5.2.  Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Penyakit kecacingan banyak ditemukan di daerah dengan kelembapan tinggi, terutama  pada  masyarakat  dengan  kebersihan  diri  dan  sanitasi  lingkungan  yang
kurang  baik.  Masyarakat  tani  merupakan  golongan  yang  sering  terkena  infeksi kecacingan  karena  sering  berhubungan  dengan  tanah.  Perilaku  personal  higiene
responden yang menjadi faktor risiko infeksi kecacingan antara lain kebersihan kuku, penggunaan alas kaki dan kebiasaan cuci tangan.
Berdasarkan  hasil  pemeriksaan  feses  responden  yang  telah  dilakukan dilaboratorium,  didapati  bahwa  33  orang  atau  100  responden  ditemukan  adanya
telur cacing pada tinja mereka. Terdapat 27 orang 81,8 responden yang terinfeksi Ascaris  lumbricoides  cacing  gelang,  yang  merupakan  jenis  cacing  dari  golongan
filum  Nemathelmines  dan  masuk  kelompok  nematoda  usus.  Cacing  ini  hidup  di usus  dan  penularan  terjadi  melalui  makanan  dan  minuman  yang  masuk  ke  dalam
usus. Infeksi cacing ini disebut dengan Ascariasis Zulkoni, 2010. Di Indonesia prevalensi ascariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya
antara  6-90.  Kurangnya  pemakaian  jamban  keluarga  menimbulkan  pencemaran tanah  dengan  tinja    di  sekitar  halaman  rumah,  di  bawah  pohon,  di  tempat  mencuci
dan  di  tempat  pembuangan  sampah.  Hal  ini  akan  memudahkan  terjadinya  reinfeksi. Di Negara-negara tertentu terdapat kebiasan memakai tinja sebagai pupuk. Tanah liat,
kelembapan  tinggi  dan  suhu  yang  berkisar  antara  25-30 C    merupakan  hal  yang
sangat  baik  untuk  berkembangnya  telur  A.  lumbricoides.  Anjuran  mencuci  tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, pemakaian jamban keluarga, serta
pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan dapat mencegah ascariasis.
Universitas Sumatera Utara
Penyakit Ascaris  disebabkan oleh cacing Ascaris Lumricoides. Penyakit ini ditemukan  kosmopolit.  Survey  yang  dilakukan  di  Indonesia  antara  tahun  1970-1980
menunjukkan  pada  umumnya  prevalensi  70  atau  lebih.  Prevalensi  tinggi  sebesar 78,5  dan  72,6  masih  ditemukan  pada  tahun  1998  pada  sejumlah  murid  dua
sekolah dasar di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara sistematis terhadap cacing
yang ditularkan melalui tanah sejak tahun 1987 di sekolah-sekolah dasar. Prevalensi Ascaris  sebesar  16,8  di  beberapa  sekolah  di  Jakarta  Timur  pada  tahun  1994  turun
menjadi 4,9 pada tahun 2000. Cacing stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor  cacing  betina  dapat  bertelur  sebanyak  100.000-200.000  sehari,  terdiri  dari
telur  yang dibuahi dan  yang tidak dibuahi. Telur  yang  dibuahi berkembang  menjadi bentuk  infeksi  dalam  waktu  kurang  lebih  3  minggu.  Bentuk  infektif  ini  bila  tertelan
oleh  manusia,  menetas  di  usus  halus  dan  larvanya  menembus  dinding  usus  halus menuju pembuluh darah, lalu di alirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah
ke  paru.  Larva  di  paru  menembus  dinding  pembuluh  darah,  lalu  dinding  alveolus hingga  pada  akhirnya  menuju  ke  faring  sehingga  menimbulkan  rangsangan  pada
faring  yang  menyebabkan penderita menjadi batuk dan larva akan tertelan ke dalam esophagus  lalu  menuju  ke  usus  halus.  Di  usus  halus  larva  berubah  menjadi  cacing
dewasa.  Ketika  seseorang  sudah  terinfeksi  cacing  ini,  terutama  pada  anak  dapat menyebabkan malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi.
Didapati  juga  bahwa  terdapat  2  orang  6,1  responden  yang  terinfeksi Trichuris  trichiura  atau  yang  sering  disebut  sebagai  cacing  cambuk  whip  worm.
Cacing  yang  hidup  dalam  sekum  dan  colon  penderitanya  ini,  dapat  membenamkan
Universitas Sumatera Utara
kepalanya kedalam dinding usus. Kadang-kadang cacing ini dapat ditemukan hidup di apendiks  dan  ileum  bagian  distal.  Infeksi  cacing  ini  disebut  dengan  Trichuris
Soedarto, 2008. Penyakit  Trichuris  disebabkan  oleh  cacing  Trichura.  Yang  penting  untuk
penyebaran penyakit ini adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh ditanah liat,  tempat  lembab  dan  teduh  dengan  suhu  optimum  30
C.  diberbagai  negera pemakaian  tinja  sebagai  pupuk  kebun  merupakan  sumber  infeksi.  Frekuensi  di
Indonesia  tinggi  terutama  didaerah  pedesaan  yaitu  antara  30-90.  Di  daerah  yang sangat  endemic  infeksi  dapat  dicegah  dengan  pengobatan  penderita  Trichuriasis,
pembuatan  jamban  yang  baik  dan  pendidikan  tentang  sanitasi  dan  kebersihan perorangan,  terutama  anak.  Mencuci  tangan  sebelum  makan,  mencuci  dengan  baik
sayuran  yang  dimakan  mentah,  adalah  penting.  Apalagi  dinegeri-negeri  yang memakai tinja sebagai pupuk.
Berdasarkan  hasil  penelitian  ada  juga  ditemukan  4  orang  12,1  responden yang  terinfeksi  2  jenis  cacing  sekaligus,  yaitu  Ascaris  lumbricoides  dan  Trichuris
trichiura.  Ini  dikarenakan  cacing  dapat  menginfeksi  hospesnya  secara  simultan  oleh beberapa jenis cacing sekaligus Zulkoni, 2010. Tetapi pada infeksi berat, penderita
akan  mengalami  gejala  dan  keluhan  berupa  anemia  berat  dengan  hemoglobin  dapat kurang dari 3, diare berdarah, nyeri perut, mual dan muntah, berat badan menurun
dan kadang terjadi prolapsSoedarto, 2008. Sedangkan hasil dari wawancara terhadap responden yang terinfeksi Ascaris
lumbricoides  dan  Trichuris  trichiura  ini,  terdapat  2  orang  yang  memiliki  gejala infeksi  berat,  karena  penderita  mengalami  keluhan  berupa  sakit  kepala  tak
Universitas Sumatera Utara
tertahankan,  nyeri  pada  perut,  mual  dan  muntah,  gatal-gatal  pada  daerah  anus,  dan terdapat  1  orang  responden  yang  berat  badannya  menurun.  Setelah  bekerja  sama
dengan  Puskesmas  kota  kabanjahe,  maka  setiap  penderita  Trichuris  trichiura  ini diberikan obat cacing berupa tablet Albendazole.
Tiga puluh responden di Desa katepul memang memiliki higiene perorangan dengan  kategori baik, namun didapati semua  responden mengalami  kecacingan. Hal
ini  dikarenakan  banyak  petani  yang  tidak  memakai  alat  pelindung  diri  pada  saat bekerja  berupa  alas  kaki,  juga  dikarenakan  mereka  tidak  memakan  obat  cacing  atau
memakan obat cacing yang tidak dapat membunuh cacing-cacing yang dapat menular melalui tanah soil transmitted helminthes.
5.3. Faktor-Faktor Penyebab Kecacingan