan jejunum manusia dan beberapa jenis
hewan. Cacing jantan jarang ditemukan di dalam usus hospes definitifnya.
a. Siklus hidup
Untuk melengkapi siklus hidupnya cacing ini tidak memerlukan hospes perantara. Hospes definitive tempat cacing dewasa hidup adalah manusia, sedangkan
beberapa jenis hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir sehingga juga menjadi sumber penularan bagi manusia. Telur cacing yang oleh induk cacing dikeluarkan di
dalam mukosa usus, akan segera menetas menjadi rabditiform. Kemudian larva ini akan berkembang melalui tiga jalur siklus hidup, yaitu:
1. Autoinfection. Di dalam usus, larva rabditiform berubah menjadi larva
filariform, yang kemudian menembus mukosa usus dan berkembang menjadi cacing dewasa.
2. Siklus hidup langsung. Larva rabditiform bersama tinja penderita jatuh ke
tanah, tumbuh menjadi larva filariform yang infektif. Jika menembus kulit
Universitas Sumatera Utara
hospes, akan terjadi lung migration, dan selanjutnya berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus penderita.
3. Siklus hidup tidak langsung. Larva rabditiform bersama tinja penderita
jatuh ke tanah, berkembang menjadi dewasa yang hidup bebas free living di tanah, lalu melahirkan larva larva rabditiform. Larva rabditifrom ini di
tanah tumbuh menjadi larva filariform yang infektif menembus kulit hospes, diikuti terjadinya lung migration, kemudian tumbuh dan
berkembang menjadi cacing dewasa di dalam usus penderita.
b. Patogenesis