b. Penarikan Kesimpulan Lampiran VI hal 100 .
Tabel 4.17 Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap Uji
Sertifikasi Ditinjau dari Golongan Ruang.
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Between Groups 30.121
3 10.040
.234 .872
Within Groups 4373.917
102 42.882
Total 4404.038
105
Tabel 4.17 di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian persepsi guru terhadap Uji sertifikasi ditinjau dari golongan ruang jumlah kuadrat
antara groups sebesar 30,121 dan rata-rata kuadrat 10,040. Jumlah kuadrat di antara groups 4373,917 dan rata-rata kuadrat 42,882. Nilai
F
hitung
= 0,234 lebih kecil dari F
tabel
= 3,087. Nilai probabilitas 0,872 lebih besar dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan menolak hipotesis alternatif. Artinya tidak
ada perbedaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari golongan ruang.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Persepsi Guru Terhadap Uji Sertifikasi Ditinjau dari Tingkat Pendidikan
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari tingkat
pendidikan. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai F
hitung
0,217 lebih kecil dari F
tabel
3,08. Nilai probabilitas 0,805 lebih besar dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan deskripsi data tentang tingkat pendidikan guru diperoleh hasil sebagai berikut guru berpendidikan SMP-SMA sebanyak
6 responden, berpendidikan D1-D4 sebanyak 20 responden berpendidikan S1-S3 sebanyak 80 responden. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan S1-S3. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap uji sertifikasi
diperoleh hasil sebagai berikut untuk kriteria sangat setuju sebanyak 3 responden, setuju sebanyak 51 responden, ragu-ragu sebanyak 47
responden, tidak setuju sebanyak 5 responden, dan sangat tidak setuju tidak ada responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
guru mempunyai persepsi setuju. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru setuju dengan uji sertifikasi dengan menyusun 10
komponen portofolio. Hasil deskripsi data tingkat pendidikan guru sebagian besar
berpendidikan S1-S3. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru sebagian besar telah menempuh pendidikan formal yang tinggi dan dapat
mengikuti uji sertifikasi. Pada umumnya orang-orang sependapat bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai oleh seseorang
maka semakin luas wawasan serta pengetahuannya pada suatu bidang tertentu sesuai dengan profesi yang ingin diraihnya.
Hasil penelitian menunjukkan adanya kesamaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi, yaitu persepsi setuju terhadap sertifikasi.
Menurut peneliti adanya kesamaan persepsi tersebut disebabkan adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesamaan dalam memahami informasi tentang sertifikasi sehingga membentuk pola pikir yang sama yaitu meskipun tingkat pendidikan
berbeda dengan adanya program sertifikasi guru dapat meningkatkan kesejahteraan guru berupa tunjangan gaji pokok. Persepsi yang sama
menunjukkan bahwa para guru di Kecamatan Prambanan setuju dengan adanya uji sertifikasi.
Menurut Buku 3 Pedoman Penyusunan Portofolio 2010 menuliskan bahwa kualifikasi akademik untuk mengikuti proses uji
sertifikasi adalah ijasah pendidikan tertinggi yang dimiliki guru pada saat yang bersangkutan mengikuti sertifikasi baik pendidikan SLTA
termasuk guru yang memiliki ijasah di bawah SLTA, D-I, D-II, D-III, D-IV, S-1, S-2 atau S-3 dalam maupun luar negeri. Selain itu banyak
opini di masyarakat terhadap sertifikasi guru yang ditulis dalam media cetak maupun elektronik sehingga ada kesamaan persepsi terhadap uji
sertifikasi. Opini yang baik terhadap program sertifikasi ini membentuk persepsi positif terhadap uji sertifikasi. Misalnya pernyataan bahwa
program sertifikasi hendaklah jangan dipandang sebagai proses legalisasi semata, akan tetapi harus dipandang sebagai proses untuk meningkatkan
kompetensi guru. Ini berarti guru setuju dengan komponen uji sertifikasi yang meliputi kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan,
pengalaman pengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman berorganisasi, dan penghargaan yang relevan dari pemerintah.
Para guru setuju penyelenggaraan uji sertifikasi oleh perguruan tinggi yang ditunjuk oleh pemerintah. Ini berarti mereka dapat menerima
terhadap penilaian portofolio dimaksudkan untuk membentuk guru yang profesional. Mereka berpendapat jika profesional pasti akan dihargai
dengan tunjangan yang lebih baik dari pemerintah. Pola pikir tersebut yang menjadi alasan mengapa guru di Kecamatan Prambanan memiliki
persepsi yang sama terhadap sertifikasi.
2. Persepsi Guru Terhadap Uji Sertifikasi Ditinjau dari Status Guru.
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari status guru.
Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai T
hitung
= 0,883 lebih kecil dari T
tabel
= 1,985. Nilai probabilitas 0,379 lebih besar dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05. Berdasarkan deskripsi data diketahui guru berstatus PNS sebanyak
89 responden, berstatus GTY sebanyak 17 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus PNS. Deskripsi
data tentang persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari status guru diketahui kriteria sangat setuju sebanyak 3 responden, setuju
sebanyak 51 responden, ragu-ragu sebanyak 47 responden, tidak setuju sebanyak 5 responden, dan sangat tidak setuju tidak ada responden.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru mempunyai persepsi positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru setuju dengan uji
sertifikasi yang terdiri dari 10 komponen portofolio. Hasil deskripsi data tentang status guru sebagian besar guru
berstatus PNS. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru diangkat dan bekerja dalam suatu instansi milik pemerintah serta guru
dipekerjakan di suatu instansi swasta tetapi tetap digaji oleh negara. Guru yang berstatus GTY dipandang akan menjalankan tugas lebih berat
untuk bisa menaikkan statusnya dibanding guru yang berstatus PNS. Hal ini dikarenakan, meskipun jam mengajar guru PNS lebih sedikit dan
kurang berprestasi tidak akan mengubah statusnya dan akan tetap memperoleh kenaikan pangkat yang berkala. Berbeda dengan guru yang
berstatus GTY, mereka perlu kerja keras menunjukkan keprofesionalnya untuk mendapatkan kenaikan pangkat. Latar belakang status guru ini
yang akan menimbulkan perbedaan persepsi terhadap sertifikasi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Wolberg 1967 dalam Arum 2010:61-62 yang menuliskan bahwa sebagai makhluk sosial yang juga sebagai makhluk individu akan
memiliki persepsi yang berbeda antara individu satu dengan individu yang lain terhadap suatu obyek. Perbedaan persepsi inilah yang
menyebabkan sesorang menyenangi dan memandang positif suatu objek sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci objek tersebut, hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ini sangat tergantung bagaimana seseorang menanggapi objek tersebut dengan persepsinya.
Sebaliknya, hasil penelitian menunjukkan adanya kesamaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi, yaitu persepsi setuju terhadap
sertifikasi. Menurut peneliti adanya kesamaan persepsi tersebut disebabkan adanya kesamaan dalam memahami informasi tentang
sertifikasi bahwa meskipun status guru berbeda dengan adanya program sertifikasi guru dapat meningkatkan kesejahteraan guru berupa tunjangan
gaji pokok. Kuota peserta uji sertifikasi untuk guru yang berstatus non-PNS
lebih sedikit yaitu berjumlah 38.406 peserta dibandingkan dengan kuota peserta uji sertifikasi guru yang berstatus PNS berjumlah 161.594
peserta Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru 2010 , kesempatan untuk guru non-PNS lebih kecil dibandingkan dengan guru
PNS, hal ini ternyata tidak mempengaruhi persepsi guru terhadap program sertifikasi. Opini yang baik terhadap program sertifikasi ini
membentuk persepsi positif terhadap uji sertifikasi. Misalnya pernyataan bahwa program sertifikasi hendaklah jangan dipandang sebagai proses
legalisasi semata, akan tetapi harus dipandang sebagai proses untuk meningkatkan kompetensi guru. Para guru setuju dengan hal itu karena
meskipun berat dalam mengumpulkan poin 850 dalam penilaian portofolio tetapi guru memandang bahwa profesionalisme dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengajar harus diperjuangkan. Mereka berpendapat jika profesional pasti akan dihargai dengan tunjangan yang lebih baik dari pemerintah.
3. Persepsi Guru Terhadap Uji Sertifikasi Ditinjau dari Golongan Ruang.
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari golongan
ruang. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai F
hitung
= 0,234 lebih kecil dari F
tabel
= 3,087. Nilai probabilitas 0,872 lebih besar dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05. Berdasarkan deskripsi data diketahui guru bergolongan II sebanyak
6 responden, bergolongan III sebanyak 13 responden, dan bergolongan IV sebanyak 70 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar responden bergolongan IV. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap uji sertifikasi diperoleh hasil untuk kriteria sangat
setuju sebanyak 2 responden, setuju sebanyak 41 responden, ragu-ragu sebanyak 42 responden, tidak setuju sebanyak 4 responden, dan sangat
tidak setuju tidak ada responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru mempunyai persepsi cukup setuju. Hal tersebut
menunjukkan bahwa guru yang mempunyai persepsi setuju dengan uji sertifikasi dengan 10 komponen portofolio.
Hasil deskripsi data tentang golongan ruang guru sebagian besar bergolongan IV. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru
mempunyai tingkat pendidikan, jam mengajar yang lama, dan prestasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebagai guru yang baik. Golongan ruang seorang guru erat kaitannya dengan tingkat pendidikan, jam mengajar, dan prestasi seorang guru.
Semakin tinggi tingkat pendidikan, jam mengajar, dan prestasinya maka semakin tinggi golongan ruang seorang guru. Hal tersebut akan
berdampak pada tunjangan yang akan diperoleh dalam sertifikasi. Hal ini yang diduga akan menimbulkan persepsi yang berbeda terhadap uji
sertifikasi. Sebaliknya, hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan persepsi
terhadap uji sertifikasi. Kesamaan persepsi tersebut disebabkan adanya kesamaan dalam memahami informasi tentang sertifikasi sehingga
membentuk pola pikir yang sama. Menurut Buku 1 Pedoman Penyusunan Portofolio 2010 dikatakan bahwa pangkatgolongan adalah
pangkatgolongan terakhir yang dimiliki guru saat dicalonkan sebagai peserta sertifikasi guru mempunyai kesempatan yang sama untuk
ditetapkan sebagai peserta sertifikasi guru. Hal ini diduga menyebabkan munculnya persepsi yang sama diantara guru yang mempunyai golongan
ruang berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN,